BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 2 Tinjauan Pustaka

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

- SELAMAT MENGERJAKAN -

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB II LANDASAN TEORI

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pendidikan Sebaya (Peer Education) a. Definisi Pendidik Sebaya (Peer Educator) adalah remaja/mahasiswa yang secara fungsional mempunyai komitmen dan motivasi yang tinggi, sebagai narasumber bagi kelompok remaja atau mahasiswa sebayanya yang telah mengikuti pelatihan/orientasi pendidik sebaya atau yang belum dilatih dengan mempergunakan Panduan Kurikulum dan Modul Pelatihan yang telah disusun oleh BKKBN, serta bertanggung jawab kepada Ketua Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa atau PIK R/M (BKKBN, 2012). Pendidik Sebaya KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok remaja sebayanya yang telah mengikuti pelatihan pendidik sebaya KRR. Mereka adalah orang yang aktif dalam kegiatan sosial dilingkungannya, misalnya aktif di organisasi kepemudaan seperti Karang Taruna, Pramuka, OSIS, PKK, dan lain-lain. Pendidik sebaya berusia 10-24 tahun. Keberadaan dan peranan pendidik sebaya di lingkungan remaja sangat penting artinya dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang cukup dan benar tentang KRR (BKKBN, 2008). 7

8 Menurut Santrock dalam Ratnawati (2013) kawan sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi yang paling penting dari kelompok kawan sebaya adalah sebagai sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dari kelompk kawan sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Remaja sebagai pendidik sebaya diharapkan mampu menyebarkan informasi secara kreatif sehingga dapat menarik perhatian dan minat teman-teman sebayanya. Untuk mengoptimalkan keterampilannya, pendidik sebaya seyogyanya mulai melatih diri dengan menyebarkan informasi kesehatan reproduksi dalam kelompok kecil (tidak lebih dari 12 orang). Setelah lebih terbiasa dan menguasai materi secara mendalam, para pendidik sebaya dapat meningkatkan kemampuannya dalam kelompok besar (50 orang) untuk kegiatan ceramah (BKKBN, 2008). Peer group merupakan institusi sosial kedua setelah keluarga yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan remaja. Ciri-ciri mendasar peer group adalah jumlah anggota relatif kecil, adanya kepentingan yang bersifat umum dan dibagi secara langsung, terjadi kerja sama dalam suatu kepentingan yang diharapkan, adanya pengertian pribadi, serta saling hubungan yang tinggi antar anggota dalam kelompok (Vembriarto dalam Imron, 2012).

9 Program pendidikan kesehatan merupakan usaha untuk mencitakan perilaku masyarakat yang kondusif perihal kesehatan. Pendidik sebaya sebagai aktor utama dalam pendidikan kesehatan. Pendidik sebaya bertugas memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi kepada teman sebaya. Melalui pendidik sebaya inilah, diharapkan remaja melakukan perubahan perilaku dengan mempraktikkan hidup sehat dan menghindarkan diri dari risiko TRIAD KRR (Seksualitas, Napza, dan HIV/AIDS). Di luar kegiatan edukasi dan konseling, peer educator juga berperan merancang dan kegiatan-kegiatan penunjang, seperti religi, olahraga, seni dan soft skill (kepemimpinan dan kewirausahaan), namun juga bagi teman sebaya atau remaja lain (Imron, 2012). Pendidikan kesehatan menyangkut tiga aspek utama, yakni input, proses dan output. Dalam konteks pendidikan kesehatan reproduksi, yang dimaksud dengan input adalah teman sebaya sebagai subjek belajar. Teman sebaya bagi peer educator adalah remaja yang memanfaatkan layanan pendidikan dan konseling kesehatan reproduksi remaja. Peer educator juga berperan sebagai konselor sebaya (peer conselor) yang memberikan pelayanan konsultasi dan konseling (Imron, 2012). Komponen kedua dalam pendidikan kesehatan adalah proses. Proses merupakan mekanisme interaksi antara pengajar dan subjek belajar yang memungkinkan terjadi perubahan perilaku dari subjek belajar. Selain itu, diperlukan metode pengajaran, alat bantu, materi

10 belajar, dan lingkungan belajar. Dalam pencapaian tujuan pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan edukasi dan konseling kepada teman sebaya melalui situasi formal dan non formal. Situasi formal dapat dilakukan dalam acara penyuluhan dan situasi non formal dapat dilakukan dengan cara jemput bola dengan metode diskusi (Imron, 2012). Pendidikan sebaya tidak hanya memberikan pelayanan konseling, pelayanan edukasi yang diberikan kepada teman sebaya dapat menambah perbendaharaan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Berkaitan dengan keluaran (output) dalam pendidikan kesehatan ditandai adanya perubahan perilaku kesehatan dari subjek belajar (Imron, 2012). b. Panduan Pelaksanaan Tugas Pendidik Sebaya Panduan pelaksanaan tugas pendidik sebaya adalah sebagai berikut (BKKBN, 2008): 1) Menggunakan bahasa yang sama sehingga informasi mudah dipahami oleh sebayanya. 2) Teman sebaya mudah untuk mengemukakan pikiran dan perasaannya dihadapan pendidik sebayanya. 3) Pesan-pesan sensitif dapat disampaikan secara lebih terbuka dan santai. 4) Syarat-syarat pendidik sebaya, sebagai berikut: a) Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya b) Berminat secara pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan reproduksi

11 c) Lancar membaca dan menulis d) Memiliki ciri-ciri kepribadian, antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong 5) Uraian tugas pendidik sebaya, sebagai berikut: a) Menyampaikan informasi substansi program KRR b) Melaksanakan advokasi dan KIE tentang PIK-KRR c) Melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik minat remaja untuk datang ke PIK-KRR d) Melakukan pencatatan dan pelaporan 6) Pengetahuan yang perlu dimiliki pendidik sebaya, sebagai berikut: a) Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, mencakup: organ reproduksi dan fungsinya, proses terjadinya kehamilan, Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, metode kontrasepsi dan lainlain. b) Pengetahuan mengenai hukum, agama dan peraturan perundangundangan mengenai Kesehatan Reproduksi. 7) Ketrampilan komunikasi interpersonal perlu dimiliki pendidik sebaya yaitu hubungan timbal balik yang bercirikan: a) Komunikasi dua arah Komunikasi dua arah memungkinkan kedua belah pihak samasama berkesempatan untuk mengajukan pertanyaan, pendapat dan

12 perasaan berbeda dengan komunikasi satu arah dimana hanya satu pihak yang berbicara, dalam tempo singkat namun hasilnya kurang memuaskan. Waktu yang digunakan memang lebih lama, namun hasil yang dicapai memuaskan kedua belah pihak. b) Perhatian pada aspek verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi dengan menggunakan kata-kata. Pendidik sebaya hendaknya: (1) Menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dipahami kelompok (2) Menghindari istilah yang sulit dimengerti (3) Menghindari kata-kata yang bias menyinggung perasaan orang lain Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk nada suara, ekspresi, wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu. Dalam menyampaikan informasi, pendidik sebaya perlu mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara, menggunakan nada suara yang ramah dan bersahabat. 8) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan dan pikiran. Cara bertanya ada dua macam, yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. a) Pertanyaan Tertutup Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang memerlukan jawaban yang singkat. Bisa dijawab dengan Ya dan Tidak.

13 Biasanya digunakan di awal pembicaraan untuk menggali informasi dasar. Tidak memberi kesempatan peserta untuk menjelaskan perasaan/pendapatnya. Contoh: (1) Berapa usiamu? (2) Apakah kamu pernah mengikuti kegiatan semacam ini? b) Pertanyaan Terbuka Mampu mendorong orang untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Bisa memancing jawaban yang panjang. Memungkinkan lawan bicara untuk mengungkapkan diri apa adanya. Contoh: (1) Apa yang kau ketahui tentang PMS? (2) Bagaimana rasanya waktu mengalami haid pertama? 9) Sikap mendengar yang efektif Dalam melaksanakan pendidikan sebaya, mendengar efektif dapat dilakukan dengan cara: a) Menunjukkan minat mendengar b) Memandang lawan bicara c) Tidak memotong pembicaraan d) Menunjukkan perhatian dengan cara bertanya e) Mendorong peserta untuk terus bicara baik dengan komentar kecil (misal: mm..., ya...), atau ekspresi wajah tertentu misalnya menganggukan kepala.

14 c. Persiapan Pendidikan Pendidik Sebaya Persiapan yang harus dilakukan oleh pendidik sebaya sebelum melakukan pertemuan, sebagai berikut: 1) Membaca kembali topik yang akan disajikan, baik dari buku panduan yang telah dimiliki maupun bacaan lainnya; 2) Menyiapkan alat bantu sesuai topik yang akan dibicarakan, misalnya alat peraga, contoh-contoh kasus, kliping koran, dan lain-lain 3) Tempat pendidikan sebaya dapat dilakukan dimana saja asalkan nyaman buat pendidik sebaya dan kelompoknya. Kegiatan tidak harus dilakukan di ruangan khusus. Bisa dilakukan di teras masjid, di bawah pohon yang rindang, diruang kelas yang sedang tidak dipakai, di aula gereja, dan sebagainya. Tempat pendidikan sebaya sebaiknya tidak ada orang lalu-lalang dan jauh dari kebisingan sehingga diskusi bisa berlangsung tanpa gangguan. d. Penyelenggaraan Pendidikan Sebaya 1) Jumlah ideal peserta kegiatan pendidikan sebaya yang ideal diikuti oleh tidak lebih dari 12 peserta agar setiap peserta mempunyai kesempatan bertanya. Bila peserta terlalu banyak, tanya jawab menjadi kurang efektif, dan peserta tidak akan mendapatkan pemahaman serta pengetahuan yang cukup memadai. 2) Pendidik sebaya mencari teman seusia yang berminat terhadap kesehatan reproduksi. Menghindari cara-cara pemaksaan. Para peserta harus bersedia mengikuti seluruh pertemuan yang telah disepakati.

15 3) Tempat dan waktu pertemuan ditentukan bersama oleh peserta. 4) Pendidikan diberikan oleh dua orang pendidik sebaya. Satu pendidik menyampaikan dan memandu diskusi. Satu pendidik lainnya melakukan pencatatan terhadap pertanyaan yang diajukan peserta, observasi tentang proses diskusi, serta membantu menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh pendidik sebaya pertama. Peran pendidik sebaya dilakukan bergantian dengan tujuan agar setiap pendidik mempunyai kesempatan untuk menyampaikan informasi dan memandu diskusi. Selain itu, mereka juga bisa saling memberikan umpan balik selama menjadi pemandu. 5) Pendidik sebaya memulai acara dengan menyampaikan materi selama tidak lebih dari setengah jam, waktu selebihnya digunakan untuk diskusi dan menampung pertanyaan. 6) Bila ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab, jawaban bisa ditunda untuk ditanyakan kepada mereka yang lebih ahli, bisa dokter/ paramedis, tokoh masyarakat atau tokoh agama, dan lain-lain. 7) Topik-topik yang perlu dibahas, yaitu pengenalan organ reproduksi laki-laki perempuan dan fungsinya masing-masing, proses terjadinya kehamilan, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan dan bahaya aborsi yang tidak aman, metode-metode pencegahan kehamilan (metode kontrasepsi), penyakit menular seksual (HIV/AIDS), seksualitas dan NAPZA.

16 2. Sikap Seks Pranikah a. Sikap 1) Pengertian Menurut Berkowitz dalam Azwar (2012), sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek berupa perasaan mendukung atau memihak (favorable) dan perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Menurut Middlebrook dalam Azwar (2012), menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, sebagai berikut: 1) Kognitif (Kepercayaan atau beliefs); 2) Afektif (Perasaan yang menyangkut aspek emosional); 3) Konatif (Kecenderungan untuk bertindak/ berperilaku); Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah issue atau problem yang kontraversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional menjadi akar yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak dan untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2012).

17 Model Studi Yale mendefinisikan komuikasi sebagai suatu proses yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaiakan stimuli (biasanya dalam bentuk lisan) guna mengubah perilaku orang lain. Efek suatu komunikasi tertentu berupa perubahan sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima (Azwar, 2012). Stimulus Perhatian Pemahaman Penerimaan Respons (Perubahan Sikap) Gambar 2.1 Langkah-langkah Perubahan Sikap Menurut Model Hovland, Janis, & Kelley 1953 (dalam Azwar, 2012) 2) Tingkatan sikap Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu : a) Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi atau sikap.

18 c) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. d) Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau penyataan responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dengan menggunakan kuesioner. 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain. Terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Terdapat bebeapa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap sikap antara lain (Azwar, 2012): a) Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi dalam situasi

19 yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Individu sebagai orang yang menerima pengalaman, orang yang melakukan tanggapan, biasanya tidak melepaskan pengalaman yang sedang dialaminya dari pengalamanpengalaman terdahulu yang relevan. b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Seseorang yang dianggap penting, diharapkan persetujuannya, yang tidak ingin dikecewakan dan berarti dapat mempengaruhi sikap terhadap sesuatu. Individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis atau searah dengan sikap yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c) Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menambahkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang membentuk corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

20 d) Media massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau alat komunikasi lainnya, berita faktual yang seharusnya disampaikan secara objektif seringkali dimasuki unsur subjektivitas penulis berita, baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah dimasuki unsur subjektif itu terbentuklah sikap. e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajaran. Sehingga, lembaga pendidikan dan agama ikut berperan dalam pembentukan sikap individu. f) Faktor emosional Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian merupakan sikap sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang tetapi dapat pula sikap persisten dan bertahan lama.

21 b. Seks pranikah 1) Pengertian Seks adalah sesuatu yang bersifat biologis dan karenanya seks dianggap sebagai sesuatu yang stabil. Seks mempunyai arti jenis kelamin, suatu yang dapat dilahat, dapat ditunjuk. Hubungan seks pranikah adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini disebut juga koitus, koitus secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak ada satu agamapun yang mengizinkan seks diluar ikatan pernikahan (Wahid, 2011). Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja tanpa adanya ikatan pernikahan. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah antara lain (Sarwono, 2011): a) Berpelukan Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu. b) Ciuman kering Perilaku seksual cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir.

22 c) Cium basah Aktifitas cium basah berupah sentuhan bibir, dampak cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual sehingga tidak terkendali. d) Meraba bagian tubuh yang sensitif Merupakan kegiatan meraba atau memegang bagian tubuh yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis. e) Petting Merupakan keseluruan aktifitas seksual noon intercourse (hingga menempelkan alat kelamin) dan menimbulkan ketagihan. f) Oral seksual Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang mengunakan bibir, mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian disekitar vulva yaitu labia,klitoris dan bagian dalam vagina. g) Intercourse atau bersenggama Merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin lakilaki ke dalam alat kelamin perempuan. Menurut Simanjuntak (1984) dalam Amalia (2010), bentuk perilaku seks pranikah yang biasa dilakukan pelajar sebagai berikut: a) Bergandengan tangan merupakan perilaku seks dan hanya terbatas pada pergi berdua/ bersama serta saling berpegangan tangan, belum sampai pada tingkat yang lebih dari bergandengan tangan, seperti

23 berciuman atau yang lainnya. Bergandengan tangan termasuk dalam perilaku seks pranikah karena adanya kontak fisik secara langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari dengan rasa suka/cinta. b) Berciuman adalah suatu tindakan saling menempelkan bibir ke pipi atau bibir ke bibir, sampai saling menempelkan lidah sehingga dapat menimbulkan rangsangan seksual antar keduanya. c) Bercumbu adalah tindakan yang sudah dianggap rawan dan cenderung menyebabkan suatu rangsangan hubungan seksual (senggama) dimana pasangan ini sudah memegang atau meremas payudara, baik melalui pakaian atau secara langsung, juga saling menempelkan alat kelamin tapi belum melakukan hubungan seksual atau senggama secara langsung. d) Senggama yaitu melakukan hubungan seksual atau terjadi kontak seksual. Bersenggama mempunyai arti bahwa memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. 2) Faktor-faktor penyebab seks pranikah Menurut Imron (2012), faktor- faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah adalah: a) Adanya dorongan biologis Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat meningkat karena pengaruh dari

24 luar, misalnya dengan membaca buku atau melihat film/ majalah yang menampilkan gambar-gambar yang membangkitkan erotisme. b) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks pranikah karena mengingat ini merupakan dosa besar yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun, keimanan ini dapat sirna tanpa bersisa bila remaja dipengaruhi oleh obat-obatan psikotropika, sehingga pelanggaran terhadap nilai-nilai agama dinikmati dengan tanpa bersalah. c) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan repsoduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan anak. Sehingga saluran-saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat kurang. d) Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat penting untuk dipertimbangkan, karena jika tidak ada kesempatan baik ruang maupun waktu, maka hubungan seks pranikah tidak

25 akan terjadi. Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan hubungan seks didukung oleh hal-hal sebagai berikut: (1) Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurangnya perhatian pada anak (2) Pemberian fasilitas pada anak berlebihan (3) Pergeseran nilai-nilai norma dan etika di masyarakat (4) Kemiskinan Hasil penelitian studi kualitatif Na mah (2014) menunjukkan penyebab remaja melakukan seks pranikah karena pacar, dan untuk kesenangan atau nafsu. Sumber informasi atau media juga menjadi penyebab remaja dalam melakukan hubungan seks pranikah. Perilaku seks pranikah remaja awalnya karena rasa penasaran dan tergoda. Respon remaja yang melakukan seks pranikah awalnya adalah stress, takut, cemas. Dalam melakukan seksual, mereka melakukan di rumah, rumah teman, dan kamar hotel. Sebagian remaja tidak menggunakan pengaman (kondom) dan berdampak pada kehamilan remaja. 3) Dampak seks pranikah Menurut Willis (2012), dampak seks pranikah terhadap kesehatan fisik dan psikologi antara lain: a) Hilangnya keperawanan dan keperjakaan Indikasi fisik yang paling jelas terjadi pada perempuan yakni sobeknya selaput darah.

26 b) Kehamilan Perilaku seks pra nikah dapat mengakibatkan kehamilan padahal pasangan tersebut belum terikat perkawinan. Biasanya kehamilan yang tidak diinginkan. c) Aborsi dengan segala risikonya Jika hubungan intim sudah berbuah kehamilan, maka biasanya pasangan tersebut akan melakukan pengguguran kandungan (aborsi). Mereka menganggap aborsi adalah jalan terbaik untuk menutupi aib dan rasa malu terhadap masyarakat sekitar, mereka juga belum siap untuk hidup berumah tangga, risiko dari aborsi antara lain yaitu pendarahan, infeksi, kemandulan, bahkan kematian. d) Penularan penyakit kelamin Penyakit kelamin ditularkan melalui hubungan seksual, risiko tertular penyakit kelamin semakin besar ketika sering melakukan hubungan seksual secara berganti ganti pasangan. Beberapa penyakit kelamin yang dapat tersebar melalui hubungan seks pranikah antar lain (Widyastuti dkk, 2008): (1) Gonoroe (GO) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria Gonorheae, dengan masa inkubasi (masa tunas) 2-10 hari sesudah masuk ketubuh melalui hubungan seks. (2) Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema Pallidum, dengan masa tanpa gejala 3-4 minggu bahkan

27 terkadang sampai tiga bulan sesudah kuman masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks. (3) Herpes Genitalis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes Siplex dengan masa inkubasi antara 4-7 hari setelah virus berada dalam tubuh. (4) Trichomonas Vaginalis adalah penyakit yang disebabkan semacam Protozoa Trichomonas Vaginalis yang ditularkan melalui hubungan seksual. (5) Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang melemahkan sistem ketebalan tubuh, sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang berarti kumpulan gejalah penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang sifatnya diperoleh (bukan bawaan). Remaja dapat melakukan pencegahan penyakit menular seksual, sebagai berikut (BKKBN, 2008): (1) Menghindari melakukan hubungan seksual sebelum menikah. (2) Melakukan kegiatan-kegiatan positif (menghilangkan keinginan melakukan hubungan seksual). (3) Mencari informasi yang benar sebanyak mungkin tentang risiko tertular IMS. (4) Meningkatkan ketahanan moral melalui pendidikan agama.

28 (5) Mendiskusikan dengan orang tua, guru atau teman sebaya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seksual, jangan malu untuk bertanya. (6) Menolak ajakan pasangan yang meminta untuk melakukan hubungan seksual. (7) Mengendalikan diri saat bermesraan. (8) Bersikap waspada jika diajak ke suatu tempat yang sepi dan berbahaya. Penanganan pada seseorang yang menderita PMS (Penyakit Menular Seksual), sebagai berikut: (1) IMS yang disebabkan oleh bakteri dapat disembuhkan, sedangkan IMS yang disebabkan oleh virus tidak. (2) Satu-satunya cara adalah berobat ke dokter atau tenaga kesehatan. (3) Jika kita terkena IMS, pasangan kita juga harus diperiksa dan diobati, serta jangan mengobati diri sendiri. (4) Patuhi cara pengobatan sesuai petunjuk yang diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan untuk memastikan kesembuhan. (5) Hindari hubungan seksual selama masih ada keluhan/gejala. (6) Bila hamil, beritahukan dokter atau tenaga kesehatan.

29 e) Infeksi saluran reproduksi Remaja perempuan yang sudah aktif secara seksual dibawah usia 20 tahun serta berganti-ganti pasangan cenderung mudah terkena kanker mulut rahim. f) Perasaan malu, bersalah, berdosa dan tidak berharga Mereka yang sudah terjerumus pada perilaku seks pra nikah biasanya selalu dirundung bersalah. Perasaan malu dan bersalah semakin muncul ketika dirinya atau pasangannya diketahui hamil padahal secara resmi belum menjadi suami istri. 3. Pengaruh Pendidikan Sebaya Terhadap Sikap Seks Pranikah Program Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) dapat dilaksanakan di komunitas dengan kegiatan pendidikan kesehatan melalui pendidikan sebaya (peer education). Pendidik Sebaya KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok remaja sebayanya yang telah mengikuti pelatihan pendidik sebaya KRR. Keberadaan dan peranan pendidik sebaya di lingkungan remaja sangat penting artinya dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang cukup dan benar tentang KRR (BKKBN, 2008). Pendidikan kesehatan reproduksi adalah upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat agar senantiasa menjaga kesehaan reproduksinya. Terdapat beberapa indikator dalam pendidikan kesehatan reproduksi remaja yaitu input (teman sebaya sebagai subjek belajar), proses (interaksi dan komunikasi), output (perubahan perilaku sehat). Komunikasi merupakan

30 kegiatan penyampaian informasi program (peer educator) kepada kelompok sasaran (teman sebaya) yang dapat menciptakan kesamaan pemahaman dalam pencapaian tujuan PKRR (Imron, 2012). Model Studi Yale menunjukkan bahwa stimulus dapat memberikan efek suatu komunikasi tertentu berupa perubahan sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami dan diterima sehingga dapat terjadi perubahan sikap (Azwar, 2012). Sikap seks pranikah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus. Hasil penelitian studi kualitatif Na mah (2014) menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah remaja awalnya karena rasa penasaran dan tergoda. Respon remaja yang melakukan seks pranikah awalnya adalah stress, takut, cemas. Dalam melakukan seksual, mereka melakukan di rumah, rumah teman, dan kamar hotel. Sebagian remaja tidak menggunakan pengaman (kondom) dan berdampak pada kehamilan remaja. Oleh karena itu, peran peer educator menjadi penting dalam promosi, edukasi dan konseling perihal kesehatan reproduksi remaja (Imron, 2012).

31 B. Kerangka Pemikiran Stimulus Perhatian Pemahaman Penerimaan Respon (Perubahan Sikap) Pendidikan Kesehatan Reproduksi Komponen Sikap: a. Kognitif (Kepercayaan) b. Afektif (Perasaan) c. Konatif (Kecenderungan) Variabel Independen Pendidikan Sebaya Variabel Dependen Sikap seks pra nikah Faktor-faktor yang mempengaruhi: a. Pengalaman pribadi b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting c. Pengaruh kebudayaan d. Media massa e. Lembaga pendidikan/ lembaga agama f. Faktor emosional Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

32 C. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pendidikan sebaya terhadap perubahan sikap seks pranikah remaja usia 15-19 tahun di RW 19 Kelurahan Jebres.