BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA. 3. Diphohusodo, Istimawan., (1996), Manajemen Proyek Konstruksi, Jilid 1 & 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Indonesia.

BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL DOKUMEN PENGADAAN :

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

SURABAYA SATUAN KERJA : RSUD Dr.SOETOMO SURAT PERINTAH KERJA (SPK) NOMOR DAN TANGGAL SPK : 027/15121/301/XI/2016, TGL.

C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK

PENGADILAN AGAMA KELAS I-A KENDAL

A D E D D E N D U M D O K U M E N P E N G A D A A N Nomor : 235.4/PL.420/PA-STP/XI/2012 Tanggal : 30 November 2012

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK

TCE-06 DOKUMEN KONTRAK

DOKUMEN KONTRAK. NOMOR SURAT PERINTAH KERJA (SPK) : SPK-19/PPK.PA-BTG/V/2016 Tanggal : 16 Mei 2016 PENGADAAN BARANG

H. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan dengan nilai di atas Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawas dengan nilai Rp ,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

SURAT PERINTAH KERJA (SPK) NOMOR : SPK- /SPPK3000/2015/S7. : Pengadaan Tambahan Lisensi IT Service Management (ITSM) Tools ANTARA SKK MIGAS DENGAN

KLAIM KONSTRUKSI (STUDI KASUS: PEKERJAAN PENGADAAN GEDUNG KESEHATAN PADA BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA) Herman Susila.

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

PAKET PEKERJAAN : PENGADAAN MEUBELAIR


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Owner (Pemilik Proyek)

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH...

BAB II STUDI PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi

BAB III KLAIM KONSTRUKSI

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK

C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK/SPK

MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANGAN SURAT PERINTAH KERJA (SPK)

Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, 2

C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK

SURAT PERJANJIAN KERJA ( KONTRAK)

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT)

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO SURABAYA SURAT PERJANJIAN Paket Pekerjaan Konstruksi

Kajian Potensi Terjadinya Tuntutan Penyedia Jasa Pada Proyek Konstruksi BAB I PENDAHULUAN

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

I. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan dengan nilai di atas Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

ADENDUM DOKUMEN PEMILIHAN

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek dengan tujuan mengatur tahap tahap pelaksanaan

Simulasi Kontrak Konstruksi (Penyusunan dan Pelaksanaan Kontrak)

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Berpikir Adanya perbedaan volume didalam dokumen tender antara BQ dan

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK


PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT


C. PENANDATANGANAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada beberapa area. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (mode,


BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMERINTAH KABUPATEN PANGANDARAN DINAS PEKERJAAN UMUM, PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA SURAT PERJANJIAN PEKERJAAN KONSTRUKSI «REKANAN»

PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

BAB VIII RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN SEKOLAH KEBERBAKATAN OLAHRAGA LANJUTAN PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2016

Demikian Berita Acara ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Bengkulu, 12 Mei 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

F. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Rp ,- (lima juta Rupiah) sampai dengan Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

E. Kontrak Pengadaan Jasa Lainnya dengan nilai Rp ,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA KELURAHAN DUKUH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2013

BAB VIII RENCANA KERJA DAN SYARAT SYARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN STANDAR/SISTIM KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL (AIA, FIDIC, JCT, SIA) (RINGKASAN) Oleh : Ir. H. Nazarkhan Yasin

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III MANAGEMENT DAN ORGANISASI PROYEK

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

SEMINAR NASIONAL NOVEMBER MANAJEMEN KLAIM PROYEK KONSTRUKSI Construction Claim Management

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MITIGASI RISIKO PELAKSANAN KONTRAK Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI LAPORAN KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK. Dalam setiap proyek konstruksi, perencanaan, dan pengendalian merupakan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK. Pengawasan (controlling) adalah suatu penilaian kegiatan dengan

LAMPIRAN SURAT PERJANJIAN : SYARAT-SYARAT UMUM KONTRAK (SSUK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN JASA PENGAWASAN PEMBANGUNAN GEDUNG KANTOR TAHAP 2 (FINISHING)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Umum Industri konstruksi memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan pembangunan suatu negara. Agar industri konstruksi memberikan nilai tambah bagi pembangunan maka sistem pengelolaan industri harus dilakukan secara profesional dan tepat pada semua aspek yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi. Oleh karena itu diperlukan beberapa kajian terhadap industri konstruksi yang dapat meningkatkan pertumbuhan pembangunan. Kajian yang akan penulis lakukan yaitu tentang potensi terjadinya tuntutan penyedia jasa pada proyek konstruksi, khususnya pada proyek pembangunan Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjajaran. Berikut ini penulis uraikan beberapa teori yang akan mendukung penulis dalam melakukan kajian terhadap potensi terjadinya tuntutan penyedia jasa pada proyek tersebut. 2.2 Kontrak Kontrak adalah suatu perjanjian atau persetujuan tertulis antara dua pihak secara sukarela. Syarat-syarat suatu kontrak adalah (Benny, 1998) : 1. Pihak yang terlibat harus kompeten. Maksudnya, pihak-pihak yang terlibat harus dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat seperti sudah dewasa (berumur minimum 21 tahun), sehat mental, tidak terlibat kriminal saat penandatanganan kontrak, dan lain-lain. 2. Proper subject matter. Artinya, tujuan kontrak tidak boleh melawan atau bertentangan dengan kebijakan publik. 3. Meeting of the mind. Artinya, adanya suatu penawaran dan penerimaan. II-1

4. Consideration. Artinya, adanya suatu persetujuan untuk melakukan tindakan 5. Tertulis (Form). Artinya, kontrak harus dilakukan secara tertulis. Jika kontrak tersebut telah memenuhi syarat-syarat di atas dan disepakati, akan timbul suatu perikatan yang memiliki kekuatan hukum yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hukum yang mengatur tentang kontrak adalah Hukum Perdata. Hukum Perdata adalah hukum privat atau hukum sipil yang mengatur hubungan antar warga negara. Di Indonesia, Hukum Perdata diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang terdiri dari empat bagian, yaitu: I. Hukum Perorangan II. Hukum Kebendaan III. Hukum Perikatan IV. Pembuktian dan Daluarsa Keberadaan kontrak itu sendiri diatur dalam bagian III KUH Perdata pasal 1320 dan 1328. 2.2.1 Pihak-Pihak Yang Terlibat Perjanjian (Kontrak) Suatu industri konstruksi biasanya terdiri dari proses yang relatif cukup panjang sebelum mendapatkan hasil yang diinginkan, mulai dari tahap pra-studi kelayakan sampai dengan penyerahan bangunan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (Benny, 1998), antara lain : 1. Pemilik atau pengguna jasa yaitu individu atau badan hukum yang memiliki ide atau modal untuk membangun suatu proyek. Di Indonesia, yang bertindak sebagai pengguna jasa adalah pemerintah Indonesia, badan swasta, atau individu. 2. Konsultan yaitu institusi atau badan usaha yang memiliki keahlian atau bakat khusus dalam menangani masalah perencanaan, membantu pengelolaan, atau II-2

mengawasi pelaksanaan proyek. Konsultan ini terdiri dari konsultan perencana, konsultan pengawas atau supervisi, dan konsultan manajemen konstruksi. 3. Penyedia jasa dan subpenyedia jasa yaitu pihak yang melaksanakan kegiatan fisik proyek. Berdasarkan kemampuannya dan kualitasnya, pemerintah Indonesia mengklasifikasikan penyedia jasa yang ada di Indonesia menjadi 4 kelas, yaitu: a. Kelas A yaitu penyedia jasa yang mampu menangani proyek dengan persyaratan teknis sangat tinggi/tinggi dan nilai proyek di atas 1 milyar rupiah. b. Kelas B yaitu penyedia jasa yang mampu menangani proyek dengan persyaratan teknis tinggi/madya dan nilai proyek 500 juta s/d 1 milyar rupiah. c. Kelas C1 yaitu penyedia jasa yang mampu menangani proyek dengan persyaratan teknis madya/sederhana dan nilai proyek 200 juta s/d 500 juta rupiah. d. Kelas C2 yaitu penyedia jasa yang mampu menangani proyek dengan persyaratan sederhana dan nilai proyek 15 juta s/d 200 juta rupiah. 4. Pihak-pihak lain yaitu pihak-pihak yang tidak terkait langsung dalam kontrak seperti pihak penjamin (contohnya bank, perusahaan asuransi), pemasok atau supplier, pemberi izin, dan lain-lain. Pihak-pihak yang terlibat dalam industri konstruksi di atas diikat oleh suatu kontrak. Hubungan yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak disebut hubungan kontraktual. Berdasarkan hubungan kontraktual, ada 4 jenis kontrak, yaitu: 1. Kontrak Perencanaan yaitu kontrak yang dibuat antara pemilik dan konsultan perencana. Hubungan ini biasanya terjadi pada tahap perencanaan. 2. Kontrak Manajemen Konstruksi yaitu kontrak yang dibuat antara pengguna jasa dan konsultan manajemen konstruksi. 3. Kontrak Pengawasan yaitu kontrak yang dibuat antara pengguna jasa dan konsultan pengawas (supervisi). II-3

4. Kontrak Konstruksi yaitu kontrak yang dibuat antara pemilik dan penyedia jasa atau kontrak antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. Kontrak Manajemen Konstruksi, Kontrak Pengawasan, dan Kontrak Konstruksi ini terjadi pada tahap pelaksanaan. Hubungan kontraktual maupun fungsional dapat dilihat dari organisasi proyek secara keseluruhan. Bentuk-bentuk organisasi proyek pada dasamya ada empat macam (Benny, 1998), yaitu : 1. Organisasi Proyek Tradisional Yaitu organisasi proyek yang memperlihatkan adanya hubungan dan tanggung jawab langsung (hubungan kontraktual) baik konsultan perencana maupun penyedia jasa dengan pengguna jasa. Bentuk organisasinya ini biasanya dipakai pada jenis kontrak fixed-price atau unit-price. Keuntungan bentuk organisasi proyek ini adalah minimnya keterlibatan pengguna jasa dan bentuknya yang sederhana sehingga hubungan kerja atau hubungan fungsional lebih mudah. Kerugiannya adalah sering terjadi sikap yang bertentangan atau berlawanan antara pengguna jasa dan penyedia jasa serta sering terjadi perubahan pekerjaan khususnya untuk fixed price atau lump-sum. Gambar 2.1 Organisasi Proyek Tradisional II-4

2. Organisasi Proyek Pengguna jasa (owner)-builder Yaitu organisasi proyek di mana pemilik, perencana, dan pelaksana dilakukan oleh satu badan yang dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian perencanaan, pelaksanaan, dan pemasaran. Dalam industri konstruksi Indonesia, bentuk ini dikenal sebagai developer (pengembang). Keuntungan organisasi proyek jenis ini adalah dapat menentukan sendiri waktu atau lama pengerjaan, biaya yang dikeluarkan, dan metode yang akan digunakan karena tidak perlu tergantung dari orang lain atau badan lain. Kerugiannya adalah kerugian finansial harus ditanggung sendiri. Gambar 2.2. Organisasi Proyek Pengguna jasa (owner)-builder 3. Organisasi Proyek Turn-Key Yaitu organisasi proyek di mana terdapat pengguna jasa dan satu orang atau badan usaha atau perusahaan yang bertanggung jawab baik dalam perencanaan maupun konstruksi. Keuntungan dari bentuk organisasi proyek ini adalah kontrak yang terjadi hanya ada satu sehingga perencanaan dan konstruksi dilaksanakan langsung oleh satu badan atau perusahaan dan mempermudah bila terjadi perubahan perencanaan II-5

atau pekerjaan. Kerugiannya antara lain kontrolnya biasanya kurang ketat karena hanya ada dua pihak yang saling mengawasi. Gambar 2.3. Organisasi Proyek Turn-Key 4. Organisasi Proyek Manajemen Proyek Yaitu organisasi proyek yang pihak-pihaknya seperti pihak-pihak dalam organisasi proyek tradisional hanya ditambah dengan konsultan manajemen konstruksi sehingga hubungan fungsional pengguna jasa dan penyedia jasa dialihkan menjadi hubungan fungsional penyedia jasa dan konsultan manajemen konstruksi. Hubungan kontraktual yang terjadi tetap hubungan yang terjadi antara pengguna jasa dengan masing-masing konsultan perencana dan penyedia jasa ditambah hubungan fungsional dan kontraktual dengan konsultan manajemen konstruksi. Keuntungan dari organisasi proyek jenis ini antara lain adanya kontrol dan koordinasi yang lebih baik dibandingkan dengan organisasi proyek tradisional, Kerugiannya adalah bila ada masalah di lapangan, waktu penyelesaian biasanya lebih lama karena birokrasi yang mengharuskan segala hubungan antara pemilik dan konsultan perencana dengan penyedia jasa harus melalui konsultan manajemen konstruksi. II-6

Pengguna Jasa (Owner) KETERANGAN : Hubungan Fungsional Hubungan Kontraktual Konsultan MK Konsultan Perencana Penyedia Jasa Gambar 2.4. Organisasi Proyek Manajemen Proyek 2.2.2 Bagian-Bagian Kontrak Kontrak diadakan untuk mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang mengadakan perjanjian atau persetujuan agar suatu pekerjaan atau proyek dapat berjalan dengan baik dan benar. Hal-hal yang diatur dalam kontrak (Benny, 1998). antara lain: 1. Persetujuan Yaitu perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa tentang pekerjaan yang harus dilaksanakan, waktu penyelesaian, dan nilai kontrak. 2. Persyaratan-persyaratan Kontrak Yaitu bagian dari kontrak yang mengatur tentang hak-hak dan kewajibankewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa. Pada umumnya terdiri dari dua bagian: a. Persyaratan-Persyaratan Umum Kontrak berisikan tentang : definisi dan pengertian istilah-istilah dalam kontrak. asuransi dan jaminan. hak dan kewajiban pengguna jasa, penyedia jasa, dan subpenyedia jasa. hak dan wewenang pengawas pengguna jasa. pengadaan material, peralatan, dan jasa termasuk mutu pekerjaan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. II-7

penundaan dan penghentian pekerjaan. ketentuan pembahan pekerjaan. ketentuan permulaan dan perpanjangan waktu pekerjaan, cara dan waktu pembayaran. ketentuan sehubungan dengan uang yang ditahan. ketentuan perubahan kontrak dengan perubahan biaya tenaga kerja dan bahan-bahan. prosedur yang digunakan jika penyedia jasa mengalami kebangkrutan. prosedur yang digunakan jika terjadi tuntutan dan perselisihan. b. Persyaratan-persyaratan khusus/tambahan yaitu persyaratan-persyaratan tambahan yang bersifat khusus dan berfungsi untuk melengkapi persyaratanpersyaratan umum, seperti denda yang harus dibayarkan jika terjadi keterlambatan dalam penyelesaian kontrak, masa pemeliharaan sesudah kontrak, pengadaan item-item khusus oleh pemilik, dan lain-lain. 3. Spesifikasi Yaitu bagian yang menerangkan tentang metode pelaksanaan dan mutu pekerjaan yang harus dilaksanakan secara garis besar. Bagian ini berisikan antara lain: ruang lingkup pekerjaan. jenis dan kualitas material dan peralatan yang digunakan. kualitas tenaga kerja yang diperlukan. cara pengerjaan atau pelaksanaan (metode pelaksanaan) dari suatu bentuk atau hasil pekerjaan. pengujian-pengujian yang diperlukan. standar satuan atau ukuran peralatan yang digunakan. fasilitas-fasilitas yang harus disediakan seperti direksi kit, workshop (tempat fabrikasi, pemotongan material, dan lain-iain), gudang material dan peralatan, dan Iain-Iain. standar upah dan harga satuan. 4. Gambar Yaitu penjelasan secara visual mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan. 5. BQ (Bil of Quantity) II-8

Yaitu daftar volume pekerjaan yang harus dilaksanakan beserta harga satuannya dalam suatu proyek. 6. Lain-lain Yaitu hal-hal lain sebagai tambahan dari kontrak seperti addenda atau addendum (perjanjian tambahan), instruksi, perubahan pekerjaan, dan lain-lain. 2.2.3 Jenis-Jenis Kontrak Berbagai jenis kontrak dalam industri konstruksi berkembang dengan pesat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengguna jasa dan penyedia jasa. Dalam kontrak konstruksi, secara garis besar ada dua jenis kontrak (Benny, 1998), yaitu: 1. Competitive-Bid Contract atau Fixed-Price Contract yaitu jenis kontrak yang berdasarkan perkiraan harga proyek yang pasti dan tetap termasuk keuntungan penyedia jasa. Kontrak jenis ini digunakan jika kondisi keuangan pengguna jasa sedikit tetapi membutuhkan waktu perencanaan yang cukup lama untuk menghindari kesalahan dalam memperkirakan harga dan volume pekerjaan. 2. Cost-Pius Contract atau Cost-Reimbursement Contract yaitu jenis kontrak yang berdasarkan harga sebenarnya dari proyek ditambah dengan keuntungan dan bonus bagi penyedia jasa. Kontrak jenis ini digunakan jika jumlah atau volume proyek tidak dapat dipastikan karena ruang lingkup dan sifat pekerjaan tidak jelas sebelum konstruksi dilaksanakan. Jenis-jenis kontrak yang banyak digunakan dalam industri konstruksi indonesia sekarang ini adalah Lump sum Contract, Unit-Price Contract, dan Cost-Plus Fee Contract. Berdasarkan Keppres No. 16 tahun 1994, jenis kontrak yang dapat digunakan untuk proyek-proyek pemerintah hanya Fixed-Price Contract. 2.2.4 Conditions Of Contract Dalam Industri Konstruksi Indonesia Dalam industri konstruksi terdapat beberapa conditions of contract yang dapat digunakan dalam pembuatan suatu kontrak untuk jasa konstruksi. Conditions of contract yang digunakan bisa berupa conditions of contract internasional ataupun conditions of contract nasional. Conditions of contract konstruksi yang digunakan dalam industri konstruksi Indonesia antara lain. II-9

1. AV-41 AV-41 merupakan produk kolonial Belanda yang ditetapkan pada tanggal 28 Mei 1941 oleh Pemerintah Hindia Belanda. AV-41 dikenal juga dengan nama Syarat- Syarat Umum untuk pelaksanaan pembangunan bangunan umum yang dilelangkan (SU-41). Di Indonesia masih banyak proyek yang mempergunakan conditions of contract ini sebagai acuan untuk kontrak. Conditions of contract ini lebih cocok digunakan untuk proyek-proyek dengan struktur organisasi proyek sederhana, yaitu organisasi proyek yang terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Jika digunakan untuk proyek dengan struktur organisasi yang lebih kompleks, yang melibatkan konsultan perencana, konsultan manajemen konstruksi, dan konsultan pengawas, maka conditions of contract ini tidak cocok. Ketidakcocokan ini karena tidak adanya pasal yang mengatur tentang konsultan-konsultan tersebut. Ditinjau dari pasal-pasal tentang tuntutan, conditions of contract ini juga tidak memuat tentang peraturan dan tata cara melakukan tuntutan. Hal ini terjadi karena peraturan ini dibuat pada masa kolonial Belanda yang tidak menginginkan adanya kerugian pada pihak pengguna jasa saat itu yaitu Pemerintah Hindia Belanda, meskipun kesalahan ada pada pihak pengguna jasa. Dengan demikian, conditions of contract ini sebenamya sudah tidak dapat digunakan lagi karena tidak sesuai dengan perkembangan industri konstruksi saat ini (Benny, 1998). 2. FIDIC FIDIC merupakan singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs Conseils atau dalam bahasa Indonesia adalah Federasi Internasional Dewan Insinyur. Federasi ini mengeiuarkan beberapa peraturan sebagai standar yang dapat digunakan oleh para praktisi industri konstruksi, antara lain: Catatan tentang dokumen-dokumen untuk kontrak teknik sipil Prosedur tender Asuransi dan hukum dalam konstruksi Persyaratan-persyaratan kontrak untuk pekerjaan konstruksi teknik sipil Standar yang dikeluarkan oleh FIDIC ini sering digunakan sebagai kontrak standar internasional. Di Indonesia, conditions of contract FIDIC biasanya dipakai II-10

pada proyek-proyek pemerintah yang menggunakan dana pinjaman luar negeri atau bank dunia. Hal-hal yang diatur dalam persyaratan-persyaratan umum FIDIC sebagai berikut: 1. Interpretasi isi kontrak sehubungan dengan cara penulisan, bahasa, dan hukum yang dipergunakan. 2. Kewajiban dan hak serta tanggung jawab dan wewenang pemilik, konsultan, dan penyedia jasa. 3. Penjelasan tentang gambar kerja dan gambar tambahan. 4. Jaminan pelaksanaan dan penerimaan pekerjaan. 5. Hal-hal yang dilingkupi asuransi. 6. Hubungan kontraktual antara pemilik, konsultan, dan penyedia jasa termasuk masalah asuransi (pekerjaan, manusia, dan tenaga kerja). 7. Masalah jenis dan mutu material, perlatan, dan tenaga kerja termasuk pengujian yang diperlukan. 8. Masalah perintah perubahan dan penetapan harga untuk pekerjaan tambahan. 9. Masalah keterlambatan dan perpanjangan waktu. 10. Masalah keadaan kahar. 11. Masalah penundaan pekerjaan. 12. Masalah tentang tuntutan dan perselisihan dalam industri konstruksi 13. Program dan jadwal cash-flow. 14. Cara dan waktu pembayaran. 15. Masalah resiko. 16. Perlindungan dan keselamatan para pekerja dan manusia di lokasi proyek. Hal-hal yang diatur dalam persyaratan-persyaratan khusus FIDIC adalah penjelasan tambahan atau penjelasan lebih lanjut dari pasal-pasal tertentu dalam persyaratan-persyaratan umum. Dari hal-hal yang diatur dalam conditions of contract FIDIC, terlihat adanya pasal-pasal yang mengatur tentang tuntutan dan perselisihan. Hal itu membuktikan bahwa conditions of contract FIDIC dibuat relatif seimbang antara kepentingan pengguna jasa, konsultan, maupun penyedia jasa sehingga tidak II-11

merugikan atau menguntungkan salah satu pihak yang justru merupakan kelemahan yang ada pada kebanyakan conditions of contract di Indonesia sekarang ini. 3. Conditions of Contract Hasil Modifikasi (Benny, 1998) Selain conditions of contract yang resmi, beberapa instansi pemerintah dan pihak swasta membuat conditions of contract sebagai hasil modifikasi conditions of contract yang sudah baku dan banyak digunakan. Conditions of contract yang sering dimodifikasi tersebut antara lain AV-41 dan FIDIC. Beberapa instansi dan pihak swasta yang melakukan modifikasi itu antara lain PU-Bina Marga yang mengeluarkan conditions of contract PU-Bina Marga untuk proyek-proyek jalan, PU-Cipta Karya yang mengeluarkan Standar Teknis Tata Bangunan Cipta Karya, Jaya Konstruksi yang mengeluarkan conditions of contract untuk proyek-proyek di lingkungannya, dan lain-lain. Conditions of contract hasil modifikasi ini sebenarnya tidak menjadi masalah selama ada keseimbangan pasal-pasalnya dalam memperhatikan kepentingan pengguna jasa dan penyedia jasa. Sayangnya, modifikasi yang terjadi di Indonesia justru kurang memperhatikan kepentingan pengguna jasa dan penyedia jasa, seperti tetap lemahnya pasal-pasal yang mengatur tuntutan dan perselisihan, adanya pembatasan hak penyedia jasa dalam meminta kompensasi tetapi kewajiban penyedia jasa dalam membayar denda jika melakukan kesalahan tidak diubah. Akibatnya, banyak tuntutan yang diajukan oleh penyedia jasa tidak terakomodasi oleh conditions of contract. Selain conditions of contract yang telah disebutkan di atas, ada juga conditions of contract yang dirancang sendiri. Conditions of contract ini biasanya dibuat tanpa mengacu ataupun memodifikasi dari conditions of contract yang sudah ada dan hanya digunakan pada proyek yang bersangkutan. Karena itu, conditions of contract ini tidak akan digunakan lagi pada proyek lain meskipun proyek yang lain itu sejenis dengan proyek tempat conditions of contract itu digunakan. II-12

2.3 Tuntutan Para ahli telah mengemukakan definisi mengenai tuntutan tetapi tidak ada satu definisi yang diterima secara universal. Setiap penulis memberikan definisinya sendiri bergantung pada sudut pandang masing-masing. Di bawah ini adalah beberapa definisi tuntutan yang dikemukakan beberapa pakar. 1. Gilbreath (1995) mendefinisikan tuntutan adalah penyedia jasa meminta biaya, waktu atau ganti-rugi terhadap pelaksanaan pekerjaan, kompensasi lain yang disetujui dari satu pihak penguna jasa sesuai kontrak. 2. Soeharto (1995) mendefinisikan tuntutan adalah permintaan kompensasi atas biaya dan/atau waktu karena adanya perubahan atau perbedaan yang telah dijanjikan atau disetujui dalam kontrak. 3. Edward (1997) mendefinisikan tuntutan adalah permohonan akan tambahan uang, tambahan waktu pelaksanaan, atau perubahan metode pelaksanaan pekerjaan yang selanjutnya dibuat dokumen tuntutan untuk diajukan ke salah satu pihak. Pengertian tuntutan yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah permintaan kompensasi yang timbul dari pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi dari penyedia jasa ke pengguna jasa karena adanya perubahan atau perbedaan apa yang dijanjikan atau disetujui dalam kontrak dengan apa yang terjadi di lapangan. 2.3.1 Landasan Hukum Tuntutan Peraturan dan perundangan-undangan yang digunakan sebagai pedoman pengadaan dan pelaksanaan jasa konstruksi yang berlaku adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pada bab 3 bagian 3 pasal 22 butir 2 dijelaskan bahwa kontrak kerja kontruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian tentang (a) cidera janji, (b) tanggung jawab, jika salah satu pihak (pengguna jasa atau penyedia jasa) tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan. Dari isi bab 3 di atas cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan dalam kontrak, II-13

sedangkan tanggung jawab adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan, maka pihak lain berhak mendapat kompensasi waktu, penggantian biaya dan perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. 2. Peraturan Pemerintah No.29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Pada bab 3 pasal 23 dijelaskan bahwa kontrak kerja konstruksi harus memuat uraian mengenai hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa dan ketentuan mengenai cidera janji. Yang dimaksud cidera janji penyedia jasa adalah tidak menyelesaikan tugas, tidak memenuhi mutu dan kuantitas, tidak menyerahkan hasil pekerjaan. Sedangkan cidera janji pengguna jasa adalah terlambat membayar, tidak membayar, terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan. 3. Keputusan Presiden No.18 tahun 2000 tentang pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Instansi Pemerintah. Pada bab 4 bagian 4 pasal 39 disebutkan bahwa : a. Bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan karena kelalaian penyedia jasa, maka penyedia jasa dikenakan denda keterlambatan tersebut sekurangkurangnya satu per seribu per hari dari nilai kontrak atau bagian kontrak tertentu berkenaan dengan sifat pekerjaannya dan maksimum sebesar jaminan pelaksanaan. b. Konsultan perencana yang tidak cermat dan mengakibatkan kerugian bagi pengguna jasa dikenakan sanksi berupa keharusan menyusun kembali perencanaan dengan biaya dari konsultan bersangkutan dan atau tuntutan ganti rugi. c. Bila terjadi keterlambatan pekerjaan atau pembayaran karena semata-mata kesalahan atau kelalaian pengguna jasa maka pengguna jasa harus memberikan kompensasi waktu atau membayar kerugian yang ditanggung penyedia jasa yang besarannya ditetapkan dalam kontrak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. II-14

Dari peraturan dan perundang-undangan yang telah diuraikan di atas, hak dan kewajiban pengguna jasa, penyedia jasa dan konsultan pelaksana jasa konstruksi telah diatur dengan baik. Bila hal tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak tersebut akan mendapat sanksi sesuai ketentuan yang telah diatur. 2.3.2 Penyebab Terjadinya Tuntutan Penyebab timbulnya tuntutan dalam suatu kontrak konstruksi bisa terjadi antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Tuntutan baru diketahui setelah pekerjaan dilaksanakan. Dengan mengetahui sebab timbulnya tuntutan para pihak selaku pelaksana industri jasa konstruksi dapat menempatkan masalah tuntutan secara wajar dan proposional. Secara garis besar faktor-faktor penyebab tuntutan dapat dikelompokkan menjadi sembilan faktor (Herry, 2005). 2.3.2.1 Keterlambatan Akibat Pengguna Jasa Kebanyakan tuntutan melibatkan paling tidak beberapa faktor penyebab Keterlambatan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, tuntutan keterlambatan dapat dikategorikan menjadi: a. Nonexcusable (tidak diijinkan atau tidak beralasan) Keterlambatan yang terjadi disebabkan oleh faktor yang masih dalam tanggung jawab penyedia jasa (kesalahan penyedia jasa) sehingga penyedia jasa tidak mendapatkan kompensasi waktu. b. Excusable (diijinkan) Keterlambatan yang disebabkan faktor di luar jangkauan penyedia jasa, tetapi bukan disebabkan oleh tindakan pengguna jasa. Biasanya penyedia jasa akan memperoleh kompensasi waktu. c. Compensable (mendapat kompensasi) Keterlambatan yang disebabkan faktor kesalahan pengguna jasa sehingga penyedia jasa memperoleh kompensasi waktu. II-15

Keterlambatan dianggap dapat diganti apabila pengguna jasa gagal memenuhi kewajiban yang dinyatakan dalam kontrak. Berdasarkan keterlambatan itu, penyedia jasa dapat meminta perpanjangan waktu kepada pengguna jasa. 2.3.2.2 Perubahan Jadwal Oleh Pengguna Jasa Hal ini menyebabkan penyedia jasa harus menghitung penjadwalan proyek dan membutuhkan tambahan waktu sehingga penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan. 2.3.2.3 Perbedaan Kondisi Lapangan Tuntutan ini terjadi karena kondisi lapangan yang berbeda dengan dokumen. Pada umumnya terjadi pada pekerjaan tanah dan substruktur karena keadaan tanah suatu tempat dengan tempat lain berbeda. Penyelidikan tanah yang dilakukan pengguna jasa mungkin tidak menggambarkan kondisi tanah proyek karena sifat tanah yang sulit untuk diperkirakan. Penyedia jasa berkewajiban mengantisipasi perubahan sifat tanah tersebut dengan melakukan inspeksi lapangan dan menggunakan data yang disediakan oleh pengguna jasa. Biasanya waktu yang diberikan untuk melakukan inspeksi lapangan tersebut terlalu singkat. Karena itu, penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan atas perbedaan kondisi tanah tersebut. 2.3.2.4 Kondisi Cuaca yang Tidak Biasa Penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan atas kondisi cuaca tidak biasa yang terjadi pada waktu dan tempat proyek dilaksanakan. Hal ini disebabkan penyedia jasa tidak mempunyai kewajiban untuk mengantisipasi atau meramal cuaca tersebut sebelumnya. Kewajiban penyedia jasa hanyalah mengantisipasi cuaca normal dan musim yang terjadi pada saat pelaksanaan proyek tersebut. Hujan deras yang terus menerus atau kondisi cuaca sejenis yang menyebabkan pekerjaan tidak dapat atau terlambat dilaksanakan biasanya termasuk keterlambatan yang diijinkan (excusable) sehingga penyedia jasa bisa mengajukan tuntutan. 2.3.2.5 Percepatan Kerja Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan percepatan kerja. Percepatan II-16

kerja ini dikenal sebagai waktu lembur. Produktivitas dengan waktu lembur tidak selalu lebih besar dari waktu normal karena semakin lama produktivitas dengan waktu lembur akan menurun sedangkan biaya yang dikeluarkan lebih besar dari waktu normal. Kehilangan produktivitas itu dapat diajukan sebagai tuntutan oleh penyedia jasa jika percepatan kerja tersebut merupakan perintah pengguna jasa, bukan karena keterlambatan penyedia jasa. Dalam hal ini, penyedia jasa dapat menyatakan produktivitasnya terganggu karena harus mengeluarkan sumber daya dan waktu yang lebih banyak untuk menghasilkan keluaran yang sama. 2.3.2.6 Penundaan Pekerjaan Dan Penghentian Pekerjaan Oleh Pengguna Jasa Pekerjaan proyek dapat ditunda atau bahkan dihentikan sama sekali oleh pengguna jasa karena berbagai alasan. Pada umumnya penundaan atau penghentian proyek oleh pengguna jasa karena pengguna jasa mengalami kesulitan keuangan. Akibatnya, pengguna jasa akan menghentikan pembayaran semua kegiatan yang dipengaruhi oleh penundaan atau penghentian pekerjaan tersebut. Jika pengguna jasa menghentikan atau menunda proyek ini, penyedia jasa dapat mengajukan tuntutan kepada pengguna jasa karena penyedia jasa kehilangan waktu dan kesempatan mengerjakan proyek lain selama penundaan atau penghentian itu. Penyedia jasa juga dirugikan atas pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya seperti pekerjaan pembongkaran, mobilisasi, demobilisasi, biaya langsung, dan lain-lain. 2.3.2.7 Kegagalan Kesepakatan Harga Perubahan Pekerjaan Pada saat berlangsungnya pekerjaan konstruksi, pengguna jasa ataupun perencana sering melakukan perubahan pekerjaan. Perubahan pekerjaan itu biasanya tidak menyebabkan perubahan pada biaya total pengguna jasa tetapi mempengaruhi biaya total penyedia jasa. Keadaan ini seringkali diabaikan oleh pengguna jasa sehingga penyedia jasa mengajukan tuntutan. II-17

2.3.2.8 Perbedaan Pada Gambar Rencana dan Spesifikasi Gambar rencana dan spesifikasi merupakan bagian dari kontrak yang penting sebagai acuan pelaksanaan di lapangan. Kesalahan ataupun perbedaan pada gambar rencana dan spesifikasi dapat menyebabkan gangguan atau hambatan terhadap kinerja penyedia jasa di lapangan. Misalnya, adanya ketidakcocokan antara gambar yang satu dengan yang lain, penggunaan standar spesifikasi yang lama sehingga produk yang bersangkutan sudah tidak ada lagi di pasaran untuk, dan lain-lain. Kejadian di atas dapat menyebabkan timbulnya tuntutan penyedia jasa. 2.3.2.9 Masalah Keuangan Kondisi keuangan suatu negara sering mempengaruhi keuangan proyek. Hal ini terutama terjadi pada proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah. Walaupun demikian, sektor swasta juga tidak lepas dari pengaruh keuangan suatu negara karena kebanyakan proyek dibiayai oleh pinjaman-pinjaman dari luar negeri yang secara otomatis mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi keuangan negara saat itu. Secara garis besar kondisi keuangan negara yang ada saat itu merupakan cerminan kondisi perekonomian suatu negara. 2.3.3 Jenis-Jenis Tuntutan Tuntutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Benny, 1998) : 1. Tuntutan Akibat Keterlambatan Tuntutan akibat keterlambatan biasanya terjadi bila terdapat suatu keterlambatan pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia jasa dari waktu yang telah direncanakan atau bila terdapat keterlambatan dalam penyediaan material, peralatan, pengambilan keputusan, ataupun pembayaran oleh pengguna jasa. Faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan ini antara lain: pertambahan biaya proyek kekurangan material sistem pengiriman atau transportasi yang baru, termasuk dalam paket pekerjaan teknologi baru yang memperhatikan gambar dan spesifikasi II-18

2. Tuntutan Akibat Ruang Lingkup Pekerjaan Tuntutan akibat ruang lingkup pekerjaan terjadi karena masalah teknis. Sumber penyebabnya adalah kesalahan atau kelalaian perencana pada tahap perencanaan proyek sehingga penyedia jasa perlu waktu tambahan untuk melakukan pekerjaan tambahan untuk memperbaiki kesalahan atau kelalaian tersebut pada tahap pelaksanaan proyek. 3. Tuntutan Akibat Percepatan Tuntutan akibat percepatan biasanya terjadi bila penyedia jasa harus melaksanakan pekerjaan dalam waktu lebih cepat dari waktu yang ditentukan. 4. Tuntutan Akibat Perubahan Kondisi Lapangan Tuntutan ini terjadi karena kondisi lapangan yang berbeda dengan dokumen kontrak. Tuntutan ini berhubungan dengan pekerjaan tanah. Penyelidikan tanah untuk suatu proyek hanya dilakukan pada sejumlah titik yang dianggap perencana mewakili keadaan tanah keseluruhan proyek. Karena itu, ada kemungkinan terjadi perbedaan antara asumsi keadaan tanah pada tahap perencanaan proyek dengan keadaan tanah sebenarnya pada tahap pelaksanaan proyek sehingga penyedia jasa perlu waktu tambahan untuk melakukan inspeksi lapangan. Selain jenis-jenis tuntutan yang disebutkan di atas, beberapa jenis tuntutan lain berdasarkan kompensasi yang diterima adalah (Nengah, 2007) : 1. Tuntutan tambahan biaya dan waktu; Tuntutan jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya. 2. Tuntutan biaya tak langsung Tuntutan ini muncul bila pengguna jasa memperlambat pekerjaan, biaya overhead berjalan terus. 3. Tuntutan tambahan waktu (tanpa tambahan biaya). Tuntutan ini muncul bila penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alasan tertentu. 4. Tuntutan kompensasi lain. II-19

Tuntutan ini muncul bila penyedia jasa mendapatkan tambahan waktu dan mendapatkan kompensasi lain. 2.3.4 Dokumen-Dokumen Pendukung Pengajuan Tuntutan Hal-hal pokok yang diperlukan untuk mengajukan tuntutan, yaitu : (http://www.jasakonstruksi.net/advokasi) 1. Dokumen tender Menjaga semua dokumentasi beserta rekaman prapenandatanganan kontrak dan mampu telusur yang dimilikinya, permasalahan yang ditemui selama ini seringnya dokumen tender hilang atau tidak lengkap. Setiap dokumen yang dimiliki harus dipastikan dan terekam kepada siapa dan kapan mendistribusikan rekamannya. Dokumen ini meliputi dokumen permintaan penawaran, dokumen proposal penawaran jasa pelaksana/jasa perencana/pengawas dan pemasok, berita acara aanwijzing dan peninjauan lapangan. 2. Dokumen Kontrak Kerja Kontruksi Memastikan dokumen lelang yang menjadi dokumen kontrak kerja konstruksi yang sudah di tanda tangani tersedia lengkap. Tersedianya data tentang rekaman dokumen tersebut kepada siapa dan kapan distribusikan. Memastikan bahwa segala sesuatu telah tersedia dalam kontrak dan mampu mengendalikan pada tahap pelaksanaan. Dokumen kontrak ditinjau kembali pada saat potensi tuntutan teridentifikasi. 3. Schedule Memiliki penjadwalan awal yang mampu mengendalikan, memelihara pembahuruannya secara reguler. Merekam setiap kejadian keterlambatan dan penyebab beserta dampak dari keterlambatan tersebut. II-20

Untuk memberlakukan tuntutan keterlambatan harus dibuktikan bahwa memang ada ketertundaan waktu yang excusable, compensable and critical. Memelihara dokumen rencana penjadwalan dan pembahuruan penjadwalan secara periodik berdasarkan kurva S 4. Gambar Rencana, Spesifikasi, Shop-drawing, Permintaan Informasi Setiap dokumen desain dan korespondensi terkait harus dikaji. Perlu membuat daftar catatan pengiriman terutama tanggal terima/ respon/ komentar. 5. Catatan Harian Memelihara catatan harian proyek yang minimum berisikan antara lain cuaca setiap hari, tentang pemakaian sumber daya alat, material dan tenaga kerja di lapangan, pendatangangan material kritis, kunjungan lapangan oleh pihak ke-3, penemuan-penemuan kondisi yang tidak terlihat jelas, penyimpangan rencana atau konflik, pertanyaan-pertanyaan penting, setiap kejadian yang patut bagi keterlambatan, perbedaan pendapat yang muncul. Memelihara laporan berisikan penemuan dan penyelesaian masalah. Setiap kejadian dipastikan selalu mengedepankan fakta dari pada opini. 6. Korespondensi Proyek Selalu mengirim balasan korespondensi/ surat-menyurat. Korespondensi disimpan secara kronologis. Bila diidentifikasi adanya perubahan, salinan korespondensi terkait kasus tersebut dibuatkan berkas khusus dan terpisah. 7. Foto dan Video Mengambil foto dan video setiap tahapan/kejadian proyek atau setiap akhir minggu Ini penting untuk menentukan persentase kemajuan proyek setiap saat pada waktu tertentu. II-21

8. Miscellaneous Merekam setiap pembicaraan rapat dalam Minutes Of Meeting (MOM) dan membuat arsip khusus untuk itu, bila digunakan digital maka harus selalu membuat salinan arsip dan disimpan dilain tempat. Menetapkan pelaku-pelaku pencegahan tuntutan yang disepakati dalam kondisi kontrak Menghubungi penasehat hukum/ahli kontrak kerja konstruksi bila dianggap perlu 9. Perubahan Pekerjaan Setiap proyek pasti akan menghadapi perubahan-perubahan. Nilai perubahan 5% sampai 15% nilai kontrak awal adalah hal yang lumrah/normal. Merekam semua perubahan pekerjaan. Menyepakati semua perubahan beserta dampaknya sedini mungkin dengan menggunakan segala macam cara pencegahan tuntutan Memelihara setiap dokumen menyangkut tambahan biaya akibat perubahan 10. Financial Statement Melaksanakan proses pembayaran sesuai ketentuan kontrak. Mencatat semua proses permintaan pembayaran dan realisasinya Membuat amendemen kontrak bila diharuskan prosedur yang berlaku, untuk perubahan nilai kontrak akibat perubahan Menyicil kesepakatan laporan akhir dan menyelesaikan sebelum serah terima proyek 2.3.5 Penyebab Kegagalan Tuntutan Ada kalanya tuntutan yang sudah disiapkan mengalami kegagalan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut (Herry, 2005) : Permohonan pengajuan tuntutan terlambat Penyedia jasa tidak megikuti prosedur kontrak Kurang akuratnya rekaman data yang dibutuhkan II-22

Tuntutan yang diajukan tidak mempunyai dasar yang kuat Informasi yang dibutuhkan untuk menguji kebenaran tuntutan tidak tersedia 2.3.6 Prosedur Tuntutan Prosedur tuntutan berdasarkan Conditions of Contract FIDIC sebagai berikut: Pasal 20.1 Jika penyedia jasa menganggap dirinya berhak atas perpanjangan waktu penyelesaian dan/atau pembayaran tambahan, menurut klausul manapun dari persyaratan ini atau yang lainnya dalam kaitannya dengan kontrak, penyedia jasa harus menyampaikan pemberitahuan kepada konsultan, menyebutkan kejadian atau keadaan yang menimbulkan tuntutan. Pemberitahuan harus disampaikan segera mungkin, dan tidak lebih dari jangka waktu 28 hari setelah penyedia jasa menyadari atau seharusnya telah menyadari akan kejadian atau keadaan tersebut. Jika penyedia jasa gagal menyampaikan pemberitahuan suatu tuntutan dalam jangka waktu 28 hari, waktu penyelesaian tidak akan diperpanjang, penyedia jasa tidak berhak atas pembayaran tambahan, dan pengguna jasa akan dibebaskan dari semua kewajiban yang berkaitan dengan tuntutan. Sebaliknya, ketentuan klausul berikut ini akan berlaku. Penyedia jasa juga harus menyampaikan pemberitahuan lain yang disyaratkan oleh kontrak dan data pendukung tuntutan, yang berkaitan dengan kejadian atau keadaan tersebut. Penyedia jasa harus menyimpan catatan lengkap (sesuai dengan waktunya) yang mungkin diperlukan untuk mendukung tuntutan, baik di lapangan maupun di lokasi lain yang dapat diterima oleh konsultan. Tidak dibatasi kewajiban, pengguna jasa, konsultan, setelah menerima pemberitahuan menurut sub-klausul ini, dapat memantau penyimpanan catatan dan/atau memerintahkan penyedia jasa untuk menyimpan catatan kontemporer lebih lanjut. Penyedia jasa harus mengizinkan konsultan untuk menginspeksi seluruh catatan, dan akan (bila diperintahkan) menyampaikan salinan kepada enjinir. Dalam jangka waktu 42 hari setelah penyedia jasa menyadari (atau seharusnya II-23

telah menyadari) akan kejadian atau keadaan yang menimbulkan tuntutan, atau dalam waktu lain yang mungkin diusulkan oleh penyedia jasa dan disetujui oleh konsultan, penyedia jasa harus menyampaikan kepada konsultan suatu tuntutan secara detail disertai oleh data pendukung mengenai dasar tuntutan dan perpanjangan waktu dan/atau pembayaran tambahan yang dituntut. Jika kejadian atau keadaan yang menimbulkan tuntutan memiliki suatu efek berkelanjutan: (a) Tuntutan yang terinci ini harus dianggap bersifat sementara; (b) Penyedia jasa harus menyampaikan tuntutan sementara lebih lanjut secara berkala setiap bulan, menyatakan akumulasi keterlambatan dan/atau jumlah yang dituntut, dan data pendukung lebih lanjut yang mungkin diperlukan konsultan; dan (c) Penyedia jasa harus mengirimkan tuntutan akhir dalam jangka waktu 28 hari setelah efek yang diakibatkan oleh kejadian atau keadaan tersebut berakhir, atau dalam waktu lain yang mungkin diusulkan oleh penyedia jasa dan disetujui oleh konsultan. Dalam jangka waktu 42 hari setelah menerima suatu tuntutan atau data pendukung lebih lanjut untuk mendukung tuntutan sebelumnya, atau dalam waktu lain yang mungkin diusulkan oleh konsultan dan disetujui oleh penyedia jasa, enjinir harus menanggapi dengan persetujuan, atau penolakan dengan komentar secara rinci. Konsultan juga dapat meminta data pendukung lebih lanjut yang diperlukan, namun tetap memberikan tanggapannya atas prinsip tuntutan dalam jangka waktu yang ditetapkan di atas. Dalam jangka waktu 42 hari yang ditetapkan di atas, konsultan harus menindaklanjuti sesuai dengan Sub-Klausula 3.5 [Penetapan] untuk menyetujui dan menetapkan: (i) perpanjangan (jika ada) waktu penyelesaian (sebelum atau sesudah berakhir) sesuai dengan Sub-Klausula 8.4 [Perpanjangan Waktu Penyelesaian], dan/atau (ii) pembayaran tambahan (jika ada) yang berhak diterima penyedia jasa menurut kontrak. II-24

Jika konsultan tidak menanggapi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam klausul ini, salah satu pihak dapat menganggap bahwa tuntutan ditolak oleh konsultan dan pihak tersebut dapat merujuk pada Dewan Sengketa sesuai dengan Sub-Klausula 20.4 [Memperoleh Keputusan Dewan Sengketa] Ketentuan Sub-Klausula ini merupakan tambahan atas ketentuan Sub-Klausula lain yang mungkin digunakan untuk suatu tuntutan. Jika penyedia jasa gagal memenuhi Sub-Klausula ini atau Sub-Klausula lain dalam kaitannya dengan tuntutan, perpanjangan waktu dan/atau pembayaran tambahan harus memperhitungkan sejauh mana (jika ada) kegagalan telah menghambat atau merugikan penyelidikan tuntutan secara layak, kecuali bila tuntutan tidak termasuk menurut paragraf kedua Sub-Klausula ini. 2.3.7 Penyelesaian Tuntutan Tuntutan dapat diselesaikan melalui claim settlement (FIDIC, 2008). Claim settlement merupakan penyelesaian suatu tuntutan mengikuti cara yang ditempuh. Jika melalui claim settlement tersebut ternyata menemui perbedaan interpretasi yang cukup besar, tuntutan tersebut akan berkembang menjadi perselisihan. Perselisihan ini harus diselesaikan melalui penyelesaian perselisihan. Ada 6 cara yang termasuk dalam penyelesaian perselisihan (Herry, 2005), yaitu: 1. Engineering Judgement Di mana konsultan desain yang ditunjuk pemilik bangunan bertanggung jawab untuk mengambil keputusan akhir penyelesaian tuntutan dan mengikat semua pihak. 2. Negosiasi atau Musyawarah Negosiasi atau musyawarah adalah salah satu cara penyelesaian perselisihan dengan pendekatan langsung melalui dialog di antara pihak-pihak yang terlibat sehingga tercapai suatu kesepakatan. Penyelesaian dengan cara ini merupakan penyelesaian yang paling diinginkan oleh semua pihak karena tidak memakan banyak biaya dan waktu serta keputusan yang diambil pada umumnya saling II-25

menguntungkan pihak-pihak yang terlibat. Di Indonesia, cara ini paling umum ditempuh jika terjadi kasus tuntutan. 3. Melalui Pihak Penengah atau Mediasi Melalui pihak penengah atau mediasi adalah salah satu cara penyelesaian perselisihan dengan bantuan pihak ketiga atau pihak lain sebagai penengah yang dipilih dan disetujui oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga (mediator) ini berfungsi membantu pihak-pihak yang terlibat mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima, dijalankan, dan ditaati oleh masing-masing pihak. Proses mediasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pihak-pihak yang terlibat dalam tuntutan bertemu dengan mediator, dan menyampaikan perrmasalahan yang terjadi dengan mediator dan pihak lain. b. Setelah itu, masing-masing pihak melakukan pertemuan terpisah dengan mediator. c. Mediator mencoba merumuskan permasalah utama yang terjadi. d. Mediator mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan kesamaan pendapat yang dapat dijadikan dasar persetujuan masing-masing pihak. 4. Juri Di Bidang Perdagangan atau Arbitrasi Melalui juri atau hakim di bidang perdagangan atau arbitrasi adalah salah satu cara penyelesaian perselisihan melalui badan yang dikenal dengan 'hakim di bidang perdagangan dan industri' yaitu arbitrase yang dibentuk atau dipilih oleh pihak-pihak yang terlibat dalam tuntutan. Keputusan yang dibuat oleh badan arbitrase ini merupakan hukum yang harus ditaati oleh pihak-pihak yang terlibat tuntutan yang menyebabkan perselisihan. Di Indonesia badan arbitrase ini dikenal dengan nama BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang didirikan pada tanggal 3 Desember 1997 oleh KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia). 5. Jalan Pengadilan atau Litigasi Jalan pengadilan atau litigasi adalah penyelesaian perselisihan melalui proses II-26

pengadilan apabila ketiga cara yang telah disebutkan sebelumnya telah ditempuh tetapi belum menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak. 6. Mini-trial Di mana pihak yang berselisih diwakili oleh masing-masing manajer proyek dan adanya pihak ketiga sebagai penasehat. 2.3.8 Cara Menghindari Tuntutan dan Pengendalian Resiko Untuk menghindari tuntutan dan mengendalikan resiko, dapat dilakukan beberapa cara (Nursyam, 2007), yaitu : Pihak yang terkait mempelajari kontrak sebaik-baiknya Gambaran yang jelas tentang perubahan order Memeriksa program kerja pelaksanaan konstruksi sebelum masa penawaran Memilih tim konstruksi yang cakap Menerapkan sistem informasi manajemen untuk mengenali permasalahan yang potensial. II-27