BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan kelak. Ini berakibat poses pembelajaran matematika harus

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fatima Dwi Ratna, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panji Wiraldy, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. dengan semboyan learning by doing. Berbuat untuk mengubah tingkah laku

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Dalam matematika terdapat banyak rumus-rumus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

DRAFT JURNAL PENELITIAN DOSEN PEMBINA PEMETAAN HIGH ORDER THINGKING (HOT) MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-KOTA TASIKMALAYA TIM PENGUSUL

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. namun tidak menutup kemungkinan mereka masih berada pada tahap preoperasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

adaptif) dan productive dispositotion (sikap produktif). Dari pernyataan diatas, Pembelajaran Matematika harus menekankan pada pemahaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dan mengerti tentang konsep dasar matematika. Matematika menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Matematika merupakan bidang studi yang diajarkan di SD dari kelas 1 sampai

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami hambatan pendengaran. Adanya hambatan pendengaran tersebut menimbulkan dampak terhadap perkembangan pada berbagai aspek. Dampak-dampak tersebut antara lain adalah pada aspek kognitif, bahasa dan bicara, sosial-emosional, dan akademik. Hambatan dalam aspek akademik, terjadi bukan disebabkan karena intelegensi mereka yang dibawah rata-rata, seperti yang dikemukakan oleh Somantri (2005, hlm. 97) bahwa : Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Akibat ketunarunguannya menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Dengan demikian perkembangan intelegensi secara fungsional terhambat. Perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan intelegensi anak tunarungu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lewton dan Mackey dalam Sadja ah (2003, hlm. 5) bahwa keterbelakangan atau hambatan perkembangan kognisi anak tuli ada hubungannya dengan kemiskinan bahasa, oleh karena perolehan informasi kurang, menjadikan daya abstraksi dan imajinasinya mangalami hambatan pula. Pengaruh gangguan pendengaran terhadap aspek perkembangan kognisi juga dikemukakan oleh Backwin dalam Sadja ah (2003, hlm. 6) bahwa : Intelegensi rata-rata anak gangguan pendengaran lebih rendah daripada intelegensi anak normal, hal ini disebabkan oleh gangguan bicaranya, oleh karena pada test tanpa verbal didapatkan skor yang mendekati hasil anak normal. Dengan demikian keterlambatan belajar mereka tidak saja

2 disebabkan oleh tingkat kecerdasannya, namun juga ditopang oleh kemampuan berbahasanya. Hambatan anak tunarungu dalam mengakses informasi secara auditif dapat mempengaruhi daya abstraksinya sehingga menghambat anak tunarungu untuk mencapai pengetahuan yang lebih luas. Adapun permasalahan yang dialami anak tunarungu adalah kesulitan untuk memahami hal yang yang bersifat abstrak, dan lebih mengutamakan visual untuk memperoleh pengetahuan dalam belajarnya. Pengetahuan yang menuntut daya abstraksi tinggi adalah matematika sebab angka-angka itu sifatnya abstrak. Matematika pun merupakan pelajaran yang perannya sangat penting untuk kehidupan manusia. Matematika diajarkan di sekolah membawa misi yang sangat penting, yaitu mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Secara umum tujuan pendidikan matematika di sekolah dapat digolongkan menjadi : 1. Tujuan yang bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan membentuk kepribadian siswa 2. Tujuan yang bersifat material menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika. (Admin in Pendidikan, 2011) Secara lebih terinci, tujuan pembelajaran matematika dipaparkan pada buku standar kompetensi mata pelajaran matematika sebagai berikut: 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. (Admin in Pendidikan, 2011)

3 Sementara itu tujuan matematika menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22, Tahun 2006 tentang Standar Isi, yaitu : 1. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika; 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Rinoto Rin, 2013) Sesuai dengan tujuan diberikannya matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa matematika sekolah memegang peranan sangat penting. Anak didik memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer. Selain itu, agar mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya, dan agar para siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, beserta bersikap positif dan berjiwa kreatif. Pada saat peneliti melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SLBN Cicendo, peneliti sebagai mahasiswa yang sedang praktik di SLBN Cicendo melakukan observasi partisipatif di kelas 1 SD pada pembelajaran matematika. Hasil pengamatan menunjukan bahwa pentingnya peranan matematika untuk kehidupan sehari-hari tidak berbanding lurus dengan

4 kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika. Hal ini didasarkan pada bahwa ada siswa tunarungu yang mengalami kesulitan dalam berhitung penjumlahan. Keabstrakan matematika akan sulit dimengerti dan dipahami oleh anak yang duduk di tingkat SD, karena menurut teori perkembangan mental dari J. Piaget, pada umur 7 tahun sampai 12 tahun anak berada pada tahap operasional kongkrit (concrete operational stage). Para pendidik perlu memperhatikan kondisi usia mental, kemampuan berpikir, belajar melalui aktivitas kongkrit, memperkaya pengalaman dengan memfungsikan seluruh pancaindera (sensory) dan tingkat kemandirian anak. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, perkembangan berpikir matematika anak dapat ditingkatkan. Pada kenyataannya dalam pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata jarang dijadikan tempat mengaplikasikan konsep-konsep matematika. Akibatnya, siswa tidak memahami konsep-konsep matematika dan mengalami kesulitan untuk mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari, dalam hal ini pada siswa tunarungu. Oleh karena itu, agar pembelajaran matematika dapat dipahami anak tunarungu, diperlukan metode pembelajaran yang dapat membantu berpikir kongkrit kearah berpikir abstrak. Uraian di atas menyiratkan bahwa anak tunarungu terhambat dalam mengabstraksikan sesuatu dan itu berdampak pada kemampuan berhitung atau dalam mata pelajaran matematika, oleh karena itu diperlukan metode pembelajaran yang dapat menunjang kemampuan anak, sehingga anak dapat mengerti kegunaan dari pembelajaran matematika itu sendiri dan dapat diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari, selain itu dalam penerapannya diharapkan efektif dan dapat digunakan dalam keseharian dan guru dapat

5 menjadi fasilitator dan juga mampu menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan kondusif bagi anak. Metode dalam pembelajaran matematika yang memiliki nilai tinggi untuk diaplikasikan dilapangan adalah pembelajaran matematika realistik (realistic mathematic education). Pembelajaran matematika realistik merupakan metode pembelajaran matematika yang memanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika. Seperti halnya pandangan baru tentang proses belajar mengajar, dalam pembelajaran matematika realistik juga diperlukan upaya mengaktifkan siswa. (http://faizalnizbah.blogspot.com) Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan cara : 1. Mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar 2. Mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik. Salah satu kemungkinannya adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkontruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. (http://faizalnizbah.blogspot.com) Pembelajaran matematika realistik memberikan kemudahan bagi guru matematika dalam mengembangkan konsep-konsep dan gagasan-gagasan matematika yang bermula dari dunia nyata. Dunia nyata tidak berarti kongkrit secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak. Jadi dengan demikian pembelajaran matematika realistik menggunakan situasi dunia nyata atau suatu konteks nyata sebagai titik tolak belajar matematika. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti bermaksud mengkaji lebih dalam apakah dengan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan siswa tunarungu di SLBN Cicendo Kota Bandung. B. Identifikasi Masalah Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berhitung, antara lain adalah :

6 1. Motivasi belajar memegang peran penting dalam keberhasilan belajar seseorang. 2. Kematangan anak dapat mempengaruhi kemampuan berhitung siswa, sebab kematangan merupakan prasyarat untuk tumbuh dan berkembang ke tahap yang lebih tinggi. 3. Bakat yang ada dalam diri anak dapat mempengaruhi kemampuan berhitung anak. Pada dasarnya bakat yang ada dalam diri anak berbedabeda. Apabila anak memiliki bakat pada bidang matematika, maka anak pun akan lebih mudah mempelajari matematika dibandingkan pelajaran yang lain. 4. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan berhitung siswa. Pengalaman yang berbeda dari setiap guru akan mempengaruhi cara mengajarnya dan akan berimbas pada kemampuan berhitung para siswa. 5. Media pembelajaran yang digunakan dapat mempengaruhi kemampuan berhitung siswa, media dapat menambah siswa bersikap positif dan membantu siswa agar mudah memahami pelajaran. Dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berhitung di atas, pada penelitian ini peneliti memilih metode pembelajaran untuk diterapkan dilapangan. Metode pembelajaran matematika yang akan peneliti terapkan di lapangan adalah pembelajaran matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik merupakan metode pembelajaran matematika yang bertitik tolak pada pengalaman pengalaman nyata anak dan diduga akan memudahkan anak tunarungu dalam memahami pelajaran matematika yang memang bersifat abstrak. C. Batasan Masalah

7 Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi pada penerapan metode pembelajaran matematika realistik atau yang dikenal dengan realistic mathematic education (RME) yang merupakan salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience). Materi yang akan peneliti bahas dalam penelitian ini adalah materi penjumlahan yang merujuk pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika kelas 1 SD. D. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : Adakah pengaruh penerapan pembelajaran matematika realistik terhadap kemampuan berhitung penjumlahan siswa tunarungu kelas 2 SDLB di SLBN Cicendo Bandung? E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan pembelajaran matematika realistik terhadap peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan siswa tunarungu kelas 2 di SLBN Cicendo Bandung. b. Tujuan Khusus

8 1) Mengetahui kemampuan berhitung penjumlahan siswa tunarungu kelas 2 SDLB di SLBN Cicendo Bandung sebelum diterapkannya pembelajaran matematika realistik. 2) Mengetahui kemampuan berhitung penjumlahan siswa tunarungu kelas 2 SDLB di SLBN Cicendo Bandung setelah diterapkannya pembelajaran matematika realistik. 2. Kegunaan Penelitian a. Secara keilmuan dapat digunakan sebagai salah satu referensi dan bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran operasi hitung penjumlahan pada siswa tunarungu b. Pertimbangan bagi guru dalam memberikan pembelajaran matematika terutama pembelajaran mengenai operasi hitung penjumlahan c. Sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya dalam pembelajaran matematika terutama dalam operasi hitung penjumlahan.