BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

Peran PERSI dalam upaya menyikapi Permenkes 64/2016 agar Rumah sakit tidak bangkrut. Kompartemen Jamkes PERSI Pusat Surabaya, 22 Desember 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

IMPLEMENTASI JKN DAN MEKANISME PENGAWASANNYA DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL. dr. Mohammad Edison Ka.Grup Manajemen Pelayanan Kesehatan Rujukan

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Ernawaty dan Tim AKK FKM UA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN A.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FRAUD PMK NO.36 TAHUN 2015 TENTANG FRAUD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

drg. Usman Sumantri, MSc. Dewan Jaminan Sosial Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan yaitu setiap orang

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah

PENCEGAHAN FRAUD DALAM PELAKSANAAN JKN KOMISI VIII

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan yang sempurna kepada pasien baik pasien rawat jalan, rawat

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan di Indonesia diatur dalam Undang Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

POTENSI FRAUD DAN MORAL HAZARD DALAM PENYELENGGARAAN JKN BPJS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

HARAPAN dan ALTERNATIF KONSEP PROGRAM JKN di MASA MENDATANG *pandangan pengelola rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

2016 GAMBARAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TALAGA BODAS PADA ERA JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 28H dan pasal 34 Undang-Undang Dasar Dalam Undang Undang Nomor

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.


MEKANISME KAPITALISASI DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Maulana Yusup STIE Pasundan Bandung

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan

Bayu Teja Muliawan Direktur Bina Pelayanan Kefarmasin. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia, yang terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Melalui SJSN,setiap orang memungkinkan untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Hal ini sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) yang menyatakan Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (DJSN, 2012; Pemerintah RI, 2004). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program nasional yang telah diresmikan oleh pemerintah sejak tanggal 1 Januari 2014 yang lalu, dimana hal ini adalah merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) yang tercantum dalam pasal 60. Jaminan kesehatan didefinisikan sebagai jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN ini untuk pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, salah satunya adalah Puskesmasyang 1

2 merupakan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah daerah kabupaten/kota (Kemenkes RI, 2013a; Pemerintah RI, 2011). Puskesmas didefinisikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan Puskesmas kepada peserta JKN dilakukan oleh BPJS kesehatan dengan skema kapitasi, dimana besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan(kemenkes RI, 2014a, 2014b, 2014c). Dari pengamatan penelitipada saat bertugas di Pemerintah Kota Pangkalpinang, selama pelaksanaan program nasional JKN teridentifikasi 3 isu aktual yang muncul terkait dengan kapitasi dan pelayanan kesehatan di FKTP khususnya Puskesmas, yaitu: isu terkait kelayakan dan nilai keekonomian besaran harga kapitasi, isu pemanfaatan dana kapitasi oleh Puskesmas dan isu kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas. Isu terkait kelayakan dan nilai keekonomian besaran harga kapitasi adalah merupakan isu yang sampai saat ini masih tetap menjadi pembicaraan oleh semua pihak terkait. Dalam hal kebijakan, selama pelaksanaan program JKN Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan 2 Permenkes yaitu Permenkes nomor 69 tahun 2013 tentang standar tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat

3 pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan dan Permenkes nomor 59 tahun 2014 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan.dari kedua Permenkes tersebut, standar tarif kapitasi untuk Puskesmas tidak mengalami perubahan yaitu sebesar Rp 3.000,00 sampai dengan Rp 6.000,00(Kemenkes RI, 2014b, 2013b). Adapun norma kapitasinya berbeda-beda untuk tiap Puskemas, tergantung pada ketersedian dokter umum, dokter gigi, bidan/perawat, laboratorium sederhana dan apotek/pelayanan obat (PT. ASKES Devisi Regional I, 2013). Dalam perspektif pelayanan kefarmasian, angka kapitasi untuk komponen obat dinilai layak dan memiliki nilai keekonomian jika besaran nominalnya dikalikan dengan jumlah total peserta JKN yang terdaftar di Puskesmas dapat mencukupi pengadaan seluruh obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas selama periode tertentu serta dapat menjamin bahwa seluruh pasien peserta JKN yang berobat di Puskesmas bisa mendapatkan pengobatan yang rasional(djsn, 2012; Tridamayati, 2010).Pertanyaan yang sering muncul dari isu ini adalah apakah nilai nominal harga kapitasi yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan tersebut telah layak dan memiliki harga keekonomian serta tidak merugikan provider kesehatan maupun tenaga kesehatan yang terlibat dan juga tidak mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Pemanfaatan dana kapitasi oleh Puskesmas merupakan isu yang sangat penting karena kedudukan Puskesmas sebagai FKTP milik pemerintah dimana

4 operasionalnya harus tunduk dan terikat dengan peraturan perundangan terkait. Secara teknis, Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes nomor 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah. Dana kapitasi yang diterima oleh puskesmas dari BPJS Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dimana jasa pelayanan kefarmasian oleh apoteker termasuk didalamnya, yang ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana kapitasi dan sisanya (40%) digunakan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan untuk membeli obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta membiayai kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya dimana besaran persentase untuk masing-masing komponen diserahkan kepada tiap kepala daerah atas usulan SKPD terkait(kemenkes RI, 2014c). Terkait dengan isupemanfaatan dana kapitasi ini, melalui website resminyawww.kpk.go.id tanggal19 Januari 2015, diberitakan bahwa KPK telah melakukan kajian sistem pada mekanisme pembiayaan dalam sistem JKN terhadap FKTP atau yang dikenal dengan dana kapitasi dan menemukan 4 kelemahan pengelolaan dana kapitasi, yaitu: 1. Aspek regulasi, Pada aspek regulasi ditemukan bahwa aturan pembagian jasa medis dan biaya operasional berpotensi menimbulkan moral hazard dan ketidakwajaran, aturan penggunaan dana kapitasi juga kurang

5 mengakomodasi kebutuhan Puskesmas dan regulasi yang ada juga belum mengatur mekanisme pengelolaan sisa lebih dana kapitasi. 2. Aspek pembiayaan. KPK menemukan adanya potensi fraud atas diperbolehkannya perpindahan peserta PBI dari Puskesmas ke FKTP swasta dan efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan masih rendah. 3. Aspek tata laksana dan sumber daya. Sejumlah persoalan terjadi, antara lain lemahnya pemahaman dan kompetensi petugas kesehatan di Puskesmas dalam menjalankan regulasi, proses verifikasi eligibilitas kepesertaan di FKTP belum berjalan dengan baik,pelaksanaan mekanisme rujukan berjenjang belum berjalan baik, potensi petugas FKTP menjadi pelaku penyimpangan (fraud) semakin besar,petugas puskesmas rentan menjadi korban pemerasan berbagai pihak serta sebaran tenaga kesehatan yang tidak merata. 4. Aspek pengawasan KPK melihat tidak adanya anggaran pengawasan dana kapitasi di daerah. Hal ini juga diperburuk dengan tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan. KPK mendorong para pemangku kepentingan untuk segera melakukan monitoring dan evaluasi, khususnya terhadap dana kapitasi di Puskesmas. Terkait regulasi, KPK mendorong perbaikan terkait pengelolaan dana kapitasi, khususnya pada FKTP milik pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan lingkungan pengendalian baik di tingkat FKTP maupun di Pemerintah Daerah. yang tak kalah

6 penting, kompetensi dan pemahaman petugas kesehatan di daerah terhadap pengelolaan dana kapitasi, perlu ditingkatkan agar potensi penyimpangan dapat diminimalisasi dan penggunaan dana kapitasi bisa lebih efektif dan efisien(kpk, 2015). Pemanfaatan dana kapitasi ini sangat terkait dengan kecukupan anggaran untuk pengadaan obat dan tingkat ketersediaan obat di FKTP. Untuk dapat menghitung persentase komponen obat dalam besaran kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan dengan memperhatikan pola peresepan yang rasional paling tidak harus memperhatikan beberapa faktor, diantaranya adalah jumlah peserta JKN yang terdaftar di puskesmas, angka morbiditas tiap kelompok penyakit yang dilayani Puskesmas, Utilization rate, prescription cost untuk tiap kelompok penyakit yang dilayani Puskesmas dan nilai besaran tarif kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas (Kemenkes RI, 2014b, 2014c, 2014d, 2014e, 2014f, 2014g, 2013c; PCNE, 2006; Tridamayati, 2010; WHO, 2007; Widyati, 2014). Isu kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas sangatlah sensitif karena terkait dengan outcome terapi dan kualitas kesehatan pasien peserta JKN sehingga akan mempengaruhi persepsi pasien terhadap program JKN. Pengobatan rasional adalah merupakan muara dari efisiensi dan efektifitas terapi dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.walaupun ketersediaan obat dan vaksin cukup baik, tetapi pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan pada umumnya masih belum sesuai standar.

7 Berdasarkan data yang dicuplik dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019, pada tahun 2013, baru 35,15% Puskesmas dan 41,72% IFRS yang memiliki pelayanan kefarmasian sesuai standar. Penggunaan obat generik sudah cukup tinggi, tetapi penggunaan obat rasional di fasilitas pelayanan kesehatan baru mencapai 61,9%(Kemenkes RI, 2015, 2013d). Hal ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan kesehatan di puskesmas masih membutuhkan perbaikan dikarenakan penggunaan obat di puskesmas dengan tidak rasional masih cukup tinggi yang mencapai 39,9%. Namun, untuk Kota Pangkalpinang belum tersedia data yang menunjukkan tingkat penggunaan obat yang rasional (POR) di Puskesmas. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya.dampak negatif disini dapat berupa dampak klinik yang mempengaruhi outcome klinik terapi yang diharapkan dan dampak ekonomi yang mengakibatkan meningkatnya biaya pengobatan suatu penyakit.drugrelated problems (DRPs) yang teridentifikasi pada resep terapi merupakan indikator dari ketidak-rasionalan pengobatan. DRPs merupakan suatu kejadian atau keadaan yang menyertai terapi dimana secara aktual atau potensial dapat mengganggu outcome klinik yang diinginkan(aguado dkk., 2008; Kemenkes RI, 2011; PCNE, 2006). Kota Pangkalpinang yang merupakan ibukota dari Povinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tahun anggaran 2014 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan JKN, memiliki realisasi anggaran untuk pengadaan obat yang kurang

8 baik. Anggaran untuk pengadaan obat yang bersumber dari DAK bidang kesehatan sebesar Rp 1.165.197.000,00 hanya dapat terealisasi sebesar Rp 567.618.220,00 pada bulan Desember 2014.Sedangkan anggaran yang bersumber dana APBD Kota Pangkalpinang sebesar Rp. 500.000.000,00dan alokasi dana kapitasi JKN untuk pengadaan obat di seluruh Puskesmas dengan total anggaran sebesar Rp. 875.883.700,00 tidak dapat terealisasi. Kondisi ini sangat berpotensi menyebabkan terjadinya kekosongan obat dalam pelayanan resep pada Puskesmas di Pangkalpinang. Padahal di era JKN ini fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tidak boleh membebankan biaya tambahan kepada pasien dengan alasan apapun (Kemenkes RI, 2014e) sehingga kemungkinan pasien tidak menerima obat yang seharusnya sangat diperlukan untuk terapi penyakitnya juga akan meningkat, yang berarti juga akan meningkatkan potensi terjadinya DRPs. Ketiga isu aktual yang timbul dan menyertai pelaksanaan JKN tersebut, sesungguhnya adalah merupakan satu kesatuan permasalahan karena ketiganya saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sehingga untuk meminimalisir dampak negatif dari ketiga isu aktual tersebut, dan dengan harapan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui peningkatan penggunaan obat yang rasional serta meningkatkan efektivitas penggunaandana kapitasi di Puskesmas diperlukan suatu penelitian untuk dapat menghasilkan suatu konsep atau metode perencanaan anggaran untuk pengadaan obat di Puskesmas yang disesuaikan dengan kebijakan jaminan kesehatan nasional. Adapun langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian untuk melihat bagaimana dampak daridrpsterhadap prescription cost

9 dan persentase komponen obat dalam besaran tarif kapitasi sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenaidampak dari penggunaan obat yang tidak rasional terhadap alokasi pemanfaatan dana kapitasi JKN pada puskesmas yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, makarumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kejadian DRPs potensial apakah yang teridentifikasi dalam proses pelayanan kesehatan dasar pada Puskesmas di Kota Pangkalpinang? 2. Apakah terdapat perbedaan antara nilai prescription costaktual yang dihitung dari sampel lembar resep yang teridentifikasi DRPs potensial dengan nilai prescription cost standaruntuk tiap penyakit yang dilayani oleh Puskesmas di Kota Pangkalpinang? 3. Apakah terdapat perbedaan antara persentase komponen obat aktual berdasarkan nilaiprescription costaktual yang dihitung dari sampel lembar resep yang teridentifikasi DRPs potensial dengan persentase komponen obat standar dalam besaran tarif kapitasi pada tiap Puskesmas di Kota Pangkalpinang? C. Manfaat Penelitian 1. Bagi pengambil kebijakan di Pemerintah Kota Pangkalpinang, hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan secara ilmiah tingkat POR di Puskesmas dan pengaruh rasionalitas pengobatan terhadap alokasi penggunaan dana kapitasi JKN yang berupa besaran nilai persentase untuk

10 komponen obat dalam tarif kapitasi pada tiap Puskesmas di Kota Pangkalpinang, sehinggadapat digunakan sebagai sumber informasiuntuk menetapkan dan mengadvokasi besaran alokasi pemanfaatan dana kapitasi untuk pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan pada puskesmas terutama komponen obat, sesuai dengan amanat pasal 3 ayat 4 Permenkes nomor 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah. 2. Bagi peneliti, dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan oleh DRPs pada pelayanan pengobatan terhadap proses perencanaan anggaran untuk pengadaan obat yang dialokasikan dari dana kapitasi JKN Puskesmas. 3. Bagi institusi pendidikan dapat digunakan sebagai pendahuluan dan sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh rasionalitas pengobatan terhadap alokasi penggunaan dana kapitasi JKN di FKTD dan tarif INA-CBGs di FKRTL yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi dan mengklasifikasikan DRPs potensial yang kemungkinan terjadi dalam proses pelayanan kesehatan dasar pada Puskesmas di Kota Pangkalpinang.

11 2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai prescription costaktual yang dihitung dari sampel lembar resep teridentifikasi DRPs potensialdan nilai prescription coststandaruntuk tiap penyakit yang dilayani oleh Puskesmas di Kota Pangkalpinang. 3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai aktual dari persentase komponen obat dalam besaran tarif kapitasiberdasarkan nilaiprescription costaktual yang dihitung dari sampel lembar resep yang teridentifikasi DRPs potensial pada tiap puskesmas di Kota Pangkalpinang dengan nilai standarnya. E. Keaslian Penelitian Tujuan utama yang ingin dicapai oleh peneliti dari dilakukannya penelitian ini adalah dapat memberikan informasi ilmiah terkait pengaruh rasionalitas pengobatan yang merupakan tujuan dari pelaksanaan pelayanan farmasi klinik terhadap penentuan besaran komponen obat atau pelayanan farmasi dalam paket tarif pelayanan kesehatan yang umum digunakan dalam konsep penjaminan kesehatan dengan model asuransi kesehatan, dalam hal ini adalah alokasi penggunaan dana kapitasi JKN di FKTD yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Tingkat kerasionalan pengguaan obat didasarkan pada angka kejadian DRPs, dimana angka kejadian DRPs akan berbanding terbalik dengan tingkat POR di suatu fasilitas kesehatan. Berdasarkan hal ini, dari penelusuran kepustakaan yang dilakukan, peneliti belum menemukan penelitian yang memiliki tema penelitian serupa dengan rancangan penelitian ini.

12 Pada umumnya, penelitian terkait dengan DRPs bertujuan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan DRPs untuk kemudian dilanjutkan dengan melihat dampak dari rekomendasi intervensi dari seorang farmasis klinik pada outcome klinik terapi. Untuk penelitian dengan tema penentuan besaran komponen obat atau pelayanan farmasi dalam paket tarif pelayanan kesehatan yang pada umumnya digunakan dalam konsep penjaminan kesehatan dengan model asuransi kesehatan seperti BPJS Kesehatan dengan JKN-nya di Indonesia, tidak membicarakan hal-hal terkait dengan rasionalitas pengobatannya. Berikut adalah beberapa contoh penelitian dengan tema DRPs dan tema penelitian penentuan besaran komponen obat atau pelayanan farmasi dalam paket tarif pelayanan kesehatan, yang pernah dilakukan adalah seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Penelitian dengan tema DRPs dan penentuan besaran komponen obat atau pelayanan farmasi dalam paket tarif pelayanan kesehatan. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Khan dan Ahmad, 2014 The impact of clinical pharmacists interventions on drug related problems in a teaching based hospital ( Prospektif ) Penelitian dilakukan di Pakistan, identifikasi dan pengklasifikasian DRPs menggunakan sistem PCNE V.6.2. Penelitian ini dilakukan dengan cara mereview 373 profil dengan 184 profil diantaranya diduga terkait dengan isu DRPs. Jumlah total DRPs yang teridentifikasi adalah 147 dengan sebagian besar terkait dengan efek samping obat (n=61, 41.5%). DRPs ini disebabkan (cause) oleh 161 item penyebab, yang pada umumnya disebabkan karena kesalahan dosis (n=68, 42.2%). Dari 161 rekomendasi yang diberikan oleh farmasis klinik, 86.33% (n=139) nya dapat menyelesaikan permasalahan medik yang muncul sebagai dampak dari DRPs, walaupun 6.83% diantaranya diisebutkan inefektif.

13 Tabel 1 lanjutan Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Canning dkk., 2015 Results of a clinical audit on drug-related problems identified by a clinical pharmacist in a thoracic outpatient clinic ( Prospektif ) Penelitian ini menggunakan sistem PCNE V.6.2. mengidentifikasi dan mengklasifikasian DRPs pada pasien rawat jan di klinik thorax dengan menitik beratkan pada respiratory atau non-respiratory related. Total teridentifikasi 97 DRPs dari 66 pasien yang di review, rata-rata terjadi 1,47 DRPs pada tiap pasien.50 kejadian DRPs merupakan non-respiratory related dan sisanya adalah respiratory related. DRPs yang paling sering muncul adalah efek obat yang tidak optimal (n = 35, 36%), diikuti oleh non-allergic adverse drug event (n = 23, 23.7%) dan untreated indication (n = 23, 23.7%). Intervensi yang paling sering diberikan adalah dengan memberikan konseling kepada pasien. Dimana 37% (n = 36) dari kejadian DRPs dianggap beresiko tinggi oleh farmasis dan 44% (n = 43) diantaranya dianggap beresiko tinggi oleh consultant thoracic physician. Jadoo dkk., 2015 Development of MY-DRG casemix pharmacy service weights in UKM Medical Centre in Malaysia ( Retrospektif ) Obat dan proses penyalurannya merupakan komponen utama (86,0%) dari pharmacy cost jika dibandingkan dengan overhead cost centers (7.3%), biaya pegawai (6.5%) dan pharmacy equipments (0.2%). Terdapat lebih kurang 789 koding atau group untuk rawat inap MY-DRGs case-mix, 450 (57.0%) dari koding atau group tersebut telah digunakan oleh UKMMC. Bobot pelayanan kefarmasian telah dihitung untuk tiap koding dari 450 MY-DRGs groups. MY-DRG case-mix group untuk Lymphoma & Chronic Leukemia group dengan tingkat keparahan level tiga (C-4-11-III) merupakan koding dengan bobot pelayanan kefarmasian tertinggi yaitu 11,8 % yang setara dengan rata-rata nilai pharmacy cost

14 Tabel 1 lanjutan Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian sebesar RM 5383.90. Sementara itu,my-drg case-mix group untuk Circumcision dengan tingkat keparahan level satu (V-1-15-I) merupakan koding dengan bobot pelayanan kefarmasian terrendah yaitu 0,04 % yang setara dengan rata-rata nilai pharmacy cost sebesar RM 17.83.