BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah

dokumen-dokumen yang mirip
EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI BANK SYARIAH MANDIRI KOTA MALANG DI TINJAU DARI FATWA DSN MUI NOMOR 68 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Pelaksanaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri KCP Solok. menanyakan langsung kepada pihak warung mikro itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896)

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. peneliti menemukan beberapa hal penting yang bisa dicermati dan dijadikan acuan penelitian ini.

BAB IV PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Substansi dari jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pinjam meminjam menjadi salah satu cara terbaik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

REGULASI ENTITAS SYARIAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak hanya lembaga keuangan perbankan, namun juga dijalankan oleh lembaga

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. pengangguran, masalah kekurangan modal. globalisasi saat ini masyarakat mudah memperoleh modal untuk memulai

BAB IV PEMBAHASAN. A. Implementasi Akad pada produk Gadai Emas di bank Syariah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Sruktur Organisasi BNI Syariah Cabang Malang

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

BAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

GUBERNUR BANK INDONESIA,

No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

Ketentuan Dasar dan Karakteristik. Pelaksanaan Kegiatan Usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri Kota Malang Pembiayaan adalah penyediaan dana dan pemberian fasilitas untuk mendukung investasi atau usaha baik dari mikro maupun makro yang telah direncanakan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah ataupun pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Terdapat pengertian yang dimuat dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yaitu: Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak dibiayai

untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil Dalam pengertian perbankan syariah yang dimuat dalam Pasal 25 Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah yaitu: 1 Pembiayaan adalah penyedian dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah bittamlik; c. Transaksi jual beli dalm bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa bersasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Sedangkan dalam pendapatnya Syafi i Antonio yaitu, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam praktiknya di lembaga perbankan syariah telah membentuk sebuah subsistem, sistem pembiayaan berdasarkan prinsip 1 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94.

syariah dilihat dari sudut pandang ekonomi bahwa berdasarkan sifat penggunaannya dapat dibagi menjadi dua hal: 2 1. Pembiayaan produktif antara lain pembiayaan usaha produksi terdiri dari pembiayaan likuiditas, piutang dan persediaan modal, pembiayaan modal kerja untuk perdagangan terdiri dari: perdagangan umum dan perdagangan berdasarkan pesanan dan pembiayaan investasi. 2. Pembiayaan komsumtif baik sekunder maupun primer. Pembiayaan yang dilakukan BSM kota Malang memiliki konsep dasar dalam hal melakukan transaksi, yang diutamakan adalah kepercayaan dari masyarakat, bahkan menerapkan sistem keadilan untuk semua pihak. 3 Ada beberapa hal yang diperhatikan oleh BSM kota Malang sebagai bank berlandaskan syariah dalam melakukan trasnsaksi dalam prinsip islam. 1. Menjauhkan diri dari kemungkinan a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapakan dimuka suatua hasil usaha. Seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional. b. Menghindari penggunaan sistem presentase biaya terhadap utang atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis utang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. 2 M. Syafi I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 160 3 Wirdyaningsih. Et al. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), h. 15-18.

c. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela. Seperti penetapan bunga di bnak konvensional. 2. Menerapkan sistem bagi hasil a. Didalam Al-qur an telah dijelaskan yang artinya: dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Pada setiap transaksi yang dilakukan BSM, harus berdasarkan prinsip syariah yaitu menjauhi dari praktik riba yang jelas telah dilarang oleh agama islam. 4 Didit Ferdyanto 5 Mengatakan bahwa BSM memiliki prinsip dasar sebelum menjalankan suatu pembiayaan, agar tidak merugikan salah satu pihak, yaitu prinsip keadilan, prinsip kemitraan, prinsip keterbukaan, dan prinsip universalitas. Dalam pemberian atau pembuatan perjanjian jaminan fidusia, BSM berpedoman pada UUJF pasal 6 sebagai landasan utama untuk melakukan sebuah transaksi yang dibebankan melalui akta pembebanan jaminan fidusia yaitu: 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; 4. Nilai penjaminan; dan 5. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 4 QS. Al-Baqarah (2): 275. 5 Didit Ferdyanto, wawancara, (Malang, 13 Mei 2014).

UUJF memberikan penjelasan dalam pasal 1 ayat 4 yaitu: benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik. Dalam praktiknya di BSM kota Malang hanya menerima di bidang barang bergerak saja yang berupa mobil dan motor, serta memiliki nominal paling seidikit dalam pembiayaan yang dilakukan oleh BSM kota Malang, yaitu: Pertama, pembiayaan kendara bermotor, minimal bernilai lima puluh juta rupiah (50.000.000). Contohnya: pembiayaan motor agar dapat dibiayai melalui akta pembebanan jaminan fidusia, motor tersebut harus bernilai lima puluh juta rupiah. Jika motor tersebut hanya bernilai sepuluh juta rupiah maka harus ada lima motor agar senilai yang menjadi ketentuan oleh pihak BSM kota Malang. Kedua, pembiayaan kendaraan mobil, yang minimal bernilai seratus juta rupiah (100.000.000). Apapun merek dan tahun berapa produksi mobil tersebut asalkan bernialai seratus juta rupiah maka dari pihak BSM akan memberikan pinjaman yang diikat dengan jaminan fidusia. Akad yang digunakan dalam pembiayaan jaminan fidusia ini dibebankan melalui akta pembebanan jaminan fidusia atau menggunakan akad murabahah atau ijarah muntahiya bittamlik. 6 6 Didit Ferdyanto, wawancara, (Malang, 13 Mei 2014).

Akan tetapi, akad dalam pembiayaan yang dilakukan oleh pihak BSM belumlah sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu aturan DSN MUI yang dimuat dalam Fatwa DSN MUI No. 68 Th. 2008 tentang Rahn Tasjily. Apabila keseluruhan akad dan persyaratan sudah terpenuhi maka pihak BSM akan segera mencairkan dana yang disetujui oleh kepala cabang, ketika pembiayaan masih dibawah 1,5 milliar. Akan tetapi ketika pembiayaan dari nasabah melampui lebih dari angka tersebut maka yang berwenang adalah kantor pusat BSM yang berada di Jakarta untuk menyetujui proses pencairan dana kepada nasabah yang bersangkutan. B. Eksekusi terhadap Jaminan Fidusia apabila debitur wanprestasi di Bank Syariah Mandiri kota Malang Eksekusi jaminan fidusia adalah penarikan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dilakukan oleh pihak kreditur dalam hal debitur cidera janji atau wanprestasi sebagaimana aturan pasal 29 UUJF. 7 Terdapat tiga cara dalam hal eksekusi jaminan fidusian: 1. Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara: 8 a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia; 7 Retnowulan Sutantio, Penelitian Tentang Pelindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, (Jakarta: Bina Cipta, 1997), h. 2 8 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168.

b. penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. 2. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Pasal 15 ayat 2 tersebut adalah sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 mempunyai kekuatan hukum yang eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Mempunyai hukum yang tetap disebabkan karena dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila debitur wanprestasi atau tidak mengembalikan hutang pada waktunya, maka kreditur bisa melakukan eksekusi benda jaminan fidusia tersebut. Akan tetapi, pihak BSM tidak menggunakan istilah ini. Karena akan menimbulkan dampak negatif, pihak BSM selalu menggunakan prinsip kekeluargaan dalam menyelesaikan dalam hal eksekusi jaminan fidusia yang terjadi.

Dalam rangka menyelesaikan masalah eksekusi dengan baik, maka dibuatlah peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi Jaminan fidusia. Dalam pasal 2 yaitu: (a) terselenggaranya eksekusi Jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggung jawabkan; dan (b) terlindunginya keselamatan dan keamanan penerima jaminan fiduisa, pemberi fidusia, dan/atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/atau keselamatan jiwa. Dengan adanya aturan ini, maka lebih memberikan rasa aman kepada pihak kreitur dalam hal melakukan eksekusi. Penanganan kasus eksekusi Jaminan fidusia dapat diksanakan dengan syarat sebagai berikut: a. Ada permintaan dari pemohon; b. Memiliki akta jaminan fidusia; c. Jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia; d. Memiliki sertifikat jaminan fidusia; dan e. Jaminan fidusia berada di wilayah Negara Indonesia. 3. Objek Jaminan Fidusia Obyek Jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan baik yang berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atau Hipotek (Pasal 1 ayat 4 UUJF). 9 Praktik yang terjadi di BSM kota Malang terkait objek jaminan fidusiatidak sama halnya dengan aturan yang berlaku. Hasil wawancara dari 9 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168.

salah satu pegawai BSM kota Malang. 10 Bahwasannya praktik di BSM tersebut hanya menerima objek jaminan fidusia berupa barang bergerak saja yaitu mobil dan motor. Dalam pelaksanaannya benda jaminan memiliki nominal dalam membiayai benda tersebut. Biaya tersebut terbagi kedalam 2 (dua) golongan: a. Pembiayaan di Atas Seratus Juta Pembiayaan yang masuk minimal seratus juta (100.000.000) yaitu kendaran bergerak berupa mobil. Semua pembiayaan minimal seratus juta dan dibebani oleh akta pembebanan jaminan fidusia. Bahwa benda tersebut akan segera di daftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia di daerah tersebut. Dikarenakan untuk melindungi benda apabila sewaktu-waktu terjadi wanprestasi dari debitur. Karena sudah tidak mampu lagi memenuhi kewajiban dalam membayar hutang kepada BSM. Ini sesuai dengan UUJF pasal 11 ayat 1 yaitu Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan b. Pembiayaan di Bawah Seratus Juta Pembiayaan yang masuk minimal lima puluh juta (50.000.000) yaitu kendaraan bergerak berupa motor. Pihak BSM akan menerima pembiayaan benda bergerak barupa motor. Dengan syarat motor tersebut memenuhi atau masuk minimal yang di syaratkan dari pihak bank. Contohnya: ketika terjadi pembiayaan motor, dan yang dibiayai adalah motor yang berharga sepuluh juta (10.000.000) maka harus ada lima (5) motor untuk memenuhi persyaratan tersebut. Dan ketika sudah terjadi pembiayaan dengan 10 Didit Ferdyanto, Wawancara, (Malang, 13 Mei 2014).

menggunakan Akta Pembebanan Jaminan fidusia. Akan tetapi dalam kasus ini tidak sama halnya dengan pembiayaan mobil, ketika terjadi pembiayaan mobil maka pada saat itu juga akan segera di daftarkan benda tersebut kepada kantor pendaftaran Jaminan fidusia, tetapi tidak sama halnya dengan motor. Ketika terjadi pembiayaan maka tidak didaftarkan secara langsung ke kantor pendaftaran jaminan fidusia, tetapi pendaftarannya akan ditunda sampai ketika debitur terjadi wanprestasi, maka pada saat itu juga akan segera di daftarkan oleh pihak kreditur atau pihak BSM untuk mengamankan apabila terjadi eksekusi. Apabila benda jaminan fidusia didaftarkan maka akan mempermudah kreditur dalam melakukan eksekusi benda atau objek jaminan fidusia tersebut. 4. Prosedur Penyelesaian Perkara Perbankan Syariah Dalam menangani perkara-perkara dibidang perbankan syariah dilingkungan peradilan agama adalah ketentuan-ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku dilingkungan peradilan umum. Seperti yang diketahui salah satu asas hukum acara perdata adalah Hakim wajib mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya. Asas ini bersumber dari ketentuan Pasal 16 ayat 1 dan 2 UU No. 4 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa: 1. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, malainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian. 11 Dapat ditarik kesimpulan dari aturan pasal tersebut bahwa terhadap perkara perdata yang diajukan ke pengadilan, termasuk dalam hal ini perkara perbankan syariah yang diajukan ke pengadilan agama, pengadilan tersebut tidak bisa menolak dan harus menyelesaikan kasus tersebut. Pihak pengadilan tidak bisa menolak untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan hukum tidak ada atau tidak jelas karena pengadilan (hakim) justru yang dianggap paham hukum tersebut (ius curia novit). Dalam perkara-perkara yang diajukan kepengadilan, sesuai dengan ketentuan di atas, penyelesaiannya ada dua cara yaitu: Pertama, diselesaikan melalui perdamaian, jika jalur perdamaian tidak berhasil. Kedua, diselesaikan melalui proses persidangan (litigasi) seperti biasa sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Kedua cara inilah yang harus ditempuh oleh Pengadilan Agama dalam menangani perkara-perkara di bidang ekonomi syariah, umumnya di bidang perbankan syariah. 5. Tata Cara Eksekusi di BSM Kota Malang Ada beberapa tahapan dalam melakukan eksekusi di BSM ketika debitur sudah terlambat membayar. Pertama, ketika debitur terlambat 11 Cik Bashir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Pengadilan Agama Dan Mahkamah Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 126.

membayar satu sampai lima hari, pihak BSM akan melakukan pengecekan via telepon. Kedua, ketika debitur terlambat membayar lima sampai sepuluh hari, maka dari pihak BSM akan mendatangi rumah debitur untuk membicarakan secara baik atau menanyakan masalah apa yang dihadapi oleh debitur sehingga tidak membayar tepat waktu. Ketiga, apabila debitur tetap tidak membayar sepuluh hari sampai satu bulan maka pihak bank akan menyita barang jaminan untuk dilakukan pelelangan sesuai aturan yang berlaku. Akan tetapi, BSM memiliki kebijakan sendiri dalam penanganan debitur, ketika akan melakukan eksekusi barang jaminan tersebut. Kebijakan tesebut yaitu BSM memberikan kebebasan kepada debitur untuk menjual secara pribadi barang eksekusi tersebut sehingga debitur akan mendapatkan harga yang lebih sesuai dan pantas untuk barang tersebut, serta di dalam penjualan tersebut akan diawasi oleh pihak BSM. Akan tetapi, ketika debitur tidak dapat menjual atau kesusahan dalam menjual barang jaminan tersebut maka pihak BSM akan melakukan penjualan itu sendiri dengan cara lelang. Dalam konteks ini, pihak yang berwenang atau menangani kasus eksekusi jaminan fidusia yaitu Didit Ferdyanto.12 Prektek eksekusi yang terjadi di lapangan, khususnya BSM bahwa aturan bukanlah suatu yang baku tetapi aturan tetap harus dijalankan bagi setiap instansi. Akan tetapi, tidak selamanya aturan akan menjawab serta menyelesaikan kasus yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, BSM memiliki tim ahli serta kebijakan yang disesuaikan dengan prinsip kekeluargaan dalam 12 Bapak Didit Ferdyanto, wawancara, (Malang, 13 Mei 2014).

menyelesaikan kasus eksekusi tersebut. Agar tidak ada pihak yang dirugikan serta disakiti. Karena prinsip-prinsip syariah yang harus ditegakkan yaitu: prinsip kekeluargaan, prinsip kehati-hatian, prinsip transparasi, tidak menggunakan kekerasan dan lain-lain. akan tetapi, masih terdapat beberapa aturan yang belum dijalankan oleh pihak BSM. Contohnya: pertama, adalah dalam praktik eksekusi cara penyelesaiannya harus menggunakan Peradilan Agama sesuai Undang-Undang Perbankan Syariah. Akan tetapi, BSM masih menggunakan peradilan umum (pengadilan negeri) dalam menangani kasus tersebut. Karena, pihak bank syariah telah berusaha untuk melakukan penyelesaian di peradilan agama. Akan tetapi, selalu terjadi penolakan dari pihak peradilan agama disebabkan belum ada mekanisme yang jelas dalam menangani kasus sengketa ekonomi syariah, maka dari itu pihak bank syariah selalu menggunakan peradilan umum (pengadilan negeri) dalam menyelesaikan kasus sengketa ekonomi syariah. Kedua, dalam penjualan barang jaminan dilakukan setelah lewat satu bulan sejak diberitahukan secara terrtulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan ini sesuai UUJF pasal 29 ayat 2. 13 Akan tetapi pihak BSM terus berusaha memperbaiki kinerja dari praktek yang telah terjadi, agar memberikan pelayanan yang nyaman dan aman bagi pihak debitur, sehingga tidak merugikan satu sama lain. 13 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168.

Terdapat pula aturan di dalam Fatwa DSN MUI dalam melakukan eksekusi benda Jaminan fidusia yaitu a. Penyimpanan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau sertifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke murtahin. Dan apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya, Marhun dapat dijual paksa/dieksekusi langsung baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah; b. Rahin memberikan wewenang kepada Murtahin untuk melakukan eksekusi barang tersebut apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya; Menurut Kholis Khoironi. 14 Dari praktik yang terjadi di lapangan khususnya BSM kota Malang, dalam wawancara dengan salah satu pegawai BSM tersebut menyatakan bahwa tidak selama aturan itu harus dilakukan. Segala aturan itu hanya bersifat aturan yang menjembatani antara debitur dan kreditur. Ketika sewaktu-waktu terjadi wansprestasi dari pihak debitur maka pihak BSM akan segera melaksanakan prinsip kekeluargaan, agar mengetahui permasalahan yang terjadi oleh pihak debitur. Ada dua tahapan ketika terjadi wanprestasi oleh debitur. Ketika BSM melakukan prinsip kekeluargaan, yang pertama yaitu: (a) Debitur sudah pailit. (b) Debitur kabur. (c) Debitur meninggal dunia; dan 14 Bapak Kholis Khoironi, Wawancara, (Malang, 14 Mei 2014).

(d) Debitur menjual barang jaminan; Ketika permasalahan yang terjadi seperti ini, maka pihak BSM akan segera melakukan eksekusi benda tersebut dan dilakukan proses pelelangan untuk menutupi hutang-hutang dari debitur kepada kreditur sebagai pihak yang berhak atas benda tersebut. Dengan menggunakan proses litigasi untuk melakukan proses eksekusi terhadap benda jaminan fidusia tersebut. Sedangkan pembiayaan yang masih dapat dibantu, karena debitur mendapatkan masalah yang analisis setelah pihak BSM melakukan pengecekan langsung di lokasi, yaitu: (a) Debitur sedang terkena musibah; (b) Debitur sedang keluar kota sehingga sulit untuk membayar tepat waktu; dan (c) Atau terjadi masalah-masalah di luar kemampuan dari debitur. Tata cara penyelesaian masalah dari pihak BSM ketika debitur macet dalam pembayaran hutangnya, yaitu: 1. Kriteria macet satu sampai lima hari, debitur tidak membayar hutangnya. Maka pihak BSM akan melakukan pengecekan melalui via telpon kepada debitur, perihal menanyakan belum dapat membayar. 2. Kriteria macet enam sampai sepuluh hari, debitur masih tetap tidak dapat membayar. Maka pihak BSM akan silaturahmi ke rumah debitur, untuk menanyakan dan membantu permasalahan debitur yang sudah macet tersebut.

3. Kriteria macet satu bulan, maka pihak BSM akan melayangkan surat peringatan satu terhadap debitur untuk segera melunasi hutangnya. 4. Kriteria macet dua sampai tiga bulan, maka kreditur akan melakukan eksekusi benda jaminan tersebut untuk dilakukan proses pelelangan untuk melunasi hutang dari debitur. Dari aturan-aturan yang telah dijelaskan diatas, bahwa dalam praktik di BSM dalam hal eksekusi, aturan merupakan jembatan antara kreditur an debitur dalam awal perjanjian agar terdapat kepercayaan satu sama lain. ketika terjadi wanprestasi maka pihak BSM merasa kebijakan dan prinsip kekeluargaan yang lebih berhasil dalam menyelesaikan kasus eksekusi antara kedua belah pihak. Karena itulah mengapa aturan menjadi jalan terkhir bagi pihak BSM alam menyelesaikan kasus eksekusi yang terjadi. Pihak BSM akan menggunakan tata cara sesuai peraturan yang berlaku ketika terjadi: Pertama, nasabah kabur. Kedua, benda jaminan telah dijual atau dipindah tangan. Ketiga, nasabah meninggal dunia. Keempat, debitur pailit. Akan tetapi, kembali lagi kepada prinsip awal yaitu prinsip kekeluargaan ketika prinsip dan itikad baik dari BSM tidak digubris oleh pihak debitur maka jalan terakhir akan digunakan oleh pihak BSM untuk menyelamatkan asset sehingga tidak mengalami kerugian yang banyak. Tidak hanya dengan aturan yang telah ada, BSM memiliki tabungan yang berupa LASNA BSM (Lembaga Amil Zakat Nasional), dana yang diperoleh dari nasabah yang masih dapat dibantu, debitur dikenakan denda atau di dalam hukum islam yang dijalankan oleh pihak BSM adalah biaya takwit.

Biaya ini bukan masuk kedalam kas BSM untuk sebagai biaya operasional melainkan masuk kedalam kas LASNA BSM (Lembaga Amil Zakat Nasional), dana-dana tersebut yang selalu disumbangkan bagi rakyat-rakyat yang membutuhkan. 15 Akan tetapi, ketika terjadi bagi debitur yang sudah benar-benar macet dan tidak dapat mengembalikan hutangnya, pihak BSM akan memberikan kebijakan yaitu pihak debitur dapat menjual barangnya sendiri, agar mendapatkan harga yang sesuai dengan barang atau benda jaminan tersebut dan dana dari sisa pembayaran hutang kepada pihak BSM diambil kembali oleh pihak debitur. Tetapi penjualan ini akan diberikan waktu paling lambat sepuluh hari dari kebijakan itu dikeluarkan serta akan diawasi oleh pihak BSM dalam penjualan benda tersebut. Akan tetapi, tidak semua debitur yang diberikan kebijakan tersebut dan kebijakan ini tidak memiliki waktu atau aturan. Hanya saja, pihak BSM memberikan kebijakan tersebut kepada debiturdebitur yang dikehendaki sesuai analisis oleh pihak BSM sendiri. Penyelesaian sengketa yang dilakukan BSM yang telah dimuat dalam aturan Perbankan Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional yaitu: 1. Pasal 55 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu: Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan Agama. 16 2. Fatwa DSN MUI dalam ketentuan penutup angka 1 yaitu: Jika terjadi perselisihan (persengketaan) diantara para pihak, dan tidak tercapai 15 Bapak Kholis Khoironi, Wawancara, (Malang, 14 Mei 2014). 16 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94.

kesepakatan di antara mereka maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Nasional atau malalui Peradilan Agama. 17 Sedangkan yang terjadi di lapangan BSM kota Malang, menurut Didit Ferdyanto, 18 sering menggunakan Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan semua perkara-perkara eksekusi yang terjadi di BSM khususnya perkara kasus eksekusi Jaminan fidusia. Alasannya adalah Pengadilan Agama belum siap dalam menangani kasus ekonomi syariah. Disebabkan belum adanya mekanisme yang mengatur secara jelas dalam teknik persidangan untuk menangani kasus ekonomi syariah. Berikut alur penyelesaian eksekusi dari hasil wawancara 19 di BSM kota Malang, yaitu: Penyelesaian j eksekusi di BSM kota Malang Prinsip kekeluargaan Memberikan kebijakan Macet 1-5 hari BSM melakukan pengecekan via telepon. Macet 5-10 hari BSM melakukan silaturahmi ke rumah debitur, perihal mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh debitur Memberikan penjualan objek jaminan fidusia secara langsung kepada debitur dalam waktu 10 hari dan diawasi oleh pihak BSM C. Tinjauan DSN MUI terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri Kota Malang Macet 10-1 bulan, maka pihak BSM akan melakukan eksekusi objek jaminan fidusia 17 DSN No. 68/DSN-MUI/III2008. 18 Bapak Didit Ferdyanto, Wawancara, (Malang, 13 Mei 2014). 19 Bapak Didit Ferdyanto, Wawancara, (Malang, 13 Mei 2014).

Dari fatwa DSN MUI bahwa aturan dalam melakukan transaksi yang dilakukan di dunia perbankan syariah, semua telah ada aturan maupun fatwa yang telah mengatur hal tersebut. Salah satunya fatwa DSN MUI No. 68 tahun 2008 yaitu menimbang: 1. Bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman atau transaksi lain uang menimbulkan utang-piutang dengan memberikan jaminan barang dengan ketentuan barang tersebut masih dikuasai dan digunakan oleh pihak berutang. 2. Bahwa pihak berpiutang berhak dengan mudah untuk melakukan eksekusi atas barang agunan yang masih dikuasai oleh peminjam jika terjadi wanprestasi. 3. Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Rahn Tasjily untuk dijadikan pedoman. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, dengan berpedoman dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis di BSM kota Malang, bahwa eksekusi yang dilakukan di BSM sudah sesuai dengan prinsip syariah yaitu memiliki prinsip-prinsip yang tidak keluar dari prinsip syariah (prinsip kekeluargaan, prinsip kehati-hatian, dan lain-lain). Akan tetapi, semestinya aturan yang digunakan dalam hal melakukan perjanjian dan eksekusi menggunakan akad rahn tasjily. Karena, berhubung bank syariah harus tunduk dalam prinsip syariah yang dikeluarkan mui yang sesuai dalam peraturan perbankan syariah

pasal 26. Hal ini disebabkan masih terdapat beberapa poin fatwa yang keluarkan DSN MUI sebagai pedoman perbankan syariah yang berada di Indonesia yang dilewatkan atau tidak dijalankan oleh BSM kota Malang. Poinpoin tersebut adalah: Pertama, dalam penyelesaian sengketa semestinya menyelesaikan melalui Badan Arbritase Syariah Nasional atau melalui Pengadilan Agama sesuai fatwa DSN MUI dalam ketentuan penutup nomor satu. Kedua, Dalam akad yang digunakan dalam melakukan perjanjian dengan nasabah, tidak menggunakan akad yang telah ditetapkan oleh DSN MUI yaitu Rahn Tasjily. Jika mengacu dari kedua alasan tersebut, dapat difahami bahwa BSM kota Malang masih belum tepat dalam mengacu kepada aturan yang berlaku. Kinerja atau transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah seluruh Indonesia, khususnya BSM kota Malang, selalu menggunakan akad-akad yang dikeluarkan oleh DSN MUI sebagai lembaga yang berwenang. Pasalnya, transaksi yang dilakukan oleh Perbankan Syariah harus sesuai dengan aturanaturan DSN MUI. Karena bank syariah tidak sama halnya dengan bank konvensional. Di dalam fatwa DSN MUI terdapat ketentuan umum dan ketentuan khusus yaitu: 1. Ketentuan umum: Rahn Tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin.

2. Ketentuan khusus: Pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn Tasjily dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Rahin menyerahkan bukti kepemilikan barang kepada Murtahin; b. Penyimpanan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau sertifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke Murtahin. Dan apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya, Marhun dapat dijual paksa/dieksekusi langsung baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah; c. Rahin memberikan wewenang kepada Murtahin untuk melakukan eksekusi barang tersebut apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya; d. Pemanfaatan barang marhun oleh Rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan; e. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharan dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau sertifikat) yang di tanggung oleh Rahin; f. Besaran biaya pemeliharan dan penyimpanan barang Marhun tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan; g. Besaran biaya sebagaimana dimaksud huruf e tersebut didasarkan pada pengeluaran yang riil dan beban lainnya berdasarkan akad ijarah. h. Biaya asuransi pembiayaan Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin.

3. Ketentuan penutup: Jika terjadi perselisihan (persengketaan) diantara para pihak dan tidak tercapai kesepakatan diantara mereka maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Nasional atau melalui Pengadilan Agama. Eksekusi yang dilakukan oleh bank syariah mandiri kota malang suah sesuai dengan prinsip syariah yaitu tidak merugikan salah satu pihak dan tidak menggunakan kekerasan dalam melakukan eksekusinya. Akan tetapi belum sesuai dengan akad yang telah diberlakukan oleh DSN MUI. Didit Ferdyanto 20 menyatakan bahwa akad Rahn Tasjily yang dikeluarkan DSN MUI tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga menyulitkan ketika terjadi wanprestasi dari debitur dan dalam penyelesaian kasus sengketa yang terjadi dari Akta Pembebanan Jaminan Fidusia. Oleh karena itu, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mensyaratkan Fatwa DSN MUI sebagai salah satu dasar hukum yang harus dipatuhi oleh bank syariah. Pasal 26 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan: (1) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 20 dan pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah; (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia; (3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia. 21 20 Didit Ferdyanto, wawancara, (Malang, 13 Mei 2014). 21 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94.

Dari aturan diatas yang telah ditetapkan oleh perbankan syariah, akan tetapi praktek di lapangan masih belum menggunakan akad yang semestinya. Aturan DSN MUI dalam menyelesaikan kasus atau sengketa ekonomi harus melalui Badan Arbritase Syariah Nasional dan Peradilan Agama sesuai prinsip syariah yang telah diterapkan oleh DSN MUI kepada pihak perbankan islam, yaitu disebabkan kedua lembaga tersebut belum siap dalam menangani kasuskasus yang terjadi di bidang ekonomi syariah. Selain itu, proses dalam mengajukan kedua lembaga tersebut sangatlah sulit, sehingga memakan biaya dan waktu yang terbuang sia-sia. Tidak sama halnya terjadi di Peradilan Umum (Pengadilan Negri), biaya dan proses yang digunakan tidak sebanding dengan kedua lembaga syariah tersebut. Sehingga apabila terjadi eksekusi terhadap barang atau objek jaminan fidusia tersebut akan lebih mempermudahnya. Inilah alasan mengapa BSM kota Malang lebih mengutamakan Pengadilan Negri daripada Pengadilan Agama dan juga Badan Arbritase Nasional. 22 22 Didit Ferdyanto, wawancara, (Malang, 13 Mei 2014).