BAB I PENDAHULUAN. Belajar pada dasarnya adalah proses untuk memperoleh pengetahuan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Sains SMP umumnya belum menggunakan metode/strategi. yang dapat menarik minat belajar siswa. Pembelajaran Sains di SMPN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hayyah Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elis Juniarti Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

I. PENDAHULUAN. (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum di Sekolah Dasar (SD) yang digunakan saat ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. belajar apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dan tidak tahu

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN PENELITIAN PENGEMBANGAN KEILMUAN GURU BESAR TAHUN ANGGARAN 2012 JUDUL PENELITIAN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. relevan, serta mampu membangkitkan motivasi kepada peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

mengembangkan kemampuan baik kognitif, keterampilan (skill), serta sikap sosialnya terhadap manusia lain, lingkungan dan teknologi. Ace Suryadi (2014:

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. 1 Pembelajaran IPA secara

BAB I PENDAHULUAN. penemuan. Trianto (2011:136) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan. Alam merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis.

Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil belajar adalah tingkah laku yang ditimbulkan dari yang tidak tahu menjadi tahu, timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu muatan dalam sistem pendidikan nasional yang. pendidikan nasional. Saat ini sistem pendidikan di Indonesia

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pembukaan UUD 45 pada alinea ke empat, yang bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

I. PENDAHULUAN. rendah hingga makhluk hidup tingkat tinggi. Biologi tidak hanya terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. belajar. Membelajarkan siswa yaitu membimbing kegiatan siswa belajar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses perkembangan dan penyesuaian seseorang. dengan lingkungan masyarakat dan kebudayaan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, nilai-nilai pembentukan dan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah kurikulum.

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sains merupakan suatu proses yang didalamnya terkandung sikap ilmiah, hal

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN. Berdasarkan hasil data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB 1 PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar pada dasarnya adalah proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku maupun sikap menjadi lebih baik dan untuk mengokohkan kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2011:9). Senada dengan hal di atas, menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:3), belajar adalah proses perubahan tingkah laku, yang diakibatkan oleh adanya suatu interaksi dengan lingkungan. Tingkah laku tersebut mengandung pengertian luas, yang mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap dan sebagainya. Salah satu perubahan yang dialami seseorang yang belajar menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993:4), adalah terjadi perubahan dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak pintar menjadi pintar. Melalui pernyataan ini dapat kita lihat bahwa pembelajaran yang dilakukan di sekolah khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus mampu membawa peserta didik mendapatkan keberhasilan dalam proses belajar dengan adanya perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Pada dasarnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut Wahyana dalam Trianto (2011:136), adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. IPA tidak terlepas dari proses belajar untuk mencari tahu tentang alam yang dalam pencaritahuannya dilakukan secara sistematis. Melalui pendidikan IPA diharapkan peserta didik dapat mempelajari diri 1

sendiri dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan lebih lanjut lagi, yang harapannya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Suyono dan Hariyanto (2011:17), dalam pengajaran IPA/sains terjadi transformasi pengetahuan sains, dalam artian setelah terjadi transfer pengetahuan, selenjutnya pengetahuan tersebut dikembangkan sendiri oleh siswa yang mana disesuaikan dengan struktur kognitif dari masing-masing siswa. IPA sebagai pengetahuan alam hendaknya dipelajari melalui eksperimen dan observasi untuk memperkuat ataupun untuk menemukan konsep. Subiyanto (1988:14), mendefinisikan bahwa ilmu pengetahuan alam ialah ilmu yang muncul dari lain-lain aktivitas manusia sedemikian sehingga muncul konsep-konsep baru dari berbagai eksperimen dan observasi yang lebih lanjut. Hal senada juga diungkapkan oleh Abu Ahmadi dan Supatmo (1991:1), dalam pendapatnya mengatakan bahwa IPA merupakan suatu ilmu teoritis, tetapi teori tersebut didasarkan atas pengmatan percobaan-percobaan terhadap gejala-gejala alam. IPA dipandang pula sebagai proses, produk dan sebagai prosedur (Trianto, 2010:137). IPA sebagai proses meliputi kegiatan-kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. IPA sebagai produk merupakan hasil dari proses, yaitu berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. IPA sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu yang disebut metode ilmiah. 2

Beberapa uraian di atas telah menunjukan bahwa hendaknya pembelajaran IPA di sekolah melibatkan siswa untuk melakukan pengalaman belajar langsung. Kurikulum IPA di SMP menurut Sumaji, dkk (1998:34), hendaknya dirancang sesuai dengan kebutuhan dan sikap belajar siswa. Pembelajaran IPA hendaknya memberikan kesempatan bagi siswa untuk menjelajahi IPA melalui bacaan, diskusi dan pengalaman belajar langsung yang dapat dilakukan di laboratorium maupun langsung di lapangan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA harus diarahkan agar mampu mencapai hakikat dan tujuan-tujuan pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA harus mampu mengembangkan hal yang lebih dari sekedar pengetahuan, tetapi meliputi juga proses, kreativitas, sikap atau tingkah laku dan terapan. McCormack dalam Dadan Rosana (2009:9) menyatakan bahwa pembelajaran sains saat ini harus menitikberatkan pada pengembangan taksonomi pendidikan sains, yaitu mengembangkan domain pengetahuan, domain proses sains, domain kreativitas, domain sikap, domain penerapan dan koneksitas. Menurut McCormack dan Yager dalam Alan J. McCormack (1992:24), lima domain pendidikan IPA tersebut penting dalam pembelajaran, karena kelima domain tersebut membantu semua siswa mencapai literasi ilmiah yang nantinya dapat diterapakan dalam kehidupan agar dapat mencapai masa depan yang lebih baik. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa kelas VII, VIII dan IX SMP N 4 gamping, pembelajaran IPA berlangsung dengan guru yang menggunakan metode ekspositori melalui ceramah dan 3

tanya jawab, bahkan metode ceramah yang dilakukan beberapa guru IPA mendominasi pembelajaran, hal ini membuat keterlibatan siswa dalam proses penemuan belum optimal. Guru belum optimal juga dalam melibatkan siswa pada pengalaman langsung baik melalui observasi maupun eksperimen. Padahal alat-alat laboratorium di SMP ini cukup lengkap, namun belum dipergunakan secara optimal. Domain kognitif masih sangat dominan dikembangkan dari pada domain lain. Menurut Dina Fadilah (2010:5), salah satu tujuan proses pembelajaran adalah terjadi perubahan tingkah laku, baik perubahan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Perubahan tingkah laku tersebut salah satunya dapat dilihat dari prestasi belajar. Pada observasi lapangan yang dilakukan peneliti di SMPN 4 Gamping, prestasi belajar IPA siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat dari rendahnya jumlah siswa yang dapat mencapai KKM, yaitu masih dibawah 50%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umi Nurhayati (1997:79), sikap siswa terhadap pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi belajarnya, semakin baik sikap siswa terhadap pembelajaran, maka semakin tinggi pula prestasi belajar dari siswa tersebut. Sikap siswa terhadap suatu kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi tanggapan siswa dalam menerima pelajaran. Namun, dalam observasi penulis dan wawancara terhadap guru IPA SMP N 4 Gamping maupun wawancara dengan beberapa siswa menunjukan bahwa sikap siswa terhadap IPA masih rendah. Hal ini ditunjukan dari sikap siswa sebagian besar siswa yang tidak aktif selama kegiatan diskusi dan 4

percobaan. Ketika kegiatan diskusi ataupun beberapa percobaan hanya beberapa siswa yang terlihat aktif bahkan terkesan mendominasi kegiatan tersebut. Ketika kegiatan percobaan, siswa terlihat kurang mampu menyiapkan alat maupun bahan yang dibutuhkan, dan siswa juga kurang mampu menyusun alat dalam percobaan. Dari pengamatan peneliti beberapa siswa terkesan sibuk dengan kegiatannya sendiri dan kurang memperhatikan penjelasan dari guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa, secara tidak langsung peneliti mendapatkan hasil bahwa cenderung siswa tidak menyukai IPA dan menganggap IPA itu adalah pelajaran yang sulit. Berdasarkan pengamatan seorang guru di SMP ini sikap siswa terhadap IPA dari tahun ke tahun semakin turun. Untuk itu sikap siswa ini perlu ditingkatkan untuk mencapai sikap yang positif terhadap pembelajaran IPA agar mampu mendorong prestasi belajar IPA siswa. Agar pembelajaran sains dapat meningkatkan sikap belajar IPA siswa, maka perlu adanya suatu model pembelajaran yang mampu mengembangkan lima domain sains serta mempunyai muatan pengetahuan, investigasi dan teknologi. Model pembelajaran tersebut yaitu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Susan Loucks-Horsley. Model ini melahirkan model pembelajaran kontruktivis yang baik dan memperhatikan kelima domain dalam Taksonomi Pendidikan IPA yang baru, model ini merupakan model pembelajaran paralel yang unik dan mempunyai muatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Alan J.McCormack, 1992:27). Metode ini sangat cocok digunakan 5

dalam pembelajaran IPA, karena didalamnya mencakup pengetahuan, investigasi dan teknologi. Model Susan-Loucks Horsley dituangkan dalam langkah-langkah perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Melalui perangkat tersebut siswa akan melakukan tahap demi tahap model pembelajaran Susan-Loucks Horsley yang didalamnya membuat siswa aktiv dalam pembelajaran. Siswa dihadapkan langsung dengan objek IPA dan kegunaan-kegunaannya, hal ini dapat memberikan pandangan ataupun keyakinan siswa terhadap IPA menjadi lebih baik (komponen kognitif sikap). Melalui perangkat yang menggunakan model Susan-Loucks Horsley ini siswa juga mampu menyelesaikan masalah IPA yang ditemukannya, sehingga siswa terbiasa untuk melakukan tindakan atau pemecahan terhadap masalah ataupun objek IPA di lingkungan siswa (komponen konatif sikap). Dengan model ini, siswa mengalami pembelajaran langsung dimana siswa tidak lagi hanya mendengar, namun siswa aktif dalam pembelajaran yang menarik dan mempunyai kegunaan untuk kehidupan siswa, hal ini dapat menimbulkan rasa suka terhadap IPA (komponen afektif siswa). Melalui hal-hal di atas, perangkat yang dikembangkan mampu digunakan guru dalam pembelajaran yang nantinya dapat meningkatkan sikap siswa terhadap IPA. Melalui empat tahap dalam model Susan Loucks-Horsley, pembelajaran dapat diarahkan menjadi student centered. Siswa dituntut aktiv baik dalam pemikiran maupun tindakannya, melalui empat tahap pembelajarannya, metode ini dapat merefleksikan keunikan kualitas sains dan 6

teknologi secara bersamaan, sehingga metode ini dapat menggugah minat belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP N 4 Gamping, pada SMP ini belum menggunakan model pembelajaran Susan Loucks-Horsley, hal ini menyebabkan belum adanya perangkat pembelajaran baik Silabus maupun RPP yang menggunakan model pembelajaran Susan Loucks-Horsley tersebut. Sedangkan Silabus dan RPP merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang digunakan guru, dimana Silabus dan RPP ini sebagai perencanaan pembelajaran. Substansi mata pelajaran IPA SMP/MTs dalam struktur KTSP merupakan IPA Terpadu. Karena melalui pembelajaran terpadu ini siswa dapat memperoleh keutuuhan belajar serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena kehidupan nyata (Trianto, 2011:7). Akan tetapi, berdasarkan pengamatan peneliti di SMP N 4 Gamping, pada kenyataannya pembelajaran IPA di SMP tersebut belum menerapkan pembelajaran IPA terpadu sepenuhnya. Hal ini dikarenakan keterbatasan guru yang masih merupakan guru lulusan pendidikan biologi maupun pendidikan fisika saja, sehingga kurang maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran IPA. Untuk dapat mengajarkan IPA secara terpadu, tentu dibutuhkan perangkat pembelajaran secara terpadu pula. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu di sekolah. Namun, seperti halnya model pembelajaran Susan Loucks-Horsley, perangkat pembelajaran (Silabus, RPP dan LKS) IPA terpadu juga belum ada. Karena pembelajaran IPA masih 7

diajarkan secara terpisah, maka perangkat pembelajaranpun masih terpisah, masih dalam perangkat pembelajaran IPA Fisika maupun IPA Biologi. Untuk itu perlu dikembangkan suatu perangkat pembelajaran IPA terpadu menggunakan model Susan Loucks-Horsley, yang mana pengembangan ini diharapkan mampu untuk meningkatkan sikap siswa terhadap pembelajaran IPA. Dalam penelitian ini, penulis memberi judul Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Model Susan Loucks-Horsle pada Tema Destilasi Untuk Meningkatkan Sikap Siswa Terhadap IPA. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran IPA cenderung diajarkan secara konvensional yaitu melalui metode ekspositori. 2. Penggunaan alat-alat laboratorium belum optimal. 3. Prestasi belajar IPA siswa masih rendah. 4. Sikap positif siswa terhadap IPA masih rendah. 5. Belum digunakannya perangkat pembelajaran baik Silabus, RPP maupun LKS model Susan Loucks-Horsley di SMP N 4 Gamping. 6. Implementasi kurikulum dalam pembelajaran IPA terpadu belum dilaksanakan secara optimal. 7. Belum adanya contoh konkrit perangkat pembelajaran baik Silabus, RPP maupun LKS IPA terpadu pada tema Destilasi. 8

C. Batasan Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran IPA Terpadu Model Susan Loucks-Horsle pada Tema Destilasi yang bertujuan untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap IPA. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : Apakah perangkat pembelajaran IPA Terpadu Model Susan Loucks- Horsle pada Tema Destilasi layak untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap IPA? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran IPA Terpadu model Susan Loucks-Horsley pada tema Destilasi yang layak untuk meningkatkan sikap positif siswa terhadap IPA. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi para pendidik, khususnya guru IPA Hasil penelitian ini dapat digunakan maupun dikembangkan dalam pembelajaran IPA Terpadu untuk meningkatkan profesionalitas dalam mengajar. 9

b. Bagi siswa Membantu siswa untuk meningkatkan sikap terhadap IPA. c. Bagi peneliti Penelitian ini dapat menjadi pengalaman dalam melakukan penelitian, peneliti juga dapat menerapkan hasil penelitian ini ketika menjadi pengajar nanti. d. Bagi sekolah Sekolah dapat lebih meningkatkan kualitasnya melalui pembelajaran yang sesuai. e. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian berikutnya. 10