BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

dokumen-dokumen yang mirip
KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB I PENDAHULUAN. hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan bahasa sebagai alat komunikasi masih sangat penting. Hal ini

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

BAB II KAJIAN PUSTAKA. telah banyak dibicarakan meskipun menggunakan berbagai istilah, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

ANALISIS KONTRASTIF REDUPLIKASI BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Ria Anggari Putri SMA Negeri 4 Tambun Selatan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014

REDUPLIKASI NOMINA DALAM BAHASA INDONESIA: KAJIAN SINTAKSIS DAN SEMANTIK

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

ANALISIS PENGGUNAAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA DAN KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dilakukan melalui bahasa atau tuturan yang diucapkan oleh alat

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. maupun isyarat. Bahasa digunakan oleh siapa saja, mulai dari anak-anak sampai

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa selalu digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bagian dari ilmu linguistik. Cabang-cabang ilmu linguistik tersebut di

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Menurut

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

DESKRIPSI PENGGUNAAN METODE CERAMAH UNTUK PEMBELAJARAN MORFOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNAAN MORFEM PADA TEKS PIDATO SISWA KELAS VIII A

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi atau alat penghubung antar

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa seseorang memiliki sifat serta pengetahuan yang baik. memadukan kalimat-kalimat yang kita tulis dan ucapkan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lisan, misalnya bahasa dalam khotbah, bahasa dalam pidato, dan bahasa. dalam karangan siswa, bahasa terjemahan Al Qur an.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia mempelajari dan menggunakan bahasa daerah dalam interaksi kehidupan masyarakat. Ucapan dan cara penyampaian ideide dipengaruhi kebiasaan yang lazim digunakan oleh masyarakat itu. Bahasa daerah tetap dipelihara oleh negara sebagai bagian kebudayaan yang hidup. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya dalam kehidupan berinteraksi seharihari. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa pertama dalam komunikasi sosial dari berbagai lapisan masyarakat Karo. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang universal mempunyai peranan penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya suatu bangsa. Komunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan pemahaman dan pemberian respon yang kita berikan dapat berupa kalimat perintah, berita, pertanyaan, jawaban, dan lain-lain. Namun, ada orang yang beranggapan bahwa kompetensi penggunaan bahasa seakan-akan dicapai dengan sempurna melalui keturunan dan warisan saja. Pandangan ini keliru karena kemampuan penguasaan dan penggunaan bahasa harus melalui latihan-latihan baik mengenai pengucapan maupun mempergunakan bahasa dengan baik dan benar. Bahasa adalah alat komunikasi

antar masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf 1984:16). Di lain pihak ada komunikasi dilakukan dengan tulisan. Hal tersebut berarti kompetensi menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan dan kemampuan memakai apa yang dicoba. Jadi, relevansi bahasa terhadap pemikiran manusia sangat erat sekali. Sesuai dengan kodrat manusia maka kerangka karangan pemikirannya tetap berkembang, sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya sehingga perkembangan bahasa juga ikut serta di dalamnya. Bukti yang nyata adalah ilmu pengetahuan dengan perkembangan tidak mungkin diterapkan tanpa bahasa. Tidak selamanya seseorang yang berbahasa itu dapat menganalisis suatu bahasa yang akurat, baik bahasa ibu yang sedang atau yang akan dipelajari. Ilmu kebahasaan yang dimiliki akan menolong penutur untuk menuturkannya sebagaimana dituturkan oleh penutur asli bahasa itu. Bahasa Karo yang kita ketahui terdiri atas beberapa dialek, di antara dialek tersebut masih berperan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, misalnya dengan ucapan, kegiatan kemasyarakatan dan interaksi sosial berlangsung dengan menggunakan bahasa Karo, baik di tempat asal penutur di Kabupaten Karo maupun di daerah lainnya di tempat perantauan mereka. Bahasa Karo sebagai bahasa daerah terus berkembang dan berfungsi sebagai alat komunikasi, pendukung kebudayaan dan lambang identitas masyarakat Karo. Untuk itu, bahasa-bahasa daerah perlu dibina dan dikembangkan. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 menyatakan bahwa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang

dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Batak Toba, Karo, Madura, Jawa, dan sebagainya). Bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara, juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Mengingat hal tertera di atas, di dalam politik bahasa Indonesia (Halim, 1984 : 22) bahwa dalam rangka merumuskan fungsi dan kedudukan bahasa daerah perlu dipertimbangkan hal-hal berikut : 1. Bahasa daerah tetap dibina dan dipelihara oleh masyarakat pemakainya, yang merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang dijamin oleh Undang- Undang Dasar 1945. 2. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bahasa nasional beserta untuk pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah itu sendiri. 3. Bahasa daerah tidak hanya berbeda dalam struktur kebahasaannya, tetapi juga berbeda jumlah penutur aslinya 4. Bahasa-bahasa tertentu dipakai sebagai alat penghubung baik lisan maupun tulis, sedangkan bahasa daerah dipakai secara lisan. Unsur-unsur bahasa dapat diteliti dari berbagai tinjauan tata bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Morfologi merupakan salah satu bidang linguistik yang membicarakan kata dengan pembentukannya. Pembentukan kata dalam bahasa Karo dilakukan dengan cara mempertemukan satu morfem dengan morfem lain. Morfem merupakan salah satu unsur bahasa yang bermakna dan berfungsi membentuk

kata. Proses pembentukan kata yang dilakukan disebut proses morfologi. Proses morfologi meliputi afiksasi, reduplikasi, dan kompositum (pemajemukan). Penelitian terhadap reduplikasi pada ummnya hanya terbatas pada bentuk, fungsi, dan makna yang dianalisis secara sederhana dan belum tuntas terutama mengenai keproduktifan bentuk reduplikasi dengan arti tertentu tanpa melihat konteks terbentuknya reduplikasi tersebut, misalnya: Mandi-mandi Tidur-tiduran corat-coret pukul-pukulan tembak-tembakan gerak-gerik mondar-mandir makan-makan minum-minum bolak-balik Berdasarkan asumi bahwa reduplikasi morfologis bentuk terikat dan bentuk bebas bahasa Karo juga merupakan hasil dari bentukan para pemakainya atau penuturnya. Kemungkinan berbagai tipe bentuk reduplikasi pasti akan terbentuk, seiring kebutuhan penuturnya. Inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk mengadakan penelitian terhadap reduplikasi morfemis bentuk bebas dan bentuk terikat yang terdapat dalam bahasa Karo. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini akan mencari jawaban atas masalah penelitian yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana tipe reduplikasi morfemis bahasa Karo berdasarkan bentuk? 2. Bagaimana arti reduplikasi morfemis bebas konteks bahasa Karo? 3. Bagaimana arti reduplikasi morfemis terikat konteks bahasa Karo?

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : 1. Mendeskripsikan tipe reduplikasi morfemis bahasa Karo berdasarkan bentuknya. 2. Mendeskripsikan arti reduplikasi morfemis bebas konteks dalam bahasa Karo. 3. Mendeskripsikan arti reduplikasi morfemis terikat konteks dalam bahasa Karo. 1.4 Manfaat Penelitian Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Sebagai bahan rujukan untuk bahan penelitian selanjutnya khususnya yang membahas reduplikasi morfemis terikat konteks dan bebas konteks. 2. Sebagai sumber informasi atau rujukan untuk meningkatkan pemahaman tentang reduplikasi morfemis bebas konteks dan terikat konteks bagi peneliti bahasa-bahasa daerah. 3. Melestarikan dan menghindarkan dari kepunahan sekaligus sebagai usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Karo. 1.5 Landasan Teori Dalam penelitian ini digunakan analisis struktur bahasa berdasarkan teori linguistik deskriptif struktural. Di antara penganut aliran ini Bloomfield (1953), Nida (1964), Chaer (1994), Samsuri (1978), Ramlan (1987), dan Simatupang (1983). Mereka berprinsip bahwa kajian atau telaah bahasa harus bersifat deskriptif. Artinya, telaah itu berdasarkan bahasa yang diteliti sebagaimana adanya dan bukan yang semestinya ada.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan sinkronis, yaitu menjelaskan atau memerikan tipe-tipe reduplikasi morfologi bahasa Karo yang ada saat ini. Dalam penelitian ini juga diusahakan menemukan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam reduplikasi morfemis bahasa Karo. Untuk itu, buktibukti reduplikasi didefinisikan dan dibandingkan guna melihat pola-polanya. Untuk mengetahui tipe-tipe reduplikasi dalam morfologis bahasa Karo maka diacu dari pendapat Simatupang. Menurut Simatupang (1983:57) reduplikasi morfemis bahasa Indonesia dapat dibagi dalam beberapa tipe, yaitu 1) Tipe R-1 (D + R) : rumah-rumah, pohon-pohon, perdebatan-perdebatan. 2) Tipe R-2 (D + R) : bolak-balik, kelap-kelip, desas-desus, tindak-lanjut. 3) Tipe R-3 ((D + R) + ber-) : berlari-lari, berteriak-teriak, bercakap-cakap 4) Tipe R-4 ((D + R) + ber-/-an): bersalam-salaman (salam-salaman), berpacar-pacaran (pacar-pacaran). 5) Tipe R-5 (D + (R + ber-)) : anak-beranak, adik-beradik, kait-berkait, gantiberganti. 6) Tipe R-6 ((D + R) + men-) : melompat-lompat, membawa-bawa, melihatlihat, membaca-baca, termasuk juga dalam tipe ini: terbatuk-batuk, terbiritbirit. 7) Tipe R-7 (D + (R + men-)) : pukul-memukul, tolong-menolong, bantu- Membantu, kait-mengait. 8) Tipe R-8 (D + (R + men-/-i)): hormat-menghormati, cinta-mencintai, dahulu-mendahului 9) Tipe R-9 ((D + R) + men-/-kan): menggerak-gerakan, melambai-lambaikan, membagi-bagikan.

10) Tipe R-10 ((D + R) + men-/-i): menghalang-halangi, menakut-nakuti, menutup-nutupi 11) Tipe R-11 ((D + R) + se-/-nya): setinggi-tinggi(-nya), sekuat-kuat(-nya), seberat-berat(-nya). 12) Tipe R-12 ((D + R) + ke-/-(-nya)): ketiga-tiga(-nya), keenam-enam(-nya), kedua-dua(-nya) 13) Tipe R-13 ((D + R) + ke-/-an) : kehitam-hitaman, kehijau-hijauan, keputihputihan. Bentuk ini hanya terbatas pada kata sifat yang tidak memiliki antonim. (tidak ditemukan bentuk kekering-keringan, kebaru-baruan). 14) Tipe R-14 ((D + R) + -an) : rumah-rumahan, kapal-kapalan, untunguntungan, koboi-koboian. 15) Tipe R-15 (D + (R + -em-)) : kilau-kemilau, taram-temaram, tali-temali, turun-temurun. 16) Tipe R-16 (D + Rp) : tetangga, lelaki, leluhur, seseorang, beberapa, sesuatu, sesekali. 17) Reduplikasi semantik, yaitu proses pengulangan arti melalui penggabungan dua bentuk yang bersinonim: cerdik-pandai, arif-bijaksana, tutur-kata, semak-belukar. 18) Bentuk-bentuk residu (bentuk yang sangat terbatas): hal-ihwal, adat-istiadat, alim-ulama, sebab-musabab. Meskipun tipe reduplikasi yang dikemukakan Simatupang (1983: 137) tampaknya cukup banyak, pada dasarnya ia menggolongkan reduplikasi atas tiga macam juga, yaitu (1) reduplikasi penuh, (2) reduplikasi parsial, dan (3) reduplikasi berimbuhan.

Berdasarkan fungsinya reduplikasi dapat dibagi menjadi: a. Reduplikasi paradigmatis, yaitu reduplikasi yang tidak mengubah kelas kata maupun identitas kata: rumah-rumah, guru-guru, anak-anak (menyatakan jamak). b. Reduplikasi derivasional, yaitu reduplikasi yang mengubah kelas/jenis/kategori kata, atau mengubah identitas kata: rumah-rumahan, buah-buahan, pukul-memukul, tindak-tanduk, gerak-gerik. Adapun berdasarkan ada atau tidaknya unsur pengikat sintaksis, reduplikasi dapat dibagi menjadi dua yaitu a. Reduplikasi bebas konteks, yaitu reduplikasi yang artinya sudah dapat ditentukan tanpa memperhitungkan konteksnya: tidur-tiduran (tidur-tidur). b. Reduplikasi terikat konteks, yaitu reduplikasi yang artinya baru dapat ditentukan dengan memperhitungkan konteksnya: 1) Sudah dua malam kami tak tidur-tidur 2) Jagalah adiknya itu baik-baik Untuk menentukan identitas kata, sama halnya dengan afiksasi, dapat ditempuh tiga cara (tes) yang dikemukakan Verhaar (1985), yaitu melalui (1) tes keanggotaan kategorial kata, (2) tes dikomposisi leksikal, dan (3) tes struktur sintaksis. Contoh: 1) a. Anak saya sudah bekerja. b. Anak-anak saya sudah bekerja. Dengan tes pertama sudah diketahui bahwa anak-anak sama jenis katanya dengan anak. Kesimpulannya ialah bahwa R adalah reduplikasi paradigmatik. 2) a. Saya melihat orang di sawah.

b. Saya melihat orang-orangan di sawah. Meskipun dengan tes pertama dapat dibuktikan bahwa orang dan orangorangan tergolong ke dalam kelas yang sama, dengan tes kedua diketahui bahwa orang memiliki ciri semantis [+BERNYAWA], sedangkan orang-orang memiliki ciri semantis [+BERNYAWA]. Kesimpulannya ialah bahwa Reduplikasi di atas tergolong reduplikasi yang derivasional.