BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Laut memiliki peranan penting baik itu dalam sudut pandang politik,

Analisis Isi Media Judul: MCA No.55 Illegal Fishing Perairan Natuna Periode: 01/01/1970 Tanggal terbit: 22/03/2016

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

Demi Kedaulatan, Kita Harus Tegas

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENJAGA INTEGRASI WILAYAH PERAIRAN PULAU NATUNA DARI INDONESIAN GOVERNMENT S EFFORTS IN DEFENDING THE

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

Menyingkap Misteri Laut Tiongkok Selatan I Made Andi Arsana

Hukum Laut Indonesia

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB III DINAMIKA PEREBUTAN PENGARUH DI PERAIRAN NATUNA. Landasan hukum tentang peraturan perbatasan laut tiap-tiap negara yang

BAB II KETENTUAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DAN LANDAS KONTINEN, ILLEGAL FISHING, DAN LINTAS PELAYARAN KAPAL PERANG DALAM HUKUM LAUT INTERNASIONAL

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

UPAYA TIMOR LESTE DALAMMENYELESAIKAN BATAS WILAYAH LAUT DENGAN AUSTRALIA RESUME SKRIPSI

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D.

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

I PENDAHULUAN. Hukum Internasional mengatur tentang syarat-syarat negara sebagai pribadi

PENYELESAIAN PERMASALAHAN BATAS WILAYAH ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI PERAIRAN SELAT MALAKA DITINJAU DARI UNCLOS 1982

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

KEBIJAKAN CHINA MENGHALANGI PROSES PENANGKAPAN PELAKU ILLEGAL FISHING OLEH INDONESIA DI PERAIRAN NATUNA

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

BAB III PENUTUP. dipertahankan sekarang ini, misalnya saja prinsip non intervensi yang. negara yang melanggar aturan.

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA. Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga

Kompleksitas Sengketa Celah Timor

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 10

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari pulau 1, Indonesia

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

SISTEMATIKA PEMAPARAN

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING MELAKUKAN LINTAS DI ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

JURNAL ILMIAH. Diajukan oleh : Raden Florentinus Bagus Adhi Pradana NPM : Program Kekhususan : Hukum Internasional

Penenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III JALUR ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) dapat segera membuka jalur ALKI Timur Barat, atau jalur ALKI IV.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Laut yang pada masa lampau didasari oleh kebiasaan dan hukum

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

PENETAPAN ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA BERDASARKAN REKOMENDASI IMO TAHUN 1998

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh negara pantai maupun negara tidak berpantai telah ditentukan oleh konvensi internasional yakni UNCLOS III (United Nation Convention the Law of the Sea) 1982. Setiap negara yang telah meratifikasi konvensi ini telah menyepakati bahwa UNCLOS merupakan landasan hukum yang digunakan untuk menetapkan batasan laut beserta hak dan kewajiban di dalamnya dan setiap negara yang telah meratifikasi tersebut harus mematuhi segala ketentuan yang ada dalam UNCLOS 1982. China dan Indonesia merupakan salah dua dari banyak negara yang telah meratifikasi UNCLOS 1982, yang berartikan bahwa kedua negara tersebut tentu telah mengetahui segala aturan yang ada dalam UNCLOS 1982 dan tentu pula mereka bersedia dan harus mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan dalam UNCLOS. Namun konflik yang berlangsung di laut Natuna antara China dan Indonesia telah menunjukkan adanya pelanggaran atas ketentuan UNCLOS 1982. Konflik di Natuna diduga merupakan pelebaran atau dampak dari konflik yang telah ada sebelumnya yakni konflik Laut China Selatan yang berlangsung anatara China dan beberapa negara di sekitar kawasan Laut China Selatan. Batas wilayah Indonesia dibagian paling utara yaitu perairan Natuna berada dekat atau 81

berbatasan dengan kawasan konflik Laut China Selatan. kawasan yang diklaim China di Laut China Selatan tumpang tindih dengan batas perairan Indonesia di perairan Natuna. Pengamanan yang dilakukan oleh kapal patroli Indonesia terhadap kapal nelayan berbendera China yang telah melakukan penangkapan ikan di kawasan yang masih merupakan kawasan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia sehingga oleh pihak Indonesia dikatakan telah melakukan tindakan illegal fishing memicu protes dari pihak China. Kapal penjaga laut China atau China Coast Guard melalukan penyelamatan terhadap nelayannya dengan menghalangi proses penangkapan dimana CCG menabrakkan kapal nelayan yang dikawal hendak dijadikan sebagai barang bukti menjadi hancur dan tidak dapat ditarik ke daratan. Meski China menyatakan bahwa lokasi penangkapan ikan oleh nelayannya dilakukan diwilayah China atau yang mereka sebut masih berada dikawasan nine-dash line (peta yang dikelarkan dan diresmikan sendiri oleh China), namun luas dan ukuran ZEE Indonesia sendiri telah sesuai dan diakui oleh UNCLOS 1982. Berdasar pada ketentuan UNCLOS 1982, keberadaan nine-dash line tidak diakui oleh UNCLOS 1982. Sehingga Indonesia selaku negara pantai berhak untuk memberlakukan tindakan hukum terhadap nelayan China yang telah melakukan tindakan penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing). Sementara pihak China haruslah membantu proses berjalannya pengamanan. Namun yang terjadi adalah tindakan sebaliknya yang dapat dikatakan telah melanggar hukum UNCLOS 1982. 82

Penulis dengan menggunakan teori geopolitik dan konsep gunboat diplomacy menyimpulkan bahwa tindakan China yang menghalangi proses penangkapan pelaku illegal fishing oleh Indonesia di perairan Natuna sementara tindakan tersebut jelas bertentangan dengan hukum UNCLOS 1982 disebabkan karena adanya kemungkinan China memiliki kepentingan geopolitik di laut Natuna. Kepentingan geopolitik tersebut dapat dilihat dari 3 komponen yang diantaranya adalah wilayah, sumber daya alam, dan power. Komponen wilayah atau faktor geografis menjadi dasar politik dalam pengambilan keputusan yang didalamnya meliputi luas dan batas wilayah antar negara. Jarak atau kedekatan wilayah menjadi pengaruh besar terhadap persepsi ancaman terhadap negara lain. Jarak antara laut Natuna dengan Laut China Selatan yang hampir seluruh wilayahnya diklaim China sangatlah dekat hingga dapat dikatakan berbatasan langsung menyebabkan China menjadikan sebagian wilayah di perairan Natuna masuk kedalam wilayah Laut China Selatan yang digambarkan dalam peta nine-dash line milik China. Keberadaan nine-dash line yang diciptakan sendiri oleh China menunjukkan dan menyebabkan terjadinya tumpang tindih wilayah Natuna dan Laut China Selatan. Komponen sumber daya alam atau energi mempengaruhi pula kebijakan luar negeri suatu negara. Sumber daya alam sangat dibutuhkan untuk memenuhi segala kebutuhan energi penduduknya. Tidak terpenuhinya kebutuhan negara atau penduduk akan menciptakan dorongan untuk mengeksplorasi kawasan yang memiliki potensi cadangan energi. Begitupun yang terjadi dalam konflik di Natuna. Terdapat kepentingan realis untuk memperoleh kandungan energi yang 83

ada di kawasan tersebut. China tidak memiliki jumlah produksi energi yang banyak dan mencukupi guna memenuhi kebutuhan energi penduduknya yang merupakan jumlah penduduk terbesar didunia. Sehingga atas dasar keharusan untuk memenuhi kebutuhan yang kurang tersebutlah yang kemungkinan mendorong China untuk berkeinginan mengeksplorasi potensi cadangan energi di perairan Natuna. Komponen power berkaitan dengan kekuatan maritime guna mempertahankan klaim. Kekuatan maritime akan memberikan tekanan kepada pihak lawan terlebih bila terus dilakukannya modernisasi kekuatan militer. Kekuatan militer dapat juga digunakan debagai instrument diplomasi guna mencapai kemenangan atau kesepakatan atsa sebuah sengketa. China memiliki kekuatan maritime yang hampir setara dengan kekuatan militer Amerika yang diketahui sebagai pemilik militer terkuat di dunia. Sehingga dalam kasus di perairan Natuna ini, apabila kekuatan China disandingkan dengan kekuatan militer Indonesia tentunya kukatan militer Indonesia jauh berada di bawah China dikarenakan jumlah persenjataan atau alutsista Indonesia kalah dengan jumlah alutsista militer China. Dilihat dari ketiga komponen tersebut dapat disimpulkan bahwa China memang memiliki kepentingan geopolitik di perairan Natuna. Hal tersebut juga dapat dilihat dari keberadaan kapal nelayan China di perairan Natuna yang dapat digolongkan pada tindakan penempatan kapal nelayan sebagai bentuk klaim atas suatu wilayah. Dan kejadian penangkapan nelayan China tersebut tentunya akan 84

memberikan ancaman terhadap kepentingan yang dimiliki dan yang berusaha ditutupi China. Selain itu, China memiliki karakter diplomasi yang dapat digolongkan dalam karakteristik diplomasi perompak yakni pencapaian kepentingan politik dengan melakukan aksi kejahatan di laut dan bertindak layaknya seorang perompak. Karenanya China tidak takut akan setiap tindakannya yang melakukan palanggaran hukum. Terlebih dikarenakan China negara maju yang memiliki peran penting dan kedudukan dalam politik internasional sehingga terlihat konvensi PBB sekalipun tidak banyak memberikan sanksi tegas terhadap China. 85