SERANGAN RAYAP COPTOTERMES

dokumen-dokumen yang mirip
SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PADA BIBIT MERANTI (Shorea leprosula Miq.) DI PERSEMAIAN. NGATIMAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Oleh: Ngatiman. Diterima , direvisi , disetujui ABSTRAK

Ngatiman dan Armansah

Ngatiman & Deddy Dwi Nur Cahyono

Asef K. Hardjana dan Lydia Suastati

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

HAMA URET PADA TANAMAN KAPUR (Dryobalanops lanceolata Burck)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

RIAP TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn) DI KHDTK SAMBOJAKECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR


BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

IDENTIFIKASI RAYAP YANG MENYERANG TUMBUHAN PADA ZONA PEMANFAATAN YANG BERBEDA DI KEBUN RAYA UNMUL SAMARINDA (KRUS)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

PERTUMBUHAN TINGGI AWAL TIGA JENIS POHON MERANTI MERAH DI AREAL PT SARPATIM KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

KEMAMPUAN TANAMAN MERANTI (Shorea leprosula) IUPHHK-HA PT ITCIKU KALIMANTAN TIMUR

Oleh/By : Ayi Suyana dan/and Abdurrachman. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda ABSTRACT

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

Oleh/by BADARUDDIN 1) ABSTRACT

PERTUMBUHAN TIGA KELAS MUTU BIBIT MERANTI MERAH PADA TIGA IUPHHK DI KALIMANTAN

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU

Abdurachman dan Farida H. Susanty

DAFTAR PUSTAKA. Borror Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi VI. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

III. METODOLOGI PENELITIAN

Amiril Saridan dan M. Fajri

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT Shorea leprosula Miq TINGKAT SEMAI DI TAMAN NASIONAL KUTAI RESORT SANGKIMA KABUPATEN KUTAI TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN LABORATORIUM ICHMA YELDHA RETMADHONA

BAB III METODE PENELITIAN

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

UJI COBA PERTUMBUHAN TIGA KELAS MUTU BIBIT MERANTI MERAH DI TIGA HAK PENGUSAHAAN HUTAN MODEL DI KALIMANTAN

PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KERUGIAN EKONOMIS AKIBAT SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN RUMAH MASYARAKAT DI DUA KECAMATAN (MEDAN DENAI DAN MEDAN LABUHAN)

CAPAIAN KEGIATAN LITBANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI. A. Metode survei

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

METODOLOGI PENELITIAN

UJI PENANAMAN DIPTEROKARPA DI JAWA BARAT DAN BANTEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEMBANGUN PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA TANAMAN Shorea Leprosula DI AREAL IUPHHK-HA PT. ITCIKU KALIMANTAN TIMUR

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto)

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Oleh/By : A.Syaffari Kosasih dan/and Nina Mindawati

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

KEAWETAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA PERTUMBUHAN TEGAKAN MUDA MERANTI (Shorea sp.) DENGAN TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) DI PT. TRIWIRAASTA BHARATA KABUPATEN KUTAI BARAT

Dewi Kartika Sari, Iskandar AM,Gusti Hardiansyah Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jln Imam Bonjol Pontianak

III. METODE PENELITIAN

INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati.

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI DAN POTENSI KERUSAKAN RAYAP PADA TANAMAN TEMBESU ( Fagraea fragrans) DI KEBUN PERCOBAAN WAY HANAKAU, LAMPUNG UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri T. & B) PADA UMUR 8,5 TAHUN DI ARBORETUM BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA

SEBARAN POPULASI, PERSENTASE SERANGAN, DAN TINGKAT KERUSAKAN AKIBAT HAMA BOKTOR PADA TANAMAN SENGON: PENGARUH UMUR, DIAMETER, DAN TINGGI POHON

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

III. METODOLOGI PE ELITIA

PELUANG BENUANG BINI (Octomeles sumatrana Miq) SEBAGAI BAHAN BAKU PULP

Keanekaragaman Jenis Rayap Tanah dan Dampak Serangan Pada Bangunan Rumah di Perumahan Kawasan Mijen Kota Semarang

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

Respon Pertumbuhan Meranti Merah Terhadap Lebar Jalur Tanam dan Intensitas Cahaya Matahari dalam Sistem Silvikultur TPTJ

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PEMULSAAN TERHADAP PERTUMBUHAN MERANTI TEMBAGA

METODOLOGI PENELITIAN

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

Inventarisasi Serangan Hama Anakan Meranti Merah (Shorea Selanica) di Lokasi CIMTROP Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah

Transkripsi:

SERANGAN RAYAP COPTOTERMES SP. PADA TANAMAN MERANTI MERAH (SHOREA LEPROSULA MIQ.) DI BEBERAPA LOKASI PENANAMAN DI KALIMANTAN TIMUR Termites Attack of Coptotermes Sp. on Red Meranti (Shorea Leprosula Miq.) at Several Planting Sites in East Kalimantan Ngatiman Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda Jl. A.W. Syahranie No.68, Sempaja, Samarinda; Tlp. (0541) 206364, Fax (0541) 742298. e-mail : ngatiman_diptero@yahoo.com Diterima 09 Januari 2014, direvisi 28 Mei 2014, disetujui 05 Juni 2014 ABSTRACT Termites attack Coptotermes sp on red meranti (S. leprosula Miq.) plantation causes death. This study aims to obtain percentage of attacks and plants mortality of termites attack Coptotermes sp.. The method used is to establish some research plots in planting sites of red meranti, among others: PT Inhutani I, Mentawir; around nursery UUCD, Samboja; KHDTK Sebulu and KHDTK Samboja;. The results showed that the percentage after mites attacking plants S.leprosula in PT Inhutani I, Mentawir attack percentage was 44.24%, with the percentage of dead plants 10.61% in around nursery UUCD, Samboja was 27.02% with the percentage of dead plants 18.91%, in KHDTK, Samboja attack percentage was 4.37% with the percentage of dead plants 1.09%,, and in KHDTK, Sebulu attack percentage was 5.21% with the percentage of dead plants 1.34% Red meranti plantation that died were ranged 6,1 to 30,0 cm in diameter and 7,1 to 27,5 in height. Keywords: termites attack, Coptotermes sp, plantation, S. leprosula ABSTRAK Serangan rayap Coptotermes sp. pada tanaman meranti merah (S. leprosula Miq.) menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persentase serangan dan persentase tanaman yang mati akibat serangan rayap Coptotermes sp.. Metode yang digunakan adalah membuat plot penelitian beberapa lokasi penanaman meranti merah antara lain; PT Inhutani I, Mentawir; disekitar persemaian UUCD, Samboja; KHDTK, Sebulu dan KHDTK, Samboja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase serangan rayap pada tanaman meranti merah di PT Inhutan I, Mentawir persentase serangan sebesar 44,24% dengan persentase tanaman mati sebesar 10,61%, disekitar persemaian UUCD, Samboja sebesar 27,02% dengan persentase tanaman mati 18,91%, di KHDTK, Samboja persentase serangan sebesar 4,37% dengan persentase tanaman mati 1,09%; dan di KHDTK, Sebulu persentase serangan sebesar 5,21% dengan persentase tanaman mati sebesar 1,34%. Tanaman meranti merah (S. leprosula) yang mati tersebut diameternya berkisar 6,1 30,0 cm dan tingginya berkisar 7,1 27,5 m. Kata kunci : serangan rayap, Coptotermes sp., tanaman S. leprosula I. PENDAHULUAN Meranti merah (Shorea leprosula Miq.) merupakan salah satu jenis tanaman yang diperioritaskan untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman dipterokarpa, terutama dalam program Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) atau dikenal Silvikultur Intensif (SILIN) dan Program Pembangunan Model Unit Managemen Hutan Meranti (PMUMHM) di Kalimantan Timur. Jenis tanaman tersebut sudah banyak ditanam seperti di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja; KHDTK Sebulu dan PT Inhutani I Mentawir. 59

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.1 Juni 2014: 59-64 Tanaman meranti merah di Kalimantan Timur, sudah ditanam sejak tahun 1993/1994. Permasalahan yang ditemukan pada tanaman tersebut adalah adanya serangan rayap Coptotermes sp. yang mengakibatkan kematian. Serangan Coptotermes sp. umumnya dicirikan dengan adanya kerak tanah yang menutupi kulit batang mulai dari permukaan tanah sampai beberapa meter ke-atas. Kayu bagian dalam habis dimakan dan tinggal selapis tipis gubal di bawah kulit, se-hingga pohon mudah patah atau tumbang bila kena angin (Natawiria, 1989). Rayap Coptotermes sp.. Tergolong jenis rayap yang terganas dalam menyerang kayu dan bangunan tidak hanya di Indonesia, tetapi dibeberapa negara lain di dunia (Nandika et al., 2000). Sehubungan dengan permasalahan tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui persentase serangan dan persentase tanaman yang mati akibat serangan rayap pada beberapa lokasi penanaman meranti merah di Kalimantan Timur. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di KHDTK Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, PT Inhutani I Mentawir, Kabupaten Penajam Paser Utara dan KHDTK Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Kondisi tanaman di UUCD dan PT Inhutani I Mentawir ditanam masing-masing hamparan tanaman meranti merah yang ditanam dengan jarak tanam masing-masing 2 m x 2 m dan 5 m x 5 m, sedangkan di KHDTK Samboja terdiri dari tiga tempat yang ditanam dalam beberapa jalur dengan jarak tanam 5 m x 5 m dan dibatasi dengan jenis pohon lain, dan di KHDTK Sebulu terdiri dari empat plot kecil yang berdekatan yang dibatasi dengan patok batas saja, ditanam dengan jarak tanam yang berbeda berturut-turut adalah 1 m x 1 m, 1,4 m x 1,4 m, 2 m x 2 m dan 3 m x 3 m1. Bahan yang digunakan adalah tanaman meranti merah yang ditanam tahun 1993/1994, seng alumunium untuk label pohon, sedangkan peralatan yang digunakan adalah haga, phiband dan kamera. Menentukan tanaman meranti merah yang akan diamati pada beberapa lokasi pengamatan. Penomoran pohon menggunakan seng alumunium yang dipakukan pada batang pohon, pengukuran tinggi pohon menggunakan haga dan pengukuran diameter setinggi 1,30 cm menggunakan phiband dan dokumentasi penelitian menggunakan kamera. Selanjutnya melakukan pengamatan tanaman yang terserang rayap secara sensus 100%, baik tanaman yang mati maupun tanaman yang tidak mati. Untuk mengetahui persentase tanaman yang terserang dan tanaman yang mati akibat terserang rayap menggunakan rumus sebagai berikut: % serangan rayap = jumlah tanaman yang terserang rayap x 100% jumlah tanaman yang diamati jumlah tanaman yang mati % tanaman mati = jumlah tanaman yang diamati x100% Tanaman yang terserang rayap dihitung tanpa memperhatikan ringan dan beratnya serangan, baik serangan rayap masih aktif maupun serangan rayap yang sudah tidak aktif lagi. Tanaman yang mati dihitung tanpa memperhatikan baru atau sudah lama tanaman ter-sebut mati akibat serangan rayap. Tanaman yang baru mati biasanya pohon masih tegak berdiri, sedangkan tanaman yang sudah lama mati biasanya pohon sudah patah/tumbang dan bahkan berupa tunggak/tunggul dan batang bagian atas sudah tidak ada lagi. 60

Serangan Rayap Coptotermes Sp. Pada (Ngatiman) III. HASIL DAN PEMBAHASAN Serangan rayap Coptotermes sp. telah ditemukan dan menyerang tanaman pada beberapa lokasi penanaman. Serangan rayap yang masih ringan yaitu rayap membuat sarang berupa alur-alur pada batang dan belum menutup kulit batang, tanaman masih bertahan hidup. Tetapi bila serangan rayap sangat berat, dimana rayap membuat sarang pada batang dan sudah menutupi semua kulit batang, maka tanaman tidak akan bertahan hidup atau tanaman akan mati. Kematian tanaman ditandai dengan daun berwarna kuning dan daun rontok serta tanaman mati dan biasanya diikuti dengan batang pohon patah/roboh bila kena angin kencang (Gambar 1.). Jumlah tanaman, persentase serangan rayap dan persentase tanaman yang mati pada beberapa lokasi penanaman meranti merah (S. leprosula) disajikan pada Tabel 1. Sumber: dokumentasi penelitian Gejala serangan Serangan sangat berat Batang pohon patah Gambar 1. Serangan rayap Coptotermes sp. pada tanaman S. leprosula Figure 1. Coptotermes sp. attack on S.leprosula plantation Tabel 1. Jumlah tanaman, persentase serangan rayap dan persentase tanaman yang mati pada beberapa lokasi penanaman meranti merah (S. leprosula) Table 1. The number of plants, the percentage of termites attack and the percentage of dead plants in several planting sites of red meranti (S. leprosula) Nomor (Number) Jumlah tanaman (batang) (Number of plant) (stem) Persentase tanaman yang terserang (%) (Percentage of plants attacked) (%) Persentase tanaman yang mati (%) (The percentage of dead plants) (%) Lokasi penanaman (Planting site ) 1 113 50 (44,24) 12 (10,61) PT Inhutani I Mentawir 2 74 20 (27,02) 14 (18,91) Disekitar persemaian UUCD, Samboja 3 1190 62 (5,21) 16 (1,34) KHDTK Sebulu 4 366 16 (4,37) 4 (1,09) KHDTK Samboja Sumber: diolah dari data primer Keterangan (Remarks): UUCD = Unit Uji Coba Dipterocarpaceae (Dipterocarpaceae Unit Test); KHDTK = Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (Special Purpose Forest Area) 61

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.Juni 2014: 59-64 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase tanaman yang terserang rayap cukup bervariasi yaitu berkisar 4,37 % sampai dengan 44,24 % dan persentase tanaman yang mati berkisar 1,09 % sampai dengan 18,91 %. Rendahnya persentase tanaman yang terserang dan tanaman yang mati pada lokasi KHDTK Samboja dan KHDTK Sebulu, hal ini disebabkan tidak semua plot yang diamati terdapat serangan rayap. Untuk KHDTK Samboja dari tiga tempat penanaman hanya dua tempat saja yang terdapat serangan rayap danuntuk di KHDTK Sebulu, dari empat plot yang ada hanya dua plot saja yang terdapat serangan rayap yaitu pada plot jarak tanam 1,4 m x 1,4 m dan 3 m x 3 m. Selain kondisi lingkungan di sekitarnya yang mendukung perkembangbiakan rayap, juga pola tanam yang berbeda seperti jarak tanam yang lebih dekat tersebut akan lebih cepat tingkat penyebaran serangan rayap dari satu pohon ke pohon lainnya. Tanaman S. leprosula yang mati akibat serangan rayap tersebut terdiri dari tanaman yang mati baru dan mati sudah lama. Tanaman yang mati baru biasanya pohon masih tegak berdiri dan serangan rayap masih aktif, sedangkan tanaman mati sudah lama beberapa bulan atau tahun sebelumnya bisa ditandai dengan batang pohon patah (masih ada tunggul/tunggak dan batang pohon yang patah) dan bila yang ditemukan hanya tunggul/tunggak saja, hal ini berarti serangan rayap sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Tunggul/tunggak pohon yang mati tetap ada, selama tunggak tersebut masih terdapat selulosa sebagai bahan makanan rayap. Terkecuali tunggak itu sudah lapuk/kropos, maka rayap sudah tidak aktif lagi atau terjadi perubahan lingkungan yang ektrim koloni bisa berpindah tempat. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasi rayap meliputi: suhu, kelembapan, curah hujan, ketersediaan makanan dan musuh alami. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Suhu dan kelembaban merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan menyebabkan perubahan perkembangan aktivitas dan prilaku rayap. Rayap tanah seperti Coptotermes sp., Macrotermes, Odentotermes dan lain-lain memerlukan kelembapan udara 75 90% dan suhu optimum 15 38 C untuk perkembangan dan aktivitasnya (Nandika et.al., 2003). Berdasarkan hasil pengamatan suhu dan kelembaban di lokasi penelitian (KHDTK Sebulu), suhu di bawah tegakan S. leprosula adalah 20,2 28,0 C dan kelembapan 80,0 90,1% (Ngatiman et al., 2011), sedangkan di lokasi penelitian lainnya kondisi lingkungan tidak jauh berbeda, karena di bawah tegakan juga ditemukan banyak serasah kering dan tumbuhan bawah yang cukup rapat. Menurut Nandika et al., (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap intensitas serangan rayap, diantaranya adalah kandungan selulosa, yang mana sumber makanan rayap tersebut banyak terdapat pada tingkat pohon. Selulosa merupakan konstituen utama kayu, kira-kira 40 50% bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat dalam dinding sel (Sjostron, 1995). Kadar selulosa S. leprosula sebesar 50,76% (Martawijaya et al., 2005). Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa lokasi penanaman S. leprosula, jumlah tanaman yang mati, diameter dan tinggi tanaman, akibat serangan rayap cukup bervariasi (Tabel 2.). Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa dari 4 lokasi penanaman S. leprosula, tanaman S. leprosula yang mati berkisar 4 16 tanaman, kisaran tinggi tanaman 7,1 27,5 m dan diameter 6,1 30,0 cm. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa pada setiap lokasi yang terdapat serangan rayap selalu ditemukan sarang rayap dari tanah berupa gundukan tanah yang menempel pada batang pohon. Pohon/tanaman yang menjadi tempat bersarangnya rayap tersebut tidak hanya tanaman S. leprosula saja, melainkan jenis karet (Hevea brasiliensis), terap (Arthocarpus sp.) dan pohon pioner. Pohon-pohon ini ada yang terdapat di dalam plot tanaman dan ada juga 62

Serangan Rayap Coptotermes Sp. Pada (Ngatiman) yang terdapat diperbatasan plot dan dekat dengan tanaman meranti. Khusus untuk tanaman meranti pada tahun pertama ditemukan adanya serangan rayap dan tanaman mati, tetapi pada tahun berikutnya pada tanaman tersebut muncul sarang rayap (berupa gundukan tanah). Sarang rayap tersebut ditemukan pada beberapa tanaman meranti yang berdiameter 15 cm up. Tabel 2. Jumlah tanaman yang mati, kisaran tinggi dan diameter tanaman pada beberapa lokasi penanaman meranti merah (S. leprosula Miq.) Table 2. The number of dead plants, the range of plant height and diameter at several planting sites of red meranti (S. leprosula Miq.) Nomor (Number) Jumlah tanaman yang mati (batang) (Number dead plants) (stem) Kisaran tinggi tanaman(m) (Range of plant height) (m) Kisaran diameter tanaman(cm) (Diameter range of plants) (cm) Lokasi penanaman (Planting site) 1 12 7,1 19,3 6,5 17,5 PT Inhutani I Mentawir 2 14 18,3 27,5 19,2 30,0 Disekitar persemaian UUCD, Samboja 3 16 9,2 19,7 6,1 22,2 KHDTK Sebulu 4 4 14,4 25,7 14,1 26,8 KHDTK Samboja Keterangan (Remarks): UUCD = Unit Uji Coba Dipterocarpaceae (Dipterocarpaceae Unit Test); KHDTK = Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (Special Purpose Forest Area) Dengan adanya sarang rayap tersebut menunjukkan bahwa koloni rayap semakin meningkat, karena pada diameter tanaman yang cukup besar tersebut akan tersedia cukup banyak makanan (selulosa). Dengan demikian koloni rayap akan bertahan hidup lebih lama pada tanaman tersebut. Hasan (1986), menyatakan bahwa selain menggunakan kayu sebagai sumber makanannya, rayap juga menggunakan kayu sebagai tempat hidupnya atau tempat berlindung dengan jalan menerobos bagian dalam dari kayu tersebut. Berda-sarkan hasil penelitian Zulkaidah (2005), pada jenis Dipterokarpaceae, non Dipterocarpaceae dan buah-buahan di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS), ternyata kerusakan yang paling tinggi oleh rayap Coptotermes sp pada tingkat pohon daripada jenis tiang sedangkan pada tingkat pancang tidak mendapat serangan rayap. Di samping itu S. leprosula termasuk golongan kayu yang sangat rentan terhadap serangan rayap C. Curvignathus dan jenis lainnya seperti Pinus merkusii dan Acacia mangium (Rudi et al., 1999). Berdasarkan kelas awet kayu, S leprosula termasuk dalam kelas IV (Katiwa, 2008). IV. KESIMPULAN Rayap Coptotermes sp telah ditemukan dan menyerang tanaman meranti merah (S. leprosula Miq.) pada empat lokasi penanaman. Rayap tersebut menyerang tanaman yang masih hidup dan tanaman yang sudah mati. Gejala awal serangan rayap ditandai adanya kerak tanah pada batang tanaman berupa alur-alur dan alur-alur tersebut bertambah banyak akhirnya menutup semua permukaan kulit batang. Serangan rayap yang sudah sangat berat atau seluruh permukaan kulit batang tertutup oleh kerak tanah beberapa meter dari permukaan tanah dapat mengakibatkan kematian. persentase serangan rayap pada tanaman meranti berkisar 4,37 % sampai dengan 27,02 %, dengan persentase tanaman yang mati berkisar 1,09 % sampai dengan 18,91 %. Tanaman meranti merah (S. leprosula) yang mati terserang rayap Coptotermes sp. diameternya berkisar 6,1 30,0 cm dan tingginya berkisar 7,1 27,5 m. Sarang rayap berupa gundukan tanah yang menempel pada batang pohon, sebagai indikator koloni rayap semakin meningkat. 63

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol.8 No.1 Juni 2014: 59-64 DAFTAR PUSTAKA Hasan, T. 1986. Beberapa teknik pengendalian rayap di Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Katiwa, A.T. 2008. Sifat fisika mekanika kayu meranti merah (Shorea leprosula Miq.) hasil tanaman dari stek pucuk umur 11 tahun Pengembangan teknologi pengolahan dan pemanfaatan hasil hutan rawa gambut bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XI Kerjasama Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya, Palangka Raya. Martawijaya, A., I. Kartasujana, S.A. Prawira dan K. Kadir. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehuatanan, Bogor. Natawiria, D. 1989. Teknik pengenalan hama hutan tanaman industri. Informasi Teknik No. 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor. Nandika, D., R. Yudi dan F. Diba. 2003. Rayap, biologi dan pengendaliannya. Muhammadiyah Surakarta Press, Surakarta. Nandika, D., R.C. Tarumingkeng, S. Suryokusumo., Y. Rismayadi dan F. Diba. 2000. Pengujian lapang umpan rayap recruit II terhadap koloni rayap tanah Coptotermes curvignatghus Holmgren (Isoptera; Rhinotermitidae). Laporan Percobaan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ngatiman, Armansah dan M. Budiono. 2011. Teknik pengendalian hama hutan tanaman jenis penghasil kayu pertukangan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda (tidak diterbitkan). Rudi., D. Nandika, R.C. Tarumingkeng dan D. Darusman 1999. Preferensi makan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holungren (Isoptera, Rhinotermitidae) terhadap delapan jenis kayu bangunan. Prosiding Mapeki (Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia), Yogyakarta. Sjostrom, E. 2005. Kimia kayu. Dasar-dasar dan penggunaan. Edisi kedua (Terjemahan oleh Hardjono Sastrohamidjojo. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Zulkaidah. 2005. Identifikasi rayap yang menyerang tumbuhan pada zona pemanfaatan yang berbeda di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Mulawarman, Samarinda. 64