BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

BAB V PENUTUP KESIMPULAN. Rangkaian perjalanan sejarah yang panjang terhadap upaya-upaya dan

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

MEMBACA FENOMENA REFERENDUM UNTUK MERDEKA Oleh: Bisariyadi * Naskah Diterima: 5 Oktober 2017, Disetujui: 15 Oktober 2017

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

SENGKETA INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

the Right of Indigenous Peoples, melalui suatu pemungutan suara (roll-call vote),

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

MI STRATEGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. keamanan dan ketentraman manusia dalam suatu negara. Pada tanggal 24

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

Bangsa dan Negara 1.1 Kedudukan Manusia Sebagai Makhluk Individu 1.2 Kedudukan Manusia Sebagai Makhluk Sosial 2.1 Pengertian Bangsa

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

BAB VI PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LATIHAN SOAL-SOAL PEND. KEWARGANEGARAAN (Pilihlah jawaban paling benar)

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.

Konvensi Montevideo 1933

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA YANG BEBAS DAN AKTIF SERTA PENGARUHNYA BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Transkripsi:

99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki penentuan nasib sendiri (right of selfdetermination). Pada umumnya hak untuk menentukan nasib sendiri itu dapat dijelaskan dalam dua arti. Pertama dapat diartikan sebagai hak suatu bangsa dari suatu negara untuk menentukan bentuk pemerintahannya sendiri. Hak demikian sudah diakui dalam Hukum Internasional dan dapat dibaca dalam naskah deklarasi mengenai hak dan kewajiban negara-negara (Declaration on the Rights and Duties of States 1949) yang dibuat oleh Panitia Hukum Internasional pada tahun 1949. Sedangkan arti yang Kedua adalah hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang merdeka. Tetapi hak di sini tidak berhenti hanya pada penyelesaian proses pencapaian kemerdekaan, tetapi juga pengakuan tentang hak mereka untuk memelihara, menjamin dan menyempurnakan kedaulatan hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka sebagai negara yang merdeka. Prinsip penentuan nasib sendiri memungkinkan bagi rakyat di suatu wilayah jajahan dapat menentukan secara bebas status politiknya sendiri. Penentuan nasib sendiri semacam itu dapat menciptakan kemerdekaan, bergabung dengan negara tetangga, persekutuan secara bebas dengan suatu negara merdeka atau status politik lainnya yang diputuskan secara bebas oleh rakyat yang bersangkutan. Penentuan nasib sendiri juga mempunyai peranan dalam hubungannya dengan pembentukan negara, mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan negara, dalam merumuskan kriteria untuk penyelesaian perselisihan dan di bidang kedaulatan yang tetap dari negara terhadap sumber lain. Piagam PBB merupakan dasar dari hak penentuan nasib sendiri. Piagam PBB yang pertama kali memasukkan ketentuan penentuan nasib sendiri ke dalam

100 hukum internasional positif. Dengan dimasukkannya prinsip self determination dalam Pasal 1 ayat (2), maka pembentuk Piagam PBB mengidentifikasikan self determination sebagai salah satu dari tujuan utama, atau raisons d être, dari organisasi PBB. Penentuan nasib sendiri dijalankan dalam konteks untuk menciptakan hubungan baik antar negara-negara dengan mengutakamakan kesamaan hak setiap bangsa di dunia. Piagam PBB dianggap berkontribusi menyumbangkan prinsip bahwa kedamaian dunia adalah tidak mungkin terwujud tanpa self-determination. Pengaturan Piagam PBB ini secara keseluruhan masih belum lengkap dalam hal substansi dari self-determination. Penentuan nasib sendiri dalam Piagam PBB hanya terkesan sebagai sebuah prinsip saja dan bukan merupakan suatu hak yang dimiliki setiap bangsa di dunia. Piagam PBB tidak mengatur bagaimana hak suatu bangsa yang belum merdeka bisa mendapatkan kemerdekaannya. Oleh karena itu mengenai penentuan nasib sendiri diatur lebih lanjut dalam konvensi-konvensi yang lahir berikutnya. Evolusi dari hak penentuan nasib sendiri dalam hukum internasional mencapai puncak dengan diadopsinya hak ini ke dalam Resolusi Majelis Umum PBB nomor 1514 pada 14 Desember 1960 atau yang lebih dikenal dengan judul Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples. Deklarasi ini diposisikan sebagai interpretasi dari Piagam PBB dan pengimplementasian hak penentuan nasib sendiri sebagai dasar perjuangan kemerdekaan suatu bangsa hanya dalam konteks penjajahan atau kolonial bukan untuk upaya separatisme. Pertimbangan bahwa penggunaan hak penentuan nasib sendiri hanya digunakan sebagai dasar perjuangan kemerdekaan untuk bangsa terjajah dan bukan untuk upaya separatisme tersebut dinyatakan dengan bijak dalam pertimbangan deklarasi ini dengan kalimat the necessity of bringing to a speedy and unconditional end colonialism in all its forms and manifestations. Dalam konflik Kosovo, bangsa Kosovo-Albania sudah mengalami penderitaan kemanusiaan yang sangat luar biasa. Dalam segala bidang kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya, bangsa Kosovo-Albania mendapatkan diskriminasi yang berlebihan dan berkepanjangan dari Pemerintah Serbia. Hal inilah yang

101 mendasari penggunaan hak penentuan nasib sendiri secara eksternal oleh bangsa Kosovo-Albania. Alasan pertama dari NATO bahwa operasi militer mereka di Kosovo merupakan pemenuhan mandat dari resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB dapat menimbulkan pedebatan. Bab VII Piagam PBB menegaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum Dewan Keamanan PBB memberikan mandat bagi penggunaan kekuatan bersenjata, yaitu; Pertama, Dewan Keamanan PBB harus memastikan adanya ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan agresi. Kedua, sesuai Pasal 42 Piagam PBB yang mewajibkan Dewan Keamanan PBB untuk memastikan apakah upaya-upaya yang tercantum dalam Pasal 41 Piagam PBB tidak cukup untuk menghentikan ancaman, gangguan atau tindakan agresi yang dihadapi. Syarat pertama telah dipenuhi dengan dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1199 tanggal 23 September 1998 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1203 tanggal 24 Oktober 1998 yang menunjukkan bahwa Dewan Keamanan menyadari dan telah memastikan adanya ancaman terhadap perdamaian dalam konflik Kosovo. Akan tetapi syarat kedua pemberian mandat tidak dapat dipenuhi. Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1199 tanggal 23 September 1998 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1203 tanggal 24 Oktober 1998 merupakan upaya PBB untuk menyelesaikan konflik Kosovo dengan cara-cara diplomatik, bukan dengan kekuatan militer. Oleh karena itu Negara-negara anggota PBB seharusnya tidak boleh menyimpulkan begitu saja resolusi-resolusi dari Dewan Keamanan PBB merupakan izin kewenangan untuk melakukan tindakan kekerasan. Sebagai tambahan dengan tindakan NATO melakukan intervensi militer di Kosovo, maka NATO telah melanggar beberapa hukum internasional, antara lain; Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB yang berisi prinsip pelarangan bagi setiap anggota PBB untuk menggunakan kekuatan senjata melawan keutuhan wilayah dari suatu negara, atau tindalam-tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan PBB;

102 Pelanggaran terhadap pasal 33 ayat 1 Piagam PBB yang menyatakan para pihak yang bertikai pertama kali harus mencari jalan keluar untuk berdamai baik itu melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi atupun jalan damai lain sesuai keinginan mereka; Pelanggaran terhadap pasal 37 ayat 1 Piagam PBB yang menyatakan bahwa jika jalan yang ditempuh dalam pasal 33 Piagam PBB gagal, maka Dewan Keamanan PBB mengambil alih keadaan; Pelanggaran terhadap pasal 39 Piagam PBB yang berisi Dewan Keamanan PBB (bukan NATO, organisasi internasional lain ataupun satu negara) yang menyatakan sebuah ancaman akan mengganggu keamanan dan perdamaian internasional dan akan mengambil langkah yang dianggap perlu; Pelanggaran terhadap pasal 42 Piagam PBB yang menyatakan bahwa Dewan Keamanan PBB adalah badan satu-satunya yang dapat melakukan serangan udara, darat dan laut atas anggota PBB lainnya; Pelanggaran terhadap Pasal 7 NATO Treaty yang merupakan perjanjian pembentukan NATO sendiri menegaskan bahwa negara-negara yang tergabung dalam Aliansi NATO wajib mematuhi ketentuan dalam Piagam PBB dan mengakui kewenangan utama dari Dewan Keamanan PBB dalam menangani masalah-masalah yang menyangkut perdamaian dan keamanan internasional. Pengakuan terhadap kelahiran suatu negara baru dipandang lebih tepat digolongkan sebagai bagian dari politik internasional dan bukan masuk wilayah hukum internasional, karena dalam prakteknya pengakuan itu lebih sering dan lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan politik subjektif dari pihak yang hendak memberikan pengakuan. Hal itu juga dapat dilihat pada kasus lahirnya negara Kosovo ini. Ketika parlemen Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya, sehari kemudian negara-negara yang selama ini satu haluan politik, satu ideologi dengan Kosovo, langsung memberikan pengakuan, dan sebaliknya negara-negara yang selama ini bermusuhan, tidak satu ideologi dan berbeda haluan politiknya menolak memberikan pengakuan. Jika dianut bahwa lahirnya suatu negara hanya merupakan peristiwa fakta poilitis dan bukan peristiwa hukum, meskipun dari pengakuan menimbulkan

103 akibat hukum antara negara yang mengakui dan negara yang diberikan pengakuan, maka akibatnya adalah tidak mungkin suatu negara menolak lahirnya negara baru dengan alasan hukum. Akibat lain adalah lahirnya suatu negara bebas dari pengakuan, dengan kata lain pengakuan tidak ikut campur dalam pembentukan negara. Artinya, eksistensi suatu negara baru yang lahir tidak ditentukan oleh keharusan adanya pemberian atau penolakan pengakuan dari negara lain. Suatu negara atau kelompok negara mengakui atau tidak mengakui suatu negara lain semata-mata didasarkan atas pertimbangan politik dari negara atau kelompok negara bersangkutan. Setelah proklamasi kemerdekaannya, sudah banyak negara yang mendukung dan mengakui kemerdekaan Kosovo. Namun pengakuan tersebut bukanlah suatu syarat atau suatu keharusan bagi kelahiran dan keberadaan Kosovo sebagai negara baru, melainkan hanya memperkuat fakta yang telah ada bahwa Negara Kosovo telah lahir.sejarah membuktikan bahwa salah satu ciri pokok hubungan internasional sesudah tahun 1945 adalah menjamurnya negara-negara baru yang telah membebaskan diri dari kekuasaan kolonial. Akibatnya, sekitar 140 negara baru muncul dalam pergaulan internasional sejak 1945 tersebut dan semuanya menjadi anggota PBB. Diterimanya secara langsung negara-negara yang baru lahir pada waktu itu sebagai anggota PBB menunjukkan bahwa teori konstitutif tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Persyaratan yang diajukan oleh PBB hanya bahwa negara baru tersebut harus cinta damai (peace loving), menerima kewajiban yang ada dalam Piagam PBB, mampu dan bersedia melaksanakan kewajiban dan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan PBB. Persyaratan tersebut bersifat umum, dan tidak pernah menimbulkan permasalahan bagi negara-negara baru. Berdasarkan hal tersebut maka PBB sewajarnya menerima Kosovo sebagai negara baru sekaligus mengukuhkan kelahiran Kosovo sebagai negara. Namun demikian, jika PBB menolak mengakui Kosovo, menurut penulis hal tersebut tidak berpengaruh bagi eksistensi Kosovo sebagai negara baru, mengingat 53 negara yang telah mengakui kemerdekaan Kosovo mayoritas merupakan anggota PBB dan 22 di antaranya merupakan anggota Uni Eropa.

104 5.2. SARAN Dalam kasus kemerdekaan negara Kosovo, negara-negara yang belum dan hendak memberikan pengakuan, termasuk Indonesia, harus berhati-hati dan tidak perlu terburu-buru. Penyelesaian masalah Kosovo yang dipaksakan secara unilateral dengan memberikan kemerdekaan kepada etnis Albania didasarkan pada jumlah etnis yang lebih besar daripada etnis lainnya, kalau tidak disikapi secara berhati-hati dan bijaksana dapat saja memberikan efek bola salju atau darah segar bagi etnis-etnis lain dibelahan dunia manapun yang sedang menghadapi masalah separatisme. Memang ada persoalan pelanggaran HAM di masa lampau, namun solusi diupayakan tidak secara sepihak dan unilateral, melainkan solusi kedua belah pihak dan multilateral (melalui mekanisme PBB). Sehingga dapat dicapai peacefull coexistency (hidup berdampingan secara damai), bukan instabilitas baru khususnya di kawasan Balkan dan dunia pada umumnya.