ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIUNTUK PENGHITUNGAN KOEFISIEN ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)CILIWUNG

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANSBY-WILLIAMS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BABURA PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Dana Rezky Arisandhy (1), Westi Susi Aysa (2), Ihsan (3) Abstrak

Gambar 1. Peta DAS penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

MODEL SISTIM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ESTIMASI VOLUME ALIRAN DAN EROSI SEDIMEN DI DAS RIAM KANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

HASIL PENELITIAN. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BANJIR Di KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

Surface Runoff Flow Kuliah -3

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

ESTIMASI DEBIT ALIRAN BERDASARKAN DATA CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS : WILAYAH SUNGAI POLEANG RORAYA)

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

ESTIMASI POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERANG

BAB III METODE PENELITIAN

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

MODEL SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN TUTUPAN LAHAN DI DAS RIAM KANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

Paramukti Murwibowo Totok Gunawan

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK SUB DAS KALI PREMULUNG TAHUN 2006 DAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

Transkripsi:

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK Ria Gafuri 1, Ichsan Ridwan 1, Nurlina 1 ABSTRAK. Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Pemahaman mengenai proses dan besarnya limpasan yang terjadi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat diperlukan sebagai acuan untuk pelaksanaan manajemen air yang lebih efektif. Kalimantan Selatan tidak luput dengan bencana banjir, sub-sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Riam Kiwa merupakan daerah yang sangat rawan banjir dan kekeringan. Keadaan tersebut perlu mendapat perhatian serius karena sungai memiliki arti yang sangat besar bagi makhluk hidup. Evaluasi ini dilakukan dengan melakukan analisis besarnya limpasan permukaan (runoff) yang terjadi pada sub-sub DAS Riam Kiwa dengan menggunakan Metode Cook dan menganalisis sebaran spasial potensi kawasan limpasan permukaan yang rawan pada sub-sub DAS Riam Kiwa dengan mengacu pada kemiringan lereng, tutupan lahan, infiltrasi tanah dan timbunan air permukaan. Besarnya limpasan permukaan (runoff) yang terjadi pada sub-sub DAS Riam Kiwa didominasi oleh kelas tinggi sebesar 69,99 % dengan luas 127.300,14 ha, kelas normal sebesar 22,60 % dengan luas 41.104,89 ha dan kelas ekstrim sebesar 7,41 % dengan luas 13.480,89 ha. Kata Kunci: runoff, metode Cook, kemiringan lereng, tutupan lahan, infiltrasi PENDAHULUAN Limpasan permukaan merupakan air hujan yang tidak dapat ditahan oleh tanah, vegetasi atau cekungan dan akhirnya mengalir langsung ke sungai atau laut. Limpasan terjadi karena intensitas hujan yang jatuh di suatu daerah melebihi kapasitas infiltrasi. Karakteristik daerah yang berpengaruh terhadap besarnya limpasan air permukaan antara lain adalah topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan atau penutup lahan [1,10]. Secara keseluruhan, Sub-Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Riam Kiwa terletak antara 115 o 33 29-114 o 54 32 BT dan 02 o 49 29-03 o 23 46 LS dengan luas 181.885,92 ha. Secara hidrologis merupakan bagian dari sub DAS Martapura DAS Barito, sedangkan secara administratif pada Kabupaten Banjar [3, 4, 5]. Cook mengembangkan metode empiris hubungan antara karakteristik lingkungan fisik DAS dan proses hidrologi, meliputi: fisiografi, faktor topografi/kemiringan lereng, faktor tanah/batuan, kapasitas infiltrasi, faktor vegetasi penutup, faktor simpanan permukaan (drainase) [2,12]. 1Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat 89

90 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 13 No.1, Februari 2016 (89-100) Tabel 1. Peran karakteristik DAS terhadap pembentukan Limpasan Permukaan menurut Metode Cook Karakteristik DAS Relief Infiltrasi Tanah Vegetasi Penutup Timbunan Permukaan [6]. Karakteristik DAS yang menyebabkan terjadinya limpasan permukaan 100 (ekstrim) 75 (tinggi) 50 (normal) 25 (rendah) Medan terjal kasar dengan lereng rata-rata umumnya di atas 30% (40) Tidak ada penutupan tanah efektif, lapisan tanah tipis, kapasitas infiltrasi diabaikan (20) Tidak ada tanaman penutup efektif atau sejenisnya (20) Diabaikan: beberapa depresi permukaan dan dangkal, alur drainase terjal dan kecil (20) Perbukitan dengan lereng rata-rata antara 10-30% (30) Lambat menyerap air, material liat atau tanah lain dengan kapasitas infiltrasi rendah (15) Tanaman penutup sedikit sedang, tidak ada tanaman pertanian dan penutup alam sedikit, kurang dari 10% DAS tertutup baik. (15) Rendah: system alur drainase kecil dan mudah dikenali (15) Bergelombang dengan lereng rata-rata antara 5-10% Lahan relatif datar, lereng 0-5% (20) (10) Lempung dalam Pasir dalam atau dengan infiltrasi tanah lain mampu kira-kira setipe menyerap air cepat denan tanh-tanah prairie (10) Kira-kira 50% DAS tertutup baik oleh pepohonan dan rerumputan (10) Normal: timbunan depresi dalam bentuk danau, rawa atau telaga tidak lebih dari 2% (10) (5) Kira-kira 90% DAS tertutup baik oleh rumput, kayukayuan atau sejenisnya (5) Tinggi: timbunan depresi permukaan tinggi, sistem drainase sukar dikenali banyak dijumpai danau, rawa atau telaga (5) Persamaan 1 merupakan persamaan umum klasifikasi limpasan permukaan(kl) menurut Metode Cook. Kl S T U V (1) dengan S adalah skor relief, T skor infiltrasi, U skor vegetasi penutup, dan V adalah skor timbunan permukaan. Presipitasi yang terus berlangsung apabila melebihi infiltrasinya akan membentuk timbunan air di permukaan tanah. Pada penelitian ini analisis timbunan air permukaan didekati dengan menggunakan Digital Elevation Model (DEM) untuk mengetahui kerapatan alirannya yang berdasarkan pada klasifikasi kerapatan aliran (Dd) dengan menggunakan persamaan 2. L Dd (2) A

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada... 91 dengan L adalah panjang alur sungai (km) dan A adalah luas DAS (km 2 ). Metode yang digunakan untuk perhitungan debit puncak (Qp) menggunakan metode rasional yang ditimbulkan oleh hujan deras pada DAS. Metode rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit limpasan dengan besar curah hujan. Persamaan 3 merupakan bentuk umum rumus metode rasional. Qp CpxIxA (3) dengan Cp sebagai koefisien limpasan permukaan (%) dan I sebagai intensitas curah hujan (mm/detik ). Rumus empiris untuk menghitung intensitas hujan dalam menentukan debit puncak menggunakan metode Rasional, digunakan rumus Mononobe seperti pada Persamaan 4 [14,15]. R24 I 24 24 t BAHAN DAN METODE (4) Prosedur penelitian dijelaskan seperti Gambar 1. Peta Tanah DEM Infiltrasi berdasarkan tekstur dan tutupan lahan Tutupan Lahan Timbunan permukaan Kemiringan Lereng Analisa Data (Scoring) 1. Kemiringan Lereng 2. Timbunan Permukaan 3. Vegetasi Penutup 4. Kerapatan Vegetasi Koefisien Limpasan Metode Cook Curah Hujan Peta Limpasan Permuaan Cook Peta Sebaran Debit Puncak Gambar 1. Bagan alir penelitian

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada...92 Tahapan dalam penelitian ini yaitu persiapan data dan software penelitian, pembuatan peta kemiringan lereng, infiltrasi tanah, timbunan air permukaan curah hujan, data sekunder tutupan lahan, skoring dan overlay serta perhitungan debit puncak. Peralatan yang digunakan adalah Peta Jenis Tanah Kalimantan Selatan, Peta Tutupan Lahan sub-sub DAS Riam Kiwa, Peta Administrasi sub-sub DAS Riam Kiwa, Data Curah Hujan daerah sub-sub DAS Riam Kiwa, Aster GDEM V2 (Global Digital Elevation Model). HASIL DAN PEMBAHASAN Kemiringan Lereng Kemiringan lereng dihasilkan dari data DEM, Kemiringan lereng dibedakan dalam empat kelas seperti terlihat pada Gambar 2 dan Tabel 2. Skor 10, 20, 30 dan 40 menunjukkan besar kecilnya pengaruh kemiringan lereng terhadap limpasan permukaan. Semakin terjal lerengnya berarti akan mempunyai skor yang semakin besar pula yang akibatnya nilai koefisien limpasan permukaannya juga akan semakin besar. Gambar 2. Peta lemiringan lereng sub-sub DAS Riam Kiwa

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada... 93 Tabel 2. Kemiringan lereng sub-sub DAS Riam Kiwa Kelas Lereng Kemiringan (%) Luas (ha) Persentase (%) Skor I (Lahan Relatif Datar) Datar (0-5) 35.717,53 19,64 10 II (Bergelombang) Landai (5-10) 42.370,62 23,30 20 III (Perbukitan) Miring (10-30) 77.020,98 42,35 30 IV (Medan Terjal) Terjal (>30) 26.776,79 14,72 40 Total 181.885,92 100,00 Sumber: Hasil Perolehan dan Analisa Data Aster GDEM Tutupan Lahan Data tutupan lahan yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPDAS Barito. Hasil klasifikasi tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 3. Gambar 3. Peta klasifikasi dan luas tutupan lahan sub-sub DAS Riam Kiwa Skor 5, 10, 15 dan 20 menunjukkan besar kecilnya pengaruh tutupan lahan terhadap limpasan permukaan. Pada tempat-tempat yang tertutup rapat oleh vegetasi akan mempunyai skor yang rendah. Semakin tidak ada tanaman penutupnya berarti akan mempunyai

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada...94 skor yang semakin besar pula yang akibatnya nilai koefisien limpasan permukaanya juga akan semakin besar. Tabel 3. Klasifikasi dan luas tutupan lahan sub-sub DAS Riam Kiwa. No Klasifikasi Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Skor 1 Hutan lahan kering primer 539,33 0,30 5 2 Hutan lahan kering sekunder 32.114,49 17,66 5 3 Hutan tanaman 8.626,26 4,74 5 4 Perkebunan 5.168,78 2,84 10 5 Semak belukar 8.708,00 4,79 15 6 Pertanian lahan kering 32.075,48 17,63 15 7 Pertanian lahan kering campur semak 87.077,63 47,87 15 8 Sawah 1.940,24 1,07 20 9 Pemukiman 494,77 0,27 20 10 Tambang 3.923,34 2,16 20 11 Tanah terbuka 1.005,36 0,55 20 12 Tubuh air 212,25 0,12 20 Total 181.885,92 100,00 Sumber: BPDAS Barito Infiltrasi Tanah Menggunakan peta jenis tanah Kal-Sel yang didigitasi ulang dan melihat ID tanah dengan mengacu pada Peta Sumber Daya Tanah Provinsi Kalimantan Selatan Skala 1:250.000, kita dapat menentukan jenis tanah dan teksturnya, sehingga dapat diketahui laju infiltrasi di daerah tersebut. Hasil infiltrasi pada daerah sub-sub DAS Riam Kiwa dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4. Besarnya kapasitas infiltrasi tanah didasarkan pada sifat dan tekstur tanah serta bentuk lahan dan tutupan lahannya. Secara umum tekstur tanah di daerah penelitian meliputi pasir, liat dan endapan liat. Tabel 4. infiltrasi Tanah Riam Kiwa sub-sub DAS Kelas Infiltrasi Luas Persentase Skor Tanah (ha) (%) I (cepat) 37.293,25 20,50 5 II (sedang) 41.036,15 22,56 10 III (lambat) 103.556,52 56,93 15 IV (sangat - - 20 lambat) Total 181.885,92 100,00 Sumber: Hasil perolehan dan analisa peta jenis tanah dan sumber daya tanah tingkat tinjau Provinsi Kal-Sel Timbunan Air Permukaan Interpretasi timbunan air permukaan menggunakan pendekatan berdasarkan kerapatan aliran, karena kerapatan aliran dapat digunakan untuk menilai kondisi drainase setempat. Pada penelitian ini, untuk menghitung nilai kerapatan aliran

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada... 95 dibagi pada sub-sub DAS sebagai unit terkecil. Tabel 5 dan Gambar 5 menunjukkan hasil klasifikasi timbunan air permukaan yang disesuaikan dengan klasifikasi Cook untuk mengetahui limpasan permukaan. Gambar 4. Peta Infiltrasi sub-sub DAS Riam Kiwa. Tabel 5. Timbunan Air Permukaan sub-sub DAS Riam Kiwa Kelas Kerapatan Aliran Luas (ha) Persentase (%) Skor (mil/mil 2 ) I (Rendah) < 1-5 II (Normal) 1-2 110.986,44 61,02 10 III (Tinggi) 2-5 70.899,478 38,98 15 IV (Ekstrim) >5-20 Total 181.885,92 100,00 Sumber: Hasil Perolehan dan Analisa Aster GDEM Skor 5, 10, 15 dan 20 menunjukkan besar kecilnya pengaruh timbunan air permukaan yang diakibatkan oleh kerapatan pola aliran terhadap limpasan permukaan. Semakin tinggi kerapatan alirannya berarti akan mempunyai skor yang semakin besar pula yang akibatnya nilai koefisien limpasan permukaannya semakin besar.

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada...96 Gambar 5. Peta Timbunan Permukaan sub-sub DAS Riam Kiwa Curah Hujan Data penentuan distribusi curah hujan yang diambil setiap stasiun yaitu data rata-rata tahunan yaitu selama 10 tahun dari tahun 2004-2014. Intensitas dan distribusi curah hujan di sub-sub DAS Riam Kiwa dapat dilihat pada Tabel 6. Koefisien Limpasan Permukaan Setelah semua parameter didapatkan kemudian diberi skor sesuai dengan karakteristik bentuk lahan masing-masing menurut metode Cook. Selanjutnya dilakukan overlay. Kemudian diperoleh hasil koefisien limpasan permukaan yang bisa dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 7. Tabel 6. Intensitas curah hujan sub-sub DAS Riam Kiwa No Stasiun Hujan Maksimum (mm/bln) Intensitas hujan (mm/jam) 1 Banjarbaru 385,8 4,45 2 Banjarmasin 446,5 5,16 3 Loksado 272,5 3,49 4 Tapin 259,7 3,00 Selatan 5 Binuang 327,1 3,78 6 Tiwingan 320,3 3,70 Sumber: BMKG

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada... 97 Tabel 7. Koefisien limpasan permukaan sub-sub DAS Riam Kiwa Klasifikasi Luas (ha) Persentase (%) Skor Kelas I (Rendah) - - 0-25 Kelas II (Normal) 41.104,89 22,60 26-50 Kelas III (Tinggi) 127.300,14 69,99 51-75 Kelas IV (Ekstrim) 13.480,89 7,41 >76 Total 181.885,92 100,00 Sumber : Hasil Analisa Metode Cook Gambar 7. Peta koefisien limpasan permukaan sub-sub DAS Riam Kiwa Pola sebaran kelas koefisien aliran di atas dianggap mewakili kondisi sub-sub DAS Riam Kiwa dan sekitarnya secara umum. Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air hujan per satuan waktu (intensitas), keadaan penutupan lahan, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah. Sedangkan jumlah dan kecepatan limpasan permukaan bergantung pada luas areal tangkapan, koefisien runoff dan intensitas hujan maksimum. Limpasan permukaan ini berasal dari overland flow (aliran darat) yang segera masuk kedalam alur sungai. Aliran ini merupakan komponen aliran banjir yang sama.

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada...98 Sebaran potensi kawasan limpasan permukaan yang rawan pada sub-sub DAS Riam Kiwa dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran spasial potensi Kawasan rawan limpasan permukaan pada sub-sub DAS Riam Kiwa Kecamatan Keterangan Piani Tinggi Hatungan Tinggi Pengaron Tinggi Astambul Tinggi Mangkaok Tinggi Sumber: hasil analisa metode Cook Debit Puncak Koefisien limpasan permukaan merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi besarnya debit puncak. Dari hasil perhitungan debit puncak dengan menggunakan metode Rasional dengan dibagi percatchment yang sesuai pada timbunan permukaan maka hasil perhitungan debit puncak dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perhitungan debit pada sub-sub DAS Riam Kiwa Catchment Debit (m 3 /detik) Luas (ha) Sub C-A1 150,93 20.208,46 Sub C-A2 156,31 22.728,47 Sub C-A3 278,77 36.654,43 Sub C-A4 66,40 7.450,03 Sub C-A5 22,69 3.974,46 Sub C-A6 73,96 11.852,35 Sub C-A7 41,49 6.840,76 Sub C-A8 75,64 8.807,72 Sub C-A9 49,17 6.355,70 Sub C-A10 70,29 13.172,58 Sub C-A11 11,70 1.781,18 Sub C-A12 45,50 5.027,95 Sub C-A13 28,06 4.695,56 Sub C-A14 91,37 10.494,00 Sub C-A15 96,37 10.117,53 Sub C-A16 103,38 11.724,76 Total 181.885,92 Sumber: Hasil Analisa perhitungan Metode Rasional Gambar 8. Daerah debit puncak sub-sub DAS Riam Kiwa

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada... 99 KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari data hasil penelitian serta pembahasan adalah sebagai berikut: 1. Dengan menggunakan metode Cook yang mengacu pada karakteristik DAS yang berupa kemiringan lereng, infiltrasi tanah, tutupan lahan dan timbunan permukaan maka besarnya koefisien limpasan permukaan (runoff) yang terjadi pada sub-sub DAS Riam Kiwa didominasi oleh kelas tinggi sebesar 69,99 % dengan luas 127.300,14 ha, kelas normal sebesar 22,60 % dengan luas 41.104,89 ha dan kelas ekstrim sebesar 7,41 % dengan luas 13.480,89 ha. 2. Sebaran limpasan dengan kategori rawan (ekstrim dan tinggi) terdapat di Kecamatan Piani, Hatungan, Mangkaok, Pengaron dan Kecamatan Astambul. Pada daerah hulu dan tengah sub-sub DAS Riam Kiwa memiliki nilai limpasan yang besar dan debit yang besar. Dengan nilai debit 156,31 m 3 /detik pada Catchment sub C-A2. Dan 278,77 m 3 /detik pada Catchment sub C-A3. dikarenakan memiliki lereng yang terjal dan terdapat sebagian vegetasi berupa pertanian lahan kering dan sebagian tanah terbuka, jenis tanah yang bersifat lambat terhadap infiltrasi dan di temukan pertambangan. DAFTAR PUSTAKA [1] Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta [2] BPDAS. 2003. Hasil Inventarisasi dan Identifikasi DAS Barito. BPDAS Barito. [3] Depertemen Kehutanan. 2007. Laporan Monitoting Dan Evaluasi Tata Air. Banjarbaru. [4] Deperteman Pekerjaan Umum. 2008. Laporan Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Tahun 2008. Kal-Tim. [5] Departemen Kehutanan. 2007. Sistem dan Standar Operasi Prosedur Pengendalian Bencana Banjir dan Tanah Lomgsor. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. [6] Gunawan, T. 1991. Penerapan Teknik Pengindraan Jauh Untuk Menduga Debit Puncak Menggunakan Karakteristik Lingkungan Fisik DAS. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB. Bogor. [7] Loah, O. E. H. 2002. Keterkaitan Faktor Fisik, Faktor Sosial, Ekonomi dan Tata Guna Lahan di Daerah Tangkapan Air dengan Erosi dan Sedimentasi (Studi Kasus Tondano, Sulawesi Utara).

Gafuri, R., dkk. Analisis Limpasan Permukaan (Runoff) pada...100 Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. [8] Moehansyah. 2006. Kerawanan Bencana Banjir, Kekeringan dan Kebakaran Di Kalimantan Ditinjau dari Biofisik dan Konservasi Lahannya. Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. [9] Rahman, A. 2013. Model Sistem Informasi Geografis Untuk Etimasi Koefisien Aliran dan Hubungannya dengan Tutupan di DAS Riam Kanan Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Bumi Lestari. 13(1): 1-8. [10] Sari, S 2012. Studi Limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan (Menggunakan Model Kineros). Tesis. Program Magister Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang. [11] Sosrodarsono, I.R.S. (1999). Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita. Jakarta. [12] Sudaryatno. 2002. Estimasi Debit Puncak Di Daerah Aliran Sungai Garang Semarang Dengan Menggunakan Teknologi Inderaja Dan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geografi Indonesia. 16(2): 131-149. [13] Sopan, P., N. Febrianti & I. Prasasti. 2014. Estimasi Limpasan Permukaan Dari Data Satelit Untuk Mendukung Peringatan Dini Bahaya Banjir Di Wilayah Jabotabek (Satellite Based Surface Runoff Etimation For Supporting The Flood Early Warning System In Jabotabek). Jurnal Pengindraan Jauh. 11(1): 43-62. [14] Triatmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta. [15] Verrina, G. P., D. D Anugrah & Sarino. 2013. Analisa Runoff Pada Sub Das Lematang Hulu. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. 1(1): 22-31.