APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip,

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

DEDI NURSYAMSI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DEDI NURSYAMSI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi dan Karakteristik Tanah yang Mengandung Smektit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK UREA TERHADAP KETERSEDIAAN N TOTAL PADAPERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah. Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

DASAR-DASAR ILMU TANAH

Transkripsi:

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG Mamihery Ravoniarijaona SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG Mamihery Ravoniarijaona Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum disajikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Mamihery Ravoniarijaona NRP A151078061

ABSTRACT Mamihery Ravoniarijaona. The application of Oxalic acid and Fe in Vertisols and Alfisols to the Growth and K Uptake of Corn Plant. Under direction of KOMARUDDIN IDRIS, DJUNAEDI ABDUL RACHIM, and SRI DJUNIWATI. The objectives of this research were to evaluate the application of Oxalic acid, Fe and their combination in smectite soil (Vertisols and Alfisols) to the growth and K uptake of corn plant (Zea mays, L.). The experiment was carried out in greenhouse condition while soil and plant were analyzed in the laboratory using four soil samples taken from Java: two Vertisols from Ngawi (Typic Endoaquerts), Cilacap (Chromic Endoaquerts) and two Alfisols from Jonggol (Typic Hapludalfs), Blora (Typic Haplustalfs). The treatments were laid out in a factorial randomized complete design with three replications. The treatments consisted of two factors which were rates of oxalic acid (0, 500, 1000 ppm) and Fe (0, 50, 100, 150, 200 ppm) applications. The results showed that oxalic acid tends to decline the corn growth in the soil samples except in Typic Endoaquerts which increased with a rate of 500 ppm, but there was increase in K contents and K uptake for Chromic Endoaquert, Typic Endoaquerts, and Typic Haplustalfs. Fe itself with a rate of 50-100 ppm has the potential to increase corn growth and K uptake (K contents and uptake) for all samples. Fe (100 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly increased plant height at Chromic Endoaquerts; however above those rates plant height was reduced. While, at Typic Endoaquerts, Fe (150 ppm) without oxalic acid (0 ppm) significantly reduced plant height, and then increased with 500 ppm oxalic acid. Furthermore Fe (200 ppm) without oxalic acid (0 ppm) were significant to reduce dry weight in Typic Hapludalfs. Fe treatment were more effective to increase corn growth and K uptake for all samples, while oxalic acid were effective to increase K content and uptake for the samples, except in Typic Hapludalfs. Keywords: Fe, oxalic acid, potassium, Vertisols, Alfisols, corn (Zea mays, L.)

RINGKASAN Mamihery Ravoniarijaona. Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung. Dibimbing oleh KOMARUDDIN IDRIS, DJUNAEDI ABDUL RACHIM, dan SRI DJUNIWATI. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan. Tanah yang mempunyai sifat demikian umumnya meliputi tanah Vertisol dan tanah yang mempunyai sifat vertik lainnya (sebagian Alfisol). Tanah-tanah tersebut umumnya mempunyai kapasitas tukar kation, fiksasi K serta kadar K total tinggi; tetapi ketersediaannya bagi tanaman sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Asam oksalat, dan kation besi berpotensi untuk melepaskan K dan hara-hara yang terfiksasi di ruang antara lapisan mineral menjadi tersedia untuk tanaman, dan unsur Fe juga sebagai hara mikro tanaman. Penelitian yang telah dilakukan peneliti sebulumnya menunjukkan bahwa penggunaan 250 ppm Fe maupun 2000 ppm asam oksalat pada Vertisol dan Alfisol masih cukup tinggi. Oleh karena itu penelitian ini secara umum mengevaluasi kembali penggunaan Fe dan asam oksalat dengan dosis yang lebih rendah pada Vertisol dan Alfisol. Penelitian dilakukan di rumah kaca dengan empat contoh tanah, yaitu Endoaquert Kromik, Endoaquert Tipik, Haplustalf Tipik dan Hapludalf Tipik. Penelitian dilaksanakan dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari dua faktor: Faktor pertama adalah perlakuan asam oksalat (0, 500.1000 ppm) dan faktor kedua perlakuan Fe (0, 50, 100, 150, 200 ppm). Masing- masing perlakuan diulang 3 kali. Dengan demikian terdapat 45 satuan percobaan. Karena menggunakan 4 contoh tanah maka keseluruhan percobaan terdiri dari 180 satuan percobaan. Asam oksalat cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman (tinggi dan bobot kering) pada tanah-tanah yang diuji, kecuali pada Endoaquert Tipik (naik pada dosis 500 ppm). Kadar dan serapan K naik dengan dosis 500 ppm asam oksalat pada tanah Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik tetapi menurun dengan penambahan 1000 ppm, sedangkan pada Endoaquert Tipik peningkatan kadar dan serapan K meningkat sampai dosis 1000 ppm. Pemberian Fe dengan dosis 50-100 ppm berpotensi meningkatkan pertumbuhan dan serapan K tanaman pada tanah semua diuji. Perlakuan tanpa asam oksalat (0 ppm), pada Endoaquert Kromik pemberian Fe sampai dosis 150 ppm menaikan tinggi tanaman dan menurun pada dosis 200 ppm. Pada Endoaquert Tipik penambahan Fe sampai 100 ppm tinggi tanaman meningkat dan turun diatas dosis tersebut. Selanjutnya pada Hapludalf Tipik pemberian Fe 50 ppm meningkatkan bobot kering tanaman dan menurun diatas dosis tersebut. Penambahan 500 ppm asam oksalat memberikan kenaikan terhadap tinggi, bobot kering, kadar dan serapan K tanaman jagung pada Endoaquert Tipik. Sedangkan pada Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik efektif hanya pada kadar dan serapan K. Pemberian 500 ppm asam oksalat pada Hapludalf Tipik menekan pertumbuhan tanaman maupun kadar dan serapan K. Kata Kunci: Fe, asam oksalat, kalium, Vertisol, Alfisol, jagung (Zea mays, L.).

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Judul Tesis Nama NRP : Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Tanah Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung : Mamihery Ravoniarijaona : A151078061 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS Ketua Prof. Dr. Ir. Djunaedi Abdul Rachim, MS Anggota Dr. Ir.Sri Djuniwati, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir Atang Sutandi, MS Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Toliara (Madagascar) pada tanggal 22 Mei 1981 dari ayah Celestin Ravoniarijaona dan Ibu Yvonne Josiane Rakotondranony. Penulis merupakan putri ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Madagascar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Antananarivo University (Madagascar) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Faculty of Science, Antananarivo University Madagascar. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan program S1 di jurusan Plant Ecology and Plant Physiology di Faculty of Science, Antananarivo University Madagascar. Pada tahun 2006 mendapat kesempatan untuk melanjutkan program S2 di PS Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Indonesia.

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rachmat dan perlindungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penelitian ini berjudul Aplikasi Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman Jagung yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Februari 2009. Penelitian ini, sebagian dibiaya oleh Proyek Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS, Prof. Dr. Ir Djunaedi Abdul Rachim, MS dan Ibu Dr. Ir Sri Djuniwati, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan SPs IPB dan semua staf yang sudah membantu kami selama menyelesaikan studi di Indonesia. 2. Semua staf pengajar di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. 3. Semua staf pengajar di Department Plant Ecology and Physiology Antananarivo University (Madagascar). 4. Sahabat-sahabat saya dalam program KNB (Bogor), dan semua rekan-rekan angkatan 2007 PS Tanah, serta rekan-rekan yang lain. 5. Keluarga saya di Madagascar. Terima kasih atas dorongan dan kasih sayangnya selama studi saya di Indonesia. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2009 Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. xi xii xiii PENDAHULUAN.. 1 Perumusan masalah... 3 Tujuan Penelitian.. 3 Hipotesis 4 TINJUAN PUSTAKA. 5 Ciri tanah Vertisol dan Alfisol.. 6 Bentuk K dalam tanah... 7 Siklus K Tanah... 11 Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman... 13 Asam Oksalat. 14 Besi (Fe) 15 Tanaman Jagung (Zea mays )... 16 BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 18 Tempat dan waktu... 18 Bahan Penelitian 18 Metodologi 18 Pelaksanaan percobaan... 19 Pengamatan 19 Analisis tanah dan tanaman 20

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21 Karakteristik Tanah...... 21 Pengaruh Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan Tanaman... Pengaruh Asam oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Kadar dan Serapan K... 27 KESIMPULAN DAN SARAN... 31 Kesimpulan 31 Saran.. 32 DAFTAR PUSTAKA. 33 LAMPIRAN 37 22

DAFTAR TABEL Halaman 1. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik... 22 2. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Endoaquert Kromik... 23 3. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman Pada Endoaquert Tipik... 24 4. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada Endoaquert Kromik, Endoaquert Tipik dan Haplustalf Tipik... 25 5. Interaksi antara Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada Hapludalf Tipik... 25 6. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Kadar K Tanaman pada Empat Jenis Tanah... 27 7. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Serapan K Tanaman pada Empat Jenis Tanah... 28 8. Kenaikan Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman akibat Pemberian 500 ppm Asam Oksalat pada Kempat Contoh Tanah... 29 9. Kenaikan Pertumbuhan dan Serapan K Tanaman akibat Pemberian 50 ppm Fe pada Kempat Contoh Tanah... 30

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Keseimbangan Dinamik antar Bentuk-bentuk K Tanah... 7 2. Keseimbangan dan Siklus K di dalam Tanah... 12

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sifat-sifat Morfologi Profil Tanah-tanah di Lokasi Percobaan Laboratorium dan Rumah Kaca (Nursyamsi, 2008)... 38 2. Hasil analysis Mineral Liat Kuantitatif terhadap Lapisan Atas Contoh Tanah (Nursyamsi, 2008)...... 42 3. Karakteristik Tanah di Jonggol (Bogor), Sidareja (Cilacap), Padas (Ngawi), dan Todanan (Blora)... 43 4. Kriteria Penelitian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Peneliatian Tanah, 1983)... 5. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Kempat Contoh Tanah... 45 6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada kempat Contoh Tanah... 45 7. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Kadar K pada kempat Contoh Tanah... 45 44 8. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Asam oksalat dan Fe terhadap Serapan K pada kempat Contoh Tanah... 46

PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 (smektit) mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan asal disertai dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang tepat. Tanah yang mempunyai sifat demikian umumnya meliputi tanah Vertisol dan tanah yang mempunyai sifat vertik lainnya (sebagian Alfisol). Tanah-tanah tersebut mempunyai penyebaran yang cukup luas di tanah air, yaitu lebih dari 2.12 juta ha (Vertisol sekitar 2.12 juta ha ditambah sebagian Alfisol) tersebar di wilayah Jawa (Tengah dan Timur), Sulawesi (Sulsel, Sulteng dan Gorontalo), dan Nusa Tenggara (Lombok) (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000). Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 umumnya mempunyai kapasitas tukar kation, fiksasi K serta kadar K total tinggi. Penelitian yang dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanah-tanah Vertisol mempunyai kapasitas fiksasi K (K fixing capacity) dan daya sangga terhadap K yang sangat tinggi (Ghousikar et al., 1987). Hasil penelitian Nursyamsi (2008) menunjukkan bahwa kadar K larut (K l ), K dapat dipertukaran (K dd ), K tidak dapat dipertukaran (K tdd ), dan K-total (K t ) tanah pada Vertisol lebih tinggi daripada Alfisol. Melihat sebaran tanah-tanah yang didominasi mineral liat Smektit cukup luas terutama di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka tanah-tanah tersebut memiliki peluang yang cukup besar dalam pengembangan tanaman pangan diantaranya adalah tanaman jagung. Di Indonesia, jagung (Zea mays, L.) merupakan makanan yang memegang peranan penting setelah padi, sehingga kebutuhan atau permintaan jagung cukup tinggi (Rukmana, 1993). Unsur-unsur hara yang penting untuk tanaman jagung adalah N, P, dan K. Jagung membutuhkan K lebih banyak dibandingkan dengan hara N dan P. Pada fase pembungaan akumulasi hara K bisa mencapai 60-75% dari seluruh kebutuhannya (Sutoro et al., 1988). Asam-asam organik seperti: oksalat, sitrat, malonat, furamat, malat, suksinat, benzoate, tartarat dan lain-lain merupakan komponen penting dari eksudat akar tanaman yang dikeluarkan di sekitar rhizosphere. Akar tanaman jagung yang dipelihara dalam larutan hara (solution culture) steril dapat mengeluarkan asam oksalat 3100µg/g (Bolton

et al., 1993). Sementara itu, dari hasil penelitian Nursyamsi, (2008) asam oksalat yang dikeluarkan oleh akar jagung berkisar antara 3.15-5.93 mg/g bobot kering akar. Asam oksalat memegang peranan penting dalam membebaskan K terfiksasi menjadi K tersedia pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral K (muskovit, biotit, ortoklas, dan lain-lain) (Song et al., 1988). Sejumlah kation dapat membebaskan K yang terfiksasi pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral liat tipe 2:1. Kation tersebut antara lain: Fe, Na (Ismail, 1997) dan NH 4 (Kilic et al., 1999). Kation Fe berpotensi untuk membebaskan K terfiksasi karena berdasarkan deret liotropik kation tersebut mempunyai jerapan yang lebih kuat daripada kation K (Tan, 1998). Selain itu, Fe juga mempunyai kemampuan meningkatkan jarak basal smektit sehingga K yang berada di ruang antar lapisan mineral liat lebih mudah didepak keluar oleh Fe. Hasil penelitian Nursyamsi (2008) menunjukkan bahwa kation Fe dapat meningkatkan jarak basal smektit dari 12.71-14.73 Å pada Endoaquert Tipik (Ngawi), 13.00-15.59 Å pada Haplustalf Tipik (Blora), 13.81-14.88 Å Hapludalf Tipik (Jonggol), 12.71-14.73 Å Endoaquert Kromik (Cilacap). Hasil penelitian Novpriansyah (1998) menyatakan bahwa, pemberian Fe mampu meningkatkan kelarutan Cu pada tanah gambut Berengbengkel, Sampit dan Handil Sohor dari Kalimantan tengah. Kation Fe mempunyai afinitas atau stabilitas yang lebih tinggi dari Cu, maka Fe yang ditambahkan mampu mendesak Cu yang mempunyai afinitas atau stabilitas yang lebih rendah dari kompleks jerapan, akibatnya Cu mudah lepas dan jumlah Cu terkelat dan terikat kuat menjadi turun. Sebaliknya pemberian Fe justru meningkatkan bentuk Cu larut, dapat dipertukar dan terikat lama. Selain itu Fe dapat membebaskan K terfiksasi, dan juga berperan sebagai unsur mikro bagi tanaman (Novpriansyah, 1998). Perumusan masalah Tanah-tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit seperti Vertisol dan Alfisol cukup luas dan mempunyai jerapan kation kuat sehingga kadar K total tanah tinggi tetapi ketersediaanya bagi tanaman sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Berdasarkan literatur, asam oksalat, dan kation besi berpotensi untuk melepaskan K dan hara-hara yang terfiksasi di ruang antara lapisan mineral menjadi tersedia untuk

tanaman melalui proses pertukaran kation dan difusi. Unsur Fe juga sebagai hara mikro tanaman. Nursyamsi (2008) menggunakan Fe dari 125 sampai 500 ppm dan asam oksalat dari 1000 sampai 4000 ppm pada tanah Vertisol dari Cilacap dan Ngawi serta Alfisol dari Jonggol dan Blora. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pertumbuhan jagung maupun serapan K cenderung menurun pada penggunaan 250 ppm Fe maupun 2000 ppm Asam oksalat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penggunaan Fe sampai 500 ppm, maupun asam oksalat sampai 4000 ppm tampak masih terlalu tinggi terutama dalam aplikasi di lapangan. Oleh karena itu penelitian ini akan mengevaluasi kembali penggunaan Fe dan asam oksalat dengan dosis yang lebih rendah pada Vertisol dan Alfisol Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini, adalah 1- Mengevaluasi penggunaan Asam oksalat dan Fe terhadap pertumbuhan dan serapan K tanaman jagung pada tanah Vertisol dan Alfisol. 2- Mencari kombinasi Asam oksalat dan Fe dimana pertumbuhan tanaman jagung dan serapan K maksimum. Hipotesis 1- Terdapat dosis Asam oksalat dan Fe yang optimal dalam menaikkan pertumbuhan dan serapan K. 2- Terdapat kombinasi Asam oksalat dan Fe dimana pertumbuhan dan serapan K maksimun.

TINJAUAN PUSTAKA Ciri-ciri Tanah Vertisol dan Alfisol Vertisol Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut jika kelembaban berubah. Bila kondisi kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras, dan bila basah mengembang dan sangat lekat. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol (Driessen et al., 1989). Tanah ini umumnya terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung mineral smektit dalam jumlah tinggi di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driessen et al., 1989). Pembentukan tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, yang pertama adalah proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik akibat dari perubahan kelembaban sehingga terbentuk slickenside dan relief mikro di permukaan yang disebut gilgai (Van Wambeke, 1992). Dalam perkembangannya mineral 2:1 yang sangat dominan dan memegang peran penting pada tanah ini. Komposisi mineral liat pada Vertisol selalu didominasi oleh mineral 2:1, biasanya monmorilonit, dan dalam jumlah sedikit sering dijumpai mineral liat lainnya seperti illit dan kaolinit (Ristori et al., 1992). Pada tanah Vertisol umumnya sifat-sifat fisik lebih merupakan kendala dibandingkan dengan sifat-sifat kimianya. Kendala utama untuk tanaman adalah tekstur yang liat berat, sifat mengembang dan mengkerut, kecepatan infiltrasi air yang rendah kecuali melalui rekahan, serta drainase yang lambat (Mukanda et al., 2001). Tanah ini juga tergolong rawan erosi di daerah berombak. Secara kimiawi Vertisol tergolong tanah yang relatif kaya akan hara karena mempunyai cadangan sumber hara yang tinggi, dengan kapasitas tukar kation tinggi dan ph netral hingga alkali (Deckers et al., 2001).

Alfisol Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah permukaan (horison argilik) dan mempunyai KB jumlah kation tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah atau 125cm dibawah batas atas horison argilik. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning (Hardjowigeno, 1993). Alfisol diperkirakan mencakup 13% dari seluruh lahan dunia (USDA, 1972, dalam Rust, 1983). Sementera itu, di Indonesia sekitar 7 juta hektar tersebar di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Takala, 1997). Pada kebanyakan observasi komposisi liat silikat dari horizon argilik, agak bervariasi dengan kumpulan mika-hidrous, smektit, vermikulit, dan kaolinit. Fiksasi liat yang lebih halus cenderung kebanyakan sebagai smektit, yaitu kisi liat yang dapat mengembang (Rachim, 2007). Jika Alfisol didominasi oleh liat 2 :1, maka pengaruhnya bisa tampak sebagai sifat vertik jika tanah berada pada variasi kelembaban yang nyata; namun, bila tanah selalu lembamb sepanjan tahun, sifat vertik bisa tidak tampak. Lahan kering tanah Alfisol sangat potensial untuk pengembangan budidaya jagung. Tanah Alfisol mempunyai keunggulan sifat fisika yang relatif bagus, tetapi tanah Alfisol umumnya miskin hara tanaman baik yang makro maupun mikro dan hanya kaya akan hara Ca dan Mg (Soepardi, 1983). Di lahan kering kandungan Ca dan Mg pada Alfisol umumnya tinggi atau sedang, tetapi kandungan K umumnya rendah sampai sangat rendah sehingga harus ada tambahan K dari luar yang berupa pemupukan K, atau K yang difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1 untuk yang mempunyai sifat vertik. Bentuk K dalam tanah Di dalam tanah kalium (K) dijumpai dalam bentuk-bentuk yaitu (1) (K-struktural, K-terfiksasi), (2) K-dapat dipertukarkan dan (3) K-larut (Sparks, 1987). Tetapi untuk kempentingan pertumbuhan tanaman maka kalium tanah dibedakan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongan kedalam (1) kalium relatif tidak tersedia disebutkan juga K tidak dapat dipertukaran (K tdd ) sebagai K mineral, (2) merupakan K

yang dijerap pada kompleks permukaan koloid tanah dan (3) kalium berada dlm larutan tanah dalam bentuk K + segera tersedia untuk tanaman. Kalium dapat dipertukarkan dan kalium larut langsung dan mudah diserap tanaman disebut kalium tersedia (segera tersedia). Sebagian kalium terfiksasi dan kalium struktural dapat juga diserap tanaman setelah menjadi kalium tersedia dan disebut sebagai kalium tidak dapat dipertukarkan atau kalium lambat tersedia (BKS-PTN, 1983). Di lapangan batas antara bentuk satu dengan yang lainnya umumnya tidak jelas, walaupun bentuk-bentuk K tersebut dapat dipisahkan di laboratorium (Sharpley, 1990 ) bentuk-bentuk K tersebut dalam tanah berada dalam keseimbangan yang dinamik (Gambar 1). Gambar 1. Keseimbangan Dinamik antar Bentuk-bentuk K Tanah (Kirkman et al., 1994) Diagram Keseimbangan (Gambar 1) tersebut memperliatakan bila kalium tersedia berkurang dari tanah maka akan dinganti dengan kalium lambat tersedia atau kalium tidak tersedia. Demikian juga bila diadakan pemupukan kalium yang berat atau tinggi maka akan mengingkatkan jumlah kalium lambat tersedia (BKS-PTN, 1983). K-Struktural Kalium struktural disebut juga sebagai kalium mineral, kalium tidak hancur, kalium alamiah, kalium matrix, atau kalium inert. Menurut Sparks dan Huang (1985) jumlah K- struktural dalam tanah tergantung komposisi bahan induk dan tingkat perkembangan

tanah. Metson (1968) menyatakan bahwa K struktural umumnya terselimuti struktur kristal dari mineral yang mengandung K tinggi seperti mika (biotit dan muskovit), feldspar (ortoklas dan mikroklin), dan gelas volkan baik yang masam maupun alkalin. Umumnya mineral-mineral tersebut berada ditemukan dalam fraksi kasar tanah. Hancuran umumnya menghasilkan formasi dari liat silikat sekunder yang mungkin masih mengandung K-struktural. Tingkat ketersediaan K relatif untuk tanaman dari tinggi ke rendah adalah biotit > muskovit > ortoklas dan mikroklin. Menurut Metson (1968) gelas volkan alkalin lebih cepat hancur dibandingkan gelas volkan masam. Mineral primer yang memiliki cadangan K tinggi akan hancur menghasilkan sejumlah K tersedia bagi tanaman. Fase hancuran tergantung juga dari komposisi dan struktur mineral primer tersebut sebagai contoh: biotit dan gelas volkan alkalin melapuk lebih mudah, sedangkan feldspar masam dan gelas volkan masam melapuk lebih lambat. Hancuran mika ditandai oleh pergantian posisi K + di ruang antar lapisan (interlayer space) oleh kation lain seperti Ca 2+, Mg 2+, Al 3+, Fe 3+, dan lain-lain yang menghasilkan formasi illit, vermikulit, smektit, dan mineral interstratifikasi. Saat hancuran berlangsung ukuran partikel menurun, kadar K berkurang dari sekitar 10% (mika) menjadi < 1% (smektit), dan jarak basal meningkat dari 1nm (mika) menjadi 1.8 nm (smektit). K-Dapat Dipertukarkan (K dd ) Kalium dapat dipertukarkan (K dd ) merupakan K yang dijerap pada kompleks permukaan koloid tanah. Pada mineral liat, K dd berada pada tapak jerapan non spesifik, yaitu di posisi planar dan edge. Pada koloid humus, K dijerap muatan negatif grup karboksilat dan fenolat dari koloid humus yang merupakan sumber muatan tergantung ph (Kirkman et al., 1994). Jumlah K + yang dijerap oleh mineral liat pada tapak pertukaran tergantung faktor kinetik dan termodinamik tanah. Selain itu juga tergantung afinitas tapak pertukaran terhadap K (kompleks permukaan koloid tanah) dan konsentrasi kation lain terutama kation bervalensi dua seperti Ca 2+ (Barber, 1984). Pertukaran K oleh Ca sering terjadi terutama pada tanah-tanah yang dipupuk Ca tinggi. Menurut Schroeder (1974) umumnya kadar K dd kurang dari 2% dari K total tanah atau berkisar antara 10-400 ppm. Namun demikian tanah-tanah yang ditanami secara intensif mengandung K dd yang bervariasi sekitar 1-5% dari total K tanah K dd berkaitan erat dengan jenis mineral liat dan

jumlah muatan negatif. Sebagai contoh, tingkat K dd pada tanah-tanah yang banyak mengandung alofan relatif rendah, sedangkan pada tanah-tanah yang banyak mengandung vermikulit atau mika relatif tinggi (Parfitt, 1992). K-Larut (K l ) Kalium larut berada dalam larutan tanah dalam bentuk K +. Kalium dalam larutan tanah berada dalam keseimbangan dengan K dd. Jika konsentrasi K dalam larutan tanah menurun maka K dd akan dibebaskan ke dalam larutan tanah. Jumlah K dalam larutan relatif sangat kecil dibandingkan kalium total tanah dan besarnya tergantung daya sangga K dalam tanah. Kalium yang dijerap tanah berbahan induk alofan yang memiliki daya sangga rendah tidak segera dapat mengganti K larut. Sebaliknya tanah berbahan induk mika dan vermikulit dapat mempertahankan level K dalam larutan tanah dalam waktu yang relatif lama (Parfitt, 1992). Bentuk kalium larut dan kalium dapat dipertukarkan tergolong bentuk K yang cepat tersedia, sedangkan kalium tidak dapat dipertukarkan sangat lambat tersedia bagi tanaman. Menurut Haby et al., (1990) laju konversi dari bentuk kalium struktural menjadi bentuk larut sangat lambat, dari bentuk kalium terfiksasi ke bentuk larut memerlukan sekitar beberapa minggu, sedangkan dari kalium dapat dipertukarkan berlangsung cepat. Ketersediaan K menggambarkan situasi yang komplek dan kondisinya tergantung faktorfaktor tanah dan karakteristik tanaman (Grimme, 1985). Kemampuan tanah untuk melepaskan K merupakan suatu indeks potensi K tersedia di dalam tanah dan hal ini dapat diukur oleh prosedur analisis kimia yang tepat. Analisis tersebut dapat mengukur bukan hanya perubahan dari kalium dapat dipertukarkan (K dd ) menjadi kalium larut (K l ), melainkan juga pelepasan K dari kalium tidak dapat dipertukarkan (K tdd ) dan kalium dapat dipertukarkan (K dd ) menjadi kalium larut (K l ). Tergantung metode analisis dan pengekstrak yang digunakan, jumlah K yang lepas dari tapak tidak dapat dipertukarkan mungkin bervariasi. K yang dilepaskan mencerminkan total ketersediaan K yang terekstrak oleh pengekstrak tertentu. Namun demikian K terekstrak mungkin berbeda dengan yang diserap tanaman karena ada faktor daya sangga tanah yang tidak tercerminkan dalam K yang terekstrak tersebut. Dengan memperhatikan

performan tanaman, hal yang penting adalah bukan hanya jumlah total K yang dapat diserap tanaman, melainkan juga pelepasan K yang dapat mempertahankan konsentrasi K dalam larutan tanah. Pelepasan K ke dalam larutan dan pergerakan K ke zone perakaran harus mempunyai kecepatan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan mencegah gejala kekahatan tanaman terhadap K (Kirkman et al., 1994). Jenis dan mineral liat mempergaruhi pelepasan K ke dalam larutan tanah. Tanah yang didominasi oleh mineral yang mengandung K rendah seperti kaolinit melepaskan K ke dalam larutan dalam jumlah sedikit. Sebaliknya tanah yang kaya akan mineral yang mengandung K tinggi seperti muskovit dan biotit, tergantung tingkat hancurannya, dapat melepaskan K ke dalam larutan dalam jumlah banyak sehingga dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Tanaman menyerap K + dalam larutan tanah umumnya melalui difusi atau akibat perpanjangan akar. Difusi K + tergantung kepada gradien konsentrasi K, dimana gradien konsentrasi K dalam larutan tanah tinggi bergerak ke akar tanaman yang mempunyai gradien konsentrasi K rendah. Konsentrasi K + sekitar tanaman juga kurang selama pengambilan K + oleh tanaman, hal tersebut dapat mempengaruhi pelepasan K + dari mineral (Kuchenbunch et al., 1984). Lokasi-lokasi adsorpsi dari antar lapisan dapat dibebaskan oleh pelepasan K + dan menjadi yang diduduki oleh kation yang lain. Adsorpsi hydrated kation-kation seperti Na +, Ca 2+, H + dan Mg 2+ menyebabkan penyembangkan antarlapisan akar akan menyerap K + dengan penukaran kation lain biasanya H +. Selanjutnya ion kalium dapat dipertukarkan tidak dapat bergerak bebas seperti kalium larutan. Dalam hal ini kalium tersebut dapat mencapai akar tidak secara aktif tetapi akar langsung melalui perpanjangan dapat kontak langsung dengan kalium sehingga terjadi proses pertukaran. Proses ini kemudian dikenal sebagai serapan kontak atau intersepsi akar (Konrad et al., 2001).

Siklus K Tanah Kalium dalam tanah sebagian besar berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman (berkisar antara 90 98% dari total K tanah). Sisanya berada dalam bentuk K lambat tersedia sekitar (1 10%), dan cepat tersedia sekitar (0.1 2%). Gambar 2 menyajikan hubungan dan transformasi berbagai bentuk K di dalam tanah. Menurut Havlin et al. (1999) siklus dan transformasi bentuk-bentuk K tanah sangat dinamik karena kehilangan K oleh serapan tanaman dan pencucian berlangsung terus-menerus. Demikian pula halnya transformasi K dari mineral primer menjadi bentuk dapat dipertukarkan dan larut berjalan terus walaupun dengan kecepatan rendah. Jika laju kehilangan K (serapan hara dan pencucian) lebih cepat daripada suplai K ke dalam sistem K dd dan K l maka tanaman akan mengalami defisiensi. Defisiensi K akan menghambat pertumbuhan tanaman sehingga dapat menurunkan produksi tanaman. Oleh karena itu pengelolaan K sangat penting agar K dalam kondisi selalu tersedia atau dapat diserap langsung oleh tanaman sehingga produksi tanaman optimal dan berkelanjutan. Gambar 2. Keseimbangan dan Siklus K di dalam Tanah (Havlin et al., 1999)

Fungsi K untuk Pertumbuhan Tanaman Kalium adalah kation bervalensi satu dengan radius ion terhidrasi 0.331 nm dan energi hidrasi 314 j mol -1 (Havlin et al., 1999). Pada tanaman kalium banyak ditemukan ada dalam sitoplasma dan memberikan kontribusi utama terhadap potensial osmotik dari sel (Marschner, 1997). Salah satu fungsi yang penting dari K adalah mengaktifkan enzim dimana lebih dari 80% enzim memerlukan K. Aktivasi enzim diduga sebagai fungsi K yang paling penting untuk pertumbuhan tanaman. Enzim ini berlimpah di jaringan meristem pada titik tumbuh tanaman baik yang berada di bagian atas maupun di bagian bawah tanaman dimana pertumbuhan sel sangat cepat dan jaringan primer terbentuk. Dalam sintesis pati, enzim terlibat dalam konversi gula larut menjadi pati yang merupakan tahap penting dalam proses pengisian biji. Kalium juga berperan dalam transfer karbohidrat ke nodul dalam proses sintesis asam amino (Havlin et al., 1999). Dalam kaitannya dengan serapan air, K menstimulir tarikan osmotik (osmotic pull) yang menyebabkan air masuk ke dalam akar tanaman. Tanaman yang mengalami kekahatan K biasanya rentan terhadap stres air karena ketidakmampuannya dalam menggunakan air tersedia secara optimal. Perawatan turgor tanaman sangat penting dalam proses-proses metabolik dan fotosintesis. Pembukaan stomata terjadi bila ada peningkatan tekanan turgor pada sel di sekitar stomata yang dikendalikan oleh influx K. Penurunan fungsi stomata yang disebabkan oleh defisiensi K dapat menyebabkan rendahnya laju fotosintesis dan ketidak efisienan penggunaan air. Kalium juga dapat mengendalikan proses transpirasi tanaman dan serapan air yang mengandung hara dengan mengatur buka-tutup stomata. Pada saat CO 2 terasimilasi ke dalam gula selama fotosintesis, gula tersebut diangkut ke seluruh organ tanaman untuk disimpan atau digunakan untuk pertumbuhan tanaman.

Translokasi gula ini memerlukan energi dari ATP dimana K diperlukan untuk sintesis ATP tersebut. Translokasi gula dari daun menurun drastis akibat tanaman mengalami kekahatan K. Misalnya yang terjadi pada daun tebu, translokasi gula dalam keadaan normal sekitar 2.5 cm/menit tapi laju translokasi menurun menjadi setengahnya bila tanaman defisiensi K. Kekurangan K juga dapat menurunkan retensi tanaman terhadap penyakit-penyakit tertentu, seperti Powdry-mildew pada tanaman gandum, kerusakan pada bantangnya, busuk akar dan Winter killed pada tanaman Alfalfa, dan dapat menurungkan kualitas tanaman buah-buahan dan sayuran. Kesuluruhan pengaruh ini terhadap pertumbuhan dan kualitas tanaman adalah disebabkan oleh gangguan fisiologis di dalam sistem tanaman. Sebagai contoh, kekurangan K dapat mengubah kegiatan enzim invertase, peptase dan katalase pada tanaman tebu. Juga dapat mempergaruhi kegiatan enzim pirufik kinase pada beberapa tanaman (BKS-PTN, 1991). Asam Oksalat Asam oksalat adalah asam organik, yang dicirikan dengan rantai karbon dan gugus CO-OH nya. Asam ini dihasilkan oleh beberapa spesies tanaman, mickroorganism, eksudat akar, dekomposisi bahan organik dan cendawan mikoriza dalam rhizosphere (Cannon et al., 1995). Asam oksalat merupakan suatu senyawa yang termasuk golongan bervalensi dua. Asam oksalat mengkristal dengan dua molekul air (C 2 H 2 O 4. 2H 2 O) dan molekul air tersebut dihilangkan dengan pemanasan pada temperature 100ºC sehingga membentuk asam oksalat anhidrat (Tredwell et al., 1962) Dalam beberapa hal kedua jenis asam oksalat ini mempunyai sifat yang berbeda, misalnya asam oksalat dihidrat lebih mudah larut dalam pelarut polar dibandingkan asam oksalat anhidrat. Asam oksalat berbentuk kristal transparan monoklin, tidak berbau dan rasanya asam, memiliki sifat yang mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi sukar larut dalam eter dan tidak larut dalam benzene (Treadwell et al., 1962) Asam oksalat menghasilkan anion organik yang dapat mengikat ion Ca dari dalam larutan tanah (Luvisol kalsik) untuk membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.

Dengan demikian konsentrasi ion Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang dan diharapkan erapan P oleh tanah akan berkurang (Staunton et al., 1996). Asam oksalat juga berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara kalium terutama di tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 atau mineral yang banyak mengandung K melalui proses pertukaran kation dan difusi. Asam oksalat merupakan bagian penting dan dominan dalam eksudat asam organik yang dikeluarkan oleh akar jagung (Nursyamsi et al., 2008). Senyawa tersebut dapat melepaskan K tidak dapat dipertukaran (K tdd ) menjadi K dapat dipertukaran (K dd ) dan K larut (K l ) pada tanah-tanah yang berbahan induk batu kapur, dimana asam oksalat mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam sitrat (Zhu et al., 1993). Song dan Huang (1998) juga melaporkan bahwa K dd dari struktur mineral yang mengandung K (biotit, muskovit, mikroklin, dan orthoklas) dapat dilepaskan menjadi K tersedia untuk tanaman dengan mengunakan perlakuan asam oksalat. Besi (Fe) Besi diserap dalam bentuk Fe ++ dan mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan pada pembentukan hijau daun. Besi juga merupakan salah satu unsur yang diperlukan pada pembentukan enzim-enzim pernapasan yang mengoksidasikan hidrat arang menjadi gas asam arang dan air. Besi di dalam tanaman kurang mobil, oleh karena itu bila kekurangan besi maka akan segera tampak gejala-gejala pada bagian tanaman yang masih muda. Kation Fe selalu diselimuti oleh molekul air di dalam tanah sehingga dapat berfungsi untuk meningkatkan retensi air. Selain itu kation ini juga memiliki valensi yang tinggi (III) sehingga jerapannya terhadap koloid liat jauh lebih tinggi dibandingkan kation valensi (I) seperti K. Selain dapat meningkatkan ketersedian hara K, Fe juga termasuk unsur hara mikro bagi tanaman. Hara tersebut merupakan bagian dari heme protein yang dikenal sebagai sitokrom dan bagian dari enzym misalnya lipoxygenase yang merupakan

katalis dari peroksidasi linolik. Selain itu Fe juga berperan dalam perkembangan kloroplas dan fotosintesis (Marschner, 1997) Kation Fe dapat melepaskan K terfiksasi dan meningkatkan ketersedian hara K di tanah Alfisol dan Vertisol (Nursyamsi et al., 2008). Proses pertukaran K oleh Fe 3+ juga dapat berlangsung karena berdasarkan deret liotropik, jerapan koloid tanah terhadap Fe 3+ > K + (Tan, 1998). Selain itu, Fe dapat meningkatkan jarak basal smektit Nursyamsi (2008). Kekurangan Fe pada tanaman mengakibatkan daun muda berawrna putih pucat lalu kekuningan, dan akhirnya rontok. Tanaman jagung (Zea mays) Di Indonesia jagung (Zea mays) merupakan makanan pokok yang memegang peranan penting setelah padi, sehingga kebutuhan atau permintaan jagung cukup tinggi (Rukmana, 1993). Selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan, jagung dibutuhkan sebagai bahan baku industri seperti industri pekan ternak, makanan ringan dan lain sebagainya. Permintaan biji jagung di Indonesia akan terus menginkat, sejalan dengan jumblah penduduk dan jenis produk berbahan baku jagung yang terus bertambah. Menurut proyeksi P.T. Monsanto (2002 dalam Suwarto et al., 2005) permintaan jagung pada tahun 2005 sebesar 18.354 juta ton dan pada tahun 2010 sebesar 33.903 juta ton. Jagung termasuk tanaman semusim jenis serealia yang paling banyak mengambil P dari dalam tanah dan sangat responsive terhadap pupuk P (Effendi, 1982). Unsur-unsur hara yang penting untuk tanaman jagung adalah N, P,dan K. Jagung membutuhkan K lebih banyak dibandingkan dengan hara N dan P. Pada fase pembungaan akumulasi hara K bisa mencapai 60-75% dari seluruh kebutuhannya (Sutoro et al., 1988). Semua varietas tanaman jagung mengeluarkan eksudat asam-asam organik, yaitu asam oksalat, sitrat, tartarat, malat, format, dan asetat. Diantara asam organik tersebut ternyata asam oksalat merupakan asam organik paling dominan yang dikeluarkan oleh akar tanaman jagung (Nursyamsi, 2008).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan analisis tanah dan tanaman di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor, sejak bulan Juli sampai February 2009. Bahan penelitian Contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat contoh tanah masing-masing dua Vertisol dari Padas (Ngawi) dan Sidareja (Cilacap); dua Alfisol dari Todanan (Blora) dan Jonggol (Bogor). Penentuan lokasi contoh tanah didasarkan pada pertimbangan status K tanah dan kandungan liat smektit. Benih tanaman jagung yang digunakan adalah varietas Pioneer-21. Asam oksalat dan FeCl 3 yang digunakan untuk percobaan semuanya dalam bentuk teknis. Selain itu digunakan pula pupuk dasar Urea dan SP-36. Metodologi Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor, faktor I adalah perlakuan asam oksalat (0, 500, 1000ppm), faktor II adalah perlakuan Fe ( 0, 50, 100, 150, 200 ppm). Masing- masing perlakuan diulang 3 kali. Dengan demikian terdapat : 3 X 5 X3 = 45 satuan percobaan. Karena menggunakan 4 contoh tanah maka keseluruhan percobaan terdiri dari 4 X 45 = 180 satuan percobaan. Model linier analisis data: γ + ijk = µ + k + τ ( = α i + β j + [ αβ ] ij ) ε ijk

Dimana: γ ijk = Respon factor I ke-i, faktor II ke-j, dan ulangan ke-k µ = Nilai tengah perlakuan k = Kelompok τ = Perlakuan ( α i + β j + [αβ ] ij ) α i = Pengaruh aditif faktor perlakuan asam oksalat ke-i β j = Pengaruh aditif faktor perlakuan kation Fe ke- j (α β) ij = Pengaruh interaksi factor I ke-i dan factor II ke- j ε ijk = Galat perlakuan factor I ke-i, factor II ke- j, dan ulangan ke-k Pelaksanaan percobaan Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0-20cm. Bahan tanah dikering-udarakan, ditumbuk, diayak dengan saringan 2 mm, lalu dimasukkan ke dalam pot sebanyak 2 kg BKM /pot. Percobaan menggunakan pupuk dasar 300 ppm N (Urea), dan 200 ppm P (SP-36). Semua pupuk diberikan dalam bentuk larutan, lalu tanah diaduk hingga homogen. Benih jagung Varietas P-21 ditanam 5 biji/pot dan setelah berumur 1 minggu setelah tanam (MST), tanaman dijarangkan menjadi 2 tanaman/pot. Kadar air dipertahankan sampai kapasitas lapang. Tanaman dipanen pada umur 4 minggu setelah tanam (MST). Pengamatan 1. Tinggi tanaman diukur setiap minggu setelah tanam (MST); diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun yang paling tinggi. 2. Bobot basah dan kering tanaman (yang dikeringkan dalam oven pada suhu 65 o C selama 48 jam) 3. Kadar dan serapan K tanaman. Analisis tanah dan tanaman:

Analisis sifat tanah meleputi: analisis kimia, fisika dan mineralogi tanah. Untuk analisis K tanaman dengan menggunakan metode Pengabuan basah. Analisis Kimia dan Fisika tanah meliputi: ph, C, N, C/N, P, Kation Basa ( Ca, Mg, K, Na), KTK, dan Al. Analisis mineralogi tanah dilakukan dengan metode XRD (X- Ray Diffractometer). Hasil analisis tanah sebelum percobaan disajikan pada Lampiran 3, sedangkan hasil analisis meneralogi tanah disajikan pada Lampiran 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa, semua tanah yang diteliti bertekstur liat. Sifat kimianya menurut kriteria Puslittan (1983), reaksi tanah neutral pada Endoaquert Kromik (Cilacap) dan Endoaquert Tipik (Ngawi) hingga masam pada Hapludalf Tipik (Jonggol) dan alkalin pada Haplustalf Tipik (Blora) (Lampiran 3). Kejenuhan basa (KB) semuanya sangat tinggi, kecuali pada Hapludalf Tipik kejenuan basa tinggi. Kadar K-potensial tanah sedang pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Tipik hingga tinggi pada Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik. Kadar C dan N-organik tanah semuanya rendah, sedangkan kadar P-potensial tanah semuanya tinggi. Kadar Ca dd dan Mg dd tanah termasuk sangat tinggi pada Vertisol (Endoaquert Tipik dan Endoaquert Kromik ) hingga Ca dd tinggi dan Mg dd sedang pada Alfisol (Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik), sedangkan K dd tanah termasuk rendah pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Tipik hingga sedang pada Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah termasuk sangat tinggi pada Endoaquert Tipik, tinggi pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Kromik dan rendah pada Haplustalf Tipik ( Lampiran 3). Analisis semi kualitatif mineral fraksi liat menunjukkan bahwa tanah Vertisol mengandung mineral liat smektit paling banyak, kaolinit sedikit, dan kuarsa sangat sedikit. Tanah Alfisol ada yang mengandung smektit banyak, kaolinit sedang dan kuarsa sedikit (Hapludalf Tipik), serta ada yang mengandung smektit sedang, kaolinit banyak dan kuarsa sedikit (Haplustalf Tipik) (Lampiran 2). Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa tanah Vertisol didominasi oleh mineral liat smektit sedangkan pada tanah Alfisol ada yang didominasi dan yang tidak didominasi oleh smektit dan kaolinit.

Pengaruh Asam Oksalat dan Fe pada Vertisol dan Alfisol terhadap Pertumbuhan Tanaman Pada Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik, perlakuan asam oksalat dan Fe tidak nyata berinteraksi terhadap tinggi tanaman. Namun, pemberian asam oksalat nyata menurunkan tinggi tanaman pada tanaman berumur 4 MST (Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik). Selanjutnya, pemberian perlakuan Fe tidak nyata menaikkan tinggi tanaman pada Hapludalf Tipik, dan nyata menaikkan tinggi tanaman pada Haplustalf Tipik (Tabel 1). Perlakuan Fe nyata meningkatkan tinggi tanaman sebesar 7.38% pada dosis 50 ppm untuk Haplustalf Tipik, namun antara dosis 50 sampai 200 ppm tidak berbeda. Tabel 1. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Hapludalf Tipik dan Haplustalf Tipik Perlakuan Hapludalf Tipik Haplustalf Tipik Asam Oksalat (ppm)..cm 0 73.50a 77.73a 500 22.7b 72.07b 1000 18.64b 66.63c Fe (ppm) 0 37.98a 68.42b 50 39.26a 73.47a 100 39.01a 73.40a 150 38.83a 73.26a 200 36.30a 72.01a CV (%) 15.83 4.32 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing perlakuan dan tanah menunjukkan tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5% Pada Endoaquert Kromik, setiap dosis Fe pada pemberian asam oksalat 500 dan 1000 ppm nyata menurunkan tinggi tanaman, sedangkan antara penambahan 500 ppm dan 1000 ppm tidak berbeda namun ada kecenderungan terjadinya penurunan tinggi tanaman. Selanjutnya, pada dosis tanpa asam oksalat ( 0 ppm), pada penambahan Fe 100 dan 150 ppm nyata meningkatkan tinggi tanaman namun menurun pada dosis 200 ppm Fe. Pada

dosis 500 dan 1000 ppm asam oksalat penambahan dosis Fe tidak berpengaruh nyata namun cenderung menurunkan tinggi tanaman (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh Kombinasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Endoaquert Kromik Perlakuan Asam oksalat (ppm) 0 500 1000 Fe (ppm)...cm... 0 88.62dc 81.67fe 78.55fe 50 90.18bc 84.92dce 82.1dfe 100 97.75a 79.5fe 80.52fe 150 96.33ab 83.22dfe 80.95fe 200 88.72dc 82dfe 76.3f CV (%) = 3.23 Angka yang diiikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Pada Endoaquert Tipik, pada dosis Fe 0, 50, 100, dan 200 ppm pemberian asam oksalat 500 dan 1000 ppm tidak berpengaruh nyata namun cenderung menurunkan tinggi tanaman, sedangkan pada dosis 150 ppm Fe, penambahan asam oksalat 500 ppm nyata menaikkan tinggi tanaman dan tidak berbeda dengan penambahan 1000 ppm tetapi cenderung menurun (Tabel 3). Selanjutnya, pada dosis asam oksalat 0, 500, dan 1000 ppm, penambahan Fe umunya tidak berpengaruh nyata kecuali pada tanpa asam oksalat (0 ppm) penambahan Fe 150 ppm nyata menurunkan tinggi tanaman (Tabel 3)

Tabel 3. Pengaruh kombinasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Tinggi Tanaman pada Endoaquert Tipik Perlakuan Asam oksalat (ppm) 0 500 1000 Fe (ppm).... cm...... 0 78.3ab 75.86ab 73.26ab 50 78.58ab 79.66ab 71.45bc 100 78.11ab 80.75a 73.76ab 150 64.4c 80.41ab 74.36ab 200 59.98cd 77ab 74.53ab CV (%) = 6.01 Angka yang diiikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Seperti halnya tinggi tanaman, pemberian asam oksalat nyata mempengaruhi bobot kering tanaman pada tanaman berumur 4 MST pada Endoaquert Kromik, Endoaquert Tipik dan Haplustalf Tipik. Pemberian asam oksalat sampai 1000 ppm nyata menurunkan bobot kering tanaman pada Endoaquert Kromik dan Haplustalf Tipik, sedangkan pada Endoaquert tipik pemberian 500 ppm asam okslat menaikan bobot kering 10.69% dan menurun kembali pada pemberian 1000 ppm asam oksalat (Tabel 4). Perlakuan Fe nyata meningkatkan bobot kering tanaman pada Endoaquert Tipik sebesar 12.7% pada dosis 50 ppm, sedangkan pada Endoaquert Kromik, walaupun tidak nyata, bobot kering tanaman umumnya cenderung naik pada pemberian dosis 100 ppm Fe, dan pada pemberian dosis 50 ppm Fe untuk Haplustalf Tipik (Tabel 4).

Tabel 4. Aplikasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada Endoaquert Kromik, Endoaquert Tipik dan Haplustalf Tipik Perlakuan Endoaquert Kromik Endoaquert Tipik Asam Oksalat (ppm) g/pot. 0 11.42a 8.23b 7.96a 500 9.58b 9.11a 6.80b 1000 8.38c 8.09b 5.56c Fe (ppm) 0 9.55a 7.81b 6.37a 50 9.99a 8.80a 7.13a 100 10.28a 8.81a 6.93a 150 9.73a 8.57a 6.78a 200 9.41a 8.39ab 6.67a CV (%) 10.26 8.75 13.02 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing perlakuan dan tanah menunjukkan tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5% Pemberian asam oksalat dan Fe nyata berinteraksi dengan meningkatkan bobot kering tanaman pada Hapludalf Tipik. Pada setiap dosis Fe, penambahan asam oksalat 500 dan 1000 ppm nyata menurunkan bobot kering tanaman namun antara dosis 500 dan 1000 ppm tidak berbeda nyata tetapi cenderung menurunkan bobot kering tanaman (Tabel 5). Haplustalf Tipik Tabel 5. Pengaruh kombinasi Asam Oksalat dan Fe terhadap Bobot Kering Tanaman pada Hapludalf Tipik Perlakuan Asam oksalat (ppm) 0 500 1000 Fe (ppm).......g/pot.... 0 4.49ab 0.66d 0.30d 50 4.79a 0.62d 0.31d 100 4.39ab 0.36d 0.44d 150 4.14bc 0.69d 0.34d 200 3.71c 0.47d 0.32d CV (%) = 18.09 Angka yang diiikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

Selanjutnya pada dosis tanpa asam oksalat (0 ppm) penambahan Fe sampai dosis 150 ppm tidak berbeda nyata namun cenderung meningkat, dan nyata menurunkan bobot kering tanaman pada dosis 200 ppm. Pada Dosis asam oksalat 500 dan 1000 ppm, penambahan Fe tidak berbeda nyata (Tabel 5). Naiknya pertumbuhan tanaman dengan mengunakan 500 ppm asam oksalat pada Endoaquert Tipik (Tabel 4), kemungkinan disebabkan sifat kimia tanah (KTK, K dd, Ca dd, dan Mg dd ) ini pada umumnya lebih baik daripada Alfisol (Hapludalf Tipik, Haplustalf Tipik). Endoaquert Tipik juga yang mempunyai jumlah smektit sangat banyak (Lampiran 2) dari pada tanah-tanah yang lain sehingga tanah ini berpotensi untuk mengfiksasi dan mempertukar kation-kation, berarti kapasitas tukar kation tinggi (Lampiran 3) pada tanah tersebut. Tingginya KTK pada Endoaquert Tioik menyebabkan peluang dalam menjerap kation asam oksalat (H + ) lebih besar sehingga efek tingginya H + yang dapat meracuni perakaran kemungkinan dapat ditekan. Endoaquert Tipik yang mempunyai persentase smektit sangat banyak (Lampiran 2) Selain itu ion hydrated H + yang diadsorpsi oleh mineral liat lebih kuat (Marcel, 1996), kemungkinan meningkatkan jarak basal antara unit lapisan dan dapat menggantikan K + menjadi tersedia untuk tanaman (Feigenbaum et al., 1981) melalui proses pertukaran kation dan difusi (Roland Push et al., 2005). Pada Hapludalf Tipik pertumbuhan tanaman (Tabel 1, dan 2), turun sangat drastis pada pemberian 500 ppm asam oksalat. Hal tersebut kemungkinan disebabkan tanah tersebut mempunyai sifat kimia terutama ph tanah masam. Pemberian asam oksalat kemungkinan menyebabkan tanah ini semakin masam sehingga merancuni dan menghambat pertumbuhan tanaman. Meningkatnya pertumbuhan tanaman pada pemberian 50-100 ppm Fe (Tabel 1 dan 4) kemungkinan disebabkan kation Fe memperbesar jarak basal mineral, sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian Nursyamsi (2008), sehingga K yang difiksasi oleh mineral kemungkinan keluar dan menjadi tersedia untuk tanaman. Hal tersebut ditunjang oleh naiknya serapan K pada pemberian Fe (Tabel 9).