BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 5 KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan. merata berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar negara republik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak Pemerintah menerapkan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BABl PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

Jawa Timur Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak memasuki era reformasi, perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia dituntut untuk lebih demokratis. Upaya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis ditandai dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam perkembangannya, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah diubah dengan dikeluarkannya UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004. Pengelolaan keuangan daerah yang sebelumnya menjadi wewenang pemerintah pusat kini beralih wewenang kepada pemerintah daerah. Mardiasmo (2005; dalam Adi, 2008) menyatakan bahwa daerah telah diberi kebebasan untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi dalam mengoptimalkan potensi daerah yang masih rendah (sebelum otonomi daerah) dan tidak lagi tunduk terhadap instruksi dari pemerintah pusat. Halim (2001; dalam Dwirandra, 2008) menyatakan ciri suatu daerah melakukan otonomi daerah adalah daerah mampu menggali sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk 1

2 membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Ketergantungan kepada bantuan pusat pun harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi sumber keuangan terbesar daerah. Dengan demikian, pelaksanaan otonomi daerah menjadi peranan penting dalam meningkatkan kemandirian financial daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, daerah memiliki sumber pendanaan sendiri yang meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), pinjaman daerah, dan pendapatan lainnya. Pemerintah daerah juga menerima transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat untuk mengurangi kesenjangan fiskal (fiscal gap) antar daerah dengan memeratakan ketersediaan sumber dana antar daerah. Daerah diharapkan mampu mengalokasikan sumber dana ini pada sektorsektor produktif yang berdampak pada pelayanan publik serta mendorong terciptanya iklim investasi sehingga dapat meningkatkan kontribusi publik terhadap pajak (Adi, 2008). Menurut Bagijo (2010), posisi pajak dan retribusi daerah sangat mendukung bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai indikator keberhasilan otonomi daerah. Hal itu didukung dengan diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 mengenai Pajak dan Retribusi Daerah. Bagi pemerintah Provinsi Jawa Timur dan berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur, berlakunya UU ini diharapkan dapat mendorong peningkatan PAD Di beberapa daerah kebijakan otonomi dapat menimbulkan persoalan tersendiri terkait dengan pemberian transfer DAU pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Realitas menunjukkan

3 pemberian transfer tersebut semakin memperkecil tingkat kemandirian daerah. Naganathan dan Sivagnanam (1999; dalam Kuncoro, 2007) menyatakan bahwa di negara-negara berkembang pengalokasian transfer lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan upaya pengumpulan pajak lokal. Menurut data yang diperoleh oleh Kuncoro (2007) menunjukkan kontribusi PAD terhadap belanja daerah paling tinggi sebesar 20% sehingga peran transfer lebih dominan dalam membiayai belanja daerah. Peningkatan jumlah belanja yang signifikan cenderung dilakukan daerah agar proporsi penerimaan DAU dari pemerintah pusat semakin besar. Adi (2008) menyatakan bahwa pemberian DAU justru akan memberikan implikasi negatif terhadap upaya peningkatan pajak (tax effort) daerah. Pemerintah daerah cenderung merespon transfer DAU secara asimetris. Munculnya respon tersebut berkaitan dengan hubungan keagenan serta adanya asimetri informasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Pemerintah daerah cenderung menciptakan rekayasa dalam anggaran pemerintahan sehingga mampu mendorong pemerintah pusat untuk mengalokasikan DAU dalam jumlah yang lebih besar (Dollery dan Worthington, 1999; dalam Adi dan Ekaristi, 2009). Namun, di sisi lain pemerintah pusat ataupun masyarakat tidak menyadari bahwa mereka memberikan kontribusi (baik dana transfer maupun pajak/retribusi daerah) yang lebih besar dari yang sebenarnya dibutuhkan oleh pemerintah daerah (Adi dan Ekaristi, 2009). Dengan kata lain, pemerintah daerah akan berusaha

4 memaksimalkan utilitasnya (self interest) dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan publik (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Menurut Adi dan Ekaristi (2009), semakin besar pengeluaran pemerintah, maka seharusnya pemerintah mendapat manfaat dari meningkatnya penerimaan di masa mendatang misalnya, meningkatnya kontribusi pajak masyarakat. Artinya, terdapat hubungan simetris antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Sebaliknya, jika semakin besar pengeluaran pemerintah, tetapi pemerintah tidak memperoleh manfaat dari meningkatnya penerimaan di masa datang dan kontribusi pajak masyarakat cenderung menurun, maka dapat dikatakan adanya hubungan asimetris. Penelitian Ndadari (2008) menemukan bahwa perhitungan dengan manipulasi belanja (expenditure manipulation) memperlihatkan adanya perilaku asimetris dengan cara memanipulasi pengeluaran pemerintah setinggi mungkin, tetapi tidak berupaya memaksimalkan PAD dengan tujuan agar nantinya dapat memperoleh bantuan berupa transfer dari pemerintah pusat. Perilaku asimetris pemerintah daerah terhadap besaran transfer tercermin dari adanya fenomena flypaper effect. Ketika respon belanja daerah lebih besar terhadap transfer, maka fenomena inilah yang kemudian disebut dengan flypapaer effect (Oates, 1999; dalam Abdullah dan Halim, 2003). Artinya, stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh transfer atau grants

5 tersebut lebih besar dibandingkan dengan stimulus dari pendapatan (pajak) daerah sendiri. Beberapa penelitian menguji indikasi terjadinya perilaku asimetris berdasarkan terjadinya flypaper effect, antara lain penelitian Abdullah dan Halim (2003), Prakosa (2004), Maimunah (2006), dan Pramuka (2010). Abdullah dan Halim (2003) meneliti mengenai apakah transfer atau DAU dari pemerintah pusat dan PAD berpengaruh terhadap belanja pemerintah daerah. Hasilnya adalah ketika kedua faktor (DAU dan PAD) diregres serentak dengan belanja daerah, pengaruh keduanya juga signifikan, baik dengan ataupun tanpa lag. Dalam model prediksi tanpa lag, daya prediksi DAU lebih rendah dari PAD, tetapi sebaliknya daya prediksi DAU lebih tinggi dari PAD dalam prediksi dengan lag. Dengan demikian, terjadi flypaper effect. Prakosa (2004) melakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prediksi belanja daerah yaitu DAU dan PAD. Hasil regresi baik tanpa ataupun dengan lag ditemukannya flypaper effect. Maimunah (2006) meneliti terjadinya flypaper effect dengan menguji pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah. Hasilnya PAD tidak signifikan sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi flypaper effect. Untuk permasalahan apakah flypaper effect masih terjadi di pengeluaran lokal di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, hasilnya yaitu pengeluaran dibidang pendidikan tidak mengalami flypaper effect, sedangkan pengeluaran kesehatan dan kondisi infrastruktur masih terjadi flypaper effect. Pramuka (2010) juga meneliti terjadinya flypaper

6 effect pada pengeluaran pemerintah daerah. Namun, hasilnya berbeda dengan penelitian Abdullah dan Halim (2003), Prakosa (2004), dan Maimunah (2006). Hasil penelitian Pramuka (2010) tidak ditemukan adanya flypaper effect baik pada tahun berjalan maupun tahun anggaran. Pemerintah daerah diharapkan lebih mementingkan efektivitas pengeluarannya (expenditure policy) untuk meningkatkan pembangunan daerahnya. Menurut Isdijoso dan Wibowo (2002), jika desentralisasi fiskal lebih ditekankan dalam bentuk peningkatan efektivitas pengeluaran (pengalokasian dana berdasarkan prioritas kebutuhan daerah) daripada penambahan jenis pajak dan retribusi, sehingga biaya transaksi menurun, maka iklim usaha membaik atau semakin kondusif. Iklim usaha yang membaik akan memberikan pengaruh positif terhadap kontribusi masyarakat dalam meningkatkan PAD. Propinsi Jawa Timur merupakan kawasan yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan industri dan perdagangan bisnis di Indonesia. Hal ini disebabkan karena Jawa Timur merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, memiliki sarana/prasarana yang memadai, serta letak geografisnya yang strategis. Oleh sebab itu, masih menarik untuk diteliti mengenai bagaimana perilaku pemerintah daerah Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur dalam merespon besaran transfer yang diterima dari pemerintah pusat dengan melihat pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja daerah.

7 Analisis perilaku pemerintah dalam merespon transfer dari pemerintah pusat ini telah lama mendapat perhatian yang besar dalam literatur Ekonomi Keuangan Daerah, tetapi bukti-bukti empiris terutama untuk negara sedang berkembang masih sangat kurang (Kuncoro, 2007). Penelitian ini mengacu pada penelitianpenelitian sebelumnya dengan menguji pengaruh DAU dan PAD terhadap belanja daerah sebagai indikasi untuk melihat apakah terjadi fenomena flypaper effect. Jadi, berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah sebagai Indikasi Terjadinya Fenomena Flypaper Effect pada Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur Periode 2009-2010. Terkait upaya pemerintah daerah dalam menciptakan iklim usaha, maka penelitian ini juga dapat dikembangkan untuk mengetahui apakah fenomena flypaper effect terjadi atau tidak pada belanja di sektor industri, pariwisata, dan perdagangan daerah. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah terjadi fenomena flypaper effect pada pengaruh realisasi DAU dan PAD terhadap realisasi atau anggaran belanja daerah pada periode berjalan (tanpa lag) dan periode anggaran (dengan lag)?

8 b. Apakah terjadi fenomena flypaper effect pada pengaruh realisasi DAU dan PAD terhadap anggaran belanja sektor industri, pariwisata dan perdagangan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pemaparan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk menguji terjadi atau tidaknya fenomena flypaper effect pada pengaruh realisasi DAU dan PAD terhadap realisasi atau anggaran belanja daerah pada periode berjalan (tanpa lag) dan periode anggaran (dengan lag) b. Untuk menguji terjadi atau tidaknya fenomena flypaper effect pada pengaruh realisasi DAU dan PAD terhadap anggaran belanja sektor industri, pariwisata, dan perdagangan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: a. Sebagai bekal ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan dalam hal pemahaman di bidang Akuntansi Sektor Publik, khususnya Akuntansi Keuangan Daerah. b. Memberikan kontribusi konsep dan teori-teori sebagai bahan preferensi bagi para peneliti lainnya yang tertarik dalam bidang kajian ini.

9 c. Sebagai bahan masukan bagi pemerintahan pusat dan daerah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas pengalokasian sumbersumber keuangan daerah untuk mewujudkan prinsip good governance. 1.5. Sistematika Skripsi Dalam skripsi ini akan digunakan sistematika sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Dalam pendahuluan berisi pemaparan latar belakang masalah serta perumusan masalah yang membutuhkan suatu pemecahan dan solusi melalui penelitian. Selanjutnya akan dikemukakan mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Tinjauan kepustakaan berisi teori-teori yang melandasi penelitian, menjadi dasar acuan teori dalam menganalisis persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan serta pengembangan hipotesis.

10 BAB 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian menjelaskan cara-cara untuk melakukan penelitian yang dimulai dari menentukan desain penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data yang digunakan, metode pengumpulan data, teknik pengambilan sampel, teknis analisis data, serta prosedur pengujian hipotesis. BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis dan pembahasan terdiri atas deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan mengenai hasil penelitian yang diperoleh. BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dan saran berisi kesimpulan akhir dari keseluruhan hasil pembahasan, keterbatasan dalam penelitian, serta saran-saran pemecahan masalah pada hasil penelitian.