BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan. pertumbuhan sektor ekonomi, dengan pendapatan sektor ekonomi yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian mengalami dua kali revisi yaitu

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

4.3 Pengaruh Ketimpangan Wilayah Terhadap Kondisi Hunian BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

BAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah

DAFTAR ISI DAFTAR ISI Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2016

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. perdebatan telah disampaikan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Beberapa peneliti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan stabilnya kondisi harga dan terbukanya kesempatan peningkatan pembangunan yang luas, baik berupa pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik. Pembangunan fisik dapat dicontohkan seperti pembangunan infrastruktur jalan, jembatan ataupun pembangunan gedung bangunan dan lain sebagainya. Pembangunan non fisik dapat dicontohkan seperti pembangunan kualitas sumber daya manusia dalam hal peningkatan pendidikan atau peningkatan layanan kesehatan namun dalam kenyataannya kondisi perekonomian di suatu negara pada umumnya mengalami fluktuasi, tidak terkecuali Indonesia. Fluktuasi tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1. Pada tabel tersebut terlihat bahwa GDP per kapita (sebagai salah satu indkator pertumbuhan ekonomi) Indonesia mengalami kenaikan pada tahun 2012 yaitu dari US $ 3,647.6 ke US $ 3,700.5. Pada tahun-tahun selanjutnya GDP per kapita mengalami penurunan hingga tahun 2015 berturut-turut adalah US$ 3,631.7, US$ 3,499.6 dan US$ 3,346.5. Kemudian jika GDP per kapita Indonesia dibandingkan dengan GDP per kapita negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia masih stabil di urutan kelima yang berada di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand dengan GDP per kapita berada di kisaran US $ 3,000 an. GDP per kapita Indonesia juga masih cukup jauh berada di bawah Negara Cina sebagai negara yang mempunyai permasalahan pertumbuhan penduduk. GDP per kapita Cina berada di angka 1

US $ 8,027,7 yang artinya sekitar dua kali lebih besar dari GDP per kapita Indonesia pada tahun 2015. Tabel 1.1 GDP Per Kapita Negara-Negara Asia Tenggara NO NEGARA GDP PER KAPITA (US $) 2011 2012 2013 2014 2015 1 Singapura 53,093.7 54,451.2 55,617.6 56,007.3 52,888.7 2 Brunei 46,377.9 46,973.9 43,970.5 41,023.9 30,554.7 Darussalam 3 Malaysia 10,427.8 10,834.7 10,971.4 11,305.9 9,768.3 4 Thailand 5,539.5 5,915.2 6,225.1 5,969.9 5,814.8 5 Indonesia 3,647.6 3,700.5 3,631.7 3,499.6 3,346.5 6 Filipina 2,371.9 2,604.7 2,786.0 2,873.1 2,904.2 7 Vietnam 1,542.7 1,754.5 1,907.6 2,052.3 2,111.1 8 Laos 1,297.5 1,445.4 1,700.5 1,754.9 1,818.4 9 Myanmar 1,150.6 1,136.8 1,134.9 1,227.1 1,161.5 10 Kamboja 879.2 946.5 1,024.6 1,094.6 1,158.7 11 Timor Leste 1,024.6 1,125.4 1,111.8 1,154.2 1,158.0 sumber : world development indicator Bank Dunia Tabel GDP per kapita di atas memberikan gambaran GDP per kapita antar waktu dan antar negara sehingga dapat terlihat pertumbuhan ekonomi negara-negara terkait yang juga merupakan gambaran tingkat kemakmuran masyarakatnya. Semakin tinggi GDP per kapita artinya perekonomian makin tumbuh dan kemakmuran masyarakat makin meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam 2

masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2004). Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Selain GDP per kapita, pada tingkat wilayah untuk mengukur perumbuhan ekonomi dapat digunakan indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB pada prinsipnya adalah menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu. Salah satu contohnya PDRB Daerah Istimewa Yogyakarta yang menggambarkan kemampuan untuk menciptakan nilai tambah produk barang maupun jasa di Wilayah Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah provinsi dengan satu kota madya (Yogyakarta) dan empat kabupaten (Sleman, Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo). Masing-masing daerah memiliki pendapatan asli daerah yang berbeda-beda. Pendapatan asli daerah yang berbeda-beda tersebut tentu mempengaruhi belanja daerah. Perbedaan ini memungkinkan adanya perbedaan pertumbuhan PDRB. Maka untuk mengurangi ketimpangan keuangan daerah, pemerintah pusat melakukan perimbangan keuangan salah satu bentuknya adalah dana alokasi umum. Dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Dana alokasi umum terdiri dari dana alokasi umum untuk daerah provinsi dan dana alokasi umum untuk daerah 3

kabupaten/kota (Widjaja, 1998) dalam Kamilah (2014). Pemerintah daerah melalui pendapatan daerah dan belanja daerah diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap pertumbuhan PDRB yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut data statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2016), PDRB baik menurut harga berlaku maupun harga konstan menunjukkan adanya kenaikan terus menerus. Kenaikan tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel 1.2 di bawah ini. Tabel 1.2 PDRB Tahun 2011-2015 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (dalam juta rupiah) No. Tahun PDRB ADHK PDRB ADHB 1 2011 68.049.874 71.369.958 2 2012 71.702.449 77.247.861 3 2013 75.627.450 84.924.543 4 2014 79.532.277 92.829.330 5 2015 83.461.574 101.396.117 Sumber: Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2016 BPS DIY Namun demikian jika dilihat dari kontribusi antar kabupaten, terdapat ketimpangan kontribusi PDRB. PDRB lintas waktu dan lintas daerah menunjukkan bahwa Kabupaten Sleman menghasilkan PDRB terbesar, sedangkan Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten dengan nilai PDRB terkecil. Pada tahun 2015, kontribusi Sleman terhadap total PDRB provinsi mencapai 33,22 persen, kemudian diikuti Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Kulon Progo masingmasing sebesar 26,46 persen, 19,17 persen, 13,61 persen, dan 7,54 persen. 4

Untuk lebih jelasnya PDRB per kabupaten dan kota atas dasar harga berlaku dapat ditunjukkan dalam tabel 1.3. Tabel 1.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kota di Proinsi DIY Kab/ Kota Tahun Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman (dalam juta rupiah) Kota Yogyakarta 2011 5.500.251 13.290.667 9.739.094 23.764.366 18.997.186 2012 5.916.574 14.510.832 10.545.355 25.732.249 20.536.855 2013 6.489.594 16.138.755 11.530.341 28.295.363 22.537.792 2014 7.034.256 17.977.499,1 12.564.331 30.812.984 24.676.862 2015 7.662.301 19.486.839 13.834.228 33.756.236 26.889.124 Sumber: Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2016 BPS DIY Jika PDRB menggambarkan kemampuan menciptakan nilai tambah dalam suatu wilayah, PDRB per kapita adalah kemampuan individu untuk menciptakan nilai tambah barang atau jasa. Dari sisi PDRB per kapita, PDRB per kapita Daerah Istimewa Yogyakarta masih berada di urutan terbawah jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.4 berikut: Prov/ Thn Tabel 1.4 PDRB per Kapita Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DIY (dalam ribu rupiah) Jawa Timur 2012 138.858 25.272 30.202 22.865 21.744 32.770 2013 155.170 27.765 33.195 25.040 23.623 36.035 2014 174.824 30.110 36.972 27.613 25.693 39.903 Sumber: Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2016 BPS DIY Untuk melakukan perkembangan kegiatan dalam perekonomian melalui peningkatan PDRB, pemerintah telah melaksanakan desentralisasi fiskal. 5

Desentralisasi fiskal memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah secara lebih bebas dan mandiri baik dari sisi penerimaan maupun belanja daerah. Penerimaan daerah dapat berupa pendapatan daerah dan pembiayaan daerah, yang disebutkan dalam pasal 5 Undang Undang No. 33 tahun 2004. Penerimaan daerah akan dialokasikan dalam berbagai belanja daerah pada program dan kegiatan yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat sesuai prioritas daerah. Salah satu wujud belanja daerah tersebut adalah belanja modal. Belanja modal yang tepat sasaran diharapkan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang diukur dengan indikator produk domestik regional bruto (PDRB) yang pada akhirnya juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu Negara (Iskandar, 2012) dalam Mayendra (2014). Pendapatan Asli daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal tahun 2015 di Provinsi D.I. Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 1.5 berikut. Kab/ Kota Tabel 1.5 PAD, DAU, Belanja Modal, Total Pendapatan Dan Total Belanja Kabupaten Kota Di Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2015 PAD DAU BM Total Pendapatan (dalam ribu rupiah) Total Belanja Bantul 390.624.492 942.850.827 334.880.395 1.951.223.236 1.784.169.348 Gunung Kidul 196.099.244 872.566.961 238.175.034 1.599.005.995 1.425.246.898 Kulon Progo 170.822.326 657.260.489 226.055.713 1.227.474.672 1.142.545.631 Sleman 643.130.079 984.410.612 426.782.827 2.294.622.764 2.153.925.095 Kota 510.548.822 622.365.351 256.395.156 1.434.009.588 1.539.699.344 Sumber: diolah dari Laporan Keuangan kabupaten/kota di DIY Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa dari sisi pendapatan daerah dana alokasi umum merupakan penyokong pendapatan daerah yang paling besar 6

bahkan di Kabupaten Gunung Kidul DAU empat kali lebih besar dibandingkan PAD nya. PAD kabupaten dan kota di Provinsi D.I. Yogyakarta sangat terlihat kesenjangannya, misalnya PAD di Kabupaten Sleman hampir empat kali lebih besar dari PAD Kabupaten Kulon Progo. Sama halnya dengan PAD, belanja modal pada lima kabupaten kota di Provinsi D.I. Yogyakarta juga bervariasi besarannya, misalnya belanja modal Kabupaten Sleman hampir dua kali dari belanja modal Kabupaten Kulon Progo. Belanja modal pada lima kabupaten kota tersebut juga mempunyai serapan atau realisasi yang berariasi dalam tahun 2011 hingga 2015. Penyerapan anggaran belanja modal paling rendah terjadi pada tahun 2011 di Kabupaten Gunung Kidul yang hanya sebesar 61,57% dari jumlah yang dianggarkan. Belanja daerah dan pendapatan daerah adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Besarnya pendapatan daerah akan mempengaruhi besarnya belanja daerah demikian pula kebutuhan akan belanja daerah dapat menyebabkan pemerintah daerah harus memikirkan pendapatan daerah. Pendapatan dan belanja daerah baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah yang bersangkutan. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti mencoba melakukan penelitian dengan judul ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN BELANJA MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mayendra (2014) dengan judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli daerah dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi 7

Sumatera Barat. Penelitian ini berkesimpulan bahwa variabel PAD dan belanja modal kabupaten dan kota di Sumatera Barat mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat. Berbeda dengan Mayendra, penelitian Kamilah (2014) dengan judul Analisa Hubungan Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, berkesimpulan bahwa variabel DAU kabupaten dan kota berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat, namun variable belanja modal adalah sigifikan dengan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan sebagai berikut: 1. Nilai PDRB per kapita Provinsi DIY selama beberapa tahun terakhir terendah dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa. 2. Terjadi ketimpangan pendapatan asli daerah dan belanja modal pada kabupaten dan kota di Provinsi DIY. 3. Pendapatan daerah masih didominasi oleh dana perimbangan berupa dana alokasi umum yang menunjukkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat masih tinggi. 8

1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka perlu diadakan pembatasan masalah dalam penelitian. Penelitian dibatasi hanya halhal berikut: 1. Pendapatan asli daerah kabupaten dan kota di Provinsi DIY tahun 2011 sampai dengan 2015. 2. Dana alokasi umum kabupaten dan kota di Provinsi DIY tahun 2011 sampai dengan 2015. 3. Belanja modal kabupaten dan kota di Provinsi DIY tahun 2011 sampai dengan 2015. 4. PDRB dan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi DIY tahun 2011 sampai dengan 2015. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi DIY? 2. Apakah dana alokasi umum (DAU) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi DIY? 3. Apakah belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi DIY? 9

1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah: 1. untuk mengetahui, menganalisis dan menguji apakah ada pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten dan kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama tahun 2011 hingga 2015. 2. untuk mengetahui, menganalisis dan menguji apakah ada pengaruh dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten dan kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama tahun 2011 hingga 2015. 3. untuk mengetahui, menganalisis dan menguji apakah ada pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten dan kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama tahun 2011 hingga 2015. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kepentingan Teoritis a. Menambah wawasan pada bidang ekonomi pemerintahan terutama mengenai keterkaitan keuangan daerah dengan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi DIY. b. Memberikan kontribusi dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan dan pendidikan. c. Menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya. 10

2. Pemerintah Daerah Bagi Pemerintah Provinsi DIY dan kabupaten dan kota, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan formulasi anggaran yang mengarah pada proses peningkatan perekonomian daerah. 3. Bagi Peneliti a. Sebagai wahana latihan penulisan ilmiah dalam rangka menerapkan ilmu ekonomi dan akuntansi pemerintahan yang diperoleh selama perkuliahan. b. Menambah pengetahuan, pengalaman, pengembangan pemikiran, dan wawasan yang berguna di masa sekarang dan yang akan datang. 11