BAB II TINJAUAN TEORI. Jiwa, 2000). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN KONSEP

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB II TINJAUAN TEORI

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak nyaman.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

Koping individu tidak efektif

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan


BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem saraf. Gejala psikologis dikelompokan dalam lima katagori utama fungsi

BAB II TINJAUAN TEORI

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II KONSEP DASAR A.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KONSEP DASAR. datang internal atau eksternal. (Carpenito, 2001) organic fungsional,psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB II TINJAUAN TEORI

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. xiv

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

C. Penyimpangan Tidur Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme, enuresis, narkolepsi, night terrors, mendengkur, dll

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat mempengaruhi semua sistem pengindraan dimana terjadi pada saat kesadaran individu tersebut baik (Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, 2000). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan pada persepsi sensorinya sehingga merasakan stimulus, yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun (vamcarolis, 2006 dalam Yosep, 2011). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana penderitanya mengalami perubahan sensori persepsi (Direja, 2011). Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Rusdi, 2013). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi pada panca indra yang terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan jiwa sehingga tidak mampu membedakan stimulus dari sumber internal atau eksternal. 9

Jenis jenis halusinasi Jenis jenis halusinasi menurut Rusdi (2013) ada 2 yaitu: 1. Halusinasi non patologis Halusinasi yang terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, hanya pada seseorang yang mengalami stres yang berlebih atau kelelahan. 2. Halusinasi patologis Halusinasi ini ada 5 macam yaitu: a. Halusinasi pendengaran Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan stimulasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya. b. Halusinasi penglihatan Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihat. c. Halusinasi penciuman Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium. d. Halusinasi pengecapan Klien merasakan makan sesuatau yang tidak nyata. Biasa merasakan makanan yang tidak enak. e. Halusinasi perabaan Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

Fase halusinasi (Depkes, 2000 dalam Rusdi, 2013). 1. Fase comforting Fase dimana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan, tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan Karakteristik: mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, fokus pada pikiran yang dapat mengatasi ansietas, pikiran dan pengalaman sensori masalah ada dalam control kesadaran non psikotik. Perilaku yang mucul tertawa / senyum yang tidak sesuai, gerakan bibir tanpa suara, respon verbal lambat. 2. Fase condemning Klien merasa halusinasi menjadi menjijikan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati. Karakteristik mulai merasa kehilangan control menarik diri dari orang lain. Prilaku ansietas terjadi peningkatan tanda tanda vital, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita. 3. Fase controlling Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karakteristik klien menyerah dan menerima pengalaman sendiri, kesepian bila pengalaman sensori berakhir psycotik. Perilaku: perintah halusinasi ditaati sulit berhubungan dengan orang lain.

4. Fase conquering Klien mengalami kepanikan, ketakutan, klien sudah di kuasai oleh halusinasi. Karakteristik pengalaman sensori menakutkan berlangsung lama dan intensitas lebih sering muncul. Perilaku pasein panik, mencederai diri, orang lain dan lingkungan, amuk, tidak mampu berespon terhadap petunjuk komplek, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. B. Etiologi 1. Faktor predisposisi menurut Yosep (2011) antara lain : a. Faktor perkembangan Perkembangan klien terganggu, misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mendiri sejak kecil, mudah frustasi dan hilang percaya diri. b. Faktor sosiokultural Stess lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon maladaptif, misalnya bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam berhubungan interpersonal, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan. c. Faktor biokimia Adanya stress yang berlebihan menyebabkan ketidakseimbangan acetylcolin dan dopamin yang dapat menyebabkan cemas berlebih.

d. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah dan tidak betanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalahan gunaan zat adiktif. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal. e. Faktor genetik dan pola asuh Faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini, anak sehat yang diasuh orang tua penderita skizofrenia maka anak itu akan menderita skizofrenia 2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi menurut Stuart (2013) halusinasi yaitu: a. Biologis Abnormalitas otak menyebabkan respon neurologi ataupun stimulus menjadi maladaptif sehingga tidak mampu di interpretasikan. b. Stres lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menangapi stress.

d. Mekanisme koping Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologist. Pada halusinasi ada 3 mekanisme koping: 1) With drawal : menarik diri dan klien sudah asik dengan pengalaman internalnya 2) Proyeksi : mengambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan 3) Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energy untuk aktivitas sehari hari. C. Tanda dan Gejala Menurut Stuart (2013) tanda dan gejala yang muncul pada penderita halusinasi pendengaran dan penglihatan adalah: 1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai 2. Sulit berkonsentrasi pada tugas 3. Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang 4. Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau menakutkan 5. Gerakan mata cepat 6. Respon verbal lambat atau diam

7. Terlihat bicara sendiri 8. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba tiba berlari ke ruangan lain 9. Disorientasi (waktu, tempat, orang) D. Psikopatologi Proses terjadinya halusinasi menurut Yosep (2011) diawali dengan seseorang yang menderita halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau stimulus eksternal. Padahal sumber itu berasal dari stimulus internal yang berasal pada dirinya tanpa ada stimulus dari luar. Stimulus internal itu merupakan suatu bentuk perlindungan diri dari psikologi yang mengalami trauma sehubungan dengan penolakan, stress, kehilangan, kesepian, serta tuntutan ekonomi yang dapat meningkatkan kecemasan. Pada fase awal masalah itu menimbul peningkatan kecemasan yang terus menerus dan system pendukung yang kurang akan membuat persepsi untuk membeda bedakan apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun, klien sulit tidur sehingga terbiasa mengkhayal dan klien terbiasa menganggap lamunan itu sebagai pemecah masalah. Meningkat pada fase comforting, klien mengalami emosi yang berkelanjutan seperti adanya cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat diatur, pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya.

Halusinasi menjadi sering datang, klien tidak mampu lagi mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak dengan objek lain yang dipersepsikan. Pada fase condemning, klien mulai menarik diri dari orang lain. Pada fase controlling dimulai klien mencoba melawan suara suara atau bunyi yang datang dan klien dapat merasa kesepian jika halusinasinya berhenti, maka dari sinilah dimulai fase gangguan psycotik. Pada fase conquering panic level of anxiety, klien lama kelamaan pengalaman sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintah yang dari halusinasinya.

Hubungan model adaptasi stres dengan rentang respon neurologis dapat dilihat pada gambar berikut: Faktor presidposisi Biologi Psikologi Sosial budaya Stresor Halusinasi Biologi Tekanan lingkungan pemicu gejala Penilaian terhadap stresor Penurunan koping Mekanisme koping Menarik diri proyeksi regresi Konstruktif destruktif Gambar I.1. Model adaptasi stress Sumber: Kusumawati dan Hartono (2010)

E. Rentang Respon Neurologis Halusinasi Respon adaptif Respon maladaptif Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Berhubungan sosial Pikiran kadang menyimpang Ilusi Reaksi emosi tidak stabil Perilaku aneh / tidak biasa Menarik diri Gangguan pikiran Halusinasi Sulit merespon emosi Perilaku disorganisasi Isolasi sosial Gambar I.2. Rentang respon neurobiologis Sumber: Stuart (2013)

F. Pohon Masalah Risiko perilaku kekerasan (akibat) Gangguan sensori persepsi: halusinasi (masalah utama) Isolasi sosial (penyebab) Harga diri rendah Gambar I.3. Pohon masalah Sumber: Rusdi (2013) G. Masalah keperawatan 1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Risiko perilaku kekerasan 4. Harga diri rendah

H. Penatalaksanaan Medis Obat obat antipsikotik konvensional (seperti klorpromazin, flufenazin, haloperidol, loksapin, perfenazin, trifluoperazin dan tioridazim) terbukti mampu mengurangi gejala skizofrenia dan secara signifikan menurunkan risiko simtomatik dan dirawat inap ulang. Namun efek samping neurologis yang serius menyebabkan obat ini sulit ditoleransi oleh banyak pasien dengan skizofrenia (Stuart, 2013). Berikut adalah golongan obat berdasarkan fungsinya: 1. Anti psikotik Jenis : clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP). Mekanisme kerja : menahan kerja reseptor dopamine dan otak sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir. Efek samping : a. Gejala ekstrapiraidal, kekakuan atau spasme otot, berjalan menyeret kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, disfagia, akatisia (kegelisahan motorik), sakit kepala, kejang b. Takikardi, aritmia, hipertensi, hipotensi, pandangan kabur, glaucoma

c. Gastrointestinal : mulut kering, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, berat badan berkurang d. Sering berkemih, retensi urine, impotensi, amenorea e. Anemia, leukopenia, dermatitis Kontraindikasi : gangguan kejang, glaukoma, klien lansia, hamil dan menyusui. 2. Anti ansietas Jenis : atarax, diazepam (chlordiazepoxide) Mekanisme kerja : meredamkan ansietas atau ketengangan yang berhubungan dengan stimulus tertentu Efek samping a. Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, binggung, tremor, letih, depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, kejang, delirium, kaki lemas, ataksia, bicara tidak jelas. b. Hipotensi, takikardi, perbuahan EKG, pandangan kabur. c. Anoreksia, mual mulut kering, muntah, diare, konstipasi, kemerahan dermatitis, gatal gatal. Kontaindikasi : penyakit hati, klien lansia, penyakit ginjal, glaucoma, kehamilan, menyusui, penyakit pernafasan

3. Anti depresan Jenis : asendin, anafranil, norpramin, sinequan, tofranil, pamelor, vivactil, surmontil. Mekanisme kerja : mengurangi gejala depresi, sebagai penenang Efek samping : a. Tremor, gerakan tersentak sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas, insomnia. b. Takikardi, aritmia, palpitasi, hipotensi, hipertensi. c. Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, mual, muntah, diare, ikterus. 4. Anti manik Jenis obat : lithobid, klonopin lamictal Mekanisme kerja : menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensifitas reseptor dopamine. Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara tidak jelas, otot lemas hilang koordinasi, letargi, stupor. Kontaindikasi : hipersensitif, penyakit kardiovaskular, gangguan kejang, dehidrasi, penyakit ginjal, hamil atau menyusui.

5. Anti Parkinson Jenis obat : levodova, tryhexipenidil (THP) Mekanisme kerja : meningkatkan reseptor dopamine, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas, iritabilitas Efeksamping : sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi

I. Rencana Tindakan Keperawatan. Fokus masalah: gangguan sensori persepsi: halusinasi No Diagnosa Dx Keperawatan 1. Gangguan sensori persepsi halusinasi penglihatan dan pendengaran Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan TUM : klien mampu mempunyai realitas yang baik (Rusdi, 2013) TUK I : klien dapat klien dapat menunjukkan : Bina hubungan saling percaya membina 1. Ekspresi wajah dengan mengungkapkan prinsip hubungan saling bersahabat komunikasi terapeutik : percaya dengan 2. Menunjukkan rasa senang 1. Sapa klien dengan ramah baik perawat 3. Ada kontak mata verbal maupun nonverbal. 4. Mau berjabat tangan 2. Perkenalkan diri dengan sopan. 5. Mau menyebutkan nama 3. Tanyakan nama lengkap klien 6. Mau menjawab salam dan nama penggilan yang 7. Klien mau duduk disukai klien. berdampingan dengan 4. Jelaskan tujuan pertemuan. 24

perawat 8. Mau mengutarakan masalah yang dihadapinya 5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. 6. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasinya Klien dapat mengenali halusinasinya; waktu, isi, frekuensi serta perasaan terhadap halusinasinya. 1. Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasinya: Bicara dan tertawa tanpa stimulus, Memandang ke kiri atau kanan atau ke depan seolah-olah ada teman bicara. 2. Bantu klien mengenal halusinasinya: a. Diskusikan dengan klien jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang dapat menimbulkan halusinasinya. b. Diskusikan dengan klien 25

TUK III: Klien dapat mengontrol halusinasinya. 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. 2. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol halusinasi. 3. Klien dapat mendemonstrasikan cara menghardik atau mengusir atau tidak memedulikan tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah atau takut, sedih, dan senang) 3. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. 1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll). 2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian kepada klien. 3. Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya : a. Menghardik atau mengusir atau tidak 26

halusinasinya. 4. Klien dapat mendemonstrasikan bercakap-cakap dengan orang lain. 5. Klien dapat mendemonstrasikan pelaksanaan kegiatan sehari-hari. 6. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah halusinasi meperdulikan halusinasinya. b. Bercakap-cakap dengan orang lain jika halusinasinya muncul. c. Melakukan kegiatan sehari-hari. d. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminum (nama, warna, dan besarnya). TUK IV: Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol 1. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. 1. Diskusikan dengan keluarga. a. Gejala halusinasi yang dialami klien. b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk 27

halusinasinya. 2. Keluarga dapat menyebutkan jenis, dosis, waktu pemberian dan manfaat dari obat memutuskan halusinasi (sama seperti yang diajarkan kepada klien). c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama. d. Beri informasi tentang waktu tindak lanjut atau kapan perlu mendapat bantuan: halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai orang lain. 3. Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis, waktu pemberian, manfaat, dan efek samping obat 28

4. Anjurkan untuk selalu mendukung klien dalam mengontrol halusinasi. Table II.1. Intervensi keperawatan Sumber: Rusdi (2013) 29