BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat mempengaruhi semua sistem pengindraan dimana terjadi pada saat kesadaran individu tersebut baik (Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, 2000). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan pada persepsi sensorinya sehingga merasakan stimulus, yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun (vamcarolis, 2006 dalam Yosep, 2011). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana penderitanya mengalami perubahan sensori persepsi (Direja, 2011). Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Rusdi, 2013). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi pada panca indra yang terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan jiwa sehingga tidak mampu membedakan stimulus dari sumber internal atau eksternal. 9
Jenis jenis halusinasi Jenis jenis halusinasi menurut Rusdi (2013) ada 2 yaitu: 1. Halusinasi non patologis Halusinasi yang terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, hanya pada seseorang yang mengalami stres yang berlebih atau kelelahan. 2. Halusinasi patologis Halusinasi ini ada 5 macam yaitu: a. Halusinasi pendengaran Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan stimulasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya. b. Halusinasi penglihatan Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihat. c. Halusinasi penciuman Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium. d. Halusinasi pengecapan Klien merasakan makan sesuatau yang tidak nyata. Biasa merasakan makanan yang tidak enak. e. Halusinasi perabaan Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.
Fase halusinasi (Depkes, 2000 dalam Rusdi, 2013). 1. Fase comforting Fase dimana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan, tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan Karakteristik: mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, fokus pada pikiran yang dapat mengatasi ansietas, pikiran dan pengalaman sensori masalah ada dalam control kesadaran non psikotik. Perilaku yang mucul tertawa / senyum yang tidak sesuai, gerakan bibir tanpa suara, respon verbal lambat. 2. Fase condemning Klien merasa halusinasi menjadi menjijikan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati. Karakteristik mulai merasa kehilangan control menarik diri dari orang lain. Prilaku ansietas terjadi peningkatan tanda tanda vital, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita. 3. Fase controlling Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karakteristik klien menyerah dan menerima pengalaman sendiri, kesepian bila pengalaman sensori berakhir psycotik. Perilaku: perintah halusinasi ditaati sulit berhubungan dengan orang lain.
4. Fase conquering Klien mengalami kepanikan, ketakutan, klien sudah di kuasai oleh halusinasi. Karakteristik pengalaman sensori menakutkan berlangsung lama dan intensitas lebih sering muncul. Perilaku pasein panik, mencederai diri, orang lain dan lingkungan, amuk, tidak mampu berespon terhadap petunjuk komplek, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. B. Etiologi 1. Faktor predisposisi menurut Yosep (2011) antara lain : a. Faktor perkembangan Perkembangan klien terganggu, misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mendiri sejak kecil, mudah frustasi dan hilang percaya diri. b. Faktor sosiokultural Stess lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon maladaptif, misalnya bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam berhubungan interpersonal, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan. c. Faktor biokimia Adanya stress yang berlebihan menyebabkan ketidakseimbangan acetylcolin dan dopamin yang dapat menyebabkan cemas berlebih.
d. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah dan tidak betanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalahan gunaan zat adiktif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal. e. Faktor genetik dan pola asuh Faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini, anak sehat yang diasuh orang tua penderita skizofrenia maka anak itu akan menderita skizofrenia 2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi menurut Stuart (2013) halusinasi yaitu: a. Biologis Abnormalitas otak menyebabkan respon neurologi ataupun stimulus menjadi maladaptif sehingga tidak mampu di interpretasikan. b. Stres lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menangapi stress.
d. Mekanisme koping Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologist. Pada halusinasi ada 3 mekanisme koping: 1) With drawal : menarik diri dan klien sudah asik dengan pengalaman internalnya 2) Proyeksi : mengambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan 3) Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energy untuk aktivitas sehari hari. C. Tanda dan Gejala Menurut Stuart (2013) tanda dan gejala yang muncul pada penderita halusinasi pendengaran dan penglihatan adalah: 1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai 2. Sulit berkonsentrasi pada tugas 3. Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang 4. Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau menakutkan 5. Gerakan mata cepat 6. Respon verbal lambat atau diam
7. Terlihat bicara sendiri 8. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba tiba berlari ke ruangan lain 9. Disorientasi (waktu, tempat, orang) D. Psikopatologi Proses terjadinya halusinasi menurut Yosep (2011) diawali dengan seseorang yang menderita halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau stimulus eksternal. Padahal sumber itu berasal dari stimulus internal yang berasal pada dirinya tanpa ada stimulus dari luar. Stimulus internal itu merupakan suatu bentuk perlindungan diri dari psikologi yang mengalami trauma sehubungan dengan penolakan, stress, kehilangan, kesepian, serta tuntutan ekonomi yang dapat meningkatkan kecemasan. Pada fase awal masalah itu menimbul peningkatan kecemasan yang terus menerus dan system pendukung yang kurang akan membuat persepsi untuk membeda bedakan apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun, klien sulit tidur sehingga terbiasa mengkhayal dan klien terbiasa menganggap lamunan itu sebagai pemecah masalah. Meningkat pada fase comforting, klien mengalami emosi yang berkelanjutan seperti adanya cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat diatur, pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya.
Halusinasi menjadi sering datang, klien tidak mampu lagi mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak dengan objek lain yang dipersepsikan. Pada fase condemning, klien mulai menarik diri dari orang lain. Pada fase controlling dimulai klien mencoba melawan suara suara atau bunyi yang datang dan klien dapat merasa kesepian jika halusinasinya berhenti, maka dari sinilah dimulai fase gangguan psycotik. Pada fase conquering panic level of anxiety, klien lama kelamaan pengalaman sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintah yang dari halusinasinya.
Hubungan model adaptasi stres dengan rentang respon neurologis dapat dilihat pada gambar berikut: Faktor presidposisi Biologi Psikologi Sosial budaya Stresor Halusinasi Biologi Tekanan lingkungan pemicu gejala Penilaian terhadap stresor Penurunan koping Mekanisme koping Menarik diri proyeksi regresi Konstruktif destruktif Gambar I.1. Model adaptasi stress Sumber: Kusumawati dan Hartono (2010)
E. Rentang Respon Neurologis Halusinasi Respon adaptif Respon maladaptif Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Berhubungan sosial Pikiran kadang menyimpang Ilusi Reaksi emosi tidak stabil Perilaku aneh / tidak biasa Menarik diri Gangguan pikiran Halusinasi Sulit merespon emosi Perilaku disorganisasi Isolasi sosial Gambar I.2. Rentang respon neurobiologis Sumber: Stuart (2013)
F. Pohon Masalah Risiko perilaku kekerasan (akibat) Gangguan sensori persepsi: halusinasi (masalah utama) Isolasi sosial (penyebab) Harga diri rendah Gambar I.3. Pohon masalah Sumber: Rusdi (2013) G. Masalah keperawatan 1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Risiko perilaku kekerasan 4. Harga diri rendah
H. Penatalaksanaan Medis Obat obat antipsikotik konvensional (seperti klorpromazin, flufenazin, haloperidol, loksapin, perfenazin, trifluoperazin dan tioridazim) terbukti mampu mengurangi gejala skizofrenia dan secara signifikan menurunkan risiko simtomatik dan dirawat inap ulang. Namun efek samping neurologis yang serius menyebabkan obat ini sulit ditoleransi oleh banyak pasien dengan skizofrenia (Stuart, 2013). Berikut adalah golongan obat berdasarkan fungsinya: 1. Anti psikotik Jenis : clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP). Mekanisme kerja : menahan kerja reseptor dopamine dan otak sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir. Efek samping : a. Gejala ekstrapiraidal, kekakuan atau spasme otot, berjalan menyeret kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, disfagia, akatisia (kegelisahan motorik), sakit kepala, kejang b. Takikardi, aritmia, hipertensi, hipotensi, pandangan kabur, glaucoma
c. Gastrointestinal : mulut kering, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, berat badan berkurang d. Sering berkemih, retensi urine, impotensi, amenorea e. Anemia, leukopenia, dermatitis Kontraindikasi : gangguan kejang, glaukoma, klien lansia, hamil dan menyusui. 2. Anti ansietas Jenis : atarax, diazepam (chlordiazepoxide) Mekanisme kerja : meredamkan ansietas atau ketengangan yang berhubungan dengan stimulus tertentu Efek samping a. Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, binggung, tremor, letih, depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, kejang, delirium, kaki lemas, ataksia, bicara tidak jelas. b. Hipotensi, takikardi, perbuahan EKG, pandangan kabur. c. Anoreksia, mual mulut kering, muntah, diare, konstipasi, kemerahan dermatitis, gatal gatal. Kontaindikasi : penyakit hati, klien lansia, penyakit ginjal, glaucoma, kehamilan, menyusui, penyakit pernafasan
3. Anti depresan Jenis : asendin, anafranil, norpramin, sinequan, tofranil, pamelor, vivactil, surmontil. Mekanisme kerja : mengurangi gejala depresi, sebagai penenang Efek samping : a. Tremor, gerakan tersentak sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas, insomnia. b. Takikardi, aritmia, palpitasi, hipotensi, hipertensi. c. Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, mual, muntah, diare, ikterus. 4. Anti manik Jenis obat : lithobid, klonopin lamictal Mekanisme kerja : menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensifitas reseptor dopamine. Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara tidak jelas, otot lemas hilang koordinasi, letargi, stupor. Kontaindikasi : hipersensitif, penyakit kardiovaskular, gangguan kejang, dehidrasi, penyakit ginjal, hamil atau menyusui.
5. Anti Parkinson Jenis obat : levodova, tryhexipenidil (THP) Mekanisme kerja : meningkatkan reseptor dopamine, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas, iritabilitas Efeksamping : sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi
I. Rencana Tindakan Keperawatan. Fokus masalah: gangguan sensori persepsi: halusinasi No Diagnosa Dx Keperawatan 1. Gangguan sensori persepsi halusinasi penglihatan dan pendengaran Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan TUM : klien mampu mempunyai realitas yang baik (Rusdi, 2013) TUK I : klien dapat klien dapat menunjukkan : Bina hubungan saling percaya membina 1. Ekspresi wajah dengan mengungkapkan prinsip hubungan saling bersahabat komunikasi terapeutik : percaya dengan 2. Menunjukkan rasa senang 1. Sapa klien dengan ramah baik perawat 3. Ada kontak mata verbal maupun nonverbal. 4. Mau berjabat tangan 2. Perkenalkan diri dengan sopan. 5. Mau menyebutkan nama 3. Tanyakan nama lengkap klien 6. Mau menjawab salam dan nama penggilan yang 7. Klien mau duduk disukai klien. berdampingan dengan 4. Jelaskan tujuan pertemuan. 24
perawat 8. Mau mengutarakan masalah yang dihadapinya 5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. 6. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasinya Klien dapat mengenali halusinasinya; waktu, isi, frekuensi serta perasaan terhadap halusinasinya. 1. Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasinya: Bicara dan tertawa tanpa stimulus, Memandang ke kiri atau kanan atau ke depan seolah-olah ada teman bicara. 2. Bantu klien mengenal halusinasinya: a. Diskusikan dengan klien jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang dapat menimbulkan halusinasinya. b. Diskusikan dengan klien 25
TUK III: Klien dapat mengontrol halusinasinya. 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. 2. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol halusinasi. 3. Klien dapat mendemonstrasikan cara menghardik atau mengusir atau tidak memedulikan tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah atau takut, sedih, dan senang) 3. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. 1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll). 2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien. 3. Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya : a. Menghardik atau mengusir atau tidak 26
halusinasinya. 4. Klien dapat mendemonstrasikan bercakap-cakap dengan orang lain. 5. Klien dapat mendemonstrasikan pelaksanaan kegiatan sehari-hari. 6. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah halusinasi meperdulikan halusinasinya. b. Bercakap-cakap dengan orang lain jika halusinasinya muncul. c. Melakukan kegiatan sehari-hari. d. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminum (nama, warna, dan besarnya). TUK IV: Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol 1. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. 1. Diskusikan dengan keluarga. a. Gejala halusinasi yang dialami klien. b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk 27
halusinasinya. 2. Keluarga dapat menyebutkan jenis, dosis, waktu pemberian dan manfaat dari obat memutuskan halusinasi (sama seperti yang diajarkan kepada klien). c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama. d. Beri informasi tentang waktu tindak lanjut atau kapan perlu mendapat bantuan: halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai orang lain. 3. Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat, dan efek samping obat 28
4. Anjurkan untuk selalu mendukung klien dalam mengontrol halusinasi. Table II.1. Intervensi keperawatan Sumber: Rusdi (2013) 29