BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perineum merupakan bagian penting pada saat proses persalinan yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan pada saat proses persalinan secara alami. Selain itu, perineum juga berfungsi sebagai pengontrol aktivitas buang air besar (BAB), buang air kecil (BAK) dan aktivitas seksual bagi ibu pasca melahirkan. Robekan atau ruptur yang terjadi pada saat proses persalinan disinyalir dapat mengakibatkan gangguan fungsi dasar otot panggul yang dapat mempengaruhi aktivas kontrol BAB, BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan. 1 Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. 2 Perlukaan sulit dihindari khususnya pada pertolongan primipara karena besarnya kepala bayi dan berat badan bayi yang melalui jalan lahir. 4 Ruptur yang terjadi mulai dari yang ringan sampai dengan luka yang berat yang dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. 3 Perdarahan menyumbang peran sebagai trias klasik penyebab kematian ibu, namun Wiknjosastro menyebutkan bahwa kematian ibu yang disebabkan karena robekan jalan lahir hanya 4-5%, sangat jauh bila dibandingkan dengan penyebab kematian ibu yang disebabkan karena atonia uteri yaitu 50-60%. 1 Namun, ruptur perineum terjadi pada hampir semua proses persalinan pertama, tidak jarang juga terjadi pada persalinan 1
2 berikutnya. 3 Rofiasari (2009) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa insidensi ruptur perineum derajat I pada persalinan normal primipara sebanyak 32,7%. Insidensi ruptur perineum derajat II sebanyak 60,2% dan derajat III sebanyak 7,1 %. 5 Ruptur perineum dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor penolong persalinan. Faktor ibu meliputi partus presipitatus, ibu primipara, pasien tidak mampu berhenti mengejan, edema dan kerapuhan perineum, varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum, arkus pubis yang sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior. 3 Pada primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan faktor risikonya adalah kelenturan perineum. Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan risiko terhadap janin. 2 Perineum yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi tidak dapat menahan tegangan yang kuat sehingga robek pada pinggir depannya. Lukaluka biasanya ringan tetapi kadang-kadang juga terjadi luka yang luas dan berbahaya. 6 Faktor janin salah satu penyebabnya adalah berat badan bayi lahir, posisi kepala yang abnormal, ekstraksi forceps yang sukar, distosia bahu, dan anomaly congenital seperti hydrocephalus. 3 Bayi baru lahir yang terlalu besar akan meningkatkan risiko kemungkinan terjadi distosia bahu, bayi akan lahir dengan gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu, atau
3 saraf. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar sehingga sulit melewati panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin. 7 Pada bayi dengan berat badan lahir cukup besar, ruptur spontan pada perineum dapat terjadi pada saat kepala dan bahu dilahirkan. Pada saat melewati jalan lahir, berat badan bayi berpengaruh terhadap besarnya penekanan terhadap otot-otot yang berada di sekitar perineum sehingga perineum menonjol dan meregang sampai kepala dan seluruh bagian tubuh bayi lahir. Semakin besar tekanan pada perineum, semakin besar pula risiko terjadinya ruptur perineum. 3 Faktor penolong diantaranya adalah pimpinan persalinan yang salah, cara menahan perineum dan cara berkomunikasi penolong dengan ibu bersalin dapat mempengaruhi terjadinya ruptur perineum. 2 Dahulu, hampir semua proses persalinan dilakukan episiotomi. Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perineum totalis. Dahulu episiotomi dianjurkan untuk mengurangi ruptur yang berlebihan pada perineum agar memudahkan dalam penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi, namun hal itu tidak didukung oleh bukti ilmiah yang cukup. Episiotomi boleh dilakukan bila ada indikasi tertentu. 4 Indikasi dilakukan episiotomi diantaranya indikasi janin seperti distosia bahu dan persalinan bokong, operasi ekstraksi vakum atau forsep, dan posisi oksiput posterior. 3 Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena jumlah darah yang hilang meningkat dan resiko terjadinya hematom. Kejadian laserasi derajat
4 tiga dan empat lebih banyak terjadi pada episiotomi rutin daripada tanpa episiotomi. Episiotomi akan meningkatkan nyeri pasca persalinan di daerah perineum dan meningkatkan risiko infeksi bila pencegahan infeksi diabaikan. 4 Risiko komplikasi yang dapat terjadi karena ruptur perineum adalah perdarahan hebat yang dapat menyebabkan ibu menjadi tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun, bahkan anemia. 2 Komplikasi lain yang mungkin dapat terjadi akibat ruptur perineum adalah fistula, hematoma, dan infeksi. 8 Pada saat proses kehamilan ibu, sudah dapat dilakukan deteksi dini ruptur perineum untuk mengukur taksiran berat janin, sehingga bidan memiliki langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya ruptur perineum yang disebabkan karena berat bayi lahir. Perineum merupakan bagian yang memiliki peranan penting dalam proses persalinan, selain itu perineum juga merupakan bagian yang sangat diperlukan untuk mengontrol proses buang air besar dan buang air kecil serta aktivitas seksual yang sehat bagi ibu pasca melahirkan. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan ruptur perineum sangat penting dilakukan untuk mengembalikan fungsi perineum pada ibu bersalin. 1 Berdasarkan hasil data studi pendahuluan, dalam satu tahun terakhir yakni Januari-Desember 2014, di Rumah Bersalin Rachma Annisa terdapat 69 pasien primipara dengan persalinan normal. Angka kejadian ruptur perineum cukup tinggi, yaitu 36 orang (52,17%) dari 69 persalinan normal pada primipara. Lima puluh satu ibu melahirkan bayi dengan berat badan >2500 gram, yang mengalami ruptur berjumlah 31 orang, sedangkan dari 18 orang
5 2500 gram yang mengalami ruptur sebanyak 5 orang. B. Rumusan Masalah Banyaknya potensi permasalahan akibat ruptur perineum dan fokus asuhan persalinan normal saat ini adalah persalinan bersih dan aman serta mencegah terjadinya komplikasi, maka penulis ingin membahas dari sisi berat badan janin sebagai salah satu faktor risiko terjadinya ruptur perineum. Dari rumusan masalah tersebut muncul pertanyaan peneliti Apakah ada hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum persalinan normal pada pasien primipara?. C. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum persalinan normal pada primipara. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan langkah antisipasi bagi bidan untuk mencegah terjadinya ruptur perineum dengan memperhatikan taksiran berat janin dan dapat menilai secara cermat untuk mengambil keputusan tindakan yang tepat.
6 E. Keaslian Penelitian 1. Enggar, (2010) dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul Hubungan Antara Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di Rumah Bersalin Harapan Bunda Surakarta. Penelitiannya merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan antara berat badan bayi baru lahir dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal. Perbedaan pokok penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian tersebut adalah subjek, waktu, dan tempat penelitian. 9 2. Rofiasari, (2009) dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul Hubungan Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Derajat Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Surakarta. Penelitiannya merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Uji statistik yang digunakan adalah tekhnik korelasi Kendall Tau. Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan bermakna antara berat badan bayi baru lahir dengan rupture perineum. Perbedaan pokok penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian tersebut adalah subjek, waktu, tempat penelitian dan uji statistik. 5 3. Shofiyani, (2013) dalam karya tulisnya yang berjudul Hubungan Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Ruptur Perineum Spontan pada Penatalaksanaan Kala II Persalinan Normal di Bidan Praktik Swasta Patricia Sitilah Kamajaya Surodikraman Ponorogo. Penelitiannya
7 merupakan penelitian penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Uji statistik yang digunakan adalah uji Spearman s Rho. Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan berat badan bayi baru lahir dengan rupture perineum spontan pada penatalaksanaan kala II persalinan normal. Perbedaan pokok penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian tersebut adalah subjek, waktu, tempat penelitian dan uji statistik. 10