ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUNGGAKAN KUR MIKRO BRI UNIT CIAMPEA BOGOR INDAH PURNAMAWATI

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM

KERANGKA PEMIKIRAN III.

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ringkasan dari suatu proses pencatatan, dari transaksi-transaksi yang terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 bahwa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama yang sejak dahulu kala menjadi tulang punggung operasi badan usaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Bank adalah badan usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

DILARANG MENGUTIP SEBAHAGIAN ATAU KESELURUHAN ISI JURNAL INI TANPA SEIZIN REDAKSI

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. di bedakan dalam beberapa jenis kredit. Pembedaan jenis-jenis kredit sangat

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal pemberian kredit modal kerja. Koperasi adalah salah satu badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. asas kekeluargaan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 pasal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori stewardship menggambarkan hubungan antara pemilik (principal)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

BAB I PENDAHULUAN. perbankan, juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia bank,

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, dan penemuanpenemuan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

I. PENDAHULUAN. satunya adalah penyaluran kredit guna untuk meningkatkan taraf hidup rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. macet). Kredit macet adalah suatu risiko yang melekat pada suatu kredit di Bank,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Fungsi,Jenis dan Sumber Dana Bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

BAB II LANDASAN TEORI

II. LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, jenisjenis

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUNGGAKAN KUR MIKRO BRI UNIT CIAMPEA BOGOR INDAH PURNAMAWATI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea Bogor adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Indah Purnamawati NIM H34110044

ABSTRAK INDAH PURNAMAWATI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea, Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro berdasarkan tunggakan dan menganalisis faktor yang mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di BRI Unit Ciampea, Bogor. Lokasi penelitian ini di BRI Unit Ciampea yang terletak di Jalan Letnan Sukarna, Warung Borong, Ciampea, Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Analisis Regresi Berganda. Hasil dari penelitian ini terdapat tiga karakteristik yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persentase total tunggakan KUR Mikro di BRI Unit Ciampea yaitu karakteristik personal yang terdiri dari variabel tingkat pendidikan, jarak rumah nasabah, jumlah tanggungan keluarga dan frekuensi menerima kredit. Karakteristik kedua yaitu karakteristik usaha yang meliputi variabel jenis usaha, pengalaman usaha, aset usaha dan omset usaha.ketiga karakteristik Kredit meliputi variabel jangka waktu menerima kredit dan penggunaan kredit untuk usaha. Dari sepuluh variabel yang digunakan ada delapan variabel yang berpengaruh nyata terhadap persentase total tunggakan KUR Mikro di BRI Unit Ciampea (α = 10%) yaitu variabel tingkat pendidikan, jarak rumah nasabah, frekuensi menerima kredit, jenis usaha, pengalaman usaha, aset usaha, omset usaha dan penggunaan kredit untuk usaha. Sehingga berdasarkan hasil penelitian pihak BRI Unit Ciampea harus memperhatikan faktor yang berpengaruh nyata tersebut sebagai acuan dan penyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada calon nasabah. Kata kunci: karakteristik debitur KUR, tunggakan, variabel-variabel faktor ABSTRACT INDAH PURNAMAWATI. Analysis Of The Influensing Factors Arrears Of Micro Credit Program In Bri Ciampea, Bogor. Supervisedby DWI RACHMINA. This research aimed to identify the characteristics of micro credit program customers based on the arrears and to analyze the influencing factors in BRI Ciampea, Bogor using regression analysis method. There were three characteristics used to analysis the factors influencing the arrears in BRI Ciampea, namely personal, business and credit characteristic. The first characteristic was personal characteristic including educational background variable, distance of the customers houses, number of families to support, and frequency of credit received. The second was business characteristic including business type variable, business experience, business asset, and business revenue. The third was credit characteristic including variable of credit acceptance period and credit utilization. Of ten variables, eight significantly influenced the arrears (α = 10%), i.e. educational background variable, distance of the customers houses, frequency of credit received, business type, business experience, business asset, business

revenue, and credit utilization. BRI Ciampea should consider those influencing factors as a reference in distribuuting the credit to the customers. Keyword: characteristics customers KUR, arrears, variable s factor

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUNGGAKAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO BRI UNIT CIAMPEA BOGOR INDAH PURNAMAWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah pembiayaan, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea, Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Furqon dan Bapak Jupri dari BRI Unit Ciampea, serta Bapak Iwa beserta staf Unit yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2015 Indah Purnamawati

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 Karakteristik UMKM 7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan KUR Mikro 8 KERANGKA PEMIKIRAN 11 Kerangka Pemikiran Teoritis 11 Pengertian, Fungsi dan Tujuan Kredit 11 Risiko Kredit 13 Strategi Penghindaran Kredit Bermasalah 15 Kerangka Pemikiran Operasional 17 METODE PENELITIAN 21 Lokasi dan Waktu Penelitian 21 Jenis dan Sumber Data 21 Metode Pengambilan Sampel 22 Metode Pengolahan dan Analisis Data 22 Analisis Kualitatif 23 Anlaisis Kuantitatif 23 Analisis Regresi Linier Berganda 23 Definisi Operasional 28 GAMBARAN UMUM BRI UNIT CIAMPEA 29 Sejarah dan Struktur Organisasi BRI Unit Ciampea 29 Visi, Misi dan Tujuan BRI Unit Ciampea 31 Budaya Perusahaan 32 Bidang Usaha 32

Macam-Macam Kredit 33 Mekanisme Penyaluran KUR Mikro pada BRI Unit Ciampea 34 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 Karakteristik Responden berdasarkan Tunggakan BRI Unit Ciampea 36 Karakteristik Personal 37 Karakteristik Usaha 40 Karakteristik Kredit 42 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea 44 Karakteristik Personal 46 Karakteristik Usaha 49 Karakteristik Kredit 51 Implikasi Manajerial 52 KESIMPULAN DAN SARAN 53 Simpulan 53 Saran 54 DAFTAR PUSTAKA 55 LAMPIRAN 57 RIWAYAT HIDUP 60

DAFTAR TABEL 1 Perkembangan jumlah pelaku usaha menurut skala usaha tahun 2011-2012 1 2 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM menurut skala usaha tahun 2011-2012 atas harga konstan 2000 2 3 Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2011-2012 2 4 Perkembangan total plafon dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014 3 5 NPL pelayanan KUR dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014 4 6 Statistika deskriptif responden KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 37 7 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan tingkat pendidikan 38 8 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan jarak rumah nasabah 38 9 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan jumlah tanggungan keluarga 39 10 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan frekuensi menerima kredit 39 11 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan jenis usaha 40 12 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan pengalaman usaha agribisnis 40 13 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan aset usaha 41 14 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan omset usaha 42 15 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan jangka waktu pelunasan kredit 42 16 Sebaran responden debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2014 berdasarkan penggunaan kredit untuk usaha 43 17 Hasil pengujian model regresi linier berganda tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea tahun 2014 45

DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan Debitur KUR BRI Unit Ciampea tahun 2013-2014 5 2 Keragaan KUR bermasalah BRI Unit Ciampea tahun 2013-2014 5 3 Alur Kerangka Pemikiran Operasional 20 4 Struktur Organisasi BRI Unit Ciampea 31 DAFTAR LAMPIRAN 1 Realisasi KUR menurut provinsi (31 Maret 2014) 57 2 Output regresi linier berganda pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea tahun 2014 58 3 Uji heteroskedastisitas dan uji normalitas pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea tahun 2014 59

PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis serta terbukti sebagai sektor usaha yang mampu bertahan terhadap krisis ekonomi global yang sedang melanda kalangan usaha di tingkat internasional maupun kalangan usaha di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMKM yang mengalami peningkatan sebesar 2.41 persen pada tahun 2012, yaitu dari 55 206 444 unit pada tahun 2011 menjadi 56 534 592 unit pada tahun 2012. Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan jumlah pelaku usaha menurut skala usaha tahun 2011-2012 No Skala Usaha Jumlah (Unit) Perkembangan Tahun 2011 Tahun 2012 (Unit) (%) 1 Usaha Mikro 54 559 969 55 856 176 1 296 207 2.38 2 Usaha Kecil (UK) 602 195 629 418 27 223 4.52 3 Usaha Menengah (UM) 44 280 48 997 4 717 10.45 Usaha Mikro, Kecil dan 55 206 444 56 534 592 1 328 147 2.41 Menengah (UMKM) 4 Usaha Besar (UB) 4 952 4 968 16 0.32 Jumlah 55 211 396 56 539 560 1 328 163 Sumber: Kementerian Kopersi dan UMKM (2014) Usaha Mikro merupakan salah UMKM yang memiliki jumlah pelaku usaha menurut skala usaha paling besar dibandingkan dengan skala usaha lainnya terhadap total usaha yang ada di Indonesia, yaitu sebesar 54 559 969 unit pada tahun 2011 dan sebesar 55 856 176 unit pada tahun 2012. Sektor UMKM, terutama Usaha Mikro merupakan salah satu sektor yang berperan penting terhadap perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari kontribusi sektor Usaha Mikro yang cukup signifikan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Pada tahun 2011, kontribusi Usaha Mikro terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar 761 228.8 milyar rupiah atau 32.02 persen, sedangkan pada tahun 2012 kontribusi Usaha Mikro terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar 790 825.6 milyar rupiah atau 31.32 persen. Perkembangan nilai produk domestik bruto UMKM menurut skala usaha tahun 2011-2012 atas dasar harga konstan 2000 dapat dilihat pada Tabel 2.

2 Tabel 2 Perkembangan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM menurut skala usaha tahun 2011-2012 atas dasar harga konstan 2000 No Skala Usaha Jumlah (Rp Milyar) Perkembangan Tahun 2011 Tahun 2012 (Jumlah) (%) 1 Usaha Mikro 761 228.8 790 825.6 29 396.8 3.89 2 Usaha Kecil (UK) 261 315.8 294 280.7 32 944.9 12.61 3 Usaha Menengah (UM) 346 781.4 366 373.9 19 592.5 3.63 Usaha Mikro, Kecil dan 1 369 326 1 451 450 82 134.2 6.00 Menengah (UMKM) 4 Usaha Besar (UB) 1 007 784 1 073 660 66 876.1 6.54 Jumlah 2 377 110 2 525 120 148 010.7 6.23 Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM (2014) Selain memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional, UMKM juga merupakan usaha yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan karena sifatnya yang padat karya, berbeda dengan usaha besar yang bersifat padat modal. Pada tahun 2011, total tenaga kerja Indonesia yang terserap sebesar 101 722 458 orang, sedangkan pada tahun 2012, total tenaga kerja yang terserap sebesar 107 657 509 orang. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97.24 persen dari total tenaga kerja yang ada pada tahun 2011 dan 97.16 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada pada tahun 2012. Perkembangan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2011-2012 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2011-2012 No Skala Usaha Jumlah (Orang) Perkembangan Tahun 2011 Tahun 2012 (Jumlah) (%) 1 Usaha Mikro 94 957 797 99 859 517 4 901 720 5.16 2 Usaha Kecil (UK) 3 919 992 4 535 970 615 977 15.71 3 Usaha Menengah (UM) 2 844 669 3 262 023 417 354 14.67 Usaha Mikro, Kecil dan 101 722 458 107 657 509 5 935 051 5.83 Menengah (UMKM) 4 Usaha Besar (UB) 2 891 224 3 150 645 259 422 8.97 Jumlah 104 613 681 110 808 154 6 194 473 5.92 Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM (2014) Ternyata, Usaha Mikro juga memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 94 957 797 orang dari total tenaga kerja pada tahun 2011, begitu juga pada tahun 2012 sebesar 99 859 517 orang dari total tenaga kerja yang terserap berasal dari Usaha Mikro. Hal ini menunjukkan bahwa Usaha Mikro telah berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran. Pelaku usaha pada Usaha Mikro pada umumnya memiliki keterbatasan dalam akses permodalan di mana permodalan tersebut dibutuhkan sebagai modal dan meningkatkan usahanya. Agar pelaku Usaha Mikro mudah dalam memperoleh akses permodalan, pemerintah yaitu Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menciptakan Kredit Usaha

Rakyat (KUR). KUR adalah pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dalam bentuk pemberian modal kerja yang didukung oleh fasilitas peminjaman untuk usaha yang belum layak menurut perbankan namun sudah feasible. Program KUR ini bertujuan agar pelaku usaha UMKM dapat mudah dalam memperoleh pembiayaan.kur disalurkan melalui beberapa bank seperti BRI, BNI, Bank Mandiri, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara, BNI Syari ah dan Bank Pembangunan Daerah.Pemerintah memberikan penjaminan 70 persen sementara 30 persen sisanya ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong perekonomian nasional. Perkembangan penyaluran realisasi KUR dari tahun 2012 hingga sekarang sangat pesat. Penyaluran dana KUR yang setiap tahunnya ditingkatkan oleh pemerintah, hal ini dapat dilihat berdasarkan perkembangan total plafon pada seluruh lembaga penyalur program KUR dari tahun 2012 hingga 31 Maret tahun 2014 dapat dilihat di Tabel 4. 3 Tabel 4 Perkembangan total plafon dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014 No BANK Total Plafon (RpJuta) Tahun ke- 2012 2013 31 Maret 2014 1 BNI 8 887 572 13 953 788 14 517 812 2 BRI (KUR Ritel) 11 433 848 17 093 831 18 442 301 3 BRI (KUR mikro) 40 198 535 69 908 640 78 080 302 4 Bank Mandiri 9 613 948 14 454 479 14 945 991 5 BTN 2 868 251 4 259 955 4 400 856 6 Bank Bukopin 1 233 318 1 778 625 1 798 407 7 Bank Syariah Mandiri 2 430 838 3 635 832 3 658 132 8 BNI Syariah 17 936 226 506 245 784 9 BPD 8 244 573 13 237 733 14 171 390 Sumber: Komite KUR Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2014) Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa perkembangan jumlah total plafon terbesar masih di capai oleh Bank BRI KUR Mikro dan total plafon terendah diraih oleh Bank Syariah. Pada tahun 2012 realisasi penyaluran KUR mencapai Rp34 230 triliun, jumlah ini melampaui target pemerintah sebesar 30 triliun rupiah. Pada tahun 2013 realisasi KUR telah mencapai lebih dari target pemerintah, di mana pada tahun ini pemerintah meningkatkan targer sebesat 36 triliun rupiah dan akhirnya pada tahun ini mampu direalisasikan penyalurannya sebesar 47 trilun rupiah. Penyaluran realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak terlepas adanya masalah kredit macet yang diukur dengan nilai NPL (Non Performing Loan), dimana semakin tinggi nilai NPL (Non Peforming Loan) maka kinerja lembaga penyalur KUR semakin buruk. Berdasarkan data Tabel 5, BRI Mikro adalah penyalur KUR yang memiliki NPL (Non Performing Loan) terkecil dari tahun 2013 hingga saat ini yaitu sebesar 1.4 persen pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 sebesar 2.0 persen.

4 Tabel 5 NPL penyaluran KUR dari tahun 2012 hingga 31 Maret 2014 No BANK NPL KUR (%) Tahun ke- 2012 2013 31 Maret 2014 1 BNI 5.8 4.0 4.1 2 BRI (KUR Ritel) 3.8 2.1 3.3 3 BRI (KUR mikro) 2.2 1.4 2.0 4 Bank Mandiri 1.8 3.5 4.2 5 BTN 5.6 3.7 8.3 6 Bank Bukopin 11.6 4.5 4.9 7 Bank Syariah Mandiri 4.5 9.4 11.0 8 BNI Syariah 0.0 3.4 3.5 9 BPD 6.2 7.7 8.8 Sumber: Komite KUR Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2014) Di lihat dari sebaran wilayahnya (Lampiran 1), penyerapan KUR masih terfokus di Pulau Jawa. Jawa Barat menduduki peringkat ketiga terbesar yang menyerap KUR.Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana masih didominasi oleh sektor perdagangan.penyaluran disektor perdagangan mencapai 70.477 triliun rupiah dengan 6.094 juta debitur.sektor pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank pelaksana yaitu sebesar 20.2 triliun rupiah kepada 1.34 juta debitur. Berdasarkan data tersebut, maka diperlukan analisis faktor apa saja yang mempengaruhi persentase total tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea Bogor, hal ini dilakukan agar sebagai bahan acuan oleh Bank BRI dan dapat juga menjadi bahan acuan bagi bank lain yang masih memiliki NPL besar. Perumusan Masalah Bank Rakyat Indonesia Unit Ciampea Cabang Dewi Sartika Bogor merupakan salah satu dari kantor unit yang dibuka oleh BRI untuk melayani masyarakat termasuk di dalamnya adalah memberikan pelayanan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Di antara unit-unit BRI yang berada dibawah Kantor Cabang Dewi Sartika Bogor, BRI Unit Ciampea memiliki peluang terhadap sektor Usaha Mikro.Secara umum fungsi dan tujuan yang dimilikinya sama dengan kantor cabang lainnya yang ada di seluruh wilayah Indoensia. Banyak fasilitas yang ditawarkan oleh produk simpanan Bank BRI dalam upaya mengumpulkan dana dari masyarakat baik berupa tabungan maupun non tabungan dan produk pinjaman berupa kredit. Sejak direalisasikannya penyaluran KUR oleh BRI, jumlah debitur yang mengakses KUR pada BRI Unit Ciampea secara umum cenderung memperlihatkan adanya peningkatan meskipun tidak begitu besar peningkatannya (Gambar 1).

5 Jumlah Debitur (Orang) 800 600 400 200 0 Bulan Gambar 1 Perkembangan debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI Unit Ciampea tahun 2013-2014 Sumber: BRI Unit Ciampea (2014) Namun, seiring dengan peningkatan penyaluran KUR, peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) KUR juga terjadi seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Selain menunjukkan adanya penurunan NPL pada bulan Desember 2013 sampai bulan Maret 2014 sebesar 0.72 persen, namun pada bulan April 2014 sampai bulan Agustus 2014 mengalami peningkatan NPL sebesar 2.84 persen. Kemudian mengalami penurunan lagi hingga saat ini mencapai 1.15 persen, tingkat NPL tersebut juga menunjukkan kinerja penyaluran KUR pada BRI Unit Ciampea sudah berada di atas tingkat NPL KUR Mikro pada BRI secara keseluruhan. Per 31 Maret 2014, tingkat NPL KUR Mikro PT Bank BRI adalah sebesar 2.0 persen sementara tingkat NPL KUR Mikro pada BRI Unit Ciampea sebesar 1.072 persen. NPL (%) KUR Mikro 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Bulan Gambar 2 Keragaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bermasalah BRI Unit Ciampea Tahun 2013-2014 Sumber: BRI Unit Ciampea (2014)

6 Tingginya angka kredit bermasalah merupakan salah satu indikasi kurang berhasilnya suatu unit kerja BRI. Oleh karena itu, Bank BRI harus terus melakukan pengembangan salah satunya dengan terus mengembangkan pengelolaan risiko kredit, terutama dalam hal penyeleksian calon debitur agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pembiayaan serta menyokong pengembangan usaha mikro. Dengan demikian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tunggakan oleh debitur perlu menjadi hal yang diperhatikan oleh PT Bank BRI agar angka kredit bermasalah dapat ditekan. Sehingga secara garis besar masalah yang akan dibahas dan dirumuskan adalah Faktor apa saja yang mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea sehingga dapat menurunkan tingkat NPL? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan: 1. Mengidentifikasi karakteristik debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Unit Ciampea Bogor berdasarkan tunggakan Kredit Usaha Rakyat. 2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi tunggakan KUR Mikro BRI Unit Ciampea Bogor. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut: 1. Bagi pihak bank Hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai gambaran tentang keadaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro bagi para pengambil keputusan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kredit, khususnya dalam menyalurkan kredit yang lebih efektif bagi usaha mikro dan menengah. Berguna untuk manajemen Bank BRI Unit Ciampea Bogor agar mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro sehingga bisa meningkatkan kualitas kredit dan bisa menekan NPL KUR Mikro sampai titik terendah dan sebagai acuan bagi Bank lainnya untuk pengambilan keputusan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kredit. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi pemerintah sebagai bahan evaluasi kebijakan KUR sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk keberlanjutan program KUR tersebut kedepannya. 3. Bagi akademisi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi akademisi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya sebagai salah satu sumber

informasi.diharapkan penelitian ini juga memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan dapat juga dijadikan sebagai bahan perbandingan serta bahan kepustakaan guna menambah pengetahuan mengenai dunia perbankan. 4. Bagi penulis Penelitian ini bermanfaat untuk memperluas wawasan di bidang perbankan, dapat menerapkan disiplin ilmu yang di dapat saat kuliah, berpikir kritis dan sistematis, mengaplikasikan teori. 7 Ruang Lingkup Penelitian Kegiatan penelitian atau penulisan ini dilakukan di Bank BRI Unit Ciampea dengan pertimbangan bahwa Bank ini merupakan salah satu Bank Unit terbesar di Bogor yang dikenal masyarakat di Kabupaten Bogor. Permasalahan yang diteliti mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi tunggakan KUR Mikro serta bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap tunggakan Kredit Usaha Rakyat Mikro. Objek penelitian ini di batasi pada debitur yang menggunakan KUR mikro yang masih aktif selama bulan Januari 2014 hingga Oktober 2014. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik UMKM Berdasarkan penelitian Raffinaldy (2006) yang berjudul Memeta Potensi dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi fluktual yang melekat pada aktivitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya. Kreteria UMKM berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil, Mikro dan Menengah mengatakan bahwa berdasarkan aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM memiliki karakteristik tersendiri, yaitu: 1. Kualitasnya belum memenuhi standar, hal ini disebabkan karena sebagian besar UMKM belum memiliki teknologi yang seragam dan biasanya produk yang dihasilkan dalam bentuk hand made sehingga dari sisi kualitas relatif beragam. 2. Keterbatasan desain produk yang dimiliki oleh produk UMKM karena keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya tentang produk karena selama ini UMKM bekerja didasarkan pada order, tidak banyak yang berani berkreasi dengan mencoba desain baru.

8 3. Terbatasnya jenis produk, biasanya UMKM hanya memproduksi sejenis atau terbatas sehingga apabila ada permintaan model baru dari buyer sulit untuk memenuhi karena kesulitan dalam penyesuaian dan waktunya biasanya sangat panjang untuk memenuhi order tersebut. 4. Terbatasnya kapasitas dan price list produknya, biasanya kapasitas produk yang sulit untuk ditetapkan dan harga yang tidak terukur dapat menyulitkan para pembeli atau konsumen. Selain itu, karakteristik UMKM menurut Undang-Undang tersebut juga bisa dilihat dari aspek komoditas yang dihasilkan, tetapi juga berdasarkan aspek manajemen usahanya yang dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Usaha Mikro memiliki karakteristik (a) jenis komoditinya berubah-ubah dan sewaktu-waktu dapat berganti produk/usaha, (b) tempat usahanya tidak selalu menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah, (c) belum adanya pencatatan keuangan usaha secara baik, (d) sumber daya manusianya rata-rata masih rendah, (e) pada umumnya belum mengenal perbankan dan lebih sering berhubungan dengan tengkulak atau rentenir, (f) umumnya usaha ini tidak memiliki ijin usaha. 2. Usaha Kecil biasanya memiliki karakteristik yaitu (a) komoditinya tidak gampang berubah, (b) mempunyai kekayaan maksimal 200 juta dan dapat menerima kredit maksimal 500 juta, (c) lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap, (d) sudah memiliki pembukuan walaupun masih sederhana artinya pencatatan administrasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah, (e) memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, (f) sumber daya manusianya sudah lumayan baik dari aspek tingkat pendidikan yakni setingkat SMU, (g) sudah mulai mengenal perbankan. 3. Usaha Menengah memiliki karakteristik (a) kekayaan 200 juta sampai 10 milyar dan dapat menerima kredit antara 500 juta sampai 5 milyar, (b) memiliki manajemen dan organisasi yang lebih teratur dan baik dengan pembagian tugas yang lebih jelas antar unit, (c) telah memiliki sistem manajemen keuangan sehingga memudahkan untuk dilakukan auditing termasuk oleh pihak auditor publik, (d) telah melakukan penyesuaian terhadap peraturan pemerintah di bidang ketenagakerjaan, Jamsostek, dan lain-lain, (e) memiliki persyaratan legal secara lengkap, (f) sering bermitra dengan perbankan dan pelaku usaha lainnya, (g) sumber daya manusianya jauh lebih baik dan handal pada level Manajer dan Supervisor. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tunggakan Kredit Penelitian-penelitian yang terkait dengan persentase total tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah banyak dilakukan diantaranya oleh Rizka (2013) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro (Studi Kasus: PT Bank BRI (Persero) Tbk Unit Tawangsari II, cabang Sukoharja Tahun 2013). Hasil penelitian ini menghasilkan enam variabel yang mempengaruhi kelancaran pengembalian KUR mikro. Dari keenam variabel ternyata hanya variabel jumlah

tanggungan keluarga dan omset usaha yang berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian KUR mikro. Sedangkan variabel usia, tingkat pendidikan, jumlah pinjaman dan pengalaman usaha tidak berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian KUR mikro. Sedangkan Nastiti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Pengusaha Kecil pada Program Kemitraan (Studi Kasus: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Malang) menganalisis bahwa ada tujuh variabel yang digunakan yaitu jumlah pinjaman, penghasilan bersih usaha, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usaha dan penghasilan di luar usaha. Hasil analisa faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit pengusaha kecil hanya variabel penghasilan bersih, sedangkan variabel yang lain tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit usaha kecil. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persentase total tungggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga dilakukan oleh Sari (2011) dan Auditiya (2011). Sari melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro dan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) (studi kasus: BRI Unit Cibungbulang, Bogor). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jangka waktu pengembalian dan tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro. Sedangkan faktor yang sebelumnya diduga dapat berpangaruh yaitu jumlah tanggungan keluarga, frekuensi pinjaman nasabah, omset nasabah, agunan yang diberikan serta pendapatan bersih rumah tangga ternyata tidak berperan dalam menentukan kemampuan pengembalian kredit. Sedangkan Auditiya melakukan penelitian untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro (studi kasus: BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jarak tempat tinggal nasabah BRI dan omset usaha berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata. Semakin jauh jarak rumah debitur dengan BRI Unit Lalabta akan memperbesar peluang untuk mengembalikan KUR Mikro secara lancar serta semakin besar omset usaha yang dihasilkan oleh debitur akan semakin memperbesar peluang mengembalikan kredit secara lancar. Jumlah omset yang besar menunjukkan kalau usaha tersebut berjalan dengan baik. Sedangkan faktor yang sebelumnya di dua berpengaruh secara nyata seperti usia, jumlah tanggungan keluarga, jenis usaha, nilai RPC, jumlah pinjaman, jumlah angsuran serta jangka waktu pengembalian kredit tidak berpengaruh dalam menentukan kemampuan pengembalian kredit. Secara garis besar, faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi tunggakan kredit pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat diwakili oleh karakteristik personal, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Karakteristik personal meliputi usia, jenis kelamin, jarak rumah nasabah dengan bank serta jumlah tanggungan nasabah. Karakter usaha meliputi pengalaman usaha, omset usaha, pendapatan bersih rumah tangga, jenis usaha, serta nilai RPC. Sedangkan karakter kredit meliputi jumlah peminjaman, jumlah angsuran, beban bunga, jangka waktu pengembalian, agunan, serta peggunaan kredit dan pola penagihan. Setiap peneliti dalam penelitiannya tidak menggunakan seluruh faktor, tapi hanya menggunakan faktor-faktor yang dianggap relevan oleh peneliti terhadap objek penelitian, meskipun berbagai penelitian dengan objek kredit yang ditujukan kepada golongan ekonomi yang cenderung lemah ini sudah banyak dilakukan, 9

10 namun penelitian terkait dengan objek serupa perlu untuk terus dilakukan. Hal ini berkaitan dengan berkembangnya program pemerintah untuk terus mendukung pengembangan golongan ekonomi lemah tersebut dan kajian serta evaluasi terhadap keadaan yang terjadi di lapangan akan menjadi masukan bagi berbagai pihak untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu. Kesamaan terdapat pada beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap tunggakan kredit. Faktor-faktor yang di dalam penelitian ini diduga mempengaruhi tunggakan kredit (KUR) terdiri tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, serta jarak rumah nasabah dengan bank yang merupakan cakupan dari karakteristik personal. Karakteristik usaha yang diduga berpengaruh terhadap tunggakan kredit adalah jenis usaha, pendapatan/omset usaha dan pengalaman usaha. Sedangkan untuk karakteristik kredit yaitu lamanya masa pengembalian yang disepakati. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu selain lokasi yang masih tergolong baru dan belum pernah ada yang meneliti di BRI unit Ciampea terkait KUR, penelitian ini juga meneliti mengenai program pemerintah yang sudah tidak asing dibicarakan oleh berbagai pihak mengenai pembiayaan sektor ekonomi lemah dari pemerintah yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, penelitian ini juga menambahkan variabel-variabel lain yang di duga dapat mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat. Variabel yang dipilih berdasarkan pada kondisi yang terdapat di lapangan yang menunjukkan bahwa masih banyaknya masyarakat yang mengandalkan kredit informal yang bunganya tinggi. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang di dapat oleh masyarakat tentang program-program pembiayaan yang dicanangkan oleh lembaga keuangan seperti perbankan. Namun, pihak BRI Unit Ciampea berusaha turun ke lapangan untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang program Kredit Usaha Rakyat yang bunga dan angsurannya bisa di jangkau oleh masyarakat. Kondisi di lapangan hampir semua nasabah menyukai program Kredit Usaha Rakyat ini dikarenakan bunga dan angsuran yang terjangkau, di samping itu agunan yang dipersyaratkan terjangkau dan ringan. Meskipun demikian, belum banyak masyarakat yang bersedia mengambil kredit di bank karena jarak yang ditempuh masyarakat ke lokasi perbankan yang cenderung jauh. Selain itu, alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda.

11 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian, Fungsi dan Tujuan Kredit Kredit berasal dari bahasa latin credere yang artinya mempercayai. Adapun berbagai definisi kredit menurut beberapa pandangan adalah sebagai berikut: 1. Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Pokok-pokok Perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman-pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. 2. Dalam ensiklopedia umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan akan mendapatkan keuntungan. Berdasarkan dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan bentuk kegiatan yang memiliki tujuan untuk saling menguntungkan antara pihak debitur dan kreditur, dimana pihak kreditur akan mendapatkan keuntungan dari penagihan bunga yang dibayarkan kepada debitur secara periodik dan debitur mendapatkan keuntungan dari manfaat modal yang diperoleh dari kredit. Selain itu, kredit juga dapat memberikan konsekuensi penangguhan risiko bersama, baik oleh kreditur maupun debitur.risiko yang mungkin ditanggung oleh kreditur adalah apabila jasa kredit yang diberikan mempunyai masalah dalam pengembaliannya. Sedangkan risiko yang mungkin ditanggung oleh debitur adalah jika ia tidak mampu membayar lunas yang yang diterimanya sesuai dengn kesepakatan perjanjian dengan pihak kreditur maka debitur akan dituntut dan akan kehilangan agunan yang menjadi jaminan dalam pemberian kredit. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan unsur-unsur yang ada dalam kredit yaitu: 1. Kepercayaan, keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan, baik berupa barang atau jasa dapat dikembalikan kembali oleh si penerima kredit dalam jangka waktu yang telah disepakati. 2. Waktu, yaitu lamanya masa yang telah disepakati oleh pihak pemberi kredit dengan pihak penerima kredit yang mana dalam hal ini terkandung nilai waktu dari dari uang yang mencerminkan sejumlah uang dengan nominal tertentu nilainya akan lebih besar pada waktu sekarang dibandingkan dengan nilaipada waktu mendatang 3. Adanya risiko, dalam hal ini risiko yang dihadapi akibat jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima di masa mendatang. Semakin lama jarak waktu tersebut maka tinggat risikonya semakin tinggi. Dengan adanya unsur risiko ini maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.

12 Fungsi kredit berdasarkan yang dipaparkan oleh Thamrin dan Tantri (2012) dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan daya guna uang Adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang, artinya jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan suatu yang lebih berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut dapat menjadi ada manfaatnya yang dapat menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit. 2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Artinya uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit, maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya. 3. Untuk meningkatkan daya guna barang Kredit yang diberikan oleh pihak bank akan digunakan untuk mengolah barang oleh debitur, dimana barang yang diolah awalnya kurang berguna menjadi lebih berguna. 4. Sebagai alat stabilitas ekonomi Kredit yang diberikan dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. 5. Untuk meningkatkan semangat usaha Bagi penerima kredit maka akan dapat meningkatkan semangat usaha, apabila nasabah yang memiliki modal pas-pasan 6. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan Kredit yang disalurkan semakin banyak akan semakin baik, terutama dapat meningkatkan pendapatan. 7. Untuk meningkatkan hubungan internasional Penjaminan internasional akan dapat meningkatkan kerja sama internasional yang lebih baik di berbagai sektor, sehingga dalam jangka panjang akan menciptakan perdamaian antarbangsa. Berdasarkan tujuan penggunaannya menurut Thamrin dan Tantri (2012), kredit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi.dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan karena di pakai oleh seseorang atau badan usaha. 2. Kredit produktif Kredit yang digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau investasi.kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. 3. Kredit perdagangan Merupakan kredit yang digunakan untuk pedagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kasmir (2012) menyatakan bahwa dalam suatu pemberian kredit memilki tujuan yang hendak di capai, dimana pencapain itu tergantung dari tujuan bank itu sendiri. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian suatu kredit dalam hal ini disebutkan sebagai berikut: 1. Mencari keuntungan

Tujuan pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan.hasil keuntungan ini peroleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Di samping itu, keuntungan juga dapat membesarkan usaha bank. 2. Membantu usaha nasabah Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahaya. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama-sama diuntungkan. 3. Membantu pemerintah Tujuanya lainnya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor terutama sektor riil. 13 Risiko Kredit Risiko kredit terjadi pada saat pihak kreditur dan debitur melakukan tindakan yang tidak hati-hati dalam melakukan keputusan kredit. Ketidakhatihatian tersebut terjadi karena berbagai faktor baik disebabkan oleh keinginan mendapatkan uang dengan cepat dan secepatnya mempergunakan uang serta diharapkan mampu memberikan turnover yang maksimal, juga karena faktor disengaja dengan alasan memperoleh komisi tersembunyi dari calon debitur. Risiko kredit merupakan bentuk ketidakmampuan suatu nasabah dalam menyelesaikan kewajiban-kewajibannya secara tepat waktu baik pada saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo dan itu semua sesuai dengan aturan dan kesepakatan yang berlaku. Perputaran uang menjadi terhambat dan laba menurun akibat nasabah yang bermasalah dalam pengembalian kredit. Jika hal ini terjadi dapat menghilangkan rasa kepercayaan dan sebagai keberlanjutannya terjadinya penarikan secara besar-besaran secara serempak atas semua barang/kewajiban lancar oleh semua nasabah. Keputusan menyalurkan kredit ke berbagai sektor bisnis tidak selalu terjadi sesuai seperti apa yang diharapkan, karena ada berbagai bentuk risiko yang akan dialami di sana baik risiko yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Risiko yang disebabkan karena ketidakmampuan suatu perusahan memenuhi dan menyelesaikan kewajibannya yang bersifat jangka pendek terutama di bagian kewajiban likuiditas termasuk dalam bentuk risiko jangka pendek, sedangkan ketidakmampuan suatu nasabah dalam menyelesaikan berbagai kewajibannya yang bersifat jangka panjang, seperti kegagalan untuk menyelesaikan utang perusahan yang bersifat jangka panjang dan juga kemampuan untuk menyelesaikan proyek hingga tuntas. Default risk merupakan risiko gagal bayar terhadap sejumlah pinjaman kredit yang telah dipinjam secara tepat waktu. Persoalan default risk sering dialami oleh para debitur pada saat debitur tersebut tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut secara tepat waktu yang disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

14 1. Kondisi makro ekonomi yang tidak stabil. 2. Kerugian perusahaan yang terjadi karena faktor menurunya angka penjualan secara sistematis. 3. Terjadi korupsi secara besar-besaran yan menyebabkan menurunnya nilai perusahan di mata publik. 4. Kudeta yang terjadi di negara yang bersangkutan. 5. Kekisruhan yang terjadi di perusahan tersebut baik di tingkat direksi maupun manajer serta karyawan yang meluas pada terhentinya produk dan berpengaruh pada penurunan penjualan perusahan. Pada PT. Bank Rakyat Indonesia mengelompokkan kreditnya ke dalam dua kelompok besar, yakni kredit lancar dan tidak lancar (menunggak). Pengembalian kredit dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran dan bunga dilakukan tepat waktu dan pelunasan kredit tidak mengalami penundaan berdasarkan pinjaman.sedangkan pengembalian kredit digolongkan tidak lancar jika pembayaran angsuran dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang telah disepakati. Pengembalian kredit yang tidak lancar ini digolongkan kembali ke dalam lima tingkatan yaitu: 1 Dalam Perhatian Khusus (DPK) Status ini diberikan pada debitur yang menunda pembayaran angsuran selama satu minggu hingga 60 hari dari tanggal yang ditentukan. 2 Diragukan Terhambatnya pengembalian kredit diindikasikan dengan kemerosotan yang tajam dalam usahanya dan biasanya permasalahan yang terjadi mencakup berbagai aspek usaha.status ini diberikan pada debitur yang menunggak selama lebih dari 90 hari hingga 120 hari. 3 Kurang Lancar Apabila pembayaran angsuran oleh debitur sedikit terhambat karena ada kecenderungan usaha nasabah mulai mengalami kesulitan, namun tingkat kesulitan tersebut masih tergolong ringan dan menyangkut salah satu aspek usaha saja.status ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran angsuran selama lebih dari 60 hari hingga 90 hari. 3 Macet Status ini dikenakan kepada debitur yang tidak dapat membayar angsuran dan bunga kredit dalam jangka waktu yang lama antara labih dari 120 hari hingga 270 hari. Implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah menurut Simorangkir (2004) sebagai berikut: 1. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh income (pendapatan) dari kredit yan diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi rentabilitas bank. 2. Rasio kualitas aktiva produktif atau yang lebih dikenal dengan BDR (bad debt ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang memburuk. 3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. 4. Return On Asset (ROA) mengalami penurunan.

15 Strategi Penghindaran Kredit Bermasalah Kondisi terjadinya default risk telah menyebabkan timbulnya permasalahan baik di pihak debitur maupun kreditur, maka untuk menghindari dari timbulnya default risk ini ada beberapa tindakan yan harus dilakukan menurut Fahmi dan Yovi (2010) yaitu: 1. Bagi kreditor akan menaikkan angka jaminan pada tingkat yang benar-benar aman. 2. Menghindari jaminan yan memiliki tingkat risiko sehingga dengan menerima benda tersebut sebagai jaminan malah akan menyebabkan perusahan mengalami kesulitan di kemudian hari. 3. Menghindari benda jaminan yang dimiliki nilai fluktuasi di pasaran. Bank sebagai kreditor berusaha menghindari timbulnya kredit macet, karena semakin kecil kredit macet maka semakin lancar arus kas yang berasal dari kredit yang masuk ke perbankan tersebut. Begitu sebaliknya bagi debitur sebagai jaminan, semakin baik dan tepat waktu ia mengembalikan pinjaman maka semakin baik pula reputasinya di mata perbankan. Aspek kelayakan usaha merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kredit ini.namun, ternyata dalam pelaksanaannya masih terdapat ketidaklancaran debitur dalam pengembalian kredit maupun pelunasan kredit. Hal ini dapat terjadi jika debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam membayar angsuran kredit serta bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.berbagai implikasi yang mungkin terjadi membuat pihak bank harus segera mengatasi kredit bermasalah agar tidak mengalami kerugian.pengendalian kredit dapat dilakukan sebelum merealisasikan kredit kepada debitur.analisis yang biasa digunakan untuk mempertimbangkan pengajuan kredit yaitu prinsip 6C. Menurut Dendawijaya (2001), meliputi: 1. Character (C-1) Analisis karakter berkaitan dengan integritas dari calon debitur. Integritas ini sangat menentukan willingness to pay atau kemampuan membayar kembali nasabah atas kredit yang telah dinikmatinya. Penilaian terhadap kemauan baik nasabah untuk memenuhi kewajibannya memang agak sulit untuk dilaksanakan, terlebih lagi untuk nasabah yang baru dikenal oleh bank. Penilaian lebih mudah dilakukan jika telah terjalin hubungan antara bank dengan calon debitur atau dapat dicarikan dari informasi yan mendukung, baik dari kalangan perbankan maupun dari kalangan bisnis. Informasi dari kalangan perbankan diperoleh melalui surat menyurat/korespondensi antar bank yang dikenal dengan Bank Information, termasuk permohonan resmi ke Bank Indonesia untuk memperoleh informasi tentang calon debitur, baik mengenai pribadinya maupun perusahaan yang dimilikinya. 2. Capital (C-2) Pembiayaan suatu proyek yang akan dijalankan debitur tidak seluruhnya berasal dari bank, tetapi dibiayai bersama antara bank dan debitur. Oleh karena itu, pihak (calon) debitur wajib memiliki sejumlah dana guna dapat berpartisipasi dalam pembiayaan proyeknya. Perbandingan antara besarnya pembiayaan dari bank dengan besarnya modal sendiri yang dapat disediakan nasabah atau yang disebut dengan debt equity ratio. Penilaian terhadap permodalan sangat erat hubungannya dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah guna membiayai proyek yang akan dijalaninya. Besarnya kemampuan modal calon nasabah dapat

16 diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang dimilikinya.semakin besar perusahaan yang dimiliki calon nasabah, semakin mudah memperoleh data tentang modal sendiri.perusahaan-perusahaan kecil umumnya tidak memiliki laporan keuangan yang dapat di analisis oleh bank. Untuk itu, wirakredit (account officer/credit officer) harus melakukan dialog, wawancara, dan kunjungan ke perusahaan calon nasabah untuk menyusun sendiri perkiraan laporan keuangan sehingga diperoleh informasi tentang modal sendiri yang bisa digunakan untuk membiayai proyek di samping pembiayaan yang akan diberikan bank. 3. Capacity (C-3) Capacity adalah penilaian terhadap calon nasabah kredit dalam hal kemampuan memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman atau akad kredit, yakni melunasi pokok pinjaman disertai bunga sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diperjanjikan. Kemampuan-kemampuan calon nasabah yang harus diukur adalah: a. Kemampuan (calon) nasabah menyediakan dana untuk pembiayaan, b. Kemampuan (calon) nasabah untuk membangun proyeknya, c. Kemampuan nasabah untuk menghasilkan produk dari proyeknya, d. Kemampuan nasabah untuk menjual hasil produksinya, e. Kemampuan nasabah untuk memperoleh laba dari penjualan tersebut, f. Kemampuan nasabah untuk menyediakan cash yang memadai untuk membayar kewajiban-kewajibannya kepada bank. 4. Conditions of Economy (C-4) Suatu proyek yang akan dibiayai bersama oleh bank dan nasabah kredit tentu memiliki berbagai ciri tertentu, misalnya jenis bisnis yang akan digeluti, jenis produk (atau jasa) yang akan diproduksi, sasaran pasar yang akan dituju, harga yang akan ditawarkan, promosi yang akan dijalankan, dan sebagainya. Faktor-faktor bisnis yan berada di lingkungan sekitar lokasi proyek akan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ciri/corak bisnis atau proyek yang akan dibangun, baik proyek baru maupun proyek perluasan. 5. Collateral (C-5) Collateral atau agunan kredit merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum permohonan kredit disetujui atau dicairkan.collateral atau agunan pada umumnya adalah barang-barang yang diserahkan peminjam kepada bank sebagai jaminan atas kredit atau pinjaman yang diterimanya. 6. Constrains (C-6) Contraints merupakan faktor hambatan atau rintangan berupa faktor-faktor sosial psikologis yang ada pada suatu daerah atau wilayah tertentu yang menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan. Kendala yang dihadapi oleh perbankan dalam penyalurkan KUR adalah sulitnya memperoleh calon debitur yang sesuai dengan kriteria yan diinginkan oleh bank dalam bekerjasama dengan lembaga penjamin masih belum jelas.sedangkan pada sisi UMKM, penyaluran KUR telah memberikan kesempatan pada pengusaha untuk mengembangkan usahanya ke arah yang lebih besar. Akibat kredit yang tidak dapat ditagih akan menimbulkan kerugian yang harus ditanggung oleh pihak bank. Sepandai apapun analis dalam menganalisa kredit, kemungkinan kredit macet pasti ada. Menurut Kasmir (2002), penyebab kemacetan suatu kredit disebabkan oleh dua unsur sebagai berikut:

1. Pihak Perbankan Analis kredit dalam melakukan analis kreditnya kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya atau mungkin salah dalam melakukan perhitungan. Selain itu, dapat pula terjadi akibat solusi dari pihak analis kredit dari pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subyektif dan akal-akalan. 2. Pihak Nasabah Dari pihak nasabah kemacetan kredit dapat dilakukan akibat dua hal yaitu a. Adanya unsur kesengajaan Nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan macet, walaupun sebenarnya nasabah mampu. b. Adanya unsur tidak sengaja Unsur ketidaksengajaan dalam hal ini si nasabah mau membayar akan tetapi tidak mampu. Sebagai contoh kredit yang dibiayai mengalami musibah seperti kebakaran, hama, kebanjiran dan sebagainya sehingga kemampuan untuk membayar kredit tidak ada. Penyelamatan terhadap kredit macet merupakan hal yang perlu dilakukan oleh pihak bank, agar tidak menimbulkan kerugian. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu atau angsuran terutama bagi kredit terkena musibah atau melakukan penyitaan bagi kredit yang sengaja lalai untuk membayar. 17 Kerangka Pemikiran Operasional Kredit Usaha Rakyat (KUR) khususnya KUR Mikro merupakan kredit bagi usaha mikro yang telah feasible namun membutuhkan modal baik dalam menjalankan usaha maupun untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya sehingga akan dapat memperlancar dan meningkatkan produktivitasnya usahanya dengan pola penjaminan hingga 70 persen dari plafon kredit. Keterlambatan pengembalian kredit akan merugikan pihak bank, modal bank menjadi beku dan menurun serta berkurangnya pendapatan yang semestinya diperoleh dari hasil pemberian kredit. Untuk itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tunggakan kredit oleh debitur perlu dilaksanakan agar permasalahan tersebut dapat diantisipasi sendini mungkin oleh pihak bank. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tunggakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro pada BRI Unit Ciampea diantaranya yaitu kehati-hatian dari pihak BRI dalam memilih calon nasabah yang mengajukan kredit ke BRI Unit Ciampea dengan melihat pendapatan dari para calon nasabah serta melihat karakter personal (perilaku) dengan mengoreksi atau survey melalui mengajukan pertanyaan kepada orang lain yang mengenal calon nasabah. Faktor-faktor tersebut diturunkan berdasarkan prinsip-prinsip yang diterapkan telah dalam mempertimbangkan pengajuan permohonan kredit yaitu prinsip Character (kepribadian), prinsip Capital (modal), dan prinsip Capacity (kemampuan). Prinsip Collateral (agunan) dalam skim kredit ini dianggap telah terpenuhi dengan