BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN,2014) menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masa bayi, lalu berkembang menjadi mandiri di akhir masa kanak-kanak, remaja,

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu prioritas Kementrian Kesehatan saat ini adalah meningkatkan status

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah menumbuh kembangkan pos pelayanan terpadu (posyandu).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti posyandu

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka

PENGARUH PELATIHAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA (DTKB) TERHADAP MOTIVASI DAN KETRAMPILAN KADER DI DUSUN SORAGAN NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DUSUN MLANGI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan strategi pemerintah yang ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk. segera dapat diambil tindakan tepat (Mubarak, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan anak dibawah lima tahun (Balita) merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan. Guna. mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita, orang tua perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses. sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif

Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Gizi Balita Melalui Pemberian Pendidikan dan Buku Gizi

Retraining Dan Pendampingan Kader Posyandu Remaja Dalam Melakukan Monitoring Status Gizi Di Desa Cokrobedog, Sidoarum, Godean, Sleman, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 4,9 persen tahun Tidak terjadi penurunan pada prevalensi. gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen. 2

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu

PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kader merupakan tenaga non kesehatan yang menjadi. penggerak dan pelaksana kegiatan Posyandu. Kader merupakan titik sentral dalam

PENGEMBANGAN DAN UJI COBA ALAT PUTAR STATUS GIZI BALITA (STANDAR WHO 2005) Leni Sri Rahayu, Ony Linda, Zulazmi Mamdy dan Evindyah Prita Dewi 1)

Oleh : Teti Herawati* *Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

BAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa. Middle childhood merupakan masa. usia tahun untuk anak laki-laki (Brown, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia walaupun indikator program Millennium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Di tingkat dunia, penyakit tidak menular (PTM) menjadi persoalan serius

Oleh : Merlly Amalia ABSTRAK

SISTEM STUDI TENTANG. Disusun Oleh SRI III GIZI FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2014

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KADER TENTANG BUKU KIA DI POSYANDU WILAYAH KELURAHAN DEMANGAN KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Posyandu Terhadap Peningkatan Pengetahuan Orang Tua Balita Di Kelurahan Pinokalan Kecamatan Ranowulu Kota Bitung

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup

BAB I PENDAHULUAAN. Masa balita adalah masa kehidupan yang sangat penting dan perlu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dengan segala hasil yang ingin dicapai, di setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa golden period, potensi-potensi yang dimiliki seseorang akan

Upaya Kader Posyandu Dalam Peningkatan Status Gizi Balita di Kelurahan Margasuka Kota Bandung

PINTAR BANANA SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS BALITA DI RW 04 DAN RW 05 DESA ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama khususnya di Indonesia. Kondisi balita kurang

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

Oleh. Catur Setyorini 1) dan Deti Ekowati 2) Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Ibu Bayi Balita, Kartu Menuju Sehat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

BAB I PENDAHULUAN. manusia, dimulai sejak dari awal kehidupan. Usia lanjut adalah sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menuju masyarakat Indonesia sehat, tindakan yang harus dilakukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

BAB I LATAR BELAKANG

Anis Fitriyani 1, Nuke Devi Indrawati 1

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. penting yaitu memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30

BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja pada undang-undang yang mengatur tentang ibu menyusui.

BAB I PENDAHULUAN. dinilai memberikan hasil yang lebih baik. Keputusan Menteri Kesehatan. eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan (Riksani, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN KADER TENTANG TUGAS KADER POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Prakarsa, 2013). meninggal selama atau setelah kehamilan dan persalinan.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN PELAYANAN POSYANDU DI DESA SIDOREJO GODEAN SLEMAN

tanda keberhasilan pembangunan di Indonesia. Semakin terjadinya peningkatan usia harapan hidup penduduk, dapat mengakibatkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang Masalah. dipengaruhi banyak faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya,

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang sehat dan berkualitas. Upaya dari United Nation untuk

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

Transkripsi:

BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo dan Anggraini, 2010). Pada masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara pesat yang menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan pada masa selanjutnya, sehingga pemberian pelayanan untuk memenuhi kebutuhan balita salah satunya dalam bentuk kegiatan Posyandu sangat penting untuk dilakukan, (Unicef, 2012). Posyandu merupakan bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang mencakup berbagai kegiatan bermanfaat bagi sasaran yang ingin dicapai (Kemenkes RI, 2012). Jumlah posyandu di Indonesia secara kuantitas memiliki perkembangan yang signifikan, yakni pada tahun 1986 terdapat 25.000 unit dan meningkat pada tahun 2004 menjadi 238.699 unit, akan tetapi dari aspek kualitas masih ditemukan berbagai masalah. Permasalahan pada kegiatan Posyandu yakni terkait kinerja kader Posyandu yang belum memadai, sehingga kegiatan pemantauan pertumbuhan balita oleh kader Posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) tidak berjalan optimal (Handajani et al., 2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2014 menunjukan bahwa Kota Yogyakarta memiliki Posyandu aktif dengan jumlah yang memadai 1

2 yakni 1.030 unit disertai jumlah kader aktif sebanyak 5.000 orang, akan tetapi masih terjadi masalah malnutrisi seperti kasus gizi buruk (1,35%) dan gizi kurang (2%) yang berkaitan erat dengan status pertumbuhan balita (Profil Kesehatan Provinsi DIY, 2013). Hal ini menunjukan bahwa penggunaan KMS sebagai deteksi dini yang dapat mencegah masalah pertumbuhan pada balita tidak berjalan secara optimal. Puskesmas Gedongtengen merupakan 1 dari 18 Puskesmas di Kota Yogyakarta yang terdiri dari Kelurahan Sosromenduran dan Pringgokusuman. Pada Juni 2015 peneliti melakukan studi pendahuluan dan diketahui bahwa Puskesmas Gedongtengen memiliki jumlah Posyandu yang memadai, yakni sebanyak 36 unit disertai 422 kader Posyandu, akan tetapi di wilayah tersebut memiliki prevalensi kasus gizi buruk dan gizi kurang yang tinggi dibandingkan Puskesmas lainnya di Kota Yogyakarta (13,64%) dan prevalensi tersebut didominasi wilayah Kelurahan Pringgokusuman. Adanya masalah pada sikap kader Posyandu dapat mempengaruhi kinerjanya yang buruk dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, salah satunya dalam pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS (Wirapuspita, 2013). Permasalahan sikap pada kader Posyandu masih ditemui pada salah satu Dusun di Kelurahan Pringgokusuman, yakni Dusun Notoyudan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 3 kader Posyandu pada Oktober 2015 di Dusun Notoyudan, didapatkan bahwa para kader memiliki sikap yang tidak sesuai dengan prosedur pada KMS yang baru. Para kader mengatakan, apabila saat bulan penimbangan balita mengalami kejadian sakit,

3 maka mereka tidak menyikapi hal tersebut untuk ditulis dalam KMS karena tidak mengetahui prosedur tersebut, kemudian para kader juga belum pernah diberikan informasi terkait isi konseling apa saja yang dapat diberikan pada ibu balita sesuai dengan kondisi balitanya, sehingga mereka sangat jarang dalam menyikapi kondisi balita pada ibu atau pengasuh balita yang seharusnya membutuhkan konseling. Pernyataan para kader mengenai belum didapatkannya Informasi mengenai penggunaan KMS terbaru juga diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan tenaga kesehatan Puskesmas Gedongtengen pada September 2015. Diketahui bahwa pada tahun 2008 KMS mengalami perubahan dengan rujukan WHO tahun 2005, akan tetapi para kader belum pernah diberikan informasi yang spesifik terkait prosedur penggunaan KMS yang terbaru dari pihak Puskesmas. Pemberian informasi yang diberikan dari pihak Puskesmas kepada para kader Posyandu hanya terkait cara penimbangan pada balita, sehingga pengetahuan kader dalam penggunaan KMS yang terbaru masih rendah. Pengetahuan merupakan faktor pembentuk sikap, sehingga pengetahuan yang rendah dapat berdampak pada sikap yang tidak sesuai (Azwar, 2005). Adanya sikap yang tidak sesuai dari orang-orang yang berkontribusi dalam pelayanan kesehatan yakni salah satunya kader Posyandu, dapat mempengaruhi pada terwujudnya suatu pelayanan kesehatan yang kurang optimal (Efendi dan Makhfudli, 2009), sehingga sangat penting sebagai kader Posyandu untuk memiliki sikap yang sesuai agar

mempengaruhi kinerja pelaksanaan pelayanan kesehatan yang optimal, salah satunya dalam pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS. 4 Pelatihan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dialami kader Posyandu. Adanya pelatihan dapat berdampak pada perubahan sikap yang dialami oleh seseorang maupun sekelompok orang (Sudjana, 2007). Pada prinsipnya, setiap metode dalam pelatihan memiliki keunggulan dan kelemahan, sehingga menurut Supariasa (2011) agar tercapainya suatu kegiatan pelatihan yang efektif, maka direkomendasikan untuk menggunakan metode dengan jumlah lebih dari satu dengan bantuan media atau alat bantu yang menarik, mudah dipahami dan disesuaikan dengan tujuan serta sasaran dalam kegiatan pelatihan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba menerapkan pelatihan baru yang diberi nama Sinau KMS bersama Kader Posyandu (Sisbandu) dengan penggunaan gabungan dari beberapa metode dan media pembelajaran dalam pelatihan. Pelatihan Sisbandu menerapkan berbagai macam metode seperti metode ceramah, tanya jawab, studi kasus, demonstrasi dan permainan dengan bantuan media berupa modul pelatihan. Harapannya, melalui adanya pelatihan Sisbandu ini dapat mempengaruhi sikap para kader Posyandu dalam penggunaan KMS yang berdampak positif bagi pelaksanaan pelayanan kesehatan di tingkat Posyandu.

5 Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap kader Posyandu dalam menggunakan KMS balita di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap positif kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta?. C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS secara keseluruhan dan secara spesifik pada komponen serta masing-masing item sikap dalam penggunaan KMS b. Mengetahui pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap secara keseluruhan dan komponen sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS.

6 c. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS d. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan melalui penelitian ini dapat memperluas kajian metode promosi kesehatan yang lebih optimal untuk meningkatkan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita. 2. Manfaat praktis a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan masukan dan dapat digunakan sebagai bahan perimbangan dalam pemilihan metode pelatihan yang efektif bagi kader Posyandu untuk meningkatkan kinerja pada pelaksanaan Posyandu b. Bagi responden Diharapkan melalui penelitian ini dapat membantu meningkatkan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita sehingga dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang optimal di tingkat Posyandu.

7 c. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan melalui penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait penggunaan metode pelatihan yang efektif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat. E. Keaslian penelitian 1. Sudarmanta, 2010 dengan judul Pengaruh pelatihan dengan modul pendamping KMS terhadap pengetahuan kader dalam interpretasi hasil penimbangan Posyandu di Kabupaten Bantul. Rancangan yang digunakan dalam penelitian Sudarmanta (2010) merupakan rancangan eksperimen pre test post test control group. Hasil penelitian Sudarmanta (2010) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pelatihan terhadap pengetahuan dan ketepatan kader dalam interpretasi hasil penimbangan (p< 0,05). Persamaan penelitian Sudarmanta (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada modul KMS yang digunakan sebagai media dalam pelatihan, persamaan lainnya juga ditemukan pada sasaran dalam penelitian yakni kader Posyandu. Perbedaan penelitian Sudarmanta (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada rancangan penelitian. Pada penelitian Sudarmanta (2010) menggunakan rancangan eksperimen pre test post test control group sedangkan pada peneltian yang dilakukan menggunakan rancangan pra eksperimen one group pre test post test. Perbedaan lainnya adalah terletak pada variabel dependen. Variabel

8 dependen dalam penelitian dilakukan adalah sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS, sedangkan variabel dependen pada penelitian Sudarmanta (2010) adalah pengetahuan dan ketepatan kader Posyandu dalam interpretasi hasil penimbangan. 2. Setyoroni dan Ekowati, 2012 dengan judul Hubungan tingkat pengetahuan ibu balita tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan sikap ibu balita dalam penggunaan KMS di Posyandu Cempaka II Biru Pandanan Wonosari Klaten. Rancangan yang digunakan dalam penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) merupakan rancangan cross sectional. Hasil penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara tingkat pengetahuan ibu balita tentang KMS dengan sikap ibu dalam penggunaan KMS di Posyandu Cempaka II Biru Pandanan Wonosari Klaten. Persamaan penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada variabel sikap dalam penggunaan KMS di Posyandu. Perbedaan penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada rancangan penelitian. Pada penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) menggunakan rancangan cross sectional sedangkan pada peneltian yang dilakukan menggunakan rancangan pra eksperimen one group pre test post test. Perbedaan lainnya adalah terletak pada sasaran penelitian. Sasaran dalam penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) adalah ibu balita, sedangkan sasaran dalam penelitian yang dilakukan adalah kader Posyandu.

9 3. Lestari, 2010 dengan judul Pengaruh pelatihan deteksi dini tumbuh kembang terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan di Kabupaten Banjar. Rancangan yang digunakan dalam penelitian Lestari (2010) merupakan rancangan pra eksperimen one group pre test post test.hasil penelitian Lestari (2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan (p<0,05)dari pelatihan terhadap pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan dalam deteksi dini tumbuh kembang balita di Posyandu. Persamaan penelitian Lestari (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada penggabungan beberapa metode pelatihan yang digunakan sebagai intervensi yakni metode ceramah dan demonstrasi dalam penelitan serta salah satu variabel dependen yang digunakan yakni variabel sikap. Perbedaan penelitian Lestari (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada sasaran dalam penelitian. Pada penelitian Lestari (2010) dilakukan pada para bidan di Puskesmas sedangkan sasaran pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah para kader Posyandu