BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB II PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB IV TINJAUAN KITAB KLASIK DAN MODERN TERHADAP PASAL-PASAL DALAM KHI TENTANG MURTAD SEBAGAI SEBAB PUTUSNYA PERKAWINAN

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN SECARA YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB III KEDUDUKAN JAKSA DALAM PEMBATALAN PERKAWINAN DALAM PASAL 26 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SUMENEP TENTANG PENENTUAN TEMPAT TINGGAL BERSAMA OLEH ORANG TUA SEBAGAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN. A.1. Pengertian Pembatalan Perkawinan menurut Undang-undang No.1

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN. terdapat dalam Al-Qur an dan Hadits Nabi. kata na-ka-ha banyak

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

Pasal 3 Pasal 3 Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH.

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI. sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN DAN MEDIASI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS PENOLAKAN MAJELIS HAKIM DAN SIKAP PEMOHON DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA PEMALANG TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR...TAHUN 2016 TENTANG HUKUM KELUARGA (FIQH MUNAKAHAT)

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

Marini Henni Clementin, Surini Ahlan Sjarif, Farida Prihatini. Abstrak

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1)

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN MAHRAM: Dalam Perspektif Hukum Islam. Nurhadi * FASIH IAIN Tulungagung

Tetapi Wali Yang Lebih Berhak Tidak Terhalang. Legal Memorandum

BAB I PENDAHULUAN. keturunan dan keluarga yang sah menuju keluarga bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

Ketentuan hukum Islam tentang pernikahan. Ketentuan pernikahan Ketentuan perkawinan. Putusnya perkawinan. Talak. Khulu. Fasakh. istri hikmah talak

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

A. Analisis Implementasi Pemberian Mut ah dan Nafkah Iddah dalam Kasus Cerai Gugat Sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd.

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan ibadah kepada-nya, tetapi sekaligus menimbulkan akibat Hukum ke

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Dan Dasar Hukum Hakim. Berdasarkan keterangan pemohon dan termohon serta saksi-saksi dari

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM MUNAKAHAT (FIQH) DAN PERWALIAN DALAM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. A. Perkawinan Dalam Hukum Munakahat (Fiqh)

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

Transkripsi:

67 BAB IV ANALISIS PEMBATALAN NIKAH KARENA SAKIT JIWA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN ATURAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM YANG BERKAITAN DENGAN PEMBATALAN NIKAH. A. Analisis Pembatalan Nikah Menurut Imam Syafii Hal yang dapat membataklan nikah menurut imam syafii yaitu Dari segi alasan terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu: 1) Fasakh Karena Syarat-Syarat yang Tidak Terpenuhi Ketika Akad Perkawinan. Maksudnya pernikahan yang sebelumnya telah berlangsung, ternyata kemudian tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, baik tentang rukun, maupun syaratnya, atau pada perkawinan tersebut.terdapat halangan yang tidak membenarkan terjadinya perkawinan. 1 Seperti, setelah akad nikah ternyata baru diketahui bahwa istrinya adalah saudara atau memiliki hubungan nasab, mushaharah atau persusuan, maka pernikahan seperti ini harus dibatalkan, karena wanita tersebut adalah wanita yang haram untuk dinikahi.fasakh dalam bentuk pertama ini tidak dibicarakan secara khusus dalam kitab fiqih. Alasannya ialah perkawinan itu jelas-jelas tidak memenuhi persyaratan perkawinan atau terdapat padanya halangan (mawani ) nikah. Dalam ketentuan umum yang disepakati semua pihak ialah bahwa pernikahan yang tidak memenuhi syarat, rukun atau terdapat padanya mawani tersebut dinyatakan batal. 2 2) Fasakh Karena Hal-Hal Mendatang Setelah Akad 1 Amir Syarifuddin,. Hukum Perkawinan Indonesia(Jakarta,Prenda Media) 243. 2 Ibid.,244.

Fasakh macam kedua yaitu karena terjadinya hal yang baru dialami setelah akad nikah dan setelah hubungan perkawinan berlangsung. 3 Atau dapat dikatakan pernikahan yang tidak sempurna syaratnya atau terdapat cacat yang terdapat pada suami atau istri setelah terlaksananya perkawinan.misalnya apabila suami istri beragama islam, tiba-tiba setelah berjalannya waktu suami keluar dari agama islam atau murtad. Maka Pernikahan yang telah dilakukan tersebut harus dibatalkan karena Allah swt telah mengharamkan atas orang-orang kafir untuk bercampur dengan wanita-wanita muslimah dan mengharamkan orang-orang mukmin untuk bercampur dengan wanita-wanita kafir selain ahli kitab. 4 Contoh lain ialah pembatalan pernikahan karena cacat, yang dimaksud dengan cacat disini ialah cacat yang terdapat pada diri suami atau istri, baik cacat jasmani atau cacat rohani. Cacat tersebut mungkin terjadi sebelum perkawinan, namun tidak diketahui oleh salah satu pihak sehingga pihak lain merasa tertipu. Dikalangan 4 madzab-mazhab fiqih terdapat rincian-rincian dan jumlah cacat yang menyebabkan terjadinya fasakh perkawinan, diantaranya: a. Impotensi b. Al-Khansha (memotong/meremukkan ). 5 c. Gila d. Sopak dan Kusta e. Rataq (tersumbat), AlQarn( sesuatu yang menonjol ), Afal (membusa ),Ifdha( tercampur ) 3 Ahmad, Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm.85. 4 Imam Syafi i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm jilid 2, terj. Mohammad Yasir Abd Mutholib, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2015), hlm. 534. 5 Tihamni,Fikih Munakahat (Jakarta,Rajawali Press )195-196 68

Dasar hukum yang dipakai Imam Syafii Dalam Pembatalan Nikah Karena Sakit Jiwa berpegang pada Alquran dan sunah, dan menjadikan sunah sebagai penjelas dari nash-nashnya, perinci (mufasshil) globalnya (mujmal), pembatas (muqayyid) kemutlakannya (mutlaq), pengkhusus (mukhashish) keumumannya ( amm), meskipun berupa khabarahad. Ia berpegang pada khabarahad se lama perawinya tsiqah (terpercaya) dan adil. Ia tidak mensyaratkan kemasyhuran pada khabar yang menyangkut hal-hal yang menjadikan kebutuhan publik, sebagaimana yang dikatakan Imam Abu Hanifah, juga tidak harus sesuai dengan perbuatan penduduk Madinah seperti yang dikatakan Imam Malik. Imam Syafii hanya mensyaratkan keshahihan sanad. 6 Setelah Alqurandan sunah, Imam Syafii berhujjah dengan ijma, kemudian dengan pendapat sahabat dengan memilih yang terdekat maknanya kepada Alquran dan sunah. Jika ia tidak melihat adanya kedekatan ini, maka ia berpegang pada ucapan Khulafa ar-rasyidin dan men-tarjih-nya (mengunggulkannya) atas pendapat sahabat lain. Kemudian setelah itu ia berhujjah dengan kiyas. 7 Inilah dasar hukum yang dipakai Imam Syafii beliau mengkritik istihsan sebagai salah satu dalil yang tidak disepakati, sebagaimana dinyatakannya dalam kitab karya beliau Ibthalul Istihsan.Metode ini adalah metode yang biasa digunakan Abu Hanifah. Imam Syafii selalu tampil dengan penolakan yang sangat tegas terhadap istihsan sebagai dalil hukum, dan menilainya sebagai penetapan syariat dengan hawa nafsu, sebagaimana ia mengingkari mashlahah mursalah yang dijadikan dalil dasar hukum. 6 Abdul Karim Zaidan,Pengantar Studi Syariah Islam Lebih Dalam ( M.Misbah,Jakarata,Robbani Press,2008 ) 214 7 Ibid., hlm. 215. 69

Imam Syafii menegaskan bahwa tidak seorangpun boleh berbicara halal dan haram kecuali berdasarkan ilmu (min jihah al- ilm) yaitu berupa kabar dari Kitab, Sunah, Ijma, atau kiyas. Dari penegasan ini diketahui bahwa hanya empat dalil inilah yang benar-benar sebagai landasan hukum. 8 B. Analisis Pembatalan Nikah Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam KHI Pasal 71 sudah diatur mengenai perkara apa saja yang dapat membatalkan perkawinan, Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud; c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam idah dari suami lain; d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalampasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974; e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan Sebagaimana juga dijelaskan dalam KHI bahwa pernikahan adalah akad yang sangat kuat, yang mana jika melaksanakannya merupakan ibadah karena merupakan perintah Allah, namun pernikahan juga dapat dibatalkan, berikut macam-macam pernikahan/perkawinan yang dapat dibatalkan dalam KHI pasal 70 : 8 Lahmuddin Nasution,,Pembaharuan Hukum Islam dalam Mazhab Syafii ( Bandung,Remaja Rosdakarya 2001).63. 70

a. Suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu dalam idah talak raj i. b. Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah diliannya; c. Seorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istrinya tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi bakda dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa idahnya; d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi e. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istriistrinya. Selain mengemukakan tentang hal-hal yang membatalkan perkawinan dan macammacam perkawinan yang batal dalam KHI juga menyebutkan tata cara pembatalan perkawinan hak-hak suami atau istri untuk mengajukan pembatalan perkawinan manakala perkawinan dilangsungkan dalam keadaan diancam, ditipu atau salah sangka. Selengkapnya dicantumkan di dalam pasal 72, yakni: 1) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum; 2) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri 3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup 71

sebagai suami istri, dan tidak dapat menggunakann haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur. Kesimpulan dari pasal 72 KHI di atas adalah perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman, status hukumnya sama dengan orang yang dipaksa, dan tidak mempunyai akibat hukum. Sama halnya dengan orang yang salah sangka terhadap diri suami atau istrinya. Status hukumnya sama dengan orang yang khilaf, karena itu tindakan hukum maka tidak berakibat hukum, kecuali bila ada indikasi lain seperti yang diatur dalam ayat 3 pasal 72 di atas. Dalam KHI juga diatur mengenai orang-orang yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, yakni dalam pasal 73: a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan kebawah dari suami atau istri b. Suami atau istri c. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang- Undang d. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67. Selanjutnya Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau istri atau yang mewilayahi tempat dimana perkawinan dilangsungkan, (KHI pasal 74 ayat 1) berbeda dengan permohonan talak yang mana pengajuannya di lakukan di Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri. 72

Perlu ditegaskan bahwasannya batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. (KHI pasal 74 ayat 2) Adapun mengenai status anak yang lahir dari akibat perkawinan yang dibatalkan tersebut, mereka tetap memiliki hubungan hukum dengan ibu dan bapaknya. Menurut ketentuan KHI pasal 76 dinyatakan bahwa: Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. C. Analisis perbedaan dan persamaan Pembatalan Nikah Karena Sakit Jiwa Studi Pemikiran Imam Syafii dan Kompilasi Hukum Islam Menurut Imam Syafii yang diriwayatkan dari Dari Umar r.a. berkata, Bilamana seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, lalu dari perempuan itu terdapat tandatanda gila, atau kusta, atau balak, lalu disetubuhinya perempuan itu, maka hak baginya menikahinya dengan sempurna. Dan yang demikian itu hak bagi suaminya utang atas walinya. (H.R. Malik dan As Syafii). Dari makna riwayat di atas bahwasanya pendapt tentang pembatalan nikah dari imam syafii dan Kompilasi Hukum Islam sangatlah berbeda, Karena disebutkan dalam pasal Aturan KHI yang berkaitan dengan Pembatalan Nikah. Tertulis Dalam Pasal 71 KHI sudah diatur mengenai perkara apa saja yang dapat membatalkan perkawinan, Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila melakukan hal-hal sebagai berikut : g. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; h. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud; 73

i. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam idah dari suami lain; j. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalampasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974; k. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak l. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan Sebagaimana juga dijelaskan dalam KHI bahwa pernikahan adalah akad yang sangat kuat, yang mana jika melaksanakannya merupakan ibadah karena merupakan perintah Allah, namun pernikahan juga dapat dibatalkan, berikut macam-macam pernikahan/perkawinan yang dapat dibatalkan dalam KHI pasal 70 : f. Suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu dalam idah talak raj i; g. Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili annya; h. Seorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istrinya tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi bakda dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa idahnya; i. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, yaitu: 1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas 2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, anatar seorang dengan saudara orang tua, dan antara seorang dengan saudara neneknya. 74

3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri 4) Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan j. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istriistrinya. Selain mengemukakan tentang hal-hal yang membatalkan perkawinan dan macammacam perkawinan yang batal dalam KHI juga menyebutkan tata cara pembatalan perkawinan hak-hak suami atau istri untuk mengajukan pembatalan perkawinan manakala perkawinan dilangsungkan dalam keadaan diancam, ditipu atau salah sangka. Selengkapnya dicantumkan di dalam pasal 72, yakni: 4) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum; 5) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri 6) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak dapat menggunakann haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur. Kesimpulan dari pasal 72 KHI di atas adalah perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman, status hukumnya sama dengan orang yang dipaksa, dan tidak mempunyai akibat hukum. Sama halnya dengan orang yang salah sangka terhadap diri suami atau istrinya. Status hukumnya sama dengan orang yang khilaf, karena itu tindakan 75

hukum maka tidak berakibat hukum, kecuali bila ada indikasi lain seperti yang diatur dalam ayat 3 pasal 72 di atas. Dalam KHI juga diatur mengenai orang-orang yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, yakni dalam pasal 73: e. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan kebawah dari suami atau istri f. Suami atau istri g. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang- Undang h. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67. Selanjutnya Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau istri atau yang mewilayahi tempat dimana perkawinan dilangsungkan, (KHI pasal 74 ayat 1) berbeda dengan permohonan talak yang mana pengajuannya di lakukan di Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri. Perlu ditegaskan bahwasannya batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. (KHI pasal 74 ayat 2) Adapun mengenai status anak yang lahir dari akibat perkawinan yang dibatalkan tersebut, mereka tetap memiliki hubungan hukum dengan ibu dan bapaknya. Menurut ketentuan KHI pasal 76 dinyatakan bahwa: Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. 76

Maksud dan tujuan dari pasal tersebut adalah untuk melindungi kemaslahatan dan kepentingan hukum serta masa depan anak yang perkawinan ibu-bapaknya dibatalkan. Anak-anak tersebut tidak dapat dibebani kesalahan akibat kekeliruan yang dilakukan kedua orang tuanya. Meskipun sesungguhnya secara psikologis, jika pembatalan perkawinan tersebut benar-benar terjadi, akan tetap membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi kepentingan anak-anak tersebut. Tetapi karena demi hukum, maka kebenaran harus ditegakkan, meski tekadang membawa kepahitan dari pendapat di atas sudah sangat jelas bahwasanya Kompilasi Hukum Islam tidak menyinggung tentang penyakit yang mengganggu kejiwaan (gila). Sedangkan persamaan pendapat Imam Syafii dengan Kompilasi Hukum Islam dari Umar r.a bahwa ia pernah berkirim surat kepada pembesar-pembesar tentara, tentnag laki-laki yang telah jauh dari istri mereka supaya pemimpin-pemimpin itu menangkap mereka agar mereka mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya, apabila mereka telah menceraikan istrinya, hendaklah mereka kirim semua nafkah yang telah mereka tahan. Menurut pasal 75 dan 76 Kompilasi Hukum Islam Meskipun telah terjadi pembatalan perkawinan, akibat hukumnya jangan sampai menimbulkan kerugian dan kesengsaraan bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan, suami atau istri yang bertindak dengan beriktikad baik terhadap harta bersama bila perkawinan didasarkan atas perkawinan lain. Karena pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan oleh talak. Sebab talak ada talak ba in ialah mengakhiri seketika juga dan talak raj i ialah tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika, kalau memang mau memfasakh kan cukup 77

mengatakan lafal fasakh yang berbunyi aku fasakh kan nikah mu dari suami mu yang bernama fulan bin ma un pada hari ini 9 9 Drs. Slamet abiding, Drs H. Aminuddin, fiqih munakahat. (Bandung: Cv Pustaka Setia, 1999). 83 78