BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PELAKSANAAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PELAKSANAAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB III METODOLOGI A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur pelaksanaan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu tahap preparasi dan

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015

BAB III METODE PELAKSAANAN

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

TUGAS AKHIR PRAKTEK PRODUKSI TEH CELUP KULIT BAWANG MERAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jewawut, pencampuran bahan-bahan, mencetak/membentuk choco chip,

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Denpasar, selama 3 bulan mulai dari Tanggal 21 Februari sampai dengan 22 Mei

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

MODUL PELATIHAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN INSTAN JAHE MERAH DI KOTA MANADO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

I. PENDAHULUAN. pemasok utama kakao dunia dengan persentase 13,6% (BPS, 2011). Menurut

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu. 3.2 Bahan dan Alat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan

III. METODE PENELITIAN

K O P A L SNI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

III. BAHAN DAN METODE

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM :

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Teknologi Hasil Pertanian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

PENGOLAHAN UBI KAYU. Kue Pohong Keju

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni Agustus 2014 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat Alat yang digunakan dalam Praktek Produksi Pembuatan Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah adalah timbangan, pisau, wajan, tempayang, wajan dari tanah liat, tungku dari tanah liat, solet, kain saring, sealer, blender, mesin penggiling dan mesin pengayak beserta ayakan 80 mesh. Sedangkan alat yang digunakan untuk uji kimia pada pengujian kadar air dan kadar abu pada produk kopi biji salak adalah botol timbang, oven, desikator, cawan porselen, tanur, dan neraca analitik. 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam Praktek Produksi Pembuatan Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah adalah biji buah salak, jahe merah dan gula. Buah salak yang digunakan diperoleh dari petani salak di daerah Bojonegoro. Salak yang digunakan adalah salak wedi, yaitu jenis salak khas Bojonegoro, Jawa Timur. Pemilihan jenis salak ini dikarenakan salak wedi mempunyai jumlah biji sebanyak 1-3 butir dengan ukuran yang cukup besar dibandingkan dengan salak jenis lainnya. Sedangkan untuk jahe merah, dan gula yang digunakan dalam proses pembuatan kopi biji salak ini didapatkan dari Pasar Besar Ngawi. 3. Cara Kerja Proses pembuatan Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah melalui beberapa tahapan, yaitu: a. Pengolahan Kopi Biji Salak

Pertama untuk perlakuan terhadap biji salak yaitu sortasi biji salak. Kriteria biji salak yang baik adalah biji salak yang berukuran besar, keras, permukaan biji halus dan tidak terdapat cacat (terdapat bintil-bintil dan lubang-lubang kecil yang menandakan bahwa buah salak tersebut terserang penyakit/cendawan). Setelah disortasi kemudian biji salak dicuci dengan menggunakan air bersih dan digosok-gosok dengan tangan untuk menghilangkan sisa daging buah salak yang masih menempel pada biji salak. Setelah dicuci kemudian biji salak dibelah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dengan menggunakan pisau besar. Ukuran dari hasil pembelahan biji salak ini akan menentukan lamanya proses penjemuran. Semakin besar ukuran dari hasil belahan biji salak, maka ketika proses penjemuran juga akan membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu sekitar 10 hari. Setelah tahap pembelahan biji salak kemudian biji salak yang telah dibelah dicuci kembali menggunakan air bersih yang mengalir. Pencucian kedua ini dimaksudkan agar kotoran yang mungkin menempel pada biji salak ketika tahap pembelahan dapat hilang. Tahap yang selanjutnya adalah pengeringan biji salak dengan metode pengeringan langsung dibawah sinar matahari (penjemuran) selama 7-10 hari tergantung pada ukuran hasil pembelahan biji salak. Tujuan dari pengeringan ini adalah mengurangi kadar air bahan sampai dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan atau kerusakan terhambat atau terhenti (Handajani dkk, 2010). Kemudian setelah biji salak benar-benar kering, pecahan biji salak siap disangrai. Apabila proses pengeringan tidak dilakukan sampai biji salak benar-benar kering maka akan berpengaruh terhadap lamanya waktu penyangraian. Penyangraian biji salak yang belum benar-benar kering akan membutuhkan waktu lebih lama yaitu sekitar 50-60 menit. Sedangkan untuk penyangraian biji salak kering biasanya dilakukan selama 20-30 menit sampai warna biji salak berubah menjadi coklat kehitaman. Biji salak yang disangrai

sampai gosong akan mengakibatkan aroma khas dari biji salak ini berkurang. Kemudian biji salak yang telah disangrai dilakukan proses penggilingan dengan menggunakan mesin penggiling kopi. Setelah didapatkan bubuk biji salak maka tahap selanjutnya adalah proses pengayakan. Pengayakan bubuk kopi biji salak ini dilakukan dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Bubuk kopi biji salak yang tidak lolos ayakan 80 mesh kemudian dilakukan penggilingan lagi menggunakan blender untuk meningkatkan hasil rendemen. Dari setiap sekali produksi dengan jumlah total bahan baku biji salak sebanyak 21 kg, hanya didapat bubuk biji salak sebanyak 10,5 kg. Bubuk kopi biji salak Diagram alir pembuatan kopi biji salak dapat dilihat pada Gambar 3.1.

21 kg biji salak Penyortiran 21 kg biji salak Pencucian I Pembelahan 21 kg biji salak dengan pisau besar Pencucian II Penjemuran 21 kg biji salak selama 7 hari Penyangraian ± 20 kg biji salak selama 20-30 menit sampai berwarna coklat kehitaman Penggilingan ± 20 kg biji salak dengan mesin penggiling Pengayakan ± 20 kg biji salak dengan ayakan 80 mesh Tidak lolos ayakan 80 mesh 10,5 kg bubuk kopi lolos ayakan 80 mesh Pencampuran dengan 3,5 kg bubuk jahe merah 14 kg kopi biji salak dengan penambahan jahe merah 70 pack kopi biji salak dengan penambahan jahe merah @ pack 200 g Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Kopi Biji Salak

b. Pengolahan Bubuk Jahe Merah Pertama untuk perlakuan pada jahe merah yaitu penyortiran. Penyortiran dilakukan untuk mendapatkan jahe merah dengan kualitas terbaik. Jahe merah yang berkualitas baik adalah jahe merah yang sudah tua dan rimpangnya yang besar dan belum keriput. Kemudian setelah disortir, rimpang jahe merah siap dicuci. Pencucian rimpang jahe ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin masih menempel pada rimpang jahe merah. Kemudian jahe yang sudah dicuci bersih dikupas dengan menggunakan pisau. Proses pengupasan dilakukan setelah pencucian dimaksudkan untuk menghindari hilangnya komponen-komponen yang terdapat didalam jahe merah. Kemudian rimpang jahe merah yang sudah bersih dihancurkan dengan menggunakan blender. Proses penghancuran jahe menjadi bubur ini dimaksudkan untuk membuka pori-pori jahe agar mempermudah proses keluarnya sari jahe. Setelah rimpang jahe menjadi bubur, dilanjutkan pada proses penyaringan. Proses penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain saring untuk memisahkan sari jahe merah dengan ampasnya. Sari jahe merah tersebut kemudian didiamkan selama ± 5 menit untuk melarutkan endapan patinya agar sari jahe merah yang akan diolah benar-benar murni tanpa adanya endapan. Sari jahe murni kemudian dimasak dengan menggunakan api sedang untuk mendapatkan sari jahe merah dalam bentuk kristal. proses ini biasa disebut dengan kristalisasi. Pada proses kristalisasi ini harus dilakukan dengan menggunakan api sedang karena untuk menghindari terjadinya proses karamelisasi yaitu pencoklatan pada hasil akhir kristal jahe yang diakibatkan oleh terlalu besarnya api yang digunakan pada proses pemasakan. Kemudian setelah sari jahe merah mendidih, dilakukan penambahan gula pasir untuk membantu terjadinya proses penggumpalan pada tahap kristalisasi ini. Sari jahe yang telah ditambahkan gula pasir harus diaduk secara terus menerus

untuk menghindari kegosongan pada hasil akhir kristal jahe. Setelah terbentuk kristal jahe merah, diamkan beberapa saat sebelum dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Setelah kristal jahe merah sudah dingin, dapat langsung dilanjutkan ke tahap penghancuran kristal dengan menggunakan blender untuk mendapatkan bubuk jahe merah. Kemudian bubuk jahe merah tersebut diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh untuk mendapatkan bubuk jahe merah halus dan dengan ukuran yang seragam. Bubuk jahe merah yang tidak lolos ayakan 80 mesh dilakukan penggilingan lagi menggunakan blender untuk meningkatkan hasil rendemen. Dari setiap sekali produksi dengan jumlah total bahan baku jahe merah sebanyak 7 kg, hanya didapat bubuk jahe merah sebanyak 3,5-4 kg. Diagram alir pembuatan bubuk jahe merah dapat dilihat pada Gambar 3.2.

7 kg jahe merah Penyortiran 7 kg jahe merah Pencucian Pengupasan jahe merah segar menggunakan pisau Penghancuran 7 kg jahe merah menggunakan blender Penyaringan menggunakan kain saring Pemasakan menggunakan api sedang sampai terjadi kristalisasi 2 kg gula pasir Penggilingan padatan jahe merah menggunakan blender Pengayakan menggunakan ayakan 80 mesh Tidak lolos ayakan 80 mesh 3,5 kg bubuk jahe merah lolos ayakan 80 mesh Pencampuran dengan 10,5 kg bubuk kopi biji salak 14 kg kopi biji salak dengan penambahan jahe merah 70 pack kopi biji salak dengan penambahan jahe merah @ pack 200 g Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Jahe Merah

c. Proses Pencampuran Bubuk Kopi Biji Salak dengan Bubuk Jahe Merah Bubuk kopi biji salak yang telah diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh dicampur dengan bubuk jahe merah yang juga telah diayak dengan menggunakan ayakan yang sama dengan bubuk kopi biji salak (80 mesh). Proses pencampuran harus dilakukan sampai bubuk kopi biji salak dan bubuk jahe merah tercampur secara merata. Pencampuran dilakukan sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan. Formulasi I yaitu dengan perbandingan 50% kopi biji salak dengan 50% jahe merah, formulasi II dengan perbandingan 60% kopi biji salak dengan 40% jahe merah, dan formulasi III dengan perbandingan 70% kopi biji salak dengan 30% jahe merah. Kemudian kopi biji salak dengan penambahan jahe merah yang telah tercampur rata siap dikemas dengan menggunakan plastik dan toples. Diagram alir proses pembuatan kopi biji salak dengan penambahan jahe merah dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Biji Salak Jahe Merah Penyortiran Penyortiran Pencucian I Pencucian Pemecahan dengan menggunakan pisau Pencucian II Pengeringan dengan sinar matahari selama 7 hari Penyangraian selama 20-30 menit Penggilingan menggunakan mesin penggiling kopi Pengupasan jahe merah segar menggunakan pisau Penghancuran menggunakan blender Penyaringan menggunakan kain saring Pemasakan menggunakan api sedang sampai terjadi kristalisasi Gula pasir Tidak lolos ayakan Pengayakan menggunakan ayakan 80 mesh Penggilingan padatan jahe merah menggunakan blender Lolos ayakan 80 mesh Pengayakan menggunakan ayakan 80 mesh Tidak lolos ayakan Lolos ayakan Pencampuran bubuk kopi biji salak dan bubuk jahe merah Pengemasan dengan menggunakan plastik Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Pembuatan Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah

Pada proses pembuatan kopi biji salak dengan penambahan jahe merah ini digunakan 3 formulasi. Metode pembuatan kopi biji salak ini adalah dengan memodifikasi dari formulasi kopi biji salak yang telah ada. Formulasi yang pertama yaitu menggunakan kopi biji salak 50% dan jahe merah 50%, formulasi kedua menggunakan kopi biji salak 60% dan jahe merah 40%, dan formulasi yang terakhir menggunakan kopi biji salak 70% dan jahe merah 30%. Untuk formulasi kopi biji salak yang lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah Formulasi Bahan Biji Salak (%) Jahe Merah (%) Formulasi I 50 50 Formulasi II 60 40 Formulasi III 70 30 C. Analisis Produk Tabel 3.2 Parameter Analisa Parameter Analisa Metode Pengujian Kadar Air AOAC 1995 Pengujian Kadar Abu AOAC 1995 Organoleptik (Uji Kesukaan) Uji Skoring D. Analisis Sensoris Analisis sensori adalah identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi dari karakteristik (atribut) produk berdasarkan penerimaan melalui kelima indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Atribut sensori yang dianalisis dengan penginderaan ini antara lain adalah aroma, warna, rasa dan overall. Produk Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah yang telah dibuat kemudian dilakukan analisis sensori dengan uji kesukaan. Produk Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah ini diuji oleh panelis yang tidak terlatih berjumlah 25 orang. Uji ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Metode yang digunakan dalam analisis sensori ini adalah metode uji skoring yaitu panelis bisa menilai Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah yang diujikan sesuai dengan skala nilai yang diberikan. Uji metode skoring ini dipilih karena untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap Kopi Biji Salak. Kopi Biji Salak diuji berdasarkan 5 parameter, yaitu warna, aroma, rasa, tekstur dan secara keseluruhan (overall). Skala nilai yang digunakan dalam uji analisis sensori ini adalah 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = tidak suka, 5 = sangat tidak suka. E. Analisis Kimia Setelah diketahui formulasi yang tepat kemudian dilakukan analisis produk. Analisis yang dilakukan pada produk Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah yaitu analisa kadar air. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar air yang terdapat pada hasil jadi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah. a. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan rasa bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme dan bahan pangan tersebut dapat tahan lama. Sebaliknya, makin tinggi kadar air dalam bahan, makin cepat mikroorganisme berkembangbiak sehingga proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat (Winarno, 2002). b. Kadar Abu Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur

mineral. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Astuti, 2011). Abu merupakan residu anorganik dari hasil pengabuan. Kadar abu ditentukan dengan cara mengukur residu setelah sampel dioksidasi pada suhu 500-600 o C dan mengalami volatilisasi. Untuk pengabuan yang sempurna, pemanasan dilakukan sampai warna sampel menjadi seragam dan berwarna abu-abu sampai putih, serta bebas dari sisa sampel yang tidak terbakar (Estiasih, 2012). F. Analisis Ekonomi Untuk mengetahui harga pokok, harga jual dan keuntungan produk maka dilakukan analisis uji kelayakan ekonomi meliputi biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel), kapasitas produksi, harga pokok produksi, harga jual, Break Event Poin (BEP), laba, Payback Period (PP), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), dan Return of Investiment (ROI). a. Biaya Tetap Biaya Tetap = Biaya Tenaga Kerja + Biaya Usaha + Biaya Penyusutan/Depresiasi + Biaya Amortisasi + Dana Sosial + Pajak Usaha + Bunga b. Biaya Tidak Tetap Biaya Tidak Tetap = Biaya Bahan Baku + Biaya Bahan Bakar/Energi + Biaya Tenaga Kerja + Biaya Perawatan dan Perbaikan c. Harga Pokok Produksi d. Break Event Point (BEP) Perhitungan rumus BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai berikut:

Q BEP = berikut: Perhitungan rumus BEP atas dasar unit rupiah adalah sebagai P BEP = e. Payback Period PP = Investasi Usaha = Biaya Produksi + Investasi Perusahaan f. Benefit Cost Ratio (B/C) B/C Ratio = g. Return of Investment (ROI) ROI sebelum pajak = x 100% ROI sesudah pajak = x 100%