II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010),

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

I. PENDAHULUAN. tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif mengungkapkan gagasan dan ide-ide secara individual maupun kelompok.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. konstruktivis (constructivist theorist of learning). Konstruktivisme merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

I. PENDAHULUAN. artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang. segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan pembelajaran seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Paham konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB II PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PERSEGI PANJANG

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif dalam upaya mengembangkan

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam pendidikan di sekolah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terusmenerus sepanjang hayatnya. Teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yg sudah ada (asimilasi) dan menyesuaikan diri dengan infomasi yg baru (akomodasi). Menurut Jean Piaget dalam Bell (1994), belajar adalah: Interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan. Artinya, pengetahuan itu suatu proses, bukannya suatu barang. Karena itu untuk memahami pengetahuan orang dituntut untuk mengenali dan menjelaskan berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam proses pembelajaran Jean Piaget dalam Bell (1994), menyarankan: Penggunaan metode aktif yang menghendaki siswa menemukan kembali atau merekonstruksi kebenaran-kebenaran yang harus dipelajarinya. Tetapi, siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja menggunakan alat dan caranya sendiri. Alih-alih guru berperan mengatur dan menciptakan situasi yang menyajikan masalah yang berguna. Guru juga harus membuat siswa memikirkan kembali simpulan atau keputusannya yang sering diambil tergesa-gesa.

8 Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terusmenerus sepanjang hayatnya. Kognitif merupakan pusat penggerak berbagai kegiatan kita, seperti mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Vygotsky berpendapat seperti piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungus-fungsi elementer memori, atensi, persepsi dan stimulusrespon, faktor social sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan. Teori Vygotsky ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vigotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugastugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development,yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan kerja sama antar-individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih

9 tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit dan realistiks dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut. (Nur & Wikandari. 2000) B. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) "konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan: 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membanding-kan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan-nya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengeta-huannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui suka dan tidak suka inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben-

10 tukan pengetahuannya. Menurut Trianto (2007): Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pengetahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru ber-maksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya. Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar; (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa; (6) guru adalah fasilitator. Secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru. C. Problem Solving Salah satu pembelajaran kontruktivisme adalah pembelajaran problem solving. Pembelajaran problem solving adalah pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Problem solving adalah suatu langkah pembelajaran

11 yang dilaksanakan dengan cara siswa mencari kebenaran pengetahuan dan informasi tentang konsep, hukum, prinsip, kaidah, dan sejenisnya, mengadakan percobaan, bertanya secara tepat serta mencari jawaban masalah berdasarkan pemahaman konsep, prinsip dan kaidah yang telah dipelajari. Hamalik (1994) mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ketahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut. Pemecahan masalah didefinisikan oleh G. Polya (1973) sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan secara cepat dicapai. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi. Jenis belajar ini merupakan suatu prosespsikologis yang melibatkan tidak hanya sekedar aplikasi dalil-dalil atau hukum-hukum atau teorema-teorema yang dipelajari, melainkan juga harus didasarkan atas struktur kognitif siswa agar masalah yang bermakna dapat dipecahkan. Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip,

12 teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu. (Hidayati, 2006) Langkah-langkah problem solving menurut Depdiknas (2008) dalam Nessinta (2010) sebagai berikut : a. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain. c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas. d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode metode seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain. e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi. Nasution (2006) menyatakan, : memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi yang berlainan. Dalam memecahkan masalah sering harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala langkah perlu ia berpikir. Menurut Nasution (2006) mempelajari aturan perlu terutama untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam pemecahan masalah prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan

13 pelajaran baru. Newell dan Simon (Docktor, 2006) menyatakan bahwa setiap orang dihadapkan dengan masalah. Saat dia ingin mengetahui sesuatu dan tidak mengetahui dengan segera bagaimana urutan tindakan yang harus dia ambil, maka pada saat itulah orang tersebut memiliki masalah. Pemecahan masalah bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks daripada yang diduga. Pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi berdasrkan informasi yang dikumpulkan dan diolah. Untuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari hubungan, pola, atau pilihan baru. Ada pula proses pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Karl Albrecht yang terdiri dari enam langkah yang dapat digolongkan dalam dua fase utama yang disebutkannya (1) fase perluasan atau ekspansi yang pada pokoknya bersifat divergen dan (2) fase penyelesaian yang bersifat konvergen. 1. Kelebihan model pembelajaran problem solving a. Pembelajaran ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

14 2. Kekurangan model pembelajaran problem solving a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain c. mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa. D. Penguasaan Konsep Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah: Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak. Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berpikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal. Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada

15 hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak meakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. E. Kerangka Pemikiran Salah satu model pembelajaran sesuai untuk pembelajaran kimia adalah strategi problem solving. Problem solving merupakan pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu dalam pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Problem solving memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran dimulai dengan adanya pemberian masalah. Biasanya masalah yang diberikan memiliki konteks dengan dunia nyata, siswa secara berkelompok kecil aktif mengidentifikasi yang ada, mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dan kemudian mencari solusi dari masalah tersebut, sedangkan guru lebih banyak memfasilitasi saja.

16 Materi kesetimbangan kimia merupakan salah satu materi pelajaran kimia yang berkaitan langsung dengan pengetahuan alam yang sering dijumpai di lingkungan sekitar. Materi ini merupakan materi yang menyajikan fakta-fakta tentang peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran problem solving, siswa diajak untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan kesetimbangan kimia dan juga menuntun siswa untuk menemukan konsep secara sistematis, sehingga pemahaman siswa terhadap materi kesetimbangan kimia akan lebih mendalam dan siswa dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemikiran tersebut, pembelajaran problem solving akan efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep kesetimbangan kimia siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Bandar Lampung. F. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan penguasaan konsep materi kesetimbangan kimia siswa kelas XI SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 pada kedua kelas diusahakan sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan. 2. Perbedaan penguasaan konsep kesetimbangan kimia pada kelas kontrol dan kelas eksperimen semata-mata karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.

17 G. Hipotesis Umum Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis umum dengan perumusan sebagai berikut: Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep kesetimbangan kmia siswa kelas XI SMA Negeri 7 Bandar Lampung