Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

dokumen-dokumen yang mirip
Bab XII : Pemalsuan Surat

Dr. AGUNG IRIANTORO,SH.,MH. Edisi Revisi, Jakarta:Pradnya Paramita, 1996.

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-VII/2009

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

Bab XXV : Perbuatan Curang

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Imbalan Bunga. Diberikan dalam hal:

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA KTP DAN AKTE CATATAN SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N No. 777 K/Pid/2003

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

PEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

Transkripsi:

KUPAS TUNTAS TENTANG PEMALSUAN DAN MEMASUKKAN DOKUMEN PALSU DALAM AKTA OTENTIK DAN PEMAHAMAN PASAL 263, 264, 266 DAN PASAL 55 KUHP OLEH : PROF. DR. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H. PENDAHULUAN Dari judul atau tema yang diajukan oleh Ibu Mamiek Wahyu Jatmikowati, S.H., M.H. dan Ibu yayuk sri utami, S.H., M.Si., M.Kn., dapat saya simpulkan ada beberapa hal yang perlu dikaji di sini : 1. Pemalsuan dan memasukan dokumen palsu 2. Akta otentik 3. Pasal 263, 264, 266, 55 KUHP. Makalah singkat ini menguraikan terlebih dahulu pasal 263, 264, 266 dan Pasal 55 KUHP, melalui kajian terhadap pasal-pasal tersebut, mudah-mudahan dapat menjawab apa yang diinginkan bapak dan ibu notaris sekalian. Pasal 263, 264, 266, 55 KUHP. Catatan Pasal 263 KUHP 1. Tindak Pidana dalam Pasal 263 KUHP ini dilakukan dengan kesengajaan (diliputi kesengajaan, meskipun tidak ada kata sengaja ) Ada 2 (dua) teori tentang kesengajaan: a. Teori Kehendak = Wills Theorie Berdasarkan teori kehendak ini, seseorang dikatakan melakukan kesengajaan, memang dia berkehendak melakukan tindak pidana tersebut. Diapun siap menanggung segala akibat dari tindak pidana yang dilakukannya. Misalnya A berkehendak membunuh B. Sarjana yang mendukung teori ini yaitu von Hipel dan Simons. Disampaikan dalam acara Penyuluhan/Pencerahan terkait materi Hukum Pidana, yang diselenggarakan oleh Notaris Surabaya, 22 April 2017. Guru Besar Hukum Pidana, Surabaya (sejak 2007). 1

b. Teori Pengetahuan = Voorstellings Theorie Menurut teori pengetahuan, seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana dengan kesengajaan, manakala dia mengetahui apa yang dia lakukan dan dia mengetahui apa akibat dari tindak pidana yang dilakukannya. Tidak menutup kemungkinan, pada hakikatnya pelaku tindak pidana tidak berkehendak untuk melakukan tindak pidana atau adanya akibat atas tindak pidana yang dia lakukan. Namun demikian, ternyata dia tetap melakukan tindak pidana, sehingga terjadi akibat yang dilarang oleh ketentuan undang-undang. Sarjana yang mendukung teori ini adalah Frank. 2. Ada 8 tindak pidana berdasarkan Pasal 263 ayat 91) KUHP yaitu : a. membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak b. membuat surat palsu yang dapat menimbulkan perikatan c. membuat surat palsu yang dapat menimbulkan pembebasan hutang d. membuat surat palsu yang dapat diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal e. memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak. f. memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu perikatan g. memalsukan surat yang dapat menimbulkan pembebasan hutang h. memalsukan surat yang dapat diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal i. dari huruf a h di atas dapat menimbulkan kerugian Makna dapat disini tidak perlu cibuktikan adanya kerguian, cukup ada potensi timbulnya kerugian. Hal ini berbeda dengan tindak pidana korupsi, yang harus dibuktikan berapa kerugian negara (dapat dihitung) 3. R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal 2 mengatakan

bahwa yang diartikan dengan surat dalam pasal ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya. Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dilakukan dengan cara: membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar). memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu. memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat. penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah). 4. R. Soesilo juga memberikan contoh bahwa Surat yang dipalsukan itu harus surat yang: dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain); dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya); dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain). 5. dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolaholah asli dan tidak dipalsukan; 3

penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata dapat maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup; 6. yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. 7. Sudah dianggap mempergunakan misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan. 8. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian. 9. Dapat saya tambahkan disini bahwa : Membuat surat palsu a. Bertentangan dengan kebenaran; b. Tanggalnya tidak tepat; c. Tanda tangan palsu. Artinya di sini surat tersebut belum pernah ada. Memalsukan Surat Mengubah suatu surat asli, sehingga isinya atau tanggalnya atau tanda tangannya menjadi palsu; Artinya Surat tersebut sebelumnya sudah ada 10. Pidana penjara 6 tahun. Catatan Pasal 264 KUHP a. Sama seperti Pasal 263 KUHP di atas yaitu mulai huruf a h, namun dilakukan terhadap - akta-akta otentik; 4

- surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; - surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai: - talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu. - surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan. b. Pidana penjara 8 tahun. c. Yurisprudensi Mahkamah Agung; Putusan Nomor 264 K/Pid/2014. Catatan Pasal 266 KUHP a. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 KUHP adalah : - menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akte otentik; - mengenai hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu; - dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akte itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran; - jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian. b. Tindak pidana pasal 266 KUHP adalah ada 2 (dua) pihak yaitu pihak yang menyuruh (uitloker) dengan pihak yang disuruh c. karena ini akte otentik maka pihak yang disuruh adalah misalnya notaris, d. untuk memasukkan keterangan palsu atau keterangan yang tidak benar kedalam suatu akte otentik e. jika akte otentik tersebut digunakan akan menimbulkan suatu kerugian. f. Penerapan pasal ini, yang harus dibuktikan bukanlah mengenai keabsahan atau kepalsuan aktanya, melainkan mengenai keterangan yang dinyatakan oleh para pihak kepada notaris untuk dituangkan ke dalam akta otentik. g. Dipidana 7 tahun. 5

h. Contoh kasus Pasal 266 ayat (1) KUHP, Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 731 K/Pid/2008. Catatan Pasal 55 KUHP a. Pelaku tindak pidana : 1. mereka yang melakukan, 2. yang menyuruh melakukan, dan 3. yang turut serta melakukan perbuatan; 4. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 5. terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya b. Turut serta : - Antar pelaku aktive pada saat sebelum dan/atau sedang terjadinya tindak pidana - Di sini tidak diperlukan rencana sejak awal untuk turut serta melakukan tindak pidana, artinya, meskipun mereka tidak saling kenal, namun cukup manakala kedua bertemu dan secara tiba-tiba bersekongkol melakukan tindak pidana. - Misalnya : A seorang pencuri memasuki rumah B. Ternyata di dalam A bertemu dengan C yang juga ingin mencuri di rumah B. Kemudian mereka bersepakat untuk membagi wilayah curian atau barang curian. - Kasus Notaris terkena Pasal 266 ayat (1) jo 55 KUHP, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/Pid/2010 6

a. Perbedaan Menyuruh Melakukan dengan Membujuk : Menyuruh Melakukan Membujuk Yang melaksanakan tindak pidana (pelaku materiil), harus orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan: Pelaku materiil( yang dibujuk) dapat dipertanggungjawabkan pidana. 1. orang yang tidak mampu bertanggungjawab (Pasal 44 KUHP) 2. anak di bawah umur 12 tahun 3. melaksanakan perintah jabatan / UU Catatan tentang Akta Otentik 1. Berdasarkan pasal 1868 BW (menurut Soebekti diterjemahkan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Per) : akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuat. 2. Menurut pasal 165 RIB (HIR), akta otentik yaitu yang dibuat, dengan bentuk yang sesuai dengan undangundang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu 3. berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 7

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum.... tetapi juga karena dikehyendaki para pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dak kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum para pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan... dalam undang-undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang dijabat oleh notaris, sehingga diharapkan bahwa kata otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. mengingat akta notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh...sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan 4. Suatu akta dapat dikategorikan sebagai akta otentik haruslah memenuhi persyaratan: a. bentuknya sudah ditentukan oleh undang-undang. b. dibuat oleh atau dihadapan pegawai atau pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan itu. 5. maka yang berwenang membuat akta otentik yaitu: a. notaris, hal ini berdasarkan pasal 1 angka 7 undang-undang nomor 30 tahun 2004. b. aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, terkait dengan proses verbal. c. pegawai catatan sipil, terkait dengan kelahira, perkawinan dan kematian 6. contoh dari akta otentik adalah akta notaris, proses verbal dari polisi, jaksa, sidang pengadilan, akta seorang pegawai pencacatan sipil mengenai kelahiran, 8

kematian atau perkawinan (lihat Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, cet. III, Eresco,Jakarta Bandung, 1980, h. 198). CATATAN PENTING TAMBAHAN : Pemanggilan: 1. jelas status yg dipanggil; 2. jelas siapa pelapor/terlapor; 3. jelas kasus posisi 4. surat panggilan h-3, sudah diterima yang dipanggil 5. Untuk notaris, terakit dengan pembuatan akta, ijin MKN. Pasal 216 KUHP: 1. tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut 2. Penyidik meminta notaris menyerahkan minuta akta? a. Notaris tidak mau - diancam dengan Pasal 216 KUHP b. Notaris menyerahkan minuta akta -> melanggar UU JN 3 hal dapat perlindungan hukum: 1. terjepit 2 kewajiban 2. terjepit 2 kepentingan 3. terjepit kewajiban & kepentingan 3 keadaan / hal tidak mendapat perlindungan hukum 1. terlalu baik hati 2. kurang hati-hati 3. tidak pintar / bodoh 9

Bagaimana dengan karyawan notaris??? Surabaya, 19 April 2017 Prof. Dr. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H. 10