BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu mengenai good corporate governance dapat ditelusuri dari pengembangan agency theory. Menurut teori ini hubungan antara principal (pemilik) dan agent (manajer) pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (conflict of interest). Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara principal dan agent dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency problems) yang disebabkan oleh asymmetric information, yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agent. Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan tentang pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997) dalam Arifin (2005). Namun demikian, adanya kontrak yang efisien belum cukup untuk mengatasi masalah keagenan. Konsep good corporate governance timbul karena adanya keterbatasan dari teori keagenan dalam mengatasi masalah keagenan dan dapat dipandang
2 sebagai kelanjutan dari teori keagenan (Ariyoto dkk., 2000) dalam Darmawati (2006). Good Corporate Governance (GCG) sudah lama menjadi isu yang hangat dibicarakan di negara-negara maju yang relatif makmur. Masalah ini semakin banyak menarik perhatian masyarakat dunia setelah terjadi krisis besar yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1929. Selain itu terjadinya berbagai skandal bisnis yang mengindikasikan lemahnya corporate governance di perusahaanperusahaan Inggris pada sekitar tahun 1950an dan semakin berlanjut hingga menimbulkan resesi di tahun 1980an (Davies, 1999, hal. 34-35) dalam Darmawati (2006). Pembentukan The Cadburry Committee di tahun 1991 yang bertugas untuk membuat Code of Best Practice adalah wujud dari respon terhadap terjadinya berbagai skandal bisnis di negara Inggris tersebut. Istilah corporate governance itu sendiri untuk pertama kali diperkenalkan oleh The Cadbury Committee di tahun 1992. Mereka menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia. Indonesia mulai menerapkan prinsip good corporate governance sejak menandatangani Letter of Intent (LOI) dengan IMF, yang salah satu bagian pentingnya adalah pencantuman jadual perbaikan pengelolaan perusahaanperusahaan di Indonesia, yaitu kelanjutan bantuan keuangan dari pihak IMF bergantung pada perbaikan di bidang corporate governance (YPPMI&SC,2002) dalam Kresna (2008). Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan IMF memperkenalkan dan mengintroduksir konsep good corporate governance
3 sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat. Hal tersebut sebagai dasar keutamaan pengembangan corporate governance yang baik yang tidak hanya untuk mempertahankan eksistensi perusahaan ketika berada dalam masalah ekonomi, tetapi juga untuk bersaing dalam ekonomi global. Sulit dipungkiri saat ini istilah good corporate governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, tetapi istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Hal itu setidaknya terwujud dalam dua keyakinan. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global, terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka. Kedua, krisis ekonomi dunia di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Di antaranya sistem hukum yang lemah, standar akuntansi dan audit yang belum mapan, praktek perbankan yang lemah, pasar modal yang under-regulated, serta pandangan Board of Directors (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas. Perhatian terhadap good corporate governance saat ini terutama juga dipicu oleh skandal spektakuler seperti, Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan lain-lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi maupun praktek curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards. Untuk Indonesia sendiri tercatat skandal keuangan di perusahaan publik yang melibatkan manipulasi laporan keuangan oleh PT Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk. Salah satu penyebab kondisi ini adalah kurangnya penerapan corporate
4 governance. Bukti menunjukkan lemahnya praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada defisiensi pembuatan keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan (Alijoyo et al., 2004) dalam Setiawan,dkk (2007). Berdasarkan keyakinan-keyakinan di atas itulah maka tidak mengherankan jika tuntutan terhadap penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif datang secara beruntun. Mereka yang menyuarakan hal itu di antaranya adalah berbagai lembaga investasi baik domestik maupun mancanegara, termasuk institusi sekaliber World Bank, IMF, OECD, dan APEC. Lembaga ekonomi dan keuangan dunia seperti World Bank dan IMF tersebut sangat berkepentingan dalam penegakan corporate governance di negara-negara penerima dana karena kedua lembaga keuangan tersebut menganggap bahwa corporate governance merupakan bagian yang penting dari sistem pasar yang efisien. Prinsip-prinsip dasar corporate governance yakni transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency), kesetaraan dan kewajaran (fairness) yang diterapkan dengan konsisten diyakini mampu meningkatkan nilai perusahaan, dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan, serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan. Sebagian besar negara saat ini sudah mulai menyadari dengan menerapkan dan selalu memperbaiki kualitas corporate governance perusahaan mereka maka akan membuat perusahaan lebih dipercaya oleh investor maupun kreditur. Bahkan
5 untuk Indonesia sendiri dalam riset McKinsey dalam Kresna (2008) menyebutkan bahwa investor bersedia membayar premium 27% jika perusahaan di Indonesia bersedia menerapkan good corporate governance. Hal ini mengindikasikan bahwa good corporate governance menjadi kriteria penting investasi bagi investor. Akhir-akhir ini sebagian besar negara (termasuk Indonesia) telah memiliki badan/ lembaga/ institusi yang bertugas membentuk prinsip-prinsip corporate governance yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan bisnis di negara yang bersangkutan. Bank dunia dan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah memberikan kontribusi penting dalam pengembangan prinsip-prinsip corporate governance di berbagai negara (termasuk Indonesia). Di berbagai negara bahkan sudah dilakukan pemeringkatan implementasi corporate governance di tingkat perusahaan. Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) dalam Darmawati (2006) telah menerbitkan laporan praktik corporate governance dari 494 perusahaan di 24 negara pada bulan Maret 2001. Korea Stock Exchange (KSE) dalam Darmawati(2006) telah melakukan survei di tahun 2001 terhadap praktik-praktik corporate governance dari 540 perusahaan yang terdaftar di KSE. Di Indonesia, pemeringkatan penerapan corporate governance oleh suatu perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) secara kontinyu tiap tahun sejak tahun 2001, yang hasilnya berupa rating Corporate governance Perception Index (CGPI).
6 Tujuan dari survei pemeringkatan corporate governance tersebut yakni untuk mempromosikan good corporate governance diantara perusahaan-perusahaan yang telah go public di Indonesia, memberikan penghargaan agar perusahaanperusahaan termotivasi melaksanakan GCG, menumbuhkan partisipasi masyarakat luas secara bersama-sama aktif dalam mengembangkan GCG, dan juga untuk memetakan masalah-masalah spesifik yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan GCG. Pemeringkatan Corporate Governance Perception Index memberikan informasi yang lebih baik mengenai tata kelola perusahaanperusahaan di Indonesia dan memberikan anggapan bahwa perusahaan yang menduduki peringkat di atas akan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang menduduki peringkat di bawah. Adanya hal tersebut memungkinkan adanya nilai tinggi dan rendah pada tiap-tiap karakteristik perusahaan dalam rating Corporate Governance Perception Index. Dengan bisa terukurnya praktik corporate governance di tingkat perusahaan, banyak penelitian yang berhasil menemukan adanya pengaruh positif antara corporate governance dengan nilai/ kinerja perusahaan (antara lain, Black dkk., 2003; Klapper dan Love, 2002; Mitton, 2000) dalam Darmawati (2004). Penelitian-penelitian tersebut secara tidak langsung juga menunjukkan kegunaan dari pemeringkatan praktik corporate governance di tingkat perusahaan yang sudah dilakukan di beberapa negara (termasuk Indonesia). Dengan ditemukannya bukti-bukti empiris tentang pengaruh positif dari kualitas corporate governance terhadap kinerja perusahaan, maka pertanyaan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan variasi penerapan
7 corporate governance di tingkat perusahaan dan mengapa terdapat perbedaan antar perusahaan dalam penerapan corporate governance. Beberapa peneliti berhasil menemukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerapan corporate governance atau bisa kita sebut sebagai determinan dari implementasi corporate governance di tingkat perusahaan. Gillan dkk (2003) dalam Darmawati (2006) telah menemukan bahwa variasi struktur governance dipengaruhi oleh faktor-faktor industri dan perusahaan. Drobetz dkk (2004) dalam Darmawati (2006) menemukan bahwa determinan dari peringkat corporate governance adalah konsentrasi kepemilikan, ukuran dewan direksi dan jenis standar akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Adanya pengaruh faktorfaktor regulasi, industri dan perusahaan terhadap praktik corporate governance di tingkat perusahaan telah berhasil ditemukan oleh Black dan Kim (2003) dalam Darmawati (2006). Durnev dan Kim (2003) dalam Darmawati (2006) menemukan bahwa perusahaan yang memiliki kesempatan investasi (investment opportunities) yang tinggi, kebutuhan pendanaan eksternal yang tinggi, dan lebih struktur kepemilikan terkonsentrasinya hak-hak terhadap aliran kas perusahaan menerapkan praktik corporate governance yang berkualitas tinggi. Kresna (2008) menemukan bahwa variabel yang mampu membedakan bahwa perusahaan memiliki kualitas governance baik dan kualitas governance buruk pada rating kualitas Corporate Governance Perception Index (CGPI) tahun 2001 adalah terdapat pada variabel profitabilitas (ROA) dan blockholders ownership.
8 Analisis logit yang digunakan dalam penelitian Ariff et al (2007) dengan menggunakan variabel independen karakteristik perusahaan yakni profitability, leverage, growth, tobins Q, size, age, ownership structure dan countries operation. Hasilnya menyatakan bahwa hanya variabel size yang memiliki pengaruh kuat terhadap peringkat corporate governance namun tidak pada variabel yang lain. Darmawati (2006) menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas implementasi good corporate governance, hasil serupa juga ditemukan oleh Sugesti (2008). Tetapi hasil berbeda ditemukan oleh farid,dkk (2007) yang menemukan bahwa kesempatan investasi, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan tidak mempengaruhi kualitas corporate governance perusahaan tetapi variabel yang mempengaruhi hanya pada komposisi aktiva yang berpengaruh negatif serta jenis industri bank yang berpengaruh positif terhadap kualitas good corporate governance. Berkaitan dengan berbagai temuan empiris di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan investigasi determinan dari implementasi corporate governance di perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dengan membuktikan bahwa variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu growth opportunities, leverage, konsentrasi kepemilikan, firm age, firm size, dan profitabilitas memiliki pengaruh terhadap kualitas implementasi good corporate governance pada perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam pemeringkatan corporate governance.
9 Untuk itu maka penulis akan melakukan penelitian lebih mendalam tentang corporate governance yang diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam pemeringkatan corporate governance perception index, dengan judul skripsi: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Implementasi Good Corporate Governance 1.2. Rumusan Masalah Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerapan corporate governance dapat bervariasi dikarenakan adanya variasi manfaat pengendalian yang diberikan dan biaya yang ditimbulkan bagi manajer dan pemegang saham perusahaan. Oleh karena masalah keagenan bervariasi antar perusahaan, maka biaya dan manfaat bersih dari berbagai alternatif struktur corporate governance yang digunakan untuk mengendalikan masalah-masalah keagenan tersebut juga bervariasi. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dapat menciptakan suasana kondusif bagi kelancaran operasi bisnis perusahaan, termasuk meningkatkan daya saing mereka. Good corporate governance menjadi salah satu daya tarik investor disamping itu juga dapat menjadi daya tarik para kreditor untuk mau meminjamkan dananya kepada perusahaan. Walaupun demikian tidak ada jaminan bahwa setiap perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance akan terhindar dari resiko kesalahan dan kegagalan, karena perbedaan faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan, yakni prinsip-prinsip good corporate governance dapat diterapkan secara berhasil di suatu perusahaan belum tentu dapat lebih berhasil jika diterapkan di perusahaan lain, hal ini tergantung
10 dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain itu kualitas implementasi good corporate governance akan berbeda-beda pada tiap-tiap perusahaan yang berbeda secara karakteristik. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Apakah faktor - faktor yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu growth opportunities, leverage, konsentrasi kepemilikan, firm age, firm size, dan profitabilitas mempengaruhi kualitas implementasi good corporate governance pada perusahaan-perusahaan go public yang masuk dalam peringkat corporate governance perception index? 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian memiliki ruang lingkup dan arah yang jelas, sehingga dapat memudahkan dalam memahami penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan yang ada, yaitu: 1. Periode penelitian adalah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. 2. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan secara konsisten selama periode akuntansi 2004 sampai dengan tahun 2008, sekaligus tergabung dalam pemeringkatan CGPI masing-masing pada tahun penelitian yaitu tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni: Untuk mengetahui apakah growth opportunities, leverage, konsentrasi kepemilikan, firm age, firm size, dan profitabilitas mempengaruhi kualitas
11 implementasi good corporate governance pada perusahaan-perusahaan go public yang tergabung di dalam pemeringkatan CGPI. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia agar lebih mengetahui tentang pentingnya kualitas implementasi good corporate governance dalam sebuah perusahaan. 2. Investor agar mulai menyadari pentingnya implementasi good corporate governance dalam sebuah perusahaan dan mulai memasukkan good corporate governance sebagai salah satu pertimbangan utama apabila akan menanamkan modalnya. 3. Semua pihak intern maupun ekstern perusahaan mengenai dampak growth opportunities, leverage, konsentrasi kepemilikan, firm age, firm size, dan profitabilitas terhadap kualitas implementasi good corporate governance perusahaan. 4. Perkembangan dunia ilmu pengetahuan, penulis mengharapkan penelitian ini dapat menjadi sebuah sumber pengetahuan baru mengenai penerapan good corporate governance pada perusahaan-perusahaan go public di Indonesia serta dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi peneliti yang lain dalam mengembangkan penelitian ini. 5. Peneliti dalam memahami, menambah dan mengaplikasikan teori yang telah dipelajari.