Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu sintesis dan karakterisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O. Pada sintesis garam rangkap tersebut dilakukan variasi perbandingan mol Ca 2+ : Cu 2+ sebesar 2:1, 4:1 dan 6:1. Karakterisasi garam rangkap hasil sintesis dilakukan untuk mendapatkan rumus kimia, struktur dan kemagnetan. Bagan alir penelitian ditampilkan pada Gambar III.1 berikut: Sintesis CaCu(CH 3 COO) 4.xH 2 O Perbandingan mol Ca 2+ : Cu 2+ = 2 : 1 Perbandingan mol Ca 2+ : Cu 2+ = 4 : 1 Perbandingan mol Ca 2+ : Cu 2+ = 6 : 1 Karakterisasi Bentuk fisik kristal Penentuan Rumus kimia Penentuan struktur Pengukuran Sifat magnet Foto mikroskop - Analisi gravimetri - Titrasi Iodometri - Titrasi EDTA - Analisis unsur C dan H - TGA - Spektroskopi IR - Difraktometer Sinar X Suseptibilitas Magnet Gambar III.1 Bagan Alir Penelitian 13
III.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CaO (kalsium oksida), CH 3 COOH (asam asetat glasial), H 2 O (akuades), Cu(CH 3 COO) 2.H 2 O (tembaga asetat monohidrat), KI (kalium iodida), H 2 SO 4 (asam sulfat), Na 2 S 2 O 3 (natrium tiosulfat), K 2 Cr 2 O 7 (kalium dikromat), β-amilosa (kanji), Na-EDTA (dinatrium etilen diamin tetra asetat), NH 4 Cl (ammonium klorida), NH 4 OH (ammonium hidroksida), EBT/NaCl (eriokrom black T dalam NaCl), HCl (asam klorida), MgCl 2 (magnesium klorida), dan KBr (kalium bromida). Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan sintesis dan karakterisasi. Alat untuk keperluan sintesis meliputi seperangkat alat dari gelas, neraca analitis, pemanas berpengaduk magnet (hot plate magnetic stirrer). Instrumen karakterisasi meliputi: Neraca kerentanan magnet (MSB = Magnetic Susceptibility Balance) merek Sherwood Scientific Ltd. Spektrofotometer inframerah merek Shimadzu FTIR-8400 di Laboratorium Kimia Organik Institut Teknologi Bandung. Termogravimetri analiser (TGA) Seiko SSC5200H dan foto mikroskop merek NIKON di LIPI Bandung. Spektrometri CHNS model Fison EA 1108 dan Difraktometer sinar-x kristal tunggal di Laboratorium Kimia, Fakulti Sains dan Teknologi Pangan, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). III.2 Prosedur Kerja Prosedur kerja meliputi sintesis dan karakterisasi. Sintesis garam ranghkap menggunakan tiga macam variasi perbandingan mol kation-kation pembnetuk garam rangkap tersebut. Karakterisasi terdiri dari pengambilan foto mikroskop, penentuan kadar air kristal, kadar tembaga dan kalsium, analisis unsur C dan H, spektrofotometri inframerah, difraksi sinar X dan kemagnetan. 14
III.2.1 Sintesis CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O. Ke dalam gelas kimia 50 ml yang berisi 0,50 gram CaO (= 0,008 mol) ditambahkan 4,5 ml akuades sambil diaduk selama 2 menit. Kemudian pada larutan ini ditambahkan 1,5 ml asam asetat glasial sambil diaduk hingga terbentuk larutan yang jernih tidak berwarna. Selanjutnya ke dalam gelas kimia kedua yang berisi 0,50 gram Cu(CH 3 COO) 2.H 2 O (= 0.002 mol) ditambahkan 4 ml akuades dan dipanaskan sambil diaduk hingga seluruh serbuk larut. Larutan ini disaring dalam keadaan panas menghasilkan larutan jernih. Setelah dingin kedua larutan dicampurkan dalam satu gelas kimia dengan perbandingan mol 4:1 dan dibiarkan selama 1 hari. Kristal yang terbentuk berwarna biru cerah, disaring dan dibilas lalu dikeringkan di udara. Pekerjaan serupa dilakukan dengan mengubah komposisi ion Ca 2+ : Cu 2+. Untuk komposisi Ca 2+ : Cu 2+ 6:1, dilakukan dengan mereaksikan 0,84 gram CaO dalam 6 ml akuades dan 2 ml asam asetat glasial dengan 0,49 gram Cu(CH 3 COO) 2.H 2 O dalam 6 ml akuades yang telah dipanaskan. Campuran kedua larutan disaring. Filtratnya di dalam gelas kimia ditutup lalu dibiarkan selama 24 jam. Kristal yang terbentuk berwarna biru cerah dipisahkan dari dalan larutan lalu dikeringkan diudara. Untuk komposisi Ca 2+ : Cu 2+ 2:1 dilakukan dengan mereaksikan 0,48 gram CaO dalam 4 ml akudes dan 1,5 ml asam asetat glasial dengan 0,89 gram Cu(CH 3 COO) 2.H 2 O dalam 5,5 ml akudes, kristal yang terbentuk berwarna hijaukebiruan. Kristal ini disaring dan dibilas lalu dikeringkan di udara. III.2.2 Karakterisasi Karakterisasi meliputi analisis gravimetri, penentuan kadar ion tembaga (II), ion kalsium, unsur C dan H, spektroskopi inframerah, dan pengukuran suseptibilitas magnet. 15
III.2.2.1 Penentuan jumlah air kristal dengan analisis gravimetri Penentuan jumlah air kristal dilakukan dengan metode analisis gravimetri berupa pengurangan massa kristal setelah dipanaskan. Sebanyak 0,4754 g sampel kristal garam rangkap yang selanjutnya disebut sebagai sampel-1 dan 0,3482 gram kristal tembaga asetat yang disebut sampel-2 masing-masing ditempatkan dalam wadah berupa cawan porselin. yang telah dipanaskan berulang sehingga beratnya konstan. Cawan berisi zat yang telah diketahui massanya dipanaskan lagi selama 15 menit, lalu massa sebelum dan sesudah kristal itu dipanaskan dicatat. Pekerjaan tersebut terus diulangi sampai diperoleh massa konstan. Selisih massa merupakan massa air kristal itu. Sebagai pembanding dilakukan pula penentuan jumlah air kristal ini dengan instrumen TGA. III.2.2.2 Analisis Termogravimetri (TGA) Termogravimetri (TG) adalah teknik analisis yang mengukur perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur. Pada analisis ini sampel nomor 1 dan 2 masing-masing sebanyak 5 mg dipanaskan mulai dari suhu 30 o C sampai suhu 500 o C dengan laju alir Nitrogen 260 ml /menit dan laju perubahan temperatur 10 o C / menit. Sejalan dengan kenaikan temperatur, maka kedua sampel tersebut mengalami dekomposisi, yang diamati dengan penurunan massa. Pada waktu bersamaan terjadi pelepasan kalor sehingga analisis termogravimetri dilengkapi dengan alat Diferensial Thermal Analisis (DTA) dan menghasilkan kurva TG/DTA. Dari kurva TG/DTA didapat informasi temperatur dekomposisi garam rangkap dan presen massa yang hilang. III.2.2.3 Penentuan kadar Cu 2+ dengan cara titrasi iodometri Penentuan kadar Cu diawali dari penimbangan sampel garam rangkap sebanyak 0,4472 gram. Sampel dilarutkan dalam labu ukur 100 ml dengan akuades dan diencerkan sampai tanda batas. Larutan Cu 2+ diambil melalui pipet seukuran 10 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer ukuran 100 ml. Kemudian pada larutan 16
ditambahkan 2 ml KI 10 % dan 2 ml H 2 SO 4 2 M, dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,0102 M. Pada saat warna coklat-krem hampir hilang, ditambahkan 5 tetes larutan kanji 0,2 %. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru berubah menjadi endapan putih susu, volume rata-rata dari larutan Na 2 S 2 O 3 yang terpakai dicatat. Setelah tahap ini, endapan disaring dan dibilas secara kuantitatif. Filtrat yang jernih dan tidak berwarna, disebut filtrat I. Filtrat ini ditampung dalam labu erlenmeyer 250 ml. Filtrat ini digunakan untuk penentuan kadar Ca 2+ melalui titrasi secara kompleksometri menggunakan larutan EDTA. Pekerjaan ini dilakukan secara dulpo. Penentuan kadar Cu 2+ juga dilakukan untuk sampel garam tembaga asetat. Sebanyak 0,2003 gram garam ini dilarutkan dalam labu ukur 100 ml. Sampel sebanyak 10 ml dititrasi dengan menggunakan larutan standar Na 2 S 2 O 3 0,0102 M III.2.2.4 Penentuan kadar Ca 2+ melalui titrasi EDTA Penentuan kadar Ca 2+ dari filtrat penentuan kadar Cu 2+ di atas dilakukan secara titrasi kompleksometri EDTA. Ke dalam filtrat I ditambah 5 ml larutan bufer ph 10 dan 30 mg EBT/NaCl terbentuk warna merah anggur. Kemudian dititrasi dengan larutan standar EDTA 0,0115 M. Titrasi dilanjutkan sampai warna larutan berubah menjadi biru kemudian volume EDTA yang digunakan dicatat. Penentuan kadar Ca 2+ untuk filtrat II dilakukan dengan cara yang sama. Volume EDTA yang terpakai dalam titrasi dicatat. Dari 2 kali pengukuran tersebut dilakukan perhitungan rata-rata volume EDTA yang terpakai, untuk penentuan kadar Ca 2+. III.2.2.5 Uji Spektroskopi Inframerah Pengukuran diawali dengan pembuatan pelet dari sampel ditambah KBr. Sekitar 1 mg sampel dicampurkan dengan 10 mg KBr digerus sedemikian rupa hingga 17
kedua padatan bercampur secara sempurna. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam Press Holder, divakumkan dan ditekan beberapa saat hingga terbentuk pellet. Selanjutnya pelet tersebut diukur spektrumnya pada daerah bilangan gelombang 400 4000 cm -1 III.2.2.6 Pengukuran Momen Magnet Efektif (μ eff ) Pengukuran momen magnet dilakukan pada temperatur ruang. Alat MSB ditempatkan di atas permukaan datar dan diatur sedemikian rupa sehingga penunjuk permukaan (water-pass) berada tepat ditengah lingkaran penunjuk. Kemudian alat dihidupkan dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya alat dikondisikan sedemikian rupa sehingga penunjuk R menampilkan nilai 0. Tabung MSB kosong ditimbang, beratnya dinyatakan sebagai m o dalam satuan gram. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam tsel uji dan harga pada penunjuk nilai R dicatat sebagai R o. Selanjutnya tabung MSB diisi 0,1215 gram sampel dan ditimbang kembali, beratnya dinyatakan sebagai m 1. Ketinggian sampel dalam tabung diukur dan dicatat sebagai l yaitu sebesar 2,50 cm. Tabung berisi sampel dimasukkan ke dalam alat MSB dan harga pembacaannya dicatat sebagai R 1. Berdasarkan data hasil pengukuran dihitung nilai suseptibilitas massa χ (g) menggunakan Persamaan III.1: χ g = { C.l. (R 1 -R o ) } / ( m 1 m o ) (III.1) C adalah konstanta kalibrasi sebesar 1,11/10 9 Nilai suseptibilitas massa dikonversi menjadi suseptibilitas molar ( χ m ) menggunakan Persamaan III.2: χ m = χ g x Mr senyawa (III.2) Nilai suseptibilitas molar dikoreksi dengan faktor koreksi diamagnetik, Δ sesuai dengan Persamaan III.3: 18
. χ M = χ m - Δ (III.3) Kemudian nilai momen magnet effektif (μ eff ) dihitung dengan Persamaan III.4. μ eff = [ 8 x χ M T 1/2 ] BM (III.4) Momen magnet hanya berdasarkan spin secara teori dapat ditentukan mengikuti Persamaan III.5: μ = 2 n(n+2) μ B (III.5) μ B = 9,274 x 10-24 JT -1 adalah bohr magneton. dan n = jumlah elektron tak berpasangan. 19