BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

dokumen-dokumen yang mirip
sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. dinamik dan generatif. Melalui kegiatan matematika (doing math), matematika

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ANALISIS KUALITATIF GAYA BERPIKIR SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI GERAK PARABOLA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

BAB I PENDAHULUAN. sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Segitiga. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), Elly Susanti. Proses koneksi Produktif dalam Penyelesaikan Masalah Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sri Wahyuni, Tesis : Kemampuan Koneksi Matematika siswa SMP dalam Memecahkan

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan pendidikan potensi diri yang dimiliki oleh seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Untuk itu, pemerintah berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian adalah siswa SMP Negeri 1 Tapa kelas VIII 7 dengan

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari, seperti perhitungan dalam jual-beli, menghitung kecepatan

BAB 1 PENDAHULUAN. bermanfaat dalam kehidupan kita. Hampir di setiap bagian dari hidup kita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak

BAB II KAJIAN TEORITIK

Tugas Matakuliah Pengembangan Pembelajaran Matematika SD Dosen Pengampu Mohammad Faizal Amir. M.Pd S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan penalaran Matematika

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Analisis Kemampuan Penalaran Logis Siswa yang Memiliki Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak

Kata Kunci: Kemampuan Penalaran Matematis, Model Penemuan Terbimbing

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Koneksi Matematis. Sejak sekolah dasar, siswa telah diperkenalkan dengan banyak konsep

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kelangsungan hidupnya sehari-hari. Bicara mengenai matematika

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DESKRIPSI KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Tabel 3.1 Rincian kegiatan penelitian kegiatan Maret April Mei Juni Juli

Endah Muliana*, Saminan, Agus Wahyuni Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Unsyiah

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menyelesaikan soal cerita matematika merupakan keterampilan yang. matematika SD, SMP, SMA dan sederajat.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang. sesuatu melalui akal dari hasil olahan informasi.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, dituntut sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, pendidikan sangatlah penting. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Menurut Keraf (2007) penalaran adalah kemampuan seseorang dalam merumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkai fakta-fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Demikian juga menurut Shadiq (2004) penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Definisi tentang penalaran menurut Santrock (2014) adalah pemikiran logis yang menggunakan induksi dan deduksi untuk mencapai sebuah kesimpulan. Secara umum, definisi penalaran merupakan suatu cara berpikir untuk menarik suatu kesimpulan, baik kesimpulan bersifat umum dari halhal yang bersifat khusus maupun hal-hal yang bersifat umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus. Jadi, penalaran merupakan suatu proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan.

8 Sumarmo (2015) menggolongkan penalaran berdasarkan cara penarikan kesimpulannya menjadi dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan kemampuan berpikir seseorang dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menarik sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Hal ini selaras dengan pendapat Almira (2014) bahwa penalaran induktif adalah suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan dari pernyataan khusus yang diketahui. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh khusus menuju konsep atau generalisasi. Penalaran induktif pada prinsipnya menyelesaikan persoalan matematika dimulai dengan memperhatikan soal atau data. Dari soal atau data tersebut nantinya diproses sedemikian rupa sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. Oleh karena itu proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan, dan pembentukan generalisasi. Berbeda dengan penalaran induktif, pada penalaran deduktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju ke hal-hal yang khusus. Sumarmo (2015) berpendapat bahwa penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan sebelumnya yang telah disepakati. Hal demikian selaras dengan penjelasan Almira (2014) bahwa proses pembuktian secara deduktif akan melibatkan teori atau rumus matematika lainnya yang sudah dibuktikan kebenarannya. Kegiatan yang tergolong dalam penalaran deduktif antara lain, melaksanakan perhitungan berdasarkan rumus tertentu, menarik kesimpulan logis, dan menyusun pembuktian.

9 Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran pada pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses induktif dan deduktif dapat digunakan untuk mempelajari matematika. Diawali dengan mengamati beberapa contoh atau fakta, membuat daftar sifat yang muncul, memperkirakan hasil baru yang diharapkan, kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian penalaran induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika (Shadiq, 2004). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penalaran matematis adalah proses berpikir secara induktif maupun deduktif dalam penarikan sebuah kesimpulan yang logis dari permasalahan matematika. Dalam hal ini, kesimpulan diartikan sebagai penyelesaian atau jawaban dari suatu permasalahan atau jawaban dari suatu soal. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini indikator yang digunakan oleh peneliti adalah: 1) Runtut dalam proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Siswa dapat menunjukkan proses penyelesaian hingga jawaban akhir yang bersifat khusus dari permasalahan matematika yang bersifat umum disertai dengan penjelasan yang runtut dan logis.

10 2) Runtut dalam proses penarikan kesimpulan secara induktif. Siswa dapat menunjukkan proses penyelesaian hingga jawaban akhir yang bersifat umum dari permasalahan matematika yang sifatnya khusus disertai dengan penjelasan yang runtut dan logis. 2. Gaya Berpikir Sekuensial Gaya merupakan cara yang dimiliki oleh setiap individu dan akan berbeda-beda. Menurut Santrock (2010), gaya merupakan cara siswa dalam menggunakan kemampuannya. Berpikir adalah mengelola dan mentransformasi suatu informasi ke dalam memori. Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar, membuat keputusan, dan memecahkan masalah. Gaya bukanlah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock (2010) bahwa gaya berpikir bukanlah sebuah kemampuan, melainkan sebuah cara atau kesenangan yang dipilih seseorang untuk menggunakan kemampuannya. Selain itu, Setyawan dan Rahman (2013) mengemukakan bahwa gaya berpikir adalah kecenderungan seseorang dalam menerima, mengolah, dan memproses informasi yang berbeda, mulai dari proses hingga kesimpulan yang didapatkan. Menurut Gregorc (1982) dalam berpikir, seseorang dipengaruhi oleh dua konsep yaitu: 1) Konsepsi tentang obyek/wujud yang dibedakan menjadi perssepsi konkret dan abstrak.

11 Persepsi konkret yaitu, proses menerima informasi yang berupa wujud nyata dengan menggunakan kelima pancaindra sehingga seseorang lebih cepat menerima informasi dengan jelas secara langsung. Karakteristik berpikir seseorang dengan persepsi konkret yaitu, mereka mengambil kesimpulan setelah mereka mengumpulkan fakta dan menilai sesuatu seperti apa adanya. Berikutnya, persepsi abstrak yaitu berkaitan dengan imajinasi seseorang. Artinya, seseorang lebih cepat menerima informasi yang abstrak (tidak kasat mata) dan percaya kepada apa yang tidak bisa dilihat seseungguhnya. Karakteristik berpikir seseorang dengan persepsi abstrak yaitu, mereka menganggap sesuatu tidak selalu seperti apa yang dilihat. 2) Kemampuan pengaturan secara sekuensial (linier) dan acak (non linier). Proses berpikir sekuensial yaitu berpikir untuk mengolah informasi dengan cara berurutan, linier, tahap demi tahap. Karakteristik berpikir seseorang secara sekuensial, mereka mengikuti langkah demi langkah secara bertahap. Pada proses berpikir acak, informasi akan diolah tanpa adanya urutan tertentu. Karakteristik berpikir seseorang secara acak, mereka akan mengerjakan sesuatu dengan asal selesai. Menurut DePorter dan Hernacki (2016) orang yang termasuk dalam kategori sekuensial cenderung memiliki dominasi otak kiri. Hal ini dikarenakan cara berpikir otak kiri yang bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional. Sisi otak kiri sangat teratur walaupun berdasarkan realitas, ia mampu menafsirkan kemampuan simbolis. Sedangkan orang yang berpikir

12 secara acak biasanya termasuk pada dominasi otak kanan. Cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Menurut Gregorc (1982), jika kedua konsep tersebut dikombinasikan, maka didapat empat tipe gaya berpikir, yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret dan acak abstrak. Oleh karena itu, gaya berpikir adalah suatu proses yang memadukan antara bagaimana seseorang menerima dan mengolah informasi dalam otak (DePorter dan Hernacki, 2016). Setiap orang sebagai individu berbeda, akan memiliki dan menggunakan keempat gaya berpikir tersebut. Walaupun demikian, setiap orang akan memiliki kecenderungan gaya berpikir yang paling dominan diantara ke empatnya (DePorter dan Hernacki, 2016). Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika tentunya yang lebih unggul adalah Sekuensial Abstrak, mengingat bahwa matematika itu hirarki dan abstrak (Setyawan dan Rahman, 2013). Sementara itu, Suradi (2007) mengemukakan bahwa cara berpikir siswa SMP masih didominasi oleh tipe sekuensial konkret. Dari hal tersebut, penelitian ini akan memfokuskan pada gaya berpikir sekuensial, yaitu sekuensial konkret dan sekuensial abstrak. Alasannya agar pembahasan lebih mendalam dan karena tipe sekuensial memiliki karakteristik yang lekat dengan keteraturan, logika, analisis, dan perhitungan mendetail seperti matematika. Adapun karakteristik dari tipe gaya berpikir sekuensial menurut DePorter dan Hernacki (2016) adalah sebagai berikut:

13 1) Tipe Sekuensial Konkret (SK) Pemikir sekuensial konkret berpegang pada kenyataan dan proses informasi dengan cara yang teratur, linear, dan sekuensial. Realitas menurut tipe pemikir sekuensial konkret terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui indra fisik mereka, seperti indra penglihatan, peraba, pendengaran, perasa dan penciuman. Mereka memperhatikan dan mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta, informasi, rumus, dan aturan khusus dengan mudah. Cara belajar yang baik untuk tipe sekuensial konkret adalah membuat dan membaca catatan atau makalah. Pelajar sekuensial konkret harus mengatur tugas-tugas menjadi proses tahap demi tahap. Pemikir sekuensial konkret berusaha untuk mendapatkan kesempurnaan pada setiap tahap dalam menyelesaikan tugasnya, sehingga mereka cenderung menyukai pengarahan dan prosedur khusus. 2) Tipe Sekuensial Abstrak (SA) Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak. Tipe sekuensial abstrak menyukai berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi. Proses berpikir mereka cenderung logis, rasional dan intelektual. Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa yang teratur rapi. Mudah bagi pemikir sekuensial abstrak untuk melihat hal-hal penting, seperti titik kunci dan detail penting.

14 Salah seorang pembimbing SuperCamp, John Parker Le Tellier, merancang sebuah tes untuk membantu mengenali cara berpikir setiap orang. Hal ini dilakukan dengan membaca beberapa kelompok yang terdiri dari empat kata, dan memilih dua diantaranya yang paling menggambarkan atau sesuai dengan kepribadian mereka. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Setiap orang akan memberikan jawaban yang berbeda, yang terpenting adalah bersikap jujur. 3. Materi Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), salah satu materi dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah Bangun Ruang Sisi Datar. Materi ini diajarkan pada kelas 8 semester genap. Kompetensi dasar dan indikator pada materi bangun ruang sisi datar (sub materi Kubus dan Balok) adalah sebagai berikut: Standar Kompetensi: 5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. Kompetensi Dasar: 5.3 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas. Indikator: 5.3.1 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas permukaan kubus.

15 5.3.2 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas permukaan balok. 5.3.3 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan volume kubus. 5.3.4 Siswa mampu menggunakan penalaran dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan volume balok. B. Penelitian Relevan Abjul (2014) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa dari analisis tes kemampuan penalaran siswa, ternyata siswa kelas 8 memiliki kemampuan penalaran matematika rendah. Ia juga berpendapat bahwa dalam mempelajari matematika, siswa semestinya tidak mengabaikan konsep yang telah diberikan sebelumnya, karena mengingat materi matematika itu sangat luas pembahasannya dan saling berkesinambungan. Adegoke (2013) menjelaskan bahwa temuan dari studinya menunjukkan tingkat kemampuan penalaran matematika, memainkan peran utama dalam pencapaian matematika. Oleh karena itu sangat penting bagi guru untuk dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan penalaran mereka. Setyawan dan Rahman (2013) menjelaskan bahwa mengetahui proses berpikir siswa dalam menyelesaikan suatu soal sebenarnya sangat penting bagi guru. Guru harus memahami cara berpikir siswa dan cara mengolah informasi yang masuk dengan mengarahkan siswa untuk mengubah cara berpikirnya jika itu ternyata diperlukan. Dengan mengetahui proses berpikir siswa, guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan siswa. Kesalahan yang

16 dilakukan siswa dapat dijadikan sumber informasi belajar dan pemahaman bagi siswa. Yang tak kalah pentingnnya adalah guru dapat merancang pembelajaran yang sesuai dengan proses berpikir siswa. Hal serupa diungkapkan oleh Zollinger dan Martison (2010), mereka menyatakan bahwa pengetahuan mengenai gaya berpikir penting untuk para pendidik, karena gaya berpikir dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran siswa pada situasi tertentu, dan pendidik harus peka terhadap perbedaan gaya berpikir setiap siswa. Penelitian yang akan dilakukan sedikit berbeda dengan penelitian relevan yang ada, yaitu akan dilakukan dengan melibatkan dua variabel. Kedua variabel tersebut adalah kemampuan penalaran matematis siswa dan gaya berpikir. Dalam penelitian ini, subjeknya pun berbeda dari penelitian pada umumnya, karena peneliti mengambil responden dari dua jenis kelas yang berbeda pada suatu sekolah, yaitu kelas reguler dan intensif. Selain itu, dalam penelitian ini hanya sebatas untuk mengetahui gambaran kemampuan penalaran matematis yang ditinjau dari gaya berpikir sekuensial. C. Kerangka Pikir Kemampuan penalaran matematis menjadi penting karena ketika seseorang menarik kesimpulan dari suatu persoalan matematika, harus menggunakan nalar untuk menyelesaikannya. Penalaran diartikan sebagai proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan. Berdasarkan penarikan kesimpulannya terbagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif merupakan proses penarikan kesimpulan khusus dari permasalahan yang bersifat umum,

17 sedangkan penalaran induktif merupakan proses penarikan kesimpulan yang umum dari permasalahan yang bersifat khusus. Proses penarikan kesimpulan tersebut, tergantung kepada setiap individu yang dipengaruhi oleh gaya berpikirnya. Gaya berpikir diartikan sebagai proses berpikir yang dimiliki setiap orang dalam menggunakan dominasi otaknya untuk menerima informasi dan mengatur informasi. Terdapat empat tipe gaya berpikir yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Apabila dikaitkan dengan matematika yang urut dan sistematis, tipe gaya berpikir sekuensial lebih dominan. Hal ini karena tipe sekuensial yang didominasi oleh otak kiri memiliki karakteristik yang lekat dengan keteraturan, logika, analisis, dan perhitungan mendetail seperti matematika. Dari gaya berpikir tersebut, dapat diketahui kemampuan penalaran matematis seseorang sesuai dengan karakteristiknya. Artinya antara gaya berpikir dengan kemampuan penalaran matematis memiliki keterkaitan. Setiap gaya berpikir sekuensial memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik gaya berpikir yang lebih dominan ini adalah bagaimana seseorang memahami masalah matematika dan menyelesaikannya sehingga dapat menarik kesimpulan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran matematis siswa yang ditinjau dari gaya berpikir sekuensial yang dimiliki oleh siswa.