BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Pasal 28 H, ayat (l) perubahan Undang Undang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

-1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik mental, fisik, maupun spiritual. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan penelitian serta mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lainnya yang dilakukan (Putri, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Salah satu fungsi dari Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi antar rumah sakit dan terbukanya AFTA di tahun 2013 membuat semua rumah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara kontinu karena mesin memiliki batas umur dalam

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kemantapan, kemapanan, kesejahteraan, dan kepuasan. Bekerja bukan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia yang semakin berhubungan, juga saling terkait satu sama lain dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan-kebijakan CSSD:

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. organisasi jasa berlomba untuk merebut pasar, dengan meningkatkan layanan

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan konstruksi telah dikenal sejak lama dan terus berkembang.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

KUESIONER AUDIT OPERASIONAL (Variabel Independen) No PERTANYAAN YA TIDAK

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992;

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan primer yang dimiliki oleh setiap

Adanya permasalahan yang dihadapi rumah sakit, karena masih didapatkan hal-hal sebagai berikut : 1) Pendokumentasian tindakan keperawatan dalam

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usaha pelayanan medis, pelayanan rehabilitasi medis, usaha

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB 1 : PENDAHULUAN. intelejensi bagi setiap orang guna menjalani kegiatan serta aktifitas sehari-hari secara

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit berusaha untuk memenuhinya. Rumah sakit adalah bagian yang

Hospital Public Training Schedule

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1204/Menkes/SK/X/2004. pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. (14) 340/MENKES/PER/III/2010

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa kesehatan, berbagai faktor mempengaruhi perkembangan RS, antara lain; teknologi, epidemiologi, demografi, sosial ekonomi, faktor kebutuhan masyarakat terhadap mutu pelayanan dan peraturan, serta faktor kebijaksanaan pemerintah yang berlaku (Kottler, 1983). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dinyatakan bahwa : Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Sedangkan pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010 adalah : Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Dari pengertian diatas, rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan serta untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan sebagaimana yang dimaksud, sehingga 7

8 perlu adanya penyelenggaan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan. Rumah sakit sendiri mempunyai fungsi sebagai (1) penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, (2) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, (3) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan (4) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (UU No. 44 Tentang Rumah Sakit, 2009). Sehubungan dengan fungsi rumah sakit tersebut maka rumah sakit tidak dapat dilepaskan dari beban tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang bermutu bagi pasien. Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Aset

9 2.2 Aset 2.2.1 Definisi Aset Aset adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Jadi dapat disimpulkan bahwa aset adalah sesuatu yang memiliki nilai ekonomi, nilai fungsi, nilai pemilikan, nilai ciri khas, dan nilai prestise yang dimiliki baik oleh perorangan/individu maupun kelompok/organisasi yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Siregar, 2004). 2.2.2 Kategori Aset Kategori aset menurut (Budi Susilo, 2005) yaitu : 1. Aset operasional adalah yang dipergunakan dalam operasional perusahaan atau pemerintah yang dipakai secara berkelanjutan dan atau dipakai pada masa mendatang; dimiliki dan dikuasai/diduduki untuk digunakan/dipakai operasional perusahaan/pemerintah; bukan asset khusus, jika aset khusus yang berupa prasarana dan aset peninggalan sejarah yang dikontrol oleh pemerintah, tetapi secara fisik tidak harus dihuni untuk tujuan operasional, diklasifikasikan sebagai aset operasional; 2. Aset non operasional adalah aset yang tidak merupakan bagian integral dari operasional perusahaan/pemerintahan dan diklasifikasikan sebagai aset berlebih. Aset berlebih merupakan aset non integral yang tidak dipakai untuk penggunaan secara berkelanjutan atau mempunyai potensi untuk digunakan di masa akan datang, dan karena itu bersifat surplus terhadap persyaratan operasional;

10 3. Aset infrastruktur adalah aset yang melayani kepentingan publik yang tidak terkait, biaya pengeluaran dari aset ditentukan kontinuitas penggunaan aset bersangkutan, seperti jalan raya, jembatan dan sebagainya; 4. Community asset, sebenarnya adalah aset milik pemerintah dimana penggunaan aset tersebut secara terus menerus, umur ekonomis atau umur gunanya tidak ditetapkan dan terkait pengalihan yang terbatas (tidak dapat dialihkan). Contoh aset ini adalah musium, kuburan, rumah ibadah dan sebagainya. 2.2.3 Permasalahan Aset Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi suatu organisasi baik organisasi pemerintahan maupun swasta dalam pengelolaan aset terutama dalam pengelolaan aset fisik sebagai berikut (Priyatiningsih, 2011): 1. Aset berjumlah banyak dan tersebar secara geografis. 2. Aset memiliki penanganan (treatment) yang spesifik 3. Aset memiliki nilai tertentu dikaitkan dengan posisi geografis 4. Aset memiliki masalah-masalah legal yang berbeda-beda 5. Pemanfaatan aset belum optimal, sehingga kinerja aset masih rendah 6. Proses pencatatan aset tidak sistematis dan terintegrasi. 7. Manajemen data masih manual. 8. Perencanaan pemanfaatan aset di masa yang akan datang belum optimal. Permasalahan-permasalahan aset yang dijelaskan diatas menjadi sebuah tantangan bagi instansi atau organisasi bagaimana dengan permasalahan yang ada suatu organisasi dapat menciptakan sebuah sistem atau konsep dengan manajemen yang baik untuk dapat menghadapi hambatan atau permasalahan dalam pengelolaan aset.

11 Perlakuan aset di rumah sakit selain untuk keperluan penyusunan laporan keuangan, juga diperlukan dalam manajemen aset yang ditujukan untuk menjamin pengembangan kapasitas yang berkelanjutan dari rumah sakit sehingga dapat meningkatkan pelayanan serta pendapatan, yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan guna mencapai pemenuhan persyaratan optimal bagi pelayanan tugas dan fungsi rumah sakit kepada masyarakat. 2.2 Manajemen Perawatan Perawatan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dan/atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima (Corder, 1992). Perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas peralatan aset dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan (Assauri, 1999). Berdasarkan pada teori diatas maka perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas, aset, mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan proses pelayanan yang memuaskan sesuai dengan apa yang diharapkan. Manajemen perawatan adalah pengorganisasian operasi perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas industri atau non industri. Pengorganisasian ini mencakup penerapan metode manajemen dan metode yang menunjang keberhasilan manajemen ini adalah dengan mengembangkan dan menggunakan suatu penguraian sederhana yang dapat diperluas melalui gagasan dan tindakan. Pada umumnya sebuah aset atau barang yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal

12 dengan pemeliharaan. (Corder, 1992). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi. 2.2.1 Tujuan Perawatan (Maintenance) Tujuan pemeliharaan secara umum dapat didefenisikan sebagai berikut (Assauri,1999) : 1. Untuk memperpanjang kegunaan asset. 2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin. 3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu. 4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. Tujuan utama dari pemeliharaan secara umum untuk memelihara dan menjaga fasilitas atau peralatan serta mengadakan perbaikan, penggantian sparepart yang diperkirakan, agar aset atau mesin dan peralatan berada dalam kondisi yang siap pakai sehingga kontinuitas proses produksi dapat berjalan lancar sesuai yang diharapkan perusahaan atau instansi terkait. Syarat-syarat yang diperlukan agar kegiatan pemeliharaan dapat berjalan secara efisien, menurut (Assauri, 1999) adalah sebagai berikut : 1. Harus ada data mengenai mesin dan peralatan yang dimiliki instansi atau perusahaan. 2. Harus ada planning dan scheduling. 3. Harus ada surat perintah (work orders) yang tertulis. 4. Harus ada persediaan alat-alat / sparepart (stores control).

13 5. Harus ada catatan (records). 6. Harus ada laporan, pengawasan dan anilisis (reports, control and analysis). Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dari peralatan di suatu instansi atau perusahaan tergantung dari kebijakan itu sendiri, yang terkadang berbeda dengan kebijakan instansi atau perusahaan lainnya. Kebijakan bagian pemeliharaan biasanya ditentukan oleh pimpinan tertinggi perusahaan. Walaupun kebijakan telah ditentukan, tetapi di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut manajer bagian pemeliharaan harus memperhatikan enam persyaratan di atas agar kegiatan pemeliharaan dapat berjalan secara efisien. 2.2.2 Fungsi Perawatan (Maintenance) Fungsi pemeliharaan adalah agar dapat memperpanjang umur ekonomis dari aset atau peralatan produksi yang ada serta mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi (Corder, 1992). Keuntungan- keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik terhadap aset, adalah sebagai berikut : 1. Aset dan atau peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang. 2. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan lancer. 3. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi selama proses produksi berjalan.

14 4. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula. 5. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan produksi yang digunakan. 6. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan bahan baku dapat berjalan normal. 2.2.3 Kategori Perawatan (Maintenance) Konsep perawatan dibagi menjadi dua kategori yaitu pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) dan pemeliharaan korektif (corrective maintenance). 1. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance) Preventive Maintenance merupakan pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodik, dimana seperangkat tugas pemeliharaan seperti inspeksi dan perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan, penyesuaian dan penyamaan dilakukan (Bagadia, 2006). Sedangkan menurut (Mather, 2003) mengemukakan bahwa Preventive Maintenance adalah pemeliharaan pencegahan yang merupakan kegiatan pemeriksaan rutin dan pelayanan yang dirancang bangun untuk melihat secara dini kondisi kegagalan potensial dan melakukan penyesuaian-penyesuaian atau perbaikan-perbaikan yang dapat menghindari persoalan besar operasi. Jadi preventive maintenance merupakan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan, dengan demikian semua fasilitas produksi

15 yang mendapat preventive maintenance akan terjamin kontinuitas produksinya dan selalu diusahakan dalam kondisi yang siap dipergunakan untuk setiap proses produksi setiap saat. Tujuan yang ingin dicapai dengan dilaksanakan Preventive Maintenance menurut (Bagadia, 2006) adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi frekuensi kerusakan dan lamanya waktu kerusakan mesin. 2. Memperpanjang umur peralatan yang dimiliki perusahaan 3. Menjadikan lingkungan kerja yang aman. 4. meningkatkan kualitas produksinya yang dihasilkan. 2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, 1992). Menurut (Mather, 2003) Biasanya, pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah pemeliharaan yang tidak direncanakan, tindakan yang memerlukan perhatian lebih yang harus ditambahkan, terintegrasi, atau menggantikan pekerjaan telah dijadwalkan sebelumnya. Dalam hal ini, kegiatan corrective maintenance bersifat perbaikan pasif yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi sehingga operasi dalam proses produksi dapat berjalan lancar dan kembali normal.

16 Perbaikan yang dilakukan disebabkan karena adanya kerusakan yang terjadi akibat tidak dilakukannya preventive maintenance, ataupun melakukan preventive maintenance tetapi sampai pada waktu tertentu fasilitas atau peralatan tersebut tetap rusak atau tidak dapat dipergunakan. Sehingga dalam corrective maintenance sifatnya hanya menunggu sampai fasilitas atau peralatan mengalami kerusakan terlebih dahulu, kemudian baru dilakukan perawatan (perbaikan) agar dapat dipergunakan (beroperasi) kembali. 2.3 Central Sterille Supply Department (CSSD) Central Sterile Supply Department (CSSD) merupakan salah satu unit yang ada pada Departemen Bedah yang memiliki fungsi menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan (Depkes, 2009). Unit CSSD atau pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi mengingat banyaknya jumlah alat atau instrument dalam operasi serta fungsi dan standart penggunaan yang berbeda. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, CSSD atau pusat sterilisasi sangat bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik maupun instalasi antara lain perlengkapan rumah tangga, pemeliharaan sarana rumah sakit, sanitasi. Apabila terjadi hambatan pada salah satu sub unit tersebut maka dapat menggangu proses dan hasil sterilisasi. 2.3.1 Tujuan Pusat Sterilisasi 1. Membantu Departemen Bedah atau unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi. 2. Menurunkan angka kejadia infoeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.

17 3. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien. 4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. 2.3.2 Tugas Instalasi Pusat Sterilisasi 1. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien. 2. Melakukan proses sterilisasi alat dan bahan. 3. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar operasi maupun ruangan lainnya. 4. Berpatisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu. 5. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan pasien. 6. Mempertahakan standar yang telah ditetapkan. 7. Mendokumentasikan setiap aktifitas pembersihan, disifeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu. 8. Melakukan penelitian terhadap sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian nosokomial. 9. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi. 10. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi baik yang bersifat intern maupun ekstern. 11. Mengevaluasi hasil sterilisasi.

18 Instalasi pusat sterilisasi adalah unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standart/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi pusat sterilisasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Kepala instalasi pusat sterilisasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau non medis. 2.3.3 Aktifitas Fungsional Pusat Sterilisasi Alur aktifitas fungsional dari Pusat Sterilisasi (CSSD) secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Pembilasan : pembilasan alat alat yang telah digunakan tidak dilakukan di ruang perawatan (ruang bedah). 2. Pembersihan : semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi. 3. Pengeringan : proses pengeringan dilakukan sampai kering. 4. Inspeksi dan pengemasan : setiap alat bongkar pasang harus diperiksa kelengkapannnya, sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas maksimumnya. 5. Pemberian label : setiap kemasan harus mempunyai lalbel yang menjelaskan isi dari kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa proses sterilisasi. 6. Sterilisasi : sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf yang terlatih. 7. Penyimpanan : harus diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi penyimpanan yang baik.

19 8. Distribusi : dapat dilakukan berbagi sistem distribusi sesuai dengan rumah sakit masing masing. Untuk melaksanakan aktifitas tersebut diatas dengan lancar dan baik sesuai dengan tujuan Pusat Sterilisasi maka diperlukan kontrol dan pemeliharaan yang teratur terhadap mesin atau alat sterilisasi. Instalasi pusat sterilisasi adalah unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standart/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi pusat sterilisasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Kepala instalasi pusat sterilisasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau non medis. 2.4 Computerized Maintenance Management System (CMMS) 2.4.1 Definisi CMMS Computerized Maintenance Management Systems (CMMS) merupakan salah satu bagian kecil dari model empiris Operational Reliability Maturity Continuum pada Strategic Assets Management (SAM). CMMS sering digunakan untuk mengelola dan mengendalikan perawatan peralatan di industry manufaktur dan jasa yang modern sebagai pengelolaan aset. Salah satu pendekatan terintegrasi yang dilakukan dalam membangun Total Productive Maintenance (TPM) dalam bentuk Computerized Maintenance Management System (CMMS). CMMS harus dipertimbangkan oleh seluruh perusahaan baik dari perusahaan yang kecil sampai perusahaan besar. Penerapan CMMS yang baik akan dapat menghasilkan efisiensi dalam berbagai hal termasuk efisiensi dalam hal manajemen yang sangat tidak mungkin dapat dicapai tanpa menggunakan CMMS.

20 Computerized Maintenance Management System (CMMS) adalah sebuah program komputer yang dirancang untuk membantu dalam perencanaan, manajemen, dan fungsi administratif yang dibutuhkan dalam pemeliharaan yang efektif. Hal-hal yang termasuk ke dalam fungsi tersebut adalah membangun, merencanakan, dan melaporkan work orders; perkembangan dari catatan - catatan mengenai pemeliharaan yang mudah untuk dicari; dan dapat mencatat transaksi pembelian komponen (Bagadia, 2006). CMMS bukan sekedar digunakan sebagai alat pengontrol sistem pemeliharaan, namun sekarang ini CMMS dapat digunakan meningkatkan kondisi peralatan dan juga outputnya. CMMS menawarkan fungsi-fungsi dari pemeliharaan yang tidak hanya terbatas pada hal manufaktur saja. CMMS juga dapat diaplikasikan untuk fasilitas, utilitas, dan berbagai tipe organisasi lainnya di mana peralatan digunakan sebagai subjek, dan perbaikan yang harus dilakukan terhadap peralatan- peralatan yang mengalami kerusakan. CMMS dapat digunakan untuk menangani berbagai macam proses dari sistem pemeliharaan, membantu perusahaan dalam membuat sistem pemeliharaan menjadi lebih efisien, dan menganalisa peralatan yang lebih jauh digunakan untuk optimasi performansi peralatan tersebut (Mather, 2003). Sebuah CMMS dasar terdiri dari: equipment data management, preventive maintenance, labor, work order system, scheduling /planning, vendor, inventory control, purchasing, dan budgeting. Modul-modul ini data berdiri sendiri ataupun bergabung antara modul yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, CMMS yang menggabungkan equipment data dan work orders modul dapat dengan otomatis memasukkan informasi dari

21 peralatan ke dalam work orders yang dapat dilakukan hanya dengan menginput identitas dari peralatan tersebut. Hasilnya akan lebih cepat dan lebih akurat. Kebutuhan dan penggunaan CMMS tidak hanya dapat digunakan pada satu jenis perusahaan saja. Setiap perusahaan yang membutuhkan pemeliharaan bagi peralatan yang mereka miliki merupakan kandidat yang berpotensi utnuk menggunakan CMMS. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan CMMS merupakan perusahaan yang dirancang untuk mendukung persyaratan dari ISO 9000, peraturan lainnya, dan merupakan sebuah bagian kunci dari Total Productive Maintenance (TPM). Saat ini CMMS telah banyak digunakan untuk merawat peralatan Rumah Sakit, terutama untuk peralatan Rumah Sakit yang penting (bersifat krusial) dan berkaitan dengan keselamatan pasien. CMMS menjadi dasar penerapan ISO 9000:2000 karena pada dasarnya sistem CMMS didisain untuk mendukung kebutuhan pengendalian dokumen di IS0 9000:2000 serta merupakan suatu bagian kunci dari filosofi Total Productive Maintenance (TPM). 2.4.2 Keuntungan Menerapkan CMMS Keuntungan-keuntungan ditawarkan dengan penerapan CMMS, adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan ketersediaan plant, dengan adanya pengurangan waktu tunggu akibat mode kegagalan peralatan produksi. 2. Memperkecil biaya operasional, dengan mengurangi waktu lembur, persediaan cadangan. 3. Memperpanjang umur aset, dengan merawatnya lebih efektif.

22 4. Mengurangi kebutuhan persediaan spare part, dengan mengidentifikasi bagian-bagian yang berkaitan dengan peralatan. 5. Meningkatkan kendali melalui jadwal dan dokumentasi perawatan preventif. 6. Mempermudah akses data dan membuat statistik perawatan dengan menggunakan penghasil laporan (report generator). 7. Dan salah satu keuntungan utama dari penerapan CMMS adalah untuk membantu dan mendukung pengguna untuk fokus pada praktik perawatan yang baik, dimana prosedur-prosedur akan diformalkan dan diorganisasikan untuk mencukupi kebutuhan sistem baru. 2.4.3 Beberapa Modul CMMS Pada umumnya CMMS terbagi atas 4 modul yaitu : a) Perencanaan Work Order dan penjadwalan perawatan. b) Kontrol inventaris dan pemeliharaan. c) Modul untuk pembaharuan Up-Date data pemeliharaan preventif d) Laporan pemeliharaan (Report).