BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

BAB I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti ini menjadi penyakit tular virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN.. HALAMAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Distribusi Resistensi Nyamuk Aedes aegypti terhadap Insektisida Sipermetrin di Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah. kesehatan utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang optimal dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SURVEI ENTOMOLOGI DAN PENENTUAN MAYA INDEX DI DAERAH ENDEMIS DBD DI DUSUN KRAPYAK KULON, DESA PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL, DIY

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.terlebih lagi dalam kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. yang sering ditemukan di daerah tropis dan. subtropics. Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes sp. (House Index) sebagai Indikator Surveilans Vektor Demam Berdarah Denguedi Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

STATUS ENTOMOLOGI BERDASARKAN INDEKS KEPADATAN VEKTOR DAN INFEKSI TRANSOVARIAL PADA NYAMUK Aedes sp. DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

KEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Aedes sp. DI DAERAH ENDEMIS, SPORADIS DAN POTENSIAL KOTA SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beberapa negara-negara tropis, terutama Yogyakarta. Tingginya prevalensi DBD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SURVEY KEPADATAN LARVA AEDES AEGYPTI DI KECAMATAN MAMUJU KABUPATEN MAMUJU

ANALISIS KEBERADAAN KONTAINER DAN KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI KOTA PEKANBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

1. BAB I PENDAHULUAN

JST Kesehatan, Januari 2016, Vol.6 No.1 : ISSN

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. penyakit bermunculan. Selain Demam Berdarah (DB) juga muncul penyakit. bagian persendian (arthralgia) (Arini, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak pertama kali dilaporkan di

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

Pengaruh Penggunaan Repelen Masal Jangka Panjang Pada Suatu Pemukiman terhadap Keberadaan Nyamuk Aedes aegypti (L.) (Diptera: Culicidae)

PENGARUH PENGGUNAAN REPELEN MASSAL JANGKA PANJANG PADA SUATU PERMUKIMAN TERHADAP KEBERADAAN NYAMUK Aedes aegypti (Diptera : Culicidae)

HUBUNGAN KEPADATAN JENTIK Aedes sp DAN PRAKTIK PSN DENGAN KEJADIAN DBD DI SEKOLAH TINGKAT DASAR DI KOTA SEMARANG

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STATUS ENTOMOLOGI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PERKAMIL KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di kawasan Asia Tenggara disamping avian influenza dan demam kuning, penyakit ini tergolong vector-borne disease dan termasuk di dalam salah satu neglected infectious diseases di dunia (WHO, 2009). Dunia mencatat sejumlah laporan wabah mengenai demam chikungunya yaitu di Kinshasa dengan estimasi kasus sebanyak 50.000 orang pada tahun 1999-2000, di pulau La Réunion dengan estimasi jumlah kasus sebesar 270.000 (40% dari jumlah penduduk) pada tahun 2005-2006 dan di India pada tahun 2006-2007 dengan jumlah kasus 1.4 6.5 juta orang (Sourisseau, 2007). Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982, Demam Chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun 1973, kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada tahun 1999, selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001, kejadian luar biasa demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus Chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini (Depkes, 2012). 1

Kepadatan vektor di Indonesia (indeks premis/hi) diperkirakan 20% atau 5% di atas nilai ambang risiko penularan (Soeroso, 2002). Tetapi hasil penelitian di berbagai daerah menunjukkan angka yang lebih tinggi. HI di Kota Palembang mencapai 44,7%,( Budiyanto, 2005) di Jakarta Timur indeks rumah (HI) = 11,5%, indeks kontainer (CI) = 6,5% dan indeks breteau (BI) = 13,3 (Novelani, 2007). Di Jakarta Utara HI 27,3%, CI 17,9%, BI 33,7 (Hasyimi dan Soekirno, 2004). HI di Simongan dan Manyaran (Semarang Barat) 47,3% dan 53,49% (Widiarti et al., 2006). Indeks ovitrap (ovitrap index = OI) pada lingkungan rumah di Kota Semarang mencapai 36.6% (Wahyuningsih et al., 2007). Indeks Aedes sp yang tinggi tersebut berakibat Kota Semarang menjadi daerah endemis. Di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2013 terdapat 639 kasus dengan gejala klinis Chikungunya. Jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo sebesar 851.157 jiwa (BPS, 2011) maka incidence rate chikungunyanya 75/100.000 penduduk. Kecamatan Tawangsari terdapat 108 kasus dengan gejala klinis chikungunya, bila penduduk Kecamatan Tawangsari berjumlah 58.962 jiwa (BPS, 2011) maka incidence rate Chikungunyanya adalah 183/100.0000 penduduk. Kasus terdapat di delapan desa Watubonang, Grajegan, Kedungjambal, Tangkisan, Kateguhan, Pojok, Pundungrejo, Lorog (DKK Sukoharjo, 2013). Keberadaan dan kepadatan populasi Aedes sp sering dikaitkan dengan penularan, endemisitas dan kejadian luar biasa (KLB) penyakit Demam Berdarah Dengue dan Chikungunya. Resistensi nyamuk Aedes sp terhadap insektisida golongan pyrethroid telah dilaporkan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Aedes sp dilaporkan resisten terhadap deltamethrin dan permethrin di Bandung, 2

Palembang dan Surabaya (Ahmad et al., 2007) serta Semarang (Brengues et al., 2003). Studi di Mae Sot dan Phatthalung, Thailand, membuktikan bahwa Aedes sp resisten terhadap permethrin (Ponlawat et al., 2005), sedangkan di Bangkok dan Nontthaburi resisten terhadap deltametrin dan alfasipermetrin (Thanispong et al., 2008). Resistensi serangga terhadap insektisida umumnya terjadi setelah masa penggunaan 2 20 tahun (Georghio dan Melon, 1983). Insektisida pyrethroid yang paling lama (lebih dari 10 tahun) dan sering digunakan di Jawa Tengah termasuk Kabupaten Sukoharjo adalah jenis cypermethrin. Fakta membuktikan bahwa Aedes sp di Semarang telah resisten terhadap insektisida pyrethroid jenis permethrin sejak 2003 (Brengues et al., 2003), serta jenis d-alethrin, permethrin, dan cypermethrin di Bandung (Astari dan Ahmad, 2005). Penggunaan insektisida di Kabupaten Sukoharjo menggunakan bahan aktif cypermethrin dari tahun 2009-2013 (DKK Sukoharjo, 2013). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui status resistensi nyamuk Aedes sp terhadap insektisida pyrethroid, khususnya cypermethrin melalui uji susceptibility. Keberadaan larva Aedes sp di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Aedes sp didaerah tersebut. Semakin tinggi populasi nyamuk disuatu daerah maka resiko transmisi nyamuk menjadi vektor penyakit cukup tinggi di daerah tersebut. Sebaliknya daerah yang tidak terdapat keberadaan jentik cenderung tidak terjadi transmisi (Novelani, 2007). Penurunan populasi Aedes sp akan menurunkan resiko transmisi virus (Reiter dan Gubler, 1997). Untuk itu perlu diteliti seberapa besar pengaruh indikator entomologi terhadap incidence rate Chikungunya. 3

B. Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh indikator entomologi (ovitrap index, house index, container index, breteau index) terhadap incidence rate Chikungunya 2. Apakah ada pengaruh status resistensi terhadap incidence rate Chikungunya 3. Apakah terjadi clustering kasus Chikungunya di lokasi kasus C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh indikator entomologi dan status resistensi cypermethrin nyamuk Aedes sp terhadap incidence rate Chikungunya di Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui berapa besar pengaruh indikator entomologi (ovitrap index, house index, container index, breteau index) terhadap incidence rate Chikungunya b. Mengetahui berapa besar pengaruh status resistensi terhadap incidence rate Chikungunya c. Mengetahui clustering kasus Chikungunya di Kecamatan Tawangsari D. Manfaat Penelitian 1. Bidang Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan menjadi tambahan referensi tentang penyakit infeksi Chikungunya khususnya vektor penularnya. 4

2. Bidang Pengabdian Masyarakat Dengan mengetahui epidemiologi, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap transmisi Chikungunya, diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat dan Dinas Kesehatan Kabupaten dalam memahami pola transmisi Chikungunya dan dapat membuat model program pengendalian yang tepat. 3. Bidang Penelitian Data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi mengenai penyakit Chikungunya yang dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan kejadian luar biasa dan dianggap sebagai re-emerging disease. Sehingga mendorong untuk dilakukannya penelitian Chikungunya lainnya. E. Keaslian Penelitian 1. Indriani (2010) melakukan penelitian pola spatial temporal demam Chikungunya dan Demam Berdarah Dengue di kota Yogyakarta tahun 2008. Penelitian tersebut merupakan penelitian observasional dengan desain studi ekologi menggunakan pendekatan terintegrasi sistem informasi geografis, penginderaan jauh (remote sensing) dan teknik statistik sedangkan pada penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, yang menganalisa pengaruh indikator entomologi dan status resistensi terhadap incidence rate Chikungunya dengan melihat clustering kasus Chikungunya. 2. Sucipto (2009) melakukan penelitian deteksi transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) jantan dan betina serta hubungannya dengan incidence rate demam berdarah dengue di kota 5

pontianak. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebasnya dimana pada penelitian ini variabel bebasnya adalah indikator entomologi di derah endemis Chikungunya. 3. Astuti (2012) melakukan penelitian index entomologi dan serotipe virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti di Kabupaten Bantul, membandingkan perbedaan index entomologi diberbagai daerah endemis sedangkan pada penelitian ini mengukur pengaruh indikator entomologi dan status resistensi nyamuk Aedes sp terhadap incidence rate Chikungunya. 4. Pradani et al. (2011) melakukan penelitian status resistensi Aedes aegypti dengan metode susceptibility di Kota Cimahi terhadap cypermethrin. Penelitian tersebut hanya melihat status resistensi dari nyamuk uji saja, sedangkan pada penelitian dihubungkan dengan incidence rate di daerah tersebut. 5. Sayono et al. (2012) melakukan penelitian distribusi resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap insektisida sipermetrin di Semarang. Pada penelitian tersebut data dianalisis secara diskriptif untuk menentukan status resistensi dan indeks densitas populasi Aedes sp, sedangkan pada penelitian ini data dianalisa secara analitik dan dihubungkan dengan incidence rate kasus Chikungunya. 6