BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam satu periode

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi dan didukung oleh sebuah sistem akuntansi yang handal.

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB1 PENDAHULUAN. kuantitatif bersifat keuangan dalam kesatuan ekonomi yang dapat. Alat yang digunakan untuk menghasilkan informasi akuntansi adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. baik ( good governance government ). Hal tersebut dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan hak publik. Mardiasmo, (2002).

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Reformasi tata kelola pemerintahan dan organisasi sektor publik

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasution (2007) menyatakan beberapa kelemahan yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi ternyata memberikan dampak yang luas terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. principal. (Donaldson dan Davis, 1991). Teori stewardship berasumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam mengelola keungan dengan sebaik-baiknya guna mencapai

Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih meningkatkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB II LANDASAN TEORI. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang. maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan berganti menjadi era Reformasi. Pada era ini, desentralisasi dimulai ketika

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya laporan keuangan di era globalisasi, pengetahuan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia memberikan dampak yang positif kepada masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu kinerja entitas pada lembaga pemerintahan, diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan jelas tentang aktivitas penilaian selama periode akuntansi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang di revisi menjadi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. Upaya yang nyata untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. (Siti Soimah,2014:8). Banyak pihak yang akan mengandalkan informasi dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Fungsi informasi dalam laporan keuangan tidak akan memiliki manfaat jika penyajian dan penyampaian informasi keuangan tersebut tidak andal dan tidak tepat waktu. Keandalan dan ketepatwaktuan informasi laporan keuangan merupakan wujud pertanggungjawaban pengelolaan keuangan publik dan sesuai 1

2 dengan PeraturanPemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), merupakan dua unsur nilai informasi yang penting terkait dengan pengambilan keputusan berbagai pihak. Menurut penelitian Suwardjono dalam Winidyaningrum dan Rahmawati (2010) informasi tersebut harus bermanfaat bagi para pemakai sama dengan mengatakan bahwa informasi harus mempunyai nilai.informasi akan bermanfaat kalau informasi tersebut dipahami dan digunakan oleh pemakai dan juga bermanfaat kalau pemakai mempercayai informasi tersebut. Kebermanfaatan merupakan suatu karakteristik yang hanya dapat ditentukan secara kualitatif dalam hubungannya dengan keputusan, pemakai dan keyakinan pemakai terhadap informasi. Kriteria ini secara umum disebut karakteristik kualitatif (qualitative characteristics) atau kualitas (qualities) informasi. Kriteria dan unsur-unsur pembentuk kualitas informasi yang menjadikan informasi dalam laporan keuangan pemerintah mempunyai nilai atau manfaat yang disebutkan dalam Rerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005) tentang Standar Akuntansi Pemerintah yang terdiri dari:(1) relevan; (2) andal; (3) dapat dibandingkan; dan (4) dapat dipahami. Berkaitan dengan indikator tersebut, fenomena pelaporan keuangan pemerintah pada kenyataannya masih banyak disajikan data-data yang tidak sesuai. Selain itu juga masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang berhasil ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam pelaksanaan audit laporan keuangan pemerintah. Dalam UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa

3 Menteri Keuangan berhak menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) bila pemerintah daerah (pemda) belum menyerahkan laporan sistem keuangan daerah, termasuk APBD. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dinyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah masih belum seluruhnya memenuhi kriteria keterandalan dan ketepatwaktuan. (Rachmawati,2014:4) Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: (a) Penyajian Jujur Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. (c) Netralitas Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu. Fakta yang terjadi di lapangan menujukkan adanya penyajian yang tidak jujur, tidak dapat diuji serta cenderung tidak netral dimana dari hasil pemeriksaan

4 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas 358 LKPD yang dilaporkan dalam IHPS I Tahun 2011 menemukan 3.397 kasus kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang meliputi kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan struktur pengendalian intern. BPK juga menemukan dan mencatat ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebanyak 5.551 kasus yang meliputi belanja fiktif, kekurangan volume belanja pekerjaan atau barang, kelebihan pembiayaan, belanja tidak sesuai ketentuan, pembayaran melebihi standar, dengan total kerugian sebanyak 5,28 triliun BPK juga telah melakukan audit atas LKPD selama tujuh tahun, dari tahun 2004-2010. BPK memberikan opini unqualified atau qualified dalam persentase yang lebih besar atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Hasil pemeriksaan keuangan daerah semakin memburuk setiap tahun, hal ini didukung oleh data dari BPK yang menyatakan bahwa persentase LKPD dari tahun 2004-2007 mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP), dan wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK semakin berkurang dan sebaliknya, opini tidak wajar (TW), bahkan tidak memberikan pendapat (TMP) meningkat drastis dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 mulai menunjukkan adanya perkembangan yang cukup baik, tetapi hal ini masih dinilai kurang bila dibandingkan dengan jumlah LKPD yang diaudit oleh BPK (Tantriani S Ukmaningrum, 2012:4) Pengelolaan keuangan daerah yang baik perlu ditunjang oleh pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah yang baik agar penatausahaan keuangan di daerah memiliki akurasi dan akuntabilitas yang tinggi. Selain itu, pemahaman atas

5 akuntansi keuangan daerah juga merupakan salah satu dimensi penting yang tidak kalah pentingnya dalam pengelolaan keuangan daerah. Alokasi anggaran publik dilakukan pengawasan dengan baik yang tercermin dalam anggaran pendapatan daerah (APBD) dapat diperuntukkan untuk kepentingan publik. Suwardjono (2005: 14) menegaskan bahwa akuntansi akan mempunyai peran yang nyata dalam kehidupan sosial ekonomi kalau informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dapat mengendalikan perilaku pengambil kebijakan ekonomi untuk bertindak menuju ke suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomi negara. Salah satu tujuannya adalah alokasi sumber daya ekonomi secara efisiensi sehingga sumber daya ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dapat dinikmati masyarakat secara optimal. Hal ini juga dikemukakan oleh Hay bahwa secara umum tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan bagi pemerintah adalah: (1) menyajikan informasi keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi, politik, dan sosial serta penampilan akuntabilitas dan stewardship; (2) menyajikan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kinerja manajer dan organisasi dalam kepemerintahan (Hay dalam Andiani 2012:4). Untuk dapat menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah secara baik harus dipenuhi beberapa hal yang merupakan syarat penerapan sistem akuntansi keuangan daerah. Dengan demikian, dalam sistem akuntansi keuangan daerah terdapat serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan baik pihak intern

6 maupun pihak ekstern Pemerintah Daerah untuk mengambil keputusan ekonomi (Zayadi dalam Gala,2012). Menurut Darise dalam Gala (2012: 4) prosedur yang dimaksud yaitu dimulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Dalam penerapan sistem akuntansi keuangan daerah ini, harus berdasarkan pada standar akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual yaitu dengan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010. Menurut Ahyani (2007: 35) yang dikutip oleh Halim dan Kusufi (2012:52) mengungkapkan bahwa penerapan basis akrual memberikan hasil yang lebih baik dan memberikan keuntungan untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah dalam rangka akuntabilitas publik. Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003 dalam mardiasmo, 2006). Sesuai amanat undang-undang republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga wajib menyusun laporan keuangan. (Prasetyo,2014)

7 Hasil laporan audit BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat juga telah menyerahkan LHP atas LKPD TA 2013 kepada 7 entitas yaitu Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Karawang. Ketujuh entitas tersebut mendapatkan opini WDP.(Prawiradiningrat, www.bpk.go.id) Kabupaten Garut yang menjadi salah satu penilaian BPK yang memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP). BPK menilai, yang menjadi pengecualian pada pemeriksaan keuangan itu menyangkut tiga hal, yakni penatausahaan dan pelaporan aset tetap belum memadai, penyajian persediaan tidak didukung dengan rincian daftar persediaan serta tidak dilengkapi berita acara stock opnamepada tanggal neraca seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Ketiga, penyajian atau pengungkapan penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan daerah di atas 20% tidak disajikan dengan metode ekuitas. (Slamet, Kurniawan, Kepala Perwakilan Provinsi Jabar BPK RI, www.garutkab.go.id). Temuan-temuan tersebut menunjukan bahwa kapasitas sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam proses penyusunan laporan keuangan sehingga dapat mempengaruhi ketepatwaktuan dan keterandalan pelaporan keuangan. Hal kedua yang mungkin mempengaruhi keterandalan dan ketepat waktuan pelaporan keuangan pemerintah adalah pemanfaatan teknologi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Zuliarti (2008) menemukan bukti empiris bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketepatan waktu.

8 Agar informasi tersebut dapat mendukung dalam pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai, maka informasi akuntansi harus mempunyai beberapa karakteristik kualitatif yang disyaratkan. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi kauntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Mengatakan bahwa informasi harus bermanfaat bagi para pemakai sama saja dengan mengatakan bahwa informasi harus mempunyai nilai (Suwardjono, 2005). Teknologi informasi meliputi komputer (mainframe, mini, micro), perangkat lunak (software), database, jaringan (internet, intranet), electronic commerce, dan jenis lainnya yang berhubungan dengan teknologi (Wilkinson et al., 2000). Pemanfaatan teknologi informasi mencakup adanya; (a) pengolahan data, pengolahan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik; dan (b) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapatdiakses secara mudah dan murah oleh masyarakat (Hamzah, 2009 dalam Winidyaningrum, 2010). Salah satu kelemahan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah terletak pada ketidakmampuan menyajikan data yang konsisten dan terintegrasi mulai dari data aset, anggaran, gaji, serta proses penatausahaan, sehingga menimbulkan banyak ketidakakuratan data dalam proses akuntansi yang menghasilkan LKPD baik neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Arus Kas maupun Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) (Kementrian Dalam Negeri, 2013). Laporan keuangan pada umumnya terdiri dari neraca dan perhitungan labarugi serta laporan perubahan ekuitas. Neraca menunjukkan atau menggambarkan

9 jumlah aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Sedangkan perhitungan laporan laba-rugi memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta beban yang terjadi selama periode tertentu, dan laporan perubahan ekuitas menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasanalasan yang menyebabkan perubahan ekuitas (Munawir, 2010 : 5). Untuk itu pemerintah saat ini telah membangun dan mengembangkan teknologi informasi yang dikenal dengan sistem akuntansi instansi yang digunakan oleh setiap instansi dan lembaga pemerintah dalam mempermudah kegiatan keuangan. Walaupun secara umum telah banyak diketahui manfaat yang ditawarkan oleh suatu teknologi informasi antara lain kecepatan pemrosesan transaksi dan penyimpanan pelaporan, keakuratan perhitungan, penyimpanan data dalam jumlah besar, kos pemrosesan yang lebih rendah, kemampuan multiprocesing, (2003), namun pengimplementasian teknologi tidaklah murah, Teknologi informasi yang ada tidak atau belum mampu dimanfaatkan secara maksimal maka implementasi teknologi menjadi sia-sia dan semakin mahal. Kendala penerapan teknologi informasi antara lain berkaitan dengan kondisi perangkat keras, perangkat lunak yang digunakan, pemutakhiran data, kondisi sumberdaya manusia yang ada, dan keterbatasan dana. Kendala ini yang mungkin menjadi faktor pemanfaatan teknologi informasi di instansi pemerintah belum optimal. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi ini mungkin juga memiliki pengaruh terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan.(prasetyo,2014).

10 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun hingga batas waktu yang ditetapkan, pemerintah belum berhasil menerapkan sistem akuntansi yang baru. Hingga terbit Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 dimana batas waktu penerapan sistem akuntansi akrual secara penuh (full accrual) diundur sampai dengan tahun 2015.Ini berarti pada tahun 2015 setiap entitas pelaporan dan entitas akuntansi pada pemerintahan akan mulai menerapkan basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. (Kertahadi, dalam Fata 2010) Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan keuangan daerah sesuai PP No 71 Tahun 2010 studi pada dinas pendidikan kota semarang tahun 2012/2013. Keberhasilan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan berpengaruh pada faktor regulasi, sumber daya manusia (SDM), komitmen, dan perangkat pendukung.(davis, 2010; dalam Kristiyono 2013). Namun ternyata pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tersebut juga belum diterapkan secara penuh oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan kurang efektifnya penggunaan basis akrual pada perangkat kerja pemerintah. Disamping SAP, kualitas SDM, pengendalian intern, komitmen organisasi dan pemanfaatan teknologi juga mempengaruhi proses akuntansi pemerintahan didalam menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas (Warisno, 2008; COSO, 1992; Septiani, 2005; Hamzah dalam Winidyaningrum, 2010).

11 Pada Kabupaten Garut yang perlu diperhatikan yaitu komitmen kepala daerah dan koordinasi dengan sektor terkait yang perlu didorong baik dalam penerapan, monitoring, maupun evaluasi Standar Pelayanan Minimal. SDM masih menghadapi permasalahan manajemen kepegawaian meliputi komposisi PNS yang belum ideal untuk melakukan tugasnya agar lebih efektif, efisien dan profesional dalam melayani masyarakat, hal ini diantaranya berkaitan dengan komposisi jabatan, tingkat pendidikan maupun distribusi antar wilayah. Tingkat kualitas pelayanan belum dapat memenuhi keinginan masyarakat akan pelayanan yang cepat, mudah, murah, dan transparan, karena belum meratanya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.(rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Kabupaten Garut Tahun 2014 2019, hal 300). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memandang perlu diadakan penelitian mengenai bagaimana efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan untuk menghasilkan pelaporan keuangan yang dapat diandalkan. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian dengan judul : Efektivitas Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Keterandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kab. Garut 1.2 Identifikasi Masalah Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, untuk menilai kualitas laporan keuangan pemerintahan, maka pemerintah dituntut untuk menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Keterandalan pelaporan keuangan penting atau lebih baik jika penerapan SAP efektif. Bertitik tolak pada latar

12 belakang tersebut, maka dirumuskan pertanyaan penelitian dalam penyusunan skripsi adalah: 1. Bagaimana efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan pada Pemda Kabupaten Garut. 2. Bagaimana keterandalan pelaporan keuangan pada Pemda Kabaupaten Garut. 3. Berapa besar pengaruh efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan terhadap keterandalan pelaporan keuangan. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan pada Pemda Kabupaten Garut. 2. Untuk mngetahui keterandalan pelaporan keuangan pada Pemda Kabupaten Garut. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan terhadap keterandalan pelaporan keuangan.

13 1.4 Kegunaan Penelitian Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan kegunaan pada, yaitu: 1. Bagi Instansi Terkait Dapat dijadikan objek penelitian, pengevaluasian serta bahan sumbangan pikiran dalam rangka efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan dan pemanfaatan teknologi informasi agar semakin baik. 2. Penulis Dapat memahami bagaimana efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan, keterandalan pelaporan keuangan. Serta dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan sebagai studi banding mata kuiliah Akuntansi Pemerintahan yang diperoleh di bangku perkuliahan dengan praktik di masyarakat. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai efektivitas penerapan standar akuntansi pemerintahan terhadap keterandalan pelaporan keuangan dan dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan.

14 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk dapat memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis mengadakan penelitian pada Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Garut. Adapun waktu penelitian ini dilakukan dari Bulan Februari 2016 sampai dengan Bulan Juni 2016.