BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 24 PEMBANGUNAN PERDESAAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

KEBIJAKAN & STRATEGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BIDANG KOMINFO TAHUN

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB 24 PEMBANGUNAN PERDESAAN

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: Lintas Bidang Penanggulangan Kemiskinan II.1.M.B-1. (dalam miliar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Isu Strategis Kota Surakarta

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

WALIKOTA WAKIL WALIKOTA ASISTEN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN BAGIAN ADMINISTRASI PEREKONOMIAN BAGIAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah

BAPPEDA Planning for a better Babel

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS-DINAS DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN KABUPATEN BANTUL

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pendahuluan. Rakornas Bidang Pangan Kadin 2008

Perspektif Kemendes No. 3 Tahun 2015

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Anggaran (Sebelum Perubahan) , , ,00 98, , ,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

DAFTAR ISI PENGANTAR

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Rencana kerja Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Sumbawa Tahun 2017 disusun sebagai bahan acuan penyelenggaraan program dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2012

Transkripsi:

BAB 25 PEMBANGUNAN PERDESAAN Kawasan perdesaan adalah kawasan yang memiliki fungsi sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi utama di kawasan perdesaan adalah pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam. Hal itu antara lain, tercermin dari data ketenagakerjaan yang menunjukkan bahwa dari seluruh tenaga kerja yang bekerja di perdesaan pada Agustus 2006 (57,1 juta orang atau 59,8 persen dari total tenaga kerja nasional), sebanyak 35,9 juta (62,9 persen) di antaranya bekerja di sektor pertanian. Selain itu, kawasan perdesaan pada umumnya masih tetap dicirikan oleh masih tingginya jumlah penduduk miskin, terbatasnya alternatif lapangan kerja, dan rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja perdesaan. Kondisi itu tidak terlepas dari adanya kendala, seperti rendahnya tingkat penguasaan lahan pertanian oleh rumah tangga petani dan tingginya ketergantungan pada kegiatan budidaya pertanian (on farm), lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi antara sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan jasa penunjang serta keterkaitan antara kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat perdesaan, rendahnya akses masyarakat pada sumber permodalan dan sumber

daya ekonomi produktif lainnya, serta terbatas dan belum meratanya tingkat pelayanan prasarana dan sarana dasar bagi masyarakat. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan perdesaan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 adalah meningkatnya peran dan kontribusi kawasan perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dari meningkatnya peran sektor pertanian dan nonpertanian yang terkait dalam mata rantai pengolahan produk-produk berbasis perdesaan. Oleh karena itu, pembangunan nasional perlu memberi perhatian yang memadai kepada kawasan perdesaan, terutama kepada sektor pertaniannya. I. Permasalahan yang Dihadapi Pembangunan perdesaan diperkirakan masih menghadapi beberapa kendala dan permasalahan mendasar, antara lain; (1) terbatasnya prasarana dan sarana dasar, informasi peluang usaha/pasar, serta pengetahuan, ketrampilan teknis dan kewirausahaan masyarakat yang menghambat berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat di perdesaan; (2) masih terbatasnya kemampuan masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan di perdesaan dalam pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan prasarana dan sarana dasar perdesaan; (3) belum mantapnya kelembagaan sosial ekonomi masyarakat; serta (4) masih rendahnya kapasitas kelembagaan dan keuangan pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan perdesaan yang telah menjadi urusan atau kewenangannya. Dalam hal prasarana dan sarana perdesaan, yang menjadi masalah tidak hanya kuantitas dan kualitas tersediaan prasarana dan sarana yang belum memadai, tetapi juga tingkat persebarannya antardaerah yang belum merata. Sebagai contoh, rasio elektrifikasi desa di luar Jawa masih rendah dibandingkan dengan di Jawa. Sampai saat ini yang telah mendapat aliran listrik di Jawa mencapai 23.412 desa (93,2 persen) dari jumlah desa di Jawa 25.116 desa, sedangkan untuk luar Jawa jumlahnya baru mencapai 28.594 desa (69,6 persen) dari jumlah desa di luar Jawa (41.098 desa). Secara 25-2

nasional masih terdapat 19,6 persen atau sebanyak 12.658 desa yang belum mendapat aliran listrik. Selain itu, masih terdapat pula masalah kurangnya koordinasi dan keterpaduan kegiatan antarpelaku pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan swasta) dan antarsektor dalam rangka mendorong diversifikasi kegiatan ekonomi perdesaan yang memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian, industri, dan jasa penunjangnya serta keterkaitan spasial antara kawasan perdesaan dan perkotaan. II. Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai Pembangunan perdesaan diarahkan pada peningkatan diversifikasi ekonomi dalam rangka mendukung upaya revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan perdesaan yang menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Secara lebih rinci, kebijakan tersebut meliputi (1) penumbuhan kegiatan ekonomi nonpertanian yang memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian, industri dan jasa penunjangnya serta keterkaitan spasial antara kawasan perdesaan dan perkotaan, antara lain, melalui pengembangan kawasan agropolitan dan desa-desa pusat pertumbuhan; (2) peningkatan kapasitas dan keberdayaan masyarakat perdesaan untuk dapat menangkap peluang pengembangan ekonomi serta memperkuat kelembagaan dan modal sosial masyarakat perdesaan yang antara lain berupa budaya gotong-royong dan jaringan kerjasama, untuk memperkuat posisi tawar dan efisiensi usaha; (3) pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang usaha unggulan daerah yang memiliki keterkaitan usaha ke depan (forward linkages) dan ke belakang (backward linkages) yang kuat; (4) peningkatan ketersediaan infrastruktur perdesaan dengan melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat (community based development) dalam pembangunan dan/atau pemeliharaannya, antara lain jaringan jalan perdesaan yang membuka keterisolasian, jaringan listrik perdesaan, jaringan/sambungan telepon dan pelayanan pos, dan pusat informasi masyarakat (community access point). Langkah-langkah kebijakan itu ditempuh melalui berbagai program. Salah satu di antaranya adalah (A) Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan dengan kegiatan-kegiatan pokok 25-3

meliputi (1) pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan, (2) peningkatan kapasitas fasilitator pembangunan perdesaan, (3) penyelenggaraan diseminasi informasi bagi masyarakat desa, (4) peningkatan kapasitas aparat pemda dan masyarakat dalam pembangunan kawasan perdesaan, (5) pemantapan kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan, dan (6) perencanaan program, rencana kerja, dan anggaran; (B) Program Pengembangan Ekonomi Lokal dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi (1) fasilitasi pengembangan diversifikasi ekonomi perdesaan, (2) koordinasi dan fasilitasi pengembangan usaha ekonomi local, (3) pembinaan lembaga keuangan perdesaan, (4) pembinaan pengembangan prasarana dan sarana berbasis masyarakat, (5) penyelenggaraan diseminasi teknologi tepat guna bagi kawasan perdesaan, (6) fasilitasi pengembangan pasar lokal, (7) fasilitasi pengembangan kerjasama ekonomi daerah, (8) fasilitasi pengembangan promosi daerah, (9) fasilitasi pengembangan kelembagaan ekonomi daerah, (10) fasilitasi pengembangan potensi perekonomian daerah, (11) koordinasi pengembangan ekonomi daerah, (12) fasilitasi pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah, (13) fasilitasi pengembangan produk unggulan daerah, dan (14) pembangunan prasarana dan sarana kawasan agropolitan (termasuk P2KPDT); (C) Program Pengembangan, Pemerataan, dan Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana Pos dan Telematika dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi (1) penyusunan/pembaharuan kebijakan, regulasi dan kelembagaan untuk mendukung penyediaan infrastruktur pos dan telematika, (2) peningkatan pembangunan infrastruktur dan kualitas layanan pos dan telematika, (3) penyediaan infrastruktur pos dan telematika di daerah yang secara ekonomi kurang menguntungkan termasuk wilayah perbatasan, daerah terisolir, dan pulau-pulau kecil terluar melalui program kewajiban pelayanan umum (PSO/USO), dan (4) pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur pos dan telematika; (D) Program Penguasaan serta Pengembangan Aplikasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi (1) penyusunan/pembaharuan kebijakan, regulasi dan kelembagaan untuk mendukung pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, (2) peningkatan literasi masyarakat terhadap teknologi informasi dan komunikasi (e-literacy), dan (3) peningkatan 25-4

pengembangan dan pemanfaatan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi; (E) Program Peningkatan Kualitas Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Ketenagalistrikan dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi (1) penambahan pembangkit tenaga listrik termasuk pembangkit skala kecil dengan memanfaatkan energi terbarukan, seperti PLT piko/mikro/mini/hidro dan PLTS (pembangkit listrik tenaga surya), dan (2) pembangunan jaringan tegangan menengah dan tegangan rendah serta gardu distribusi; (F) Program Peningkatan Aksesibilitas Pemerintah Daerah, Koperasi dan Masyarakat Terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Ketenagalistrikan dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi (1) pembinaan dalam mendorong swasta, koperasi, pemda dan masyarakat (sebagai pelaku) agar dapat membangun pembangkit dan penyalurannya sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk daerah yang belum dilistriki, dengan memanfaatkan potensi energi setempat untuk pembangkit listrik termasuk pembangkit skala kecil dengan sumber energi terbarukan, dan (2) pengembangan pola kerja sama pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan listrik-listrik perdesaan; (G) Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi UMKM dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi penyediaan skim penjaminan kredit UKM, terutama kredit investasi pada sektor agrobisnis dan industri; (H) Program Pemberdayaan Usaha Skala Mikro dengan kegiatan pokok: pembiayaan produktif dengan pola bagi hasil dan konvensional; (I) Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Perdesaan dengan kegiatan-kegiatan pokok meliputi (1) pembangunan prasarana desa pusat pertumbuhan, (2) pembangunan infrastruktur perdesaan pola Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak, dan (3) pembangunan sarana dan prasarana pendukung. Dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan telah dicapai hasil-hasil sebagai berikut: (1) meningkatnya pertumbuhan lembaga pelayanan penyuluhan, meningkatnya penyuluhan dan pelatihan keterampilan usaha bagi masyarakat perdesaan yang ditandai dengan terlaksananya persiapan dan pelaksanaan penyelenggaraan konsultasi regional dan peningkatan peran serta bagi kader penggerak pembangunan, terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi pelatihan masyarakat, dan meningkatnya pembinaan pelatihan pokmas/kader pemberdayaan masyarakat di 25-5

daerah; (2) fasilitasi penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat di perdesaan berdasarkan identifikasi best practices dan lesson learned program-program pemberdayaan masyarakat, di antaranya, dengan tersedianya modul penguatan kapasitas manajemen institusi pemberdayaan masyarakat dan desa, tersedianya juklak dan juknis perlombaan desa/kelurahan dan sistem inventarisasi potensi masyarakat, tersedianya buku pedoman umum pembinaan bagi kader pemberdayaan masyarakat, terlaksananya lokakarya nasional hasil studi independen untuk penguatan kapasitas institusi pemberdayaan masyarakat dan desa, terlaksananya sosialisasi kebijakan pemerintah tentang sistem inventarisasi potensi desa dan penguatan institusi pemberdayaan masyarakat dan desa, dan terlaksananya fasilitasi penguatan peran lembaga kemasyarakatan di desa/kelurahan; (3) semakin mantapnya kelembagaan pemerintahan desa dalam pengelolaan pembangunan perdesaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, di antaranya dengan hasil-hasil yang diperoleh berupa terselenggaranya Rapat Kerja Nasional Pemerintahan Desa dan Kelurahan, terfasilitasinya pemerintah daerah dalam penataan Badan Perwakilan Desa, terselenggaranya pendataan data dasar Desa/Kelurahan di daerah, terfasilitasinya pemerintahan daerah dalam peningkatan kapasitas Pemerintahan Desa di daerah, tersosialisasinya PP 72 Tahun 2005 tentang Desa dan PP 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan, tersusunnya Permendagri 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa dan tersusunnya Permendagri tentang Aset Desa; (4) meningkatnya partisipasi masyarakat perdesaan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan perdesaan, di antaranya dengan hasil terlaksananya koordinasi penyelenggaraan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, fasilitasi, dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan desa di daerah, tersusunnya kebijakan pimpinan dan program dan penguatan pemberdayaan masyarakat dan desa di daerah; (5) terkordinasinya pengembangan kelembagaan untuk difusi teknologi tepat guna dan ramah lingkungan ke kawasan perdesaan di antaranya dengan hasil: terlaksananya pelaksanaan Gelar Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional ke-viii di Pontianak pada Bulan September 2006, penyempurnaan Pedoman Umum Pengelolaan Fasilitas Lingkungan Masyarakat; (6) meningkatnya kapasitas aparat 25-6

pemerintah daerah dalam memfasilitasi dan meng koordinasikan peran pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pembangunan kawasan perdesaan, di antaranya dengan hasil terlaksananya fasilitasi kepada pemerintah daerah dalam penataan lingkungan dan kawasan tata ruang perdesaan, terlaksananya lokakarya (workshop) manajemen tata ruang perdesaan berbasis komunitas; (7) pelaksanaan pemantauan dan pengevaluasian Sistem Pelaporan Pengendalian (SIMPEDAL) untuk menjaring informasi tentang perencanaan pelaksanaan dan permasalahan pelaksanaan sistem pelaporan pengendalian dan perumusan solusi dari permasalahan pelaksanaan sistem pelaporan pengendalian; (8) pelaksanaan pemantauan dan pengevaluasian pameran produk unggulan daerah; (9) penyelenggaraan pembinaan industri rumah tangga, kecil, dan menengah dengan mengadakan sosialisasi model pengembangan industri rumah tangga, kecil, dan menengah di 6 provinsi dan 1 kota; (10) pengembangan usaha ekonomi dengan mengadakan bimbingan teknis pengembangan potensi ekonomi daerah; (11) perumusan rekomendasi penyempurnaan kebijakan dalam rangka pengembangan potensi ekonomi daerah; (12) penyamaan persepsi antar instansi terkait mengenai data potensi ekonomi daerah serta mengenai upaya memfasilitasi pengembangan potensi ekonomi daerah; (13) penyusunan data potensi ekonomi daerah di 6 provinsi; (14) pelaksanaan/pengumpulan/pengolahan/updating/analisis data dan statistik untuk mengiventarisasi dan mengidentifikasi data potensi ekonomi daerah di 6 provinsi; (15) perumusan rekomendasi penyempurnaan kebijakan dan program-program pembangunan dari departemen teknis terkait dalam pengembangan potensi ekonomi daerah; (16) pengembangan dan pengelolaan kepariwisataan di daerah di 10 kota; (17) penyusunan data sarana perekonomian daerah di 8 kota; (18) penyelenggaraan pembinaan teknis administrasi; (19) pelaksanaan pembinaan program kerja sama dengan Care International Indonesia dalam memfasilitasi pengelolaan program pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan; (20) fasilitasi pengelolaan program pembangunan yang terpadu dan konprehensif melalui pendekatan pengembangan komunitas yang terfokus pada anak di daerah; (21) fasilitasi pemberdayaan masyarakat perdesaan dan lembaga pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kegiatan ekonomi dengan 25-7

mengadakan kerja sama dengan Promist NT (GTZ); (22) terselenggarakannya penyusunan kebijakan dan pedoman pengembangan kapasitas dan kelembagaan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha; (23) terselenggarakannya inventarisasi dan identifikasi data kerja sama ekonomi daerah; (24) terselenggarakannya bimbingan perkoperasian dan usaha kecil untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja perekonomian daerah. Dalam rangka pengembangan ekonomi lokal telah dicapai hasil-hasil sebagai berikut: (1) terselenggarakannya pembinaan dan penganggaran serta perencanaan dan pengendalian pengembangan prasarana dan sarana desa agropolitan di 94 kawasan di 32 provinsi; (2) terselenggarakannya peningkatan pelayanan lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan mikro (LKM) kepada pelaku usaha potensial di perdesaan, perlindungan status badan hukum LKM, kemudahan perizinan dan pembentukan sistem jaringan antarlkm dan antara LKM dan Bank di antaranya dengan tersusunnya modul pengelolaan pasar desa, tersusunnya pedoman umum pengembangan produk unggulan komoditas pangan, terlaksananya sosialisasi kebijakan komite penanggulangan kemiskinan bagi aparat daerah, terlaksananya forum lintas pelaku dalam rangka penguatan lembagaan keuangan mikro perdesaan, tersusunnya pemetaan potensi ekonomi masyarakat tertinggal, tersusunnya laporan penanganan unit pengaduan masyarakat program raskin, tersusunnya identifikasi produk unggulan pangan lokal, tersusunnya laporan pemantauan dan evaluasi program usaha ekonomi desa simpan pinjam, tersusunnya laporan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan lumbung pangan masyarakat desa/kelurahan, terselenggaranya rapat kerja nasional penanggulangan kemiskinan, terselenggaranya rapat kerja nasional pengembangan usaha ekonomi desa simpan pinjam; (3) meningkatnya perencanaan dan penyusunan program pembangunan pemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi di antaranya melalui penyelenggaraan lokakarya (workshop) pengembangan industri kecil dan menengah; (4) terkumpulnya data lembaga keuangan nonbank (LKNK); (5) tersosialisasinya data pengembangan tenaga energi listrik; (6) meningkatnya pendapatan masyarakat dan penerimaan daerah melalui pengembangan lembaga keuangan masyarakat; (7) terselenggaranya forum kemitraan dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses 25-8

pembangunan ekonomi di daerah; (8) pengembangan kemandirian usaha kecil dan menengah; (9) tersedianya data tentang berbagai kelembagaan/organisasi ekonomi daerah berdasarkan pengelompokan profesi maupun kegiatan asosiasi. Dalam rangka meningkatkan prasarana dan sarana perdesaan telah dicapai hasil-hasil sebagai berikut: (1) pengembangan prasarana dan sarana desa pusat pertumbuhan di 315 desa; (2) pengembangan prasarana dan sarana kawasan desa agropolitan di 84 kawasan; dan (3) pembangunan/peningkatan infrastruktur desa-desa tertinggal melalui pemberdayaan masyarakat (skala komunitas) di 2.140 desa. Dalam rangka meningkatkan pengembangan, pemerataan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pos dan telematika dan penguasaan serta pengembangan aplikasi dan teknologi informasi dan komunikasi telah dicapai hasil-hasil sebagai berikut: (1) penerbitan peraturan tentang pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telekomunikasi (universal service obligation atau USO) baik aspek pembiayaan, kelembagaan (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan), maupun pelaksanaan, yaitu Peraturan Menteri Kominfo No. 35 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan yang bertugas untuk merencanakan dan mengelola dana USO, Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Pelayanan Universal, Peraturan Menteri Kominfo No. 11 Tahun 2007 tentang Penyediaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi, dan Keputusan Menteri Kominfo No. 145 Tahun 2007 tentang Penetapan Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi; (2) persiapan pemilihan penyelenggara dalam rangka penyediaan jasa akses telekomunikasi di 18.000 desa (pelaksanaan program USO); (3) pelaksanaan kewajiban pelayanan public service obligation (PSO) pos; (4) pembangunan pusat informasi masyarakat melalui program community access point (CAP) dan warung masyarakat informasi masing-masing di 50 lokasi. Dalam rangka meningkatkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan hasil yang dicapai sebagai berikut: pembangunan 25-9

listrik perdesaan (Lisdes) berupa gardu distribusi 109.471 KVA sebanyak 2.122 unit, jaringan tegangan menengah (JTM) 2.909 kms, jaringan tegangan rendah (JTR) 3.643 kms, PLTS tersebar 29.144 unit, PLTMH 814 KW sebanyak 14 unit, PLTB 400 KW sebanyak 5 unit, PLTD 45.892 KW sebanyak 89 unit. III. Tindak Lanjut yang Diperlukan Berdasarkan perkembangan kebijakan dan hasil pembangunan yang telah dilaksanakan, beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dalam pembangunan perdesaan diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi di perdesaan untuk mendukung upaya revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan pembangunan perdesaan yang menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Beberapa kegiatan yang perlu ditindaklanjuti, antara lain, (1) mendorong perluasan kegiatan ekonomi non pertanian dengan memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian, industri, dan jasa penunjangnya serta keterkaitan spasial antara kawasan perdesaan dan perkotaan, antara lain melalui pengembangan kawasan agropolitan dan pengembangan UMKM di bidang usaha unggulan daerah yang memiliki keterkaitan usaha ke depan (forward linkages) dan ke belakang (backward linkages) yang kuat; (2) meningkatkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat perdesaan untuk dapat menangkap peluang pengembangan ekonomi lokal serta memperkuat kelembagaan dan modal sosial masyarakat perdesaan yang, antara lain, berupa budaya gotong-royong dan jaringan kerja sama, untuk memperkuat posisi tawar dan efisiensi usaha; (3) meningkatkan penyediaan infrastruktur perdesaan secara merata di seluruh tanah air, antara lain, melaui percepatan pembangunan jalan desa, jaringan irigasi, prasarana air minum dan penyehatan lingkungan permukiman (sanitasi), listrik perdesaan, pasar desa, serta pos dan telekomunikasi. 25-10