PENGEMBANGAN MATERIAL BAJA COR TAHAN PANAS SCH 22 DENGAN MODIFIKASI MOLYBDENUM

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KEGAGALAN PADA KASUS LIP REPLACEABLE DAN PENGARUH DEOKSIDASI AL PADA MATERIAL BAJA COR TAHAN PANAS SCH 22

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam

dlbl1 XIV 2015 "Engineering for Creative Industry." Surukurtu. 15 Oktober c '-I E c:: c :z: .c.. c::n c... c:: ::::l c:: ::::l c:: c::

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP POROSITAS GAS PADA BAJA SCH 22

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

ANALISIS PENGARUH FOSFOR PADA MATERIAL BESI COR FC 250 TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM HASIL PENGECORAN CETAKAN PASIR

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

METODOLOGI. Langkah-langkah Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

Ir. Hari Subiyanto, MSc

BAB I PENDAHULUAN. dan dapat dicor dalam cetakan yang rumit dengan mudah. kali memproduksi komponen alat pertanian. Pada tahun 1850 di Inggris

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-20 BAHAN TEKNIK MEKANIKA BAHAN

Gambar 3.1 Blok Diagram Metodologi Penelitian

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA SIFAT MEKANIK PROPELLER KAPAL BERBAHAN DASAR ALUMINIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Cu. Abstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

KARAKTERISASI BAJA SMO 254 & BAJA ST 37 YANG DI-ALUMINIZING

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BESI TUANG NODULAR 50

TUGAS AKHIR PENGARUH ELEKTROPLATING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM PADUAN

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni

Tris Sugiarto 1, Beta Hendrian 2, dan Fian Erfianto 3 1,2,3

BAB I PENDAHULUAN. atau mata bajak dengan menempa tembaga. Kemudian secara kebetulan

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

ANALISIS KEGAGALAN PISTON SEPEDA MOTOR BENSIN 110 cc

PENGARUH HEAT TREATMENT

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

ANALISIS HASIL PENGECORAN MATERIAL KUNINGAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

PENGARUH PROSES QUENCHING DAN TEMPERING

BAB IV DATA DAN ANALISA

ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES NITRIDASI MENGGUNAKAN MEDIA UREA

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR MANGAN PADA PADUAN ALUMINIUM 7wt% SILIKON TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI MATERIAL BALL MILL PADA PROSES PEMBUATAN SEMEN DENGAN METODA PENGUJIAN KEKERASAN, MIKROGRAFI DAN SEM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin

Transkripsi:

PENGEMBANGAN MATERIAL BAJA COR TAHAN PANAS SCH 22 DENGAN MODIFIKASI MOLYBDENUM Achmad Sambas 1, Kushanaldi 2, Ery Hidayat 3 1,2,3 Jurusan Teknik Pengecoran Logam, Politeknik Manufaktur Negeri Bandung Jl. Kanayakan No.21 (dago) Bandung 40135 Telp 022 2500241 Email: sambas.achmad@gmail.com Abstrak Hanger merupakan salah satu komponen habis pakai dengan bahan Baja Cor Tahan Panas Stainless Steel (Heat Resistant Stainless Steel Casting ) SCH 22. Hanger tersebut diaplikasikan pada kondisi temperatur 1100 o C. Masalah yang terjadi pada produk tersebut adalah terjadinya scalling, yang menyebabkan benda dapat mengalami kegagalan fungsi dan habis masa pakainya. Umumnya scalling terjadi akibat material terkena panas yang sangat tinggi, membentuk lapisan oksida besi seperti FeO, Fe 3 O 4, dan lain sebagainya. Dibeberapa literatur menunjukkan bahwa unsur molybdenum dapat ditambahkan pada Baja Tahan Panas hingga 0,5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan molybdenum terhadap sifat Mekanik dan menganalisa fenomena scalling pada struktur mikro Baja Cor Tahan Panas SCH 22.Manfaat yang ingin dicapai adalah diperoleh material dengan paduan yang tepat, yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap panas (scalling). Metode yang akan dilakukan yaitu dengan membuat spesimen berupa sampel uji dengan proses pengecoran logam, kontrol parameter proses metalurgi dengan variasi paduan molybden dari 0,3%, 0,7%, 1,1%. Masing-masing spesimen dipanaskan pada temperatur 1150 o C dan diholding selama 4jam. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap, kekuatan mekanik dan struktur mikro, untuk melihat pengaruh dari modifikasi molybdenum tersebut. Kata kunci: scalling, Heat Resistant, holding, struktur mikro, molybdenum. Pendahuluan Material SCH 22 merupakan kelompok Baja Cor Tahan Panas Stainless Steel (Heat Resistant Stainless Steel Casting ) yang umumnya diaplikasikan pada kondisi temperatur kerja antara 650 hingga 1315 o C. Material tersebut dipilih dikarenakan ketahanan terhadap korosi, stabil pada temperatur tinggi, dan tahan terhadap creep (pemuluran/ retak akibat panas). Aplikasi material tersebut cukup luas pada komponen-komponen tahan panas di industri pengolahan semen, industri pupuk, industri minyak/ gas dan pada industri oven pemanas. Kebutuhan suplai produk yang menggunakan kandungan lokal dari komponen tersebut, mendorong dilakukannya pengembangan material ini dari aspek kualitas dan kuantitasnya. Hanger merupakan salah satu komponen yang diaplikasikan pada kondisi temperatur 1100 o C. Masalah yang terjadi pada produk tersebut adalah terjadinya scalling, sehingga menyebabkan benda dapat mengalami kegagalan fungsi dan atau habis masa pakainya. Perumusan masalah, umumnya scalling terjadi akibat material yang terkena panas tinggi, membentuk lapisan oksida besi seperti FeO, Fe3O4, dan lain sebagainya. Beberapa cara untuk meningkatkan ketahanan oksidasi pada suhu tinggi adalah dengan menambahan 25-30% Cr, <2% Si, <4% Al, Ytrium dan Cerium serta dapat juga dengan cara penambahan Ni. Berdasarkan literatur diberikan rentang pula untuk komposisi lybden pada SCH 22 sampai batas 0,5 %. Pengaruh penambahan unsur lybden pada Baja Cor Tahan Panas SCH 22, sampai sekarang belum pernah diteliti oleh praktisi dan ilmuwan skala nasional. Tujuan dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui pengaruh bahan lybdenum terhadap sifat Mekanik dan menganalisa fenomena scalling pada struktur mikro Baja Cor Tahan Panas SCH 22. Manfaat yang ingin dicapai adalah diperoleh material dengan paduan yang tepat, dapat meningkatkan ketahanan terhadap panas (scalling). M-240

Gambar 1. Scalling pada produk Hanger Metodologi Perancangan proses pengecoran untuk mendapatkan sampel uji melalui pembuatan cetakan, peramuan material SCH 22 dan dilanjutkan dengan proses modifikasi dengan memvariasikan jumlah molybdenum dari 0,3% hingga 1,1%. Skema penuangan cetakan sampel uji dapat dilihat pada gambar 2. 0% 0,3% 0,7% 1,1% Gambar 2. Skema penuangan dengan modifikasi molybdenum Pembuatan sampel uji dengan proses pengecoran logam, dengan tahapan sebagai berikut; pembuatan 4 buah cetakan yang masing masing berisi 3 buah sampel uji berupa Y-blok, kemudian masing-masing cetakan di cor dengan material baja tahan panas SCH 22 dengan jumlah lybdenim yang bervariasi. Proses pemaduan molybdenum (alloying) dan penuangan dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4. Gambar 3. Aloying molybdenum Gambar 4. Penuangan (pengecoran) M-241

Gambar 5. Cetakan yang sudah dicor Gambar 6. Sampel uji Y blok hasil pengecoran Sampel uji Y blok yang sudah beku dan dingin, kemudian dikeluarkan dari dalam cetakan. Proses selanjutnya adalah membersihkan sampel uji Y blok dari pasir yang melekat. Gambar 6 menunjukkan sampel Y blok yang sudah dibersihkan dari pasir yang melekat.. Gambar 7. Preparasi sampel untuk spesimen uji tarik Preparasi sampel uji untuk spesimen uji tarik, dengan cara memotong sampel uji Y blok, kemudian digerinda dengan bentuk silinder. Bentukan silinder tersebut kemudian di bubut sesuai dengan ukuran standard uji tarik. Gambar 7. Menunjukkan proses preparasi sampel untuk spesimen uji tarik. Gambar 8. Preparasi sampel untuk spesimen uji kekerasan Preparasi sampel uji untuk spesimen uji kekerasan, dengan cara memotong sampel uji Y blok, kemudian digerinda dengan bentuk silinder. Bentukan silinder tersebut kemudian di bubut sesuai dengan ukuran standard uji keras. Gambar 8. Menunjukkan proses preparasi sampel untuk spesimen uji kekerasan. Preparasi sampel uji untuk spesimen uji struktur mikro, dengan cara memotong sampel uji Y blok, kemudian digerinda dengan bentuk silinder. Bentukan silinder tersebut kemudian di bubut sesuai dengan ukuran diameter yang dibedakan. Bagian penampang yang akan diamati, digerinda secara bertahap dari mulai ukuran 240 hingga 1000 mesh. Kemudian dipolishing dengan menggunakan serbuk alumina, setelah itu dilakukan peng etsa an. Pemanasan material pada masing-masing sampel dengan temperatur pemanasan 1150 o C, dengan waktu penahanan (holding) selama 4 jam. Proses tersebut dilakukan dengan oven pemanas, untuk mengetahui mekanisme scalling pada material Baja Tahan Panas. M-242

Gambar 9. Pemanasan spesimen Gambar 10. Spesimen hasil pemanasan Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan mikroskop optik dengan perbesaran 100x dan 500x, dan dilakukan pada bagian tengah dan pinggir spesimen. Gambar 11. menunjukkan pengamatan struktur mikro. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui konfigurasi fasa yang terjadi. Proses dimulai dengan pengampelasan spesimen secara bertahap (dari ukuran amplas 120 hingga 1000 mesh). Setelah halus dilakukan polishing, kemudian etsa dilakukan dengan jenis etsa vilella dengan waktu pengetsaan sekitar 18 menit. Gambar 11. Pengamatan Struktur Mikro Hasil dan Pembahasan Hasil karakterisasi komposisi kimia Kandungan karbon yang terjadi sedikit melebihi target dimana target pada standard JIS maksimal 0,45% dan aktual 0,50%. Namun hal itu masih dapat ditoleransi karena masih mendekati dalam standar DIN yang memiliki kandungan karbon maksimal 0,5%. Untuk komposisi unsur kimia seperti Si, Mn, Ni dan Cr, semuanya masuk kedalam standard. Tabel 01. Hasil komposisi kimia pada material SCH 22 hasil pengecoran Standard JIS Hasil pengecoran Komposisi Kimia ( % ) C Si Mn P S Ni Cr 0,35-1.75 1.5 0,04 0,04 19-22 23-27 0,45 0,50 1,1 1,2 0,03 0,00 19,8 25,4 Ke empat sampel uji memiliki komposisi yang sama dengan yang tertera di Tabel 1. Sedangkan diantara ke empat sampel uji tersebut yang membedakan adalah kandungan molybdenumnya, akibat dari modifikasi lybdenum yang sengaja ditambahkan. Hasil komposisi dari modifikasi molybdenum ditunjukkan pada Tabel 2. M-243

Tensile Strength (N.mm2) Simposium Nasional RAPI XIV - 2015 FT UMS ISSN 1412-9612 Tabel 02. Hasil komposisi lybdenum pada masing masing sampel uji Sampel uji I II III IV Target % 0 0,3 0,7 1,1 lybdenum % lybdenum aktual 0 0,15 0,5 0,7 Terllihat bahwa hasil aktual tidak sesuai dengan target dengan degradasi yang tidak sesuai terhadap penambahan nya, hal ini dianalisakan selain karena perhitungan volume ladel yang kurang tepat, juga dikarenakan tidak terlarutnya secara merata pada proses pengadukan cairan di ladel, yang menyebabkan cairan tidak homogen. Namun data tersebut masih bisa digunakan, karena kandungan cenderung meningkat. Hasil karakterisasi pengujian mekanik Proses pengujian tarik dilakukan berdasarkan standar JIS Z 2201. Gambar 12. menunjukkan kurva hasil pengujian tarik. Diperoleh nilai tensile strength sekitar 400 sd 500 N/mm2. Angka tersebut masuk ke angka standard kekuatan tarik untuk material SCH 22 sebesar 440 sd 640 N/mm2. Kuat tarik tertinggi berada pada jumlah molybdenum sebesar 0.5% dan terendah berada pada jumlah molybdenum sebesar 0%. Dari kurva diatas menunjukkan bahwa pengaruh molybdenum meningkatkan kekuatan tarik namun tidak terlalu signifikan. 600 500 400 300 200 100 0 Kurva Hasil Uji Tarik 0 0.15 0.5 0.7 % lybdenum Gambar 12. Kurva uji tarik Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan metode kekerasan Rockwell dengan nilai kekerasan HRB, indenter yang dgunakan menggunakan bola dengan diameter 1/16 inci untuk Rockwell B. Pengujian kekerasan dilakukan pada empat sampel uji yaitu berdasarkan variasi molybdenum 0.15% hingga 0.7%,. Nilai kekerasan yang dihasilkan rata rata sekitar 92 HRB. tidak berbeda jauh antara yang satu dengan yang lainya. Hasil pengujian kekerasan ini semakin memperkuat bukti bahwa, pembubuhan unsur molybdenum ke dalam material SCH 22 tidak berpengaruh terhadap sifat kekerasan. Hasil karakterisasi pengujian struktur mikro Hasil pengamatan struktur mikro hasil pemanasan pada temperatur 1150 o C dengan penahanan (holding) selama 4 jam, ditunjukkan pada gambar 13, 14, 15 dan 16. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran 100x, dilakukan pada bagian sisi atau pinggir benda. Gambar 13. Menunjukkan struktur mikro baja stainless SCH22 tanpa modifikasi molybdenum, setelah mengalami pemanasan pada temperatur 1150 o C selama 4 jam didalam oven pemanas. Terdapat degradasi pada batas butir hingga sedalam 2mm dari permukaan. Scalling yang terjadi dimulai dari batas butir yang berupa karbida yang berada disekitar fasa austenit M-244

Gambar 13. Struktur mikro SCH 22 setelah dipanaskan 1150 o C, tanpa modifikasi Gambar 14. Struktur mikro SCH 22 setelah dipanaskan 1150 o C dengan modifikasi 0,15% Gambar 15. Struktur mikro SCH 22 setelah dipanaskan 1150 o C dengan modifikasi 0,5% Gambar 16. Struktur mikro SCH 22 setelah dipanaskan 1150 o C dengan modifikasi 0,7% Gambar 15. Menunjukkan struktur mikro baja stainless SCH22 dengan modifikasi 0,5% molybdenum setelah mengalami pemanasan pada temperatur 1150 o C selama 4 jam didalam oven pemanas. Terdapat degradasi pada batas butir hingga sedalam kira-kira 200 m dari permukaan. Dengan adanya unsur molybdenum tersebut, daerah yang terkena degradasi semakin berkurang. Gambar 16. Menunjukkan struktur mikro baja stainless SCH22 dengan modifikasi 0,7% molybdenum setelah mengalami pemanasan pada temperatur 1150 o C selama 4 jam didalam oven pemanas. Terdapat degradasi pada batas butir hingga sedalam kira-kira 50 m dari permukaan. Daerah yang terkena degradasi semakin menipis. Gambar 17. Struktur mikro SCH 22 setelah dipanaskan 1150 o C tanpa modifikasi, perbesaran 500x Gambar 18. Struktur mikro SCH 22 setelah dipanaskan 1150 o C dengan modifikasi 0,7%, perbesaran 500x M-245

Gambar 17 dan gambar 18 membandingkan struktur mikro SCH 22 yang tanpa modifikasi molybdenum dengan struktur mikro SCH 22 modifikasi 0,7% molybdenum, dengan perbesaran 500x. Sehingga tampak lebih jelas morfologis batas butir yang terkena degradasi (scalling). Dari keempat gambar struktur mikro, semakin tinggi prosentasi molybdenum hingga 0,7%, degradasi akibat oksidasi (scalling) pada batas butir karbida semakin menipis. Menunjukkan bahwa unsur molybdenum dapat memperkuat ikatan pada batas butir karbida, sehingga meningkatkan ketahanan panas pada daerah tersebut. Kesimpulan Penambahan unsur molybdenum hingga 0,5% dapat meningkatkan kekuatan tarik, namun tidak begitu signikan. Namun penambahan unsur molybdenum hingga 0,7% tidak berpengaruh terhadap nilai kekerasan. Penambahan unsur molybdenum hingga 0,7% dapat mengurangi degradasi akibat korosi (scalling) pada baja stainless steel SCH22 yang dipanaskan pada temperatur 1150 o C selama 4 jam. Daftar Pustaka Aziz Abdul, Bambang Suharno., (2007), Karakterisasi Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro Baja Cor Tahan Panas HK 40 Berbahan Baku Ferro Nikel Lokal, Seminar Nasional Metalurgi dan Material (SENAMM) 1 2007 Universitas Indonesia. Beeley, P., (2001). Foundry Technology, Butterworth Heineman, Oxford. Davis, J.R., (1997); ASM Speciality Handbook: Heat Resistant Material ASM Handbook. Dwi Mulyo, Agung., (2014), Pengaruh Deoksidasi Aluminium Terhadap Porositas Gas Pada Baja Sch 22 Tugas Akhir Politeknik Manufaktur Bandung. Heine Richard W., (1967), Principles of Metal Casting, Mc Graw Hills. International Seminar on Applications of lybden In Steel. June, 2010, Beijing Friendship Hotel. JIS., (1992)., Ferrous Material and Metalurgi, Tokyo: JIS International. Muhamad Daud Pinem., (2005) Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 (1) pp. 301 306. Rolf Roller., (1986), Grund-Und Fachkenntnisse Giessereitechnischer Berufe, Verlag Handwerk und Technik. Sambas, Achmad., (2014), Analisa Kegagalan Dan Pengembangan Material Baja Cor Tahan Panas Sch 22 Pada Kasus Lip Replaceable, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM. https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2012/06/30/pemilihan-material-tahan-panas. 30 juli 2015. M-246