BAB I PENDAHULUAN. bahwa pemerintah menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH OLEH WARGA MASYARAKAT

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dalam bahasa aslinya yakni skhole, scola, scholae atau schola

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. karena pendidikan dapat meningkatkan segenap potensi peserta didik menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, baik ekonomi, Iptek, sosial, maupun budaya.

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. karena itu pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan. meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa, seperti yang telah tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang. Allah dalam Al-Qur an pada surah Al-Mujadalah ayat 11:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pada terhambatnya kemajuan negara. Menurut Nata (2012: 51) pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna untuk meningkatkan mutu bangsa secara. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA. Oleh : RENALDO DELEON PAULUS

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia karena mendapatkan pendidikan, Tanpa pendidikan Manusia. mulia dengan pendidikan termasuk di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMP NEGERI 2 KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi kewenangan ke tingkat sekolah.

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Cicih Sutarsih, M.Pd

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. OLEH: ASEP SURYANA,M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

WALIKOTA TASIKMALAYA

Manajemen Berbasis Sekolah

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Pendidikan yang bermutu akan diperoleh pada sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis

I. PENDAHULUAN. merupakan sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk

BUPATI JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat (1) UUSPN No. 20 Tahun 2003). Pernyataan ini menggambarkan bahwa pemerintah menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Kegiatan tersebut dilakukan khususnya pada jalur pendidikan formal seperti pada pendidikan dasar dan menengah yang disusun berdasarkan kurikulum yang bertingkat. Harbison dan Myers dalam Danumihardja (2010: 1) menyatakan bahwa pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas kerja tenaga terdidik. Pernyataan ini diartikan bahwa manusia yang terdidik akan lebih mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi ekonomi dibandingkan dengan manusia yang tidak terdidik. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan yang tertuang dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 yang 1

2 menyatakan bahwa fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia sebagai upaya mewujudkan tujuan nasional. Pencapaian tujuan pendidikan nasional bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, melainkan menjadi tanggungjawab bersama secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bray yang menyatakan bahwa meskipun pendidikan dasar merupakan tanggungjawab pemerintah yang dibiayai oleh pajak, all levels will be necessary...[including] partnership between government and non-governmental organizations, the private sector, local communities, religious groups, and families have the obligation to provide basic education for all (Bray, 2004: 23). Keterlibatan seluruh elemen dalam pendidikan juga ditegaskan dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003. Hal ini disebutkan dalam Pasal 4 ayat (6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berkaitan dengan pendanaan maupun keterlibatan lain, khususnya dalam hal penyelenggaraan pendidikan formal di sekolah. Dalam mengelola sekolah terdapat dua faktor yang sangat menentukan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Faktor-faktor tersebut berupa faktor eksternal dan faktor internal (Danumiharja, 2010: 2).

3 Faktor pertama adalah faktor eksternal antara lain masyarakat yang merupakan konsumen yang turut menentukan keberhasilan suatu pendidikan, oleh karena itu masyarakat perlu diikutsertakan dalam pengelolaan sekolah mulai dari perencanaan sehingga memahami seluruh kebutuhan sekolah, terutama yang menyangkut sumber dana yang diperlukan oleh sekolah. Di samping itu masyarakat juga termasuk di dalamnya (faktor eksternal) adalah kebijakan pemerintah, faktor lingkungan, politik, sosial dan budaya, serta perkembangan tingkat ekonomi, situasi dan kondisi suatu negara. Faktor yang kedua adalah faktor internal termasuk di dalamnya adalah segala sesuatu yang langsung berkaitan dengan dengan pengelolaan sekolah antara lain: pengelolaan manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen kurikulum, manajemen hubungan sekolah dan masyarakat, manajemen peserta didik, pengawasan dan penilaian pendidikan (Supriadi, 2006: 4). Faktor eksternal dan internal adalah dua faktor yang saling berpengaruh di mana keduanya merupakan hal yang sama-sama berfungsi dan berperan dalam pencapaian tujuan. Masyarakat/orang tua sebagai pengguna turut bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan diantaranya dengan cara berpartisipasi dalam pengadaan dana, karena salah satu faktor penyebab belum tercapainya kualitas pendidikan adalah karena keterbatasan dana untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas,

4 seperti diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) (Anwar dalam Supriyadi, 2006: 3). Seiring dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan pendidikan dasar menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Hal itu telah tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004. Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat (1) yang berbunyi ''Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain'' (UU No. 34/2004). Pada era otonomi tersebut kualitas pendidikan akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Ketika pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerah bersangkutan akan maju. Sebaliknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated, tidak akan pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang (Hasbullah; 2006: 7). Pemberian dan berlakunya otonomi pendidikan di daerah memiliki nilai strategis bagi daerah untuk berkompetisi dalam upaya membangun dan memajukan daerah-daerah di seluruh Nusantara, terutama yang berkaitan

5 langsung dengan sumber daya manusia dan alamnya dalam mendobrak kebekuan dan stagnasi yang dialami dan melingkupi masyarakat selama ini. Begitu juga dengan adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat kabupaten atau pun kotamadya dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaan pendidikan dasar (Suyanto, 2009). Di tingkat propinsi dan kabupaten akan diadakan lembaga nonstruktural yang melibatkan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan pendidikan dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerahnya. Konsep ini dilandasi adanya paradigma demokratisasi dan pemerataan pendidikan yang tersirat dalam UUSPN No. 20/ 2003 (Tilaar, 2012: 78). Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (Hasbullah, 2006: 57).

6 Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi (pasal 11 ayat 1). Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun (pasal 11 ayat 2). Oleh karena itu maka pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar, minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 34 ayat 2). Pemerataan pendidikan, menurut Patrinos (2005: 12) dikatakan terhambat karena the distribution of public subsidies generally occurs because limited resources are not targeted to counter the disadvantages of certain groups including poor people, girls, ethnic minorities and indigenous population. Hal ini berakibat pendidikan seolah-olah hanya dapat dinikmati oleh mereka yang berasal dari kalangan masyarakat mampu. Terkait dengan pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan, Fattah sebagaimana dikutip Danumihardja menjelaskan bahwa upaya tersebut memerlukan setidak-tidaknya tiga faktor utama. Faktor-faktor tersebut meliputi: 1) kecukupan sumber-sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar; 2) mutu proses

7 belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan 3) mutu keluaran pendidikan atau output (Danumihardja, 2010: 5). Pandangan Fattah di atas dapat diartikan bahwa kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar, dan mutu output pendidikan akan dapat terpenuhi apabila dukungan biaya pendidikan tenaga profesional kependidikan dapat disediakan secara memadai oleh sekolah. Meskipun demikian, lebih lanjut Fattah menjelaskan bahwa tersedianya biaya yang memadai tetapi tidak dikelola secara efektif dan efisien tidak dapat menjamin peningkatan mutu sesuai yang diharapkan (Fattah, 2012: 18). Pengelolaan keuangan sekolah yang efektif dan efisien menjadi salah satu faktor strategis yang dapat memberikan kontribusi pada kinerja manajemen sekolah yang optimum. Hal ini disebabkan karena dalam pengelolaan sekolah pada masa yang penuh tantangan dan perubahan tersebut, fungsi manajemen keuangan menjadi sangat menonjol dan perlu dipahami oleh kepala sekolah sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap pengelolaan sekolah (Danumihardja, 2010; 6). Hasil studi Heyman dan Loxley pada 29 negara yang dikutip oleh Bank Dunia dalam Basic Education Study (World Bank, 2004: 116) menyatakan bahwa faktor guru, waktu belajar, manajemen sekolah, sarana fisik, dan biaya pendidikan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan dana

8 untuk menjalankan program sekolah menjadi salah satu faktor penting untuk memenuhi kualitas dan prestasi belajar. Ketersediaan dana guna menjalankan program sekolah diatur melalui manajemen keuangan sekolah yang disusun dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). APBS merupakan patokan bagi sekolah untuk menentukan sumber-sumber pendapatan dan belanja. Menurut Irawan, dkk., (2004: 102) dikatakan bahwa secara umum sumber pendapatan sekolah berasal dari subsidi pemerintah dan sumbangan masyarakat. Oleh karena itu, dalam penentuan APBS, terutama penarikan dana dari orang tua siswa harus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, terutama dari masyarakat dan Komite Sekolah. Keterlibatan masyarakat dan Komite Sekolah dalam penyusunan APBS diperlukan agar APBS bersifat partisipatif. Dengan cara ini, masyarakat dan Komite Sekolah akan dapat mengetahui apa yang harus dibiayai oleh pemerintah dan apa yang masih belum tertutupi termasuk besaran jumlahnya sehingga partisipasi masyarakat akan menjadi pelengkap bagi kekurangan dalam pembiayaan pendidikan. Kenyataan di lapangan sering bertolak belakang dengan konsep ideal penyusunan APBS tersebut. Di banyak sekolah, kepala sekolah masih sangat mendominasi dari proses penyusunan hingga pelaksanaan APBS tersebut. Dalam penentuan pungutan misalnya, baik jenis maupun besarnya sudah ditentukan oleh pihak sekolah, orang tua siswa tinggal menerima bersih

9 hasilnya. Rapat tahunan orang tua siswa dengan sekolah tidak lebih dari sekedar sosialisasi yang diiringi dengan tawar menawar mengenai besarnya jumlah pungutan yang harus dibayarkan. Sekolah, dalam sosialisasi APBS, tidak pernah mengumumkan berapa besar subsidi yang diterima sekolah dari pemerintah dan dialokasikan untuk apa saja. Hal yang biasanya dibicarakan dalam rapat tersebut adalah daftar kekurangan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Dengan demikian akan sulit diketahui apakah sebenarnya sekolah kekurangan dana atau tidak. Salah satu sekolah yang sudah dianggap mandiri dalam pengelolaan partisipasi masyarakat, khususnya dalam pembiayaan pendidikan, adalah SD Ta mirul Islam di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan di sekolah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah ini sudah menyelenggarakan Manajemen Berbasis Sekolah secara konsekwen. Partisipasi masyarakat, khususnya orang tua siswa, dalam pembiayaan pendidikan di SD Ta mirul Islam di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta cukup tinggi. Hal ini diindikasikan dari besarnya animo masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di sekolah tersebut meskipun biaya yang harus dikeluarkan cukup tinggi. Sebagai contoh misalnya, biaya pendaftaran yang ditetapkan sekolah untuk siswa baru pada tahun pelajaran 2015/2016 mencapai Rp. 200.000,-. Meskipun biaya pendaftaran tergolong

10 cukup maal, animo masyarakat tetap tinggi untuk mendaftarkan putra/putri mereka. Faktor yang menjadi daya tarik sekolah tersebut adalah sistem persekolahan yang menyelenggarakan full-day school system (Sistem sekolah sehari penuh) dan program unggulan yang ditawarkan sekolah. Dalam sistem full-day school tersebut, sekolah menyelenggarakan pendidikan selama 5 hari sekolah dengan 2 hari libur, yaitu hari Jum at dan Ahad. Adapun program yang menjadi unggulan di sekolah tersebut adalah berupa pembelajaran Al- Qur an, Matematika, Bahasa Inggris, dan Komputer. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka fokus penelitian ini adalah bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan di SD Ta mirul Islam Surakarta. Berdasarkan fokus utama tersebut, maka sub fokus dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penggalangan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan SD Ta mirul Islam Surakarta? 2. Bagaimana akuntabilitas pengelolaan pembiayaan pendidikan SD Ta mirul Islam Surakarta?

11 3. Apa yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penggalangan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan SD Ta mirul Islam Surakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan dan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan di SD Ta mirul Islam Surakarta. Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan proses penggalangan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan SD Ta mirul Islam Surakarta. 2. Untuk mendeskripsikan akuntabilitas pengelolaan pembiayaan pendidikan SD Ta mirul Islam Surakarta. 3. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penggalangan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan SD Ta mirul Islam Surakarta. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan baik yang bersifat praktis maupun teoritis. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

12 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai karakteristik partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para penentu kebijakan mengenai partisipasi masyarakat dalam pembiataan pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang proses penggalangan partisipasi masyarakat dalam pembiataan pendidikan. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran riil mengenai pengelolaan pembiayaan pendidikan di sekolah swasta. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya di Sekolah Dasar.