BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. regional merupakan pelaksanaan dari pembangunan nasional pada wilayah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

[ISSN ] Vol. 5 Edisi 10, Mar 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

I. PENDAHULUAN. daya alam maupun sumberdaya manusia sehingga akan meningkatkan. Sejak krisis ekonomi tahun , industri manufaktur Indonesia

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA (ANALISA INPUT OUTPUT)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, oleh karena itu harus

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

INDUSTRIALISASI DAN MIGRASI TENAGA KERJA SEKTOR DI KOTA CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. atau kontribusi dari masing-masing sektor perekonomian. Pada tahap-tahap

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berperan penting dalam

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi Indonesia telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berlangsung secara terus menerus ini mampu memicu perubahan struktural dalam perekonomian suatu wilayah. Perubahan struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri (Kariyasa, 2006). Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa sektor pertanian (primer); (2) meningkatnya pangsa sektor industri (sekunder); dan (3) pangsa dari sektor jasa (tersier) yang cenderung konstan, namun kontribusinya akan meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dalam perkembangannya, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi Indonesia akan tergeser oleh peranan dari sektor industri manufaktur yang berkembang secara pesat (Hill, 2001). Adanya pergeseran ini menyebabkan perubahan struktural dalam perekonomian suatu negara dari struktur perekonomian yang berbasis pada sektor agraris beralih menjadi perekonomian yang berbasis pada industri. Data dari BPS menunjukkan bahwa Indonesia sudah mengalami perubahan struktural sejak tahun 1992, di mana pada saat itu peran dari sektor industri telah menggeser dominasi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi. Sektor industri mampu menyumbang hingga 1

mencapai 40% dari PDB, sedangkan sumbangan sektor pertanian menurun drastis hingga tinggal 19% dari PDB (BPS, 2000). Tidak dipungkiri bahwa saat ini peranan sektor industri di Indonesia sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Artinya industri manufaktur mampu menjadi sektor penyumbang yang dominan terhadap PDB Indonesia. Selama tahun 2010 hingga 2014, kontribusi sektor industri manufaktur di Indonesia terus mendominasi struktur ekonomi Indonesia dibandingkan dengan sektor-sektor lain (lihat Gambar 1.1). Dari tahun 2010-2014, sektor industri manufaktur rata-rata mampu menyumbang sebesar 25,63% terhadap PDB Indonesia. Setelah itu baru diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, & restoran dengan rata-rata sumbangan sebesar 17,85% dan sektor pertanian dengan rata-rata sebesar 12,56%. Gambar 1.1. Perkembangan Kontribusi Sektoral Terhadap PDB Indonesia, 2010-2014 (%) Sumber: Diolah dari BPS (2015) 2

Jika dilihat dari pertumbuhan sektoral dari tahun 2010 hingga 2014, sektor industri manufaktur masih dapat dibilang cukup mendominasi pertumbuhan dibandingkan dengan sektor lainnya meskipun masih kalah dengan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di tahun 2014. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor industri manufaktur terus mengalami tren pertumbuhan yang meningkat dari tahun 2010 hingga 2011, namun setelah itu pertumbuhan sektor industri manufaktur mulai mengalami penurunan hingga tahun 2014. Rata-rata pertumbuhan sektor ini dari tahun 2010 hingga 2014 mencapai 5,40%. Di sisi lain tingkat pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran menunjukkan angka pertumbuhan yang fluktuatif dari tahun 2010 hingga 2014. Terlihat bahwa di tahun 2011 pertumbuhan dari sektor ini perdagangan, hotel, dan restoran sempat mengalami penurunan hingga mencapai level 4,70%. Namun setelah tahun 2011, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran mulai meningkat mencapai pertumbuhan sebesar 6,24% di tahun 2012, kemudian sempat turun sedikit di tahun 2013 dan meningkat kembali di tahun 2014 hingga sebesar 5,57%. Sektor lainnya yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memiliki tren pertumbuhan yang cenderung lebih stabil, di mana rata-rata tingkat pertumbuhan dari sektor ini mencapai 3,45% dari tahun 2010 hingga 2014. Sektor terakhir yaitu sektor pertambangan dan penggalian, terlihat dalam grafik bahwa pertumbuhan pada sektor ini terus mengalami penurunan sejak tahun 2010, bahkan di tahun 2014 pertumbuhannya turun hingga negatif 0,14%. 3

Gambar 1.2. Pertumbuhan Sektoral Perekonomian Indonesia dari Tahun 2010-2014 (%) Sumber: Diolah dari BPS (2015) Pesatnya perkembangan peran sektor industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia selama ini tidak bisa lepas dari besarnya peranan Industri Kecil dan Mikro (IKM) sebagai pondasi utama kinerja industri manufaktur. Hal ini dikarenakan selain IKM mampu menjadi pilar penggerak perekonomian daerah juga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak, memiliki jumlah unit usaha yang paling besar dibandingkan dengan Industri Besar, memiliki peranan dalam penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif, dan merupakan penyumbang terbesar bagi pendapatan nasional di Indonesia dari sektor industri manufaktur. IKM di Indonesia juga telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga (Kuncoro, 2000). Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (2014), total persentase unit usaha IKM dari tahun 2010 hingga 2013 jumlahnya selalu jauh diatas total unit usaha IBS, dan angka persentasenya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persentase 4

IKM pada tahun 2010 terhitung sebesar 99,15%, kemudian naik menjadi 99,22% pada tahun 2011, naik lagi menjadi 99,27% pada tahun 2012, dan terakhir pada tahun 2013 naik mencapai 99,30% (lihat Tabel 1.1). Sedangkan untuk persentase jumlah tenaga kerja yang terserap oleh IKM pada tahun 2010 adalah sebesar 58,89%, kemudian meningkat menjadi 64,12% tahun 2011, meningkat lagi menjadi 64,94% tahun 2012, dan terakhir pada tahun 2013, IKM mampu mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 68,95% dari total tenaga kerja di sektor industri. Tabel 1.1. Data Perkembangan Industri Kecil dan Mikro (IKM) dan Industri Besar Sedang (IBS) di Indonesia Tahun 2010-2013 (%) INDIKATOR TAHUN 2010 2011 2012 2013 Jenis Industri Industri Kecil dan Mikro 99,15 99,22 99,27 99,30 Industri Besar Sedang 0,85 0,78 0,73 0,70 Tenaga Kerja Industri Kecil dan Mikro 58,89 64,12 64,94 68,95 Industri Besar Sedang 41,11 35,88 35,06 31,05 Kontribusi Terhadap PDB Industri Kecil dan Mikro 57,83 57,60 57,48 58,08 Industri Besar Sedang 42,17 42,40 42,52 40,93 Sumber: Kemenperin (2014) Pertumbuhan IKM yang semakin pesat turut memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian khususnya dalam pembentukan PDB Indonesia. Dari tahun 2010 hingga 2013, terlihat bahwa perkembangan peranan sektor IKM selalu lebih besar dibandingkan peranan sektor IBS. Pada tahun 2010, kontribusi IKM dalam pembentukan PDB di Indonesia adalah mencapai 57,83%, sedangkan kontribusi IBS adalah sebesar 42,17%. Kontribusi IKM sempat mengalami penurunan di tahun 2011 5

menjadi sebesar 57,60% dan kontribusi IBS sebesar 42,40%. Di tahun 2012 kontribusi IKM kembali menurun menjadi sebesar 57,48% yang diikuti oleh kenaikan kontribusi IBS mencapai 42,52%. Terakhir di tahun 2013, kontribusi IKM terhadap PDB mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan angka kontribusi mencapai 58,08% yang diikuti oleh penurunan kontribusi IBS yang hanya sebesar 40,93%. Hingga saat ini, distribusi pendapatan industri manufaktur di Indonesia cenderung terpusat di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh ketidakmerataan pembangunan ekonomi Indonesia yang masih berkiblat di Pulau Jawa, kemudian peraturan perdagangan dan perindustrian di Jawa yang lebih mendukung, sarana prasarana yang lebih memadai, serta jumlah penduduk yang sangat padat menjadikan Pulau Jawa sebagai pasar potensial yang besar bagi perkembangan industri manufaktur khususnya industri Kecil dan Mikro (IKM). Pada tahun 2014, provinsi-provinsi di Pulau Jawa sangat mendominasi distribusi jumlah unit usaha IKM di bandingkan dengan provinsi-provinsi yang lain di luar Pulau Jawa (lihat Gambar 1.3). Dapat dilihat bahwa terdapat tiga provinsi yang memiliki jumlah unit usaha yang jauh di atas rata-rata unit usaha IKM, yaitu Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah unit usaha sebanyak 832.472 unit, Provinsi Jawa Timur sebanyak 648.706 unit, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 498.063 unit. Jika dilihat dari kontribusi unit usaha IKM menurut pulau, Pulau Jawa memiliki nilai kontribusi unit usaha yang sangat besar dibandingkan dengan kontribusi di luat Pulau Jawa. Tercatat bahwa total kontribusi unit usaha di semua provinsi di Pulau Jawa adalah 2.179.090 unit atau sama dengan 62,17% terhadap total unit usaha IKM di Indonesia. Hal ini sangat timpang bila dibandingkan dengan total kontribusi unit usaha di luar Pulau Jawa di 6

mana jumlahnya hanya mencapai 1.325.974 unit atau sebesar 37,83% dari total unit usaha IKM di Indonesia. Gambar 1.3. Distribusi Jumlah IKM Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2014 Sumber: BPS (2015) Distribusi jumlah tenaga kerja IKM di Indonesia pada tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 1.4. Sama seperti distribusi jumlah unit usaha IKM, distribusi tenaga kerja IKM juga sangat terkonsentrasi di provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Terdapat tiga provinsi yang memiliki jumlah penyerapan tenaga kerja IKM terbesar di Indonesia, yaitu Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.934.998 orang, Provinsi Jawa Timur sebanyak 1.543.036 orang, dan Provinsi Jawa Barat sebanyak 1.333.138 orang. Selain itu, jika jumlah tenaga kerja IKM dilihat berdasarkan provinsi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, maka jumlah penyerapan tenaga kerja IKM di provinsi-provinsi Pulau Jawa sangat dominan hingga mencapai jumlah tenaga kerja IKM sebesar 5.416.395 orang atau sama dengan 64,7% dari total tenaga kerja IKM di Indonesia terserap di Pulau 7

Jawa. Sedangkan sisanya sebanyak 2.946.351 orang atau sama dengan 35,3% dari total tenaga kerja IKM di Indonesia tersebar di provinsi-provinsi lain di luar Pulau Jawa. Gambar 1.4. Distribusi Jumlah Tenaga Kerja IKM Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2014 Sumber: BPS (2015) Dalam merencanakan suatu pembangunan ekonomi, banyak negara-negara berkembang yang menjadikan sektor industri sebagai sektor yang mendapat prioritas utama dibandingkan dengan sektor lainnya karena sektor ini dipercaya mampu menjadi sektor unggul bagi perkembangan sektor lain seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Alhasil apabila sektor industri dapat terus dikembangkan, maka akan mampu mendorong peran dari sektor pertanian dan sektor jasa. Perkembangan industri kerap kali memunculkan sebuah fenomena yang dikenal dengan konsentrasi spasial. Konsentrasi spasial ini muncul akibat tidak meratanya perubahan struktural yang terjadi antar wilayah akibat pertumbuhan industri yang cepat 8

dan selektif. Konsentrasi spasial merupakan pengelompokan setiap industri dan aktivitas ekonomi secara spasial (Fujita et al., 1999). Konsentrasi spasial menunjukkan kontribusi dan distribusi daerah dari sektor industri manufaktur baik IBS maupun IKM. Apabila kontribusi maupun distribusi daerah/provinsi dari sektor industri tidak merata, yang artinya terdapat satu daerah/provinsi yang memiliki kontribusi yang sangat tinggi sedangkan daerah/provinsi lainnya memiliki kontribusi yang sangat rendah (timpang), seperti yang terjadi di Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa daerah/provinsi yang memiliki kontribusi yang sangat tinggi sudah mendominasi berlokasinya industri dan dapat dikatakan pula bahwa industri manufaktur sudah terkonsentrasi secara spasial di daerah/provinsi tersebut. 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan distribusi jumlah unit usaha IKM dan jumlah penyerapan tenaga kerja IKM selama tahun 2010 hingga 2014, Indonesia memiliki permasalahan ketimpangan spasial antardaerah di mana kluster IKM sangat terkonsentrasi di provinsiprovinsi yang ada di Pulau Jawa. Lebih dari 50% Pulau Jawa mendominasi peran dari sektor IKM di Indonesia. Perbedaan kedalaman perubahaan struktural antarprovinsi mungkin saja menjadi pemicu terjadinya ketimpangan spasial di Indonesia. Perubahan struktural yang dimaksud adalah proses transformasi dari perekonomian yang bersifat subsisten sektor pertanian menuju perekonomian yang lebih modern sektor industri. Artinya proses pergeseran dari sektor primer menuju sektor industri khususnya IKM di setiap provinsi berbeda-beda kecepatannya, ada provinsi yang proses perubahan strukturalnya cepat dan ada juga yang lambat. 9

Permasalahan inilah yang mendasari penelitian ini sehingga memunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Di manakah lokasi utama kluster IKM berdasarkan jumlah unit usaha dan jumlah penyerapan tenaga kerja di Indonesia tahun 2010 dan 2014? 2. Seberapa jauh perubahan struktural tenaga kerja IKM yang terjadi di masingmasing provinsi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014? 3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja IKM tahun 2010 dan 2014? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Menganalisis lokasi utama kluster IKM di Indonesia pada tahun 2010 dan 2014. 2. Menganalisis seberapa jauh perubahan struktural tenaga kerja IKM yang terjadi di masing-masing provinsi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja IKM di Indonesia tahun 2010 dan 2014. 1.4. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan mampu membawa manfaat bagi beberapa pihak: Bagi penulis penelitian dalam bentuk skripsi ini diharapkan selain membantu mencapai gelar kesarjanaan, dapat memperdalam pemahaman terhadap teori-teori terkait dan pengembangannya. Pemahaman dan terbukanya wawasan dalam penggunaan alat analisis diharapkan mampu berguna bagi kehidupan di masa mendatang. 10

Bagi khazanah ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini mampu berkontribusi meningkatkan kualitas keilmuan, khususnya ekonomika industri. Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai acuan dan bisa dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Bagi pengambil kebijakan, khususnya pengambil kebijakan dalam perindustrian nasional, diharapkan dapat menjadikan penelitan ini sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan lebih lanjut terkait dengan kebijakan dan strategi pengembangan industri IKM di Indonesia. 1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini terdiri dari lima bagian, dengan susunan atau sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan awal dari penulisan, di mana di dalamnya menggambarkan isi dari penelitian. Bagian ini terdiri atas beberapa bagian yaitu latar belakang penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II : STUDI LITERATUR Bab ini merupakan telaah terhadap literatur yang berkaitan dengan penelitian di mana literatur-literatur tersebut dijadikan sebagai landasan teori dari penelitian ini antara lain, Teori Perubahan Struktural, Teori 11

Spasial, dan Teori Kluster/Industrial Distrik. Bab ini juga mencantumkan dan membandingkan persamaan maupun pebedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjabarkan mengenai sumber data yang digunakan untuk menganalisis industri Kecil dan Mikro (IKM) dan metodologi penelitian yang akan digunakan untuk menganalisis IKM di Indonesia. Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan alat analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), Korelasi Pearson & Spearman Rank, Indeks Perubahan Struktural (IPS), dan Analisis Regresi Data Panel. BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil analisis dari data yang ada, beserta penjelasannya dengan menggunakan metodologi yang telah dipilih. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan, berisikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan selama penelitian, serta saran atau implikasi kebijakan bagi pemerintah pusat dalam meningkatkan potensi IKM di Indonesia. 12