BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. penilaian dan pengambilan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MUDHARABAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA

PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL DAN PERLAKUAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH

Akuntansi Mudharabah ED PSAK 105 (Revisi 2006) Hak Cipta 2006 IKATAN AKUNTAN INDONESIA ED

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR PUSTAKA. Ahmed, Salman. (2011). Analysis Of Mudharabah and A New Approach to Equity

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAGIAN IV AKAD BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

IV.3 DANA SYIRKAH TEMPORER

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

PERBANKAN SYARIAH MUDHARABAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

Pengertian. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Iman Pirman Hidayat. Pembiayaan Mudharabah

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Koperasi

PERLAKUAN AKUNTANSI PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

BAB 5. Prinsip Dasar Bank Syariah. AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

dan persyaratan kepada mudharib atas pembiayaan yang diberikan.pembiayaan mudharabah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (PSAK) NO. 105 TENTANG AKUNTANSI MUDHARABAH DI KJKS BMT HUDATAMA SEMARANG

EVALUASI PENERAPAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN PSAK NO. 59 DAN PSAK NO. 105 PADA KJKS-BMT BINA UMMAT SEJAHTERA YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. melalui jasa kredit yang sangat dibutuhkan masyarakat dalam menjalankan

ANALISIS KESESUAIAN PERLAKUAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN PSAK 105 (STUDI KASUS DI BMT KHALIFA BANDUNG)

BAB II LANDASAN TEORI. Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PSAK No. 102 dan 105. Menurut Wardi dan Eka, praktik dan aturan-aturan yang

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. UNS, 2009), Evaluasi Penerapan Prinsip Syariah pada Praktik

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Lembaga Keuangan

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Produk Simpanan Berjangka (Simka) / Deposito Mudharabah di KSPPS Arthamadina Banyuputih

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Slamet Wiyono (2005 : 57) Revenue Sharing berasal dari

BAGIAN I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB I PENDAHULUAN. akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB I PENDAHULUAN. Aturan ekonomi yang ada dalam Al-Qur an dan Al-Hadits, telah. mengatur sistem ekonomi dengan teliti melalui nilai-nilainya yang

TINJAUAN BAGI HASIL SIMPANAN BERJANGKA PADA KJKS BMT BINA UMAT MANDIRI (BUM) CABANG ADIWERNA

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Soal UTS Semester Gasal 2015/2016 Mata Kuliah : Akuntansi Syariah

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 5 PENUTUP. Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus pada Koperasi Jasa Keuangan. Syariah Muamalah Berkah Sejahtera Surabaya), maka penulis dapat menarik

IV.2. PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Pertemuan Minggu IX : Pembiayaan Syariah

BAB II LANDASAN TEORITIS. seluruh perkiraan dilakukan berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah penulis laksanakan pada PT Bank

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini terlihat dari tindakan bank bank konvensional untuk membuka

BAB IV ANALISIS TENTANG AKAD QIRAD}{ DI GERAI DINAR SURABAYA

KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH. Budi Asmita, SE Ak, Msi Akuntansi Syariah Indonusa Esa Unggul, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Terbukti dengan bermunculannya bank umum syariah lainnya

Usulan Penelitian Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Islam sebagai agama yang memuat ajaran yang bersifat universal dan

Bismillahirrahmanirrahim

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. mudharabah pada Unit Usaha Syariah (UUS) PT. Bank DKI. Dilaksanakannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI. Tinjauan Umum Tentang Bagi Hasil Dan Bonus Simpanan

AKUNTANSI MUDHARABAH (psak 105)

BAB II Landasan Teori

BAB II LANDASAN TEORI

Afifudin, SE., M.SA., Ak. atau (Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Akuntansi Syariah Gustani (2016) menyatakan bahwa akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan pengambilan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut. Sedangkan syariah adalah ketentuan hukum Islam yang mengatur semua aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) atau hubungan manusia dengan manusia dan lingkungan (horizontal). Secara praktis, definisi akuntansi syariah adalah suatu proses akuntansi untuk transaksi-transaksi syariah, seperti murabahah, musyarakah, mudharabah, dan lainnya. Praktik akuntansi pada masa Rasulullah SAW mulai berkembang setelah ada perintah Allah SWT melalui Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 282 untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai, yang artinya sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun 13

33 daripada utangnya. Jika orang yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dalam hal ini, perintah Allah SWT untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai telah mendorong setiap individu untuk senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti transaksi. Tidak diragukan lagi bahwa berkurang atau berlebihnya hak-hak atau kewajiban adalah tidak adil dan tidak bisa diterima dalam Islam. Allah SWT telah menyatakan bahwa seorang muslim harus adil dan jujur di dalam urusanurusannya. Wiroso (2011:16) menyatakan bahwa akuntansi keuangan di dalam Islam harus memfokuskan pada pelaporan yang jujur mengenai posisi keuangan entitas dan hasil-hasil operasinya, dengan cara yang akan mengungkapkan apa yang halal dan apa yang haram. Ini sesuai dengan perintah Allah SWT untuk saling tolong menolong di dalam mengerjakan kebaikan.

34 2.1.2 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep ekonomi dalam Islam terutama dalam bidang keuangan. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro yang berbadan hukum Koperasi Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Wiroso, 2011:1). Istilah Baitul Maal wat Tamwil merupakan gabungan dari baitul maal dan baitul tamwil. Rosilawati (2013) mendefinisikan pengertian baitul maal dan baitul tamwil sebagai berikut: Baitul maal adalah suatu lembaga keuangan Islam dengan kegiatannya mengelola dan bersifat nirlaba (sosial), yaitu menghimpun dan mendistribusikan dana Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS) dan sumber lain yang halal tanpa mengambil keuntungan, sedangkan baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motive. Dengan demikian, BMT atau KJKS menggabungkan dua kegiatan yang berbeda sifatnya, yakni laba dan nirlaba dalam suatu perusahaan. Namun, secara operasional BMT atau KJKS tetap merupakan entitas (badan) yang terpisah. Kegiatan BMT atau KJKS meliputi penghimpunan dana dan penyaluran dana. Kegiatan tersebut senantiasa harus dilandasi oleh aturan hukum-hukum Islam (syariah), karena transaksi adalah manifestasi amal manusia yang bernilai ibadah di hadapan Allah SWT. Menurut Nurhayati dan Wasilah (2011:73-84) terdapat dua belas transaksi yang dilarang karena bertentangan dengan ketentuan syariah. Transaksi tersebut yaitu:

35 1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah SWT. Aktivitas yang dimaksud adalah investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan Allah SWT, seperti babi, khamar (minuman yang memabukkan), narkoba, dan sebagainya. 2. Riba Secara bahasa, riba bermakna tambahan, tumbuh, atau membesar. Adapun sumber hukum yang menjadi acuan dalam menentukan kriteria riba adalah Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut: Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar; satu dirham dengan dua dirham; satu sha dengan dua sha karena aku khawatir akan terjadinya riba. Seseorang bertanya: Wahai Rasul, bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa ekor kuda dan seekor unta dengan beberapa ekor unta? Jawab Nabi Muhammad SAW: Tidak mengapa, asal dilakukan dengan tangan ke tangan (langsung). Yaya et al. (2014) menyatakan bahwa riba timbul dalam transaksi utang piutang dan transaksi jual beli barang ribawi. Riba dalam transaksi utang piutang terbagi atas dua kategori, yaitu riba qardh dan riba jahiliyyah. Riba qardh adalah kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang, sedangkan riba jahiliyyah adalah riba yang timbul karena peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Adapun riba dalam transaksi jual beli terbagi dua, yaitu riba fadhl dan riba nasi ah. Riba fadhl adalah riba yang timbul karena pertukaran antar barang ribawi yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Riba nasi ah adalah riba yang timbul

36 karena penangguhan penyerahan atau penerimaan barang yang dipertukarkan dengan jenis barang lainnya. 3. Penipuan 4. Perjudian 5. Gharar atau Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian Gharar terjadi ketika terdapat informasi yang tidak lengkap sehingga ada ketidakpastian antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan, dan akad. 6. Ikhtikar atau Penimbunan Barang Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian menyimpannya sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannya atau sulit didapat dan harganya tinggi. Dengan kata lain, penimbun mendapatkan keuntungan yang besar di atas penderitaan orang lain. 7. Monopoli Monopoli biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.

37 8. Bai an Najsy atau Rekayasa Permintaan Rekayasa permintaan termasuk di dalam kategori penipuan karena satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi agar calon pembeli tertarik dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi. 9. Suap Suap dilarang karena dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan dengan yang tidak membayar. 10. Ta alluq atau Penjual Bersyarat Ta alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan, dimana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun, yaitu objek akad. 11. Bai al inah atau Pembelian Kembali oleh Penjual dari Pihak Pembeli Misalnya A menjual secara kredit pada B, kemudian A membeli kembali barang yang sama dari B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah melakukan jual beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang, melainkan A mengharapkan untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran. 12. Talaqqi Al-Rukban Jual beli dengan cara Talaqqi Al-Rukban yaitu jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan membelinya, dimana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atau barang

38 dagangan yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka. 2.1.3 Pembiayaan Mudharabah Yaya et al. (2014) menyatakan bahwa pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Secara bahasa, mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga. PSAK No. 105 paragraf 4 mendefinisikan mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung pengelola dana. Dalam PSAK No. 105, mudharabah diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu: 1. Mudharabah Muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. 2. Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara, dan atau objek investasi. 3. Mudharabah Musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

39 Wiroso (2011:325) menyatakan bahwa tujuan dalam mudharabah adalah memberikan imbalan kepada pemilik dana dari hasil usaha yang diperoleh oleh pengelola dana yang porsinya disepakati di awal, sehingga hasil yang diperoleh dari pemilik dana sangat tergantung pada pengelola dana. Pemilik dana tidak pernah meminta imbalan pasti dalam bentuk nominal di muka. Adapun rukun mudharabah adalah sebagai berikut: 1. Orang yang berakad: a. Pemilik modal/shahibul maal/rabbul maal b. Pelaksana/usahawan/mudharib 2. Modal/maal 3. Kerja atau usaha (dharabah) 4. Keuntungan/ribh 5. Shighat/Ijab Qabul 2.1.4 Sistem Bagi Hasil Nisbah keuntungan mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang terikat akad mudharabah. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Yaya et al. (2014) menyatakan bahwa syarat pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

40 2. Bagian keuntungan harus diketahui masing-masing pihak dan bersifat proporsional atau dinyatakan dalam angka persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Sekiranya terdapat perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. 3. Penyedia dana menanggung semua kerugian dari mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun, kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 4. Sekiranya terjadi kerugian yang disebabkan oleh kelalaian mudharib, maka mudharib wajib menanggung segala kerugian tersebut. Kelalaian antara lain ditunjukkan oleh tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad; mengalami kerugian tanpa adanya kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan atau yang telah ditentukan dalam akad; dan hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan. Kesepakatan pembagian keuntungan atau nisbah harus dinyatakan pada waktu kontrak. Dalam hal ini juga perlu disepakati dasar bagi hasil yang akan digunakan. Dewan Syariah Nasional dalam fatwa DSN No. 15 Tahun 2000 menyatakan bahwa bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) sebagai dasar bagi hasil. PSAK No. 105 paragraf 11 menyatakan bahwa pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba dan jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto, bukan total pendapatan usaha (omset). Sementara itu, jika berdasarkan bagi

41 laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Muhamad (2016:99) menyatakan bahwa penentuan bagi hasil yang berlaku dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penentuan besarnya bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. 2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Taradhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. 4. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan, sekiranya itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. 5. Jumlah pembagian meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. 2.1.5 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105 PSAK No. 105 merupakan pedoman bagi transaksi keuangan syariah mudharabah. Dalam PSAK No. 105 paragraf 1 disebutkan bahwa PSAK No. 105 bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah. 1. Ruang Lingkup Dalam PSAK No. 105 paragraf 2 dan 3 dijelaskan bahwa ruang lingkup akuntansi mudharabah adalah sebagai berikut:

42 a. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah, baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). b. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. 2. Karakteristik Berkaitan dengan transaksi mudharabah, tanpa membedakan mudharabah dalam penghimpunan dana atau mudharabah dalam penyaluran dana, PSAK No. 105 paragraf 5-11 menjelaskan karakteristik mudharabah sebagai berikut: a. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana. b. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer. c. Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain: 1) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; 2) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau 3) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. d. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini

43 hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. e. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri. f. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana. g. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih, yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah. 3. Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi untuk Pemilik Dana a. PSAK No. 105 paragraf 12 menyatakan bahwa dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana. b. PSAK No. 105 paragraf 13 menyatakan bahwa pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:

44 1) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan; 2) investasi mudharabah dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar aset non kas pada saat penyerahan: a) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. b) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. c. PSAK No. 105 paragraf 14 menyatakan bahwa jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang, atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. d. PSAK No. 105 paragraf 15 menyatakan bahwa jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil. e. PSAK No. 105 paragraf 16 menyatakan bahwa usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. f. PSAK No. 105 paragraf 17 menyatakan bahwa dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset non kas dan aset non kas tersebut mengalami

45 penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil. g. PSAK No. 105 paragraf 18 menyatakan bahwa kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain ditunjukkan oleh: 1) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak terpenuhi; 2) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan atau yang telah ditentukan dalam akad; atau 3) hasil keputusan dari institusi yang berwenang. h. PSAK No. 105 paragraf 19 menyatakan bahwa jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang. i. Penghasilan Usaha 1) PSAK No. 105 paragraf 20 menyatakan bahwa jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. 2) PSAK No. 105 paragraf 21 menyatakan bahwa kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara: a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan

46 b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian. 3) PSAK No. 105 paragraf 22 menyatakan bahwa pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. 4) PSAK No. 105 paragraf 23 menyatakan bahwa kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. 5) PSAK No. 105 paragraf 24 menyatakan bahwa bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola diakui sebagai piutang. 4. Penyajian PSAK No. 105 paragraf 36 menyatakan bahwa pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat. 5. Pengungkapan PSAK No. 105 paragraf 38 menyatakan bahwa pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada: a. rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya; b. penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan c. pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

47 2.1.6 Penelitian Terdahulu 1. Rahandhita (2015) dalam jurnal yang berjudul Analisis Penerapan Sistem Bagi Hasil dan Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah pada Bank Syariah (Studi Kasus pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Jember) menyatakan bahwa perlakuan akuntansi untuk pembiayaan pada perbankan syariah dengan akad mudharabah terkait dengan keuntungan, pada saat nasabah memperoleh keuntungan atas usaha yang dikelolanya, maka PT Bank Syariah Mandiri cabang Jember akan mengakui pendapatan bagi hasil pada saat terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah (bagi hasil) yang telah disepakati bersama pada saat awal perjanjian. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan akuntansi pendapatan pada pembiayaan mudharabah di PT Bank Syariah Mandiri cabang Jember telah memenuhi ketentuan PSAK No. 105 tentang bagi hasil. 2. Turrosifa dan Riduwan (2013) dalam jurnal yang berjudul Penerapan PSAK No. 105 dalam Transaksi Pembiayaan Mudharabah pada Bank Syariah Bukopin Cabang Sidoarjo menyatakan bahwa Bank Syariah Bukopin cabang Sidoarjo telah mampu menerapkan PSAK No. 105 pada produk pembiayaan mudharabah dengan benar, mulai dari pengakuan pembiayaan mudharabah, yaitu pada saat pembayaran kas, pengukuran diukur dalam bentuk kas uang yang diberikan bank, penyajian disajikan dalam laporan keuangan pada komponen neraca di sebelah aktiva sebesar tagihan bank kepada nasabah, dan pengungkapan mudharabah diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan, timbulnya biaya-biaya yang diakibatkan adanya pencairan, pada saat

48 pengembalian pembiayaan oleh nasabah dan pada saat perolehan pendapatan bagi hasil. 3. Friyanto (2013) dalam jurnal yang berjudul Pembiayaan Mudharabah, Risiko dan Penanganannya (Studi Kasus pada Bank BTN Kantor Cabang Syariah Malang) menunjukkan bahwa resiko pembiayaan mudharabah dapat diminimalisasi dengan cara menentukan syarat-syarat yang harus dipatuhi oleh nasabah. 4. Susana dan Prasetyanti (2011) dalam jurnal yang berjudul Pelaksanaan dan Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Al-Mudharabah pada Bank Syariah menyatakan bahwa PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. cabang Malang dalam melakukan analisis pembiayaan pada dasarnya sudah tepat dan sesuai dengan pedoman analisis pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah, yaitu melakukan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya. 5. Alfiya dan Heykal (2014) dalam jurnal yang berjudul Analisa Pengendalian Internal terhadap Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus Pembiayaan Mudharabah Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk) menyatakan bahwa prosedur pembiayaan yang dilaksanakan pada PT Bank Syariah Mandiri telah sesuai dengan praktiknya dan penerapan pencatatan dan penjurnalan pembiayaan mudharabah yang diterapkan oleh PT Bank Syariah Mandiri cabang Kebon Jeruk belum sesuai dengan PSAK No. 105, karena masih terjadi beberapa hal yang belum tepat dalam penerapannya.

49 2.2 Rerangka Pemikiran KJKS Muamalah Berkah Sejahtera Pembiayaan Mudharabah Prosedur Pembiayaan Mudharabah Penerapan Pembiayaan Mudharabah sesuai PSAK No. 105 Perlakuan Akuntansi Sistem Bagi Hasil Gambar 1 Rerangka Pemikiran