BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya krisis multidimensi tahun 1998 atau lebih dari 10 tahun terakhir telah berhasil meletakkan reformasi sebagai landasan politik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Berbagai perubahan dalam sistem penyelenggaraan negara, revitalisasi lembaga-lembaga tinggi negara dan pemilihan umum dilakukan dalam rangka membangun pemerintahan negara yang mampu berjalan baik dengan penerapan prinsip-prinsip clean government dan good governance yang secara universal diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Dengan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan masyarakat, SDM aparatur semakin profesional, dengan mind-set serta culture-set yang mencerminkan integritas dan kinerja semakin tinggi, bangsa Indonesia diharapkan semakin maju dan mampu bersaing dalam dinamika global yang semakin ketat. Berkaitan dengan hal tersebut, program utama yang dilakukan pemerintah adalah membangun aparatur negara melalui penerapan reformasi birokrasi (Perpres RI, No.81 2013). Perbaikan kinerja aparat pelayanan publik merupakan salah satu isu penting dalam reformasi birokrasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Tuntutan perbaikan kinerja aparat publik semakin besar jika dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing negara dalam persaingan global (Balfour, 1997). Daryanto (2007) mengemukakan bahwa pada kompetisi global hanya ada satu landasan untuk mencapai keunggulan bersaing bagi institusi, yaitu cara mengelola faktor SDM tersebut. Membangun aparatur negara melalui penerapan reformasi menyangkut kesejahteraan aparatur yang terkait langsung dengan gaji pegawai, jaminan sosial, serta fasilitas hidup lainnya. Inilah salah satu faktor penting yang menyebabkan pelaksanaan pelayanan publik selama ini tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat. Menjadi pegawai negeri merupakan suatu pilihan profesi karier, sehingga merupakan suatu hal yang wajar menuntut standar gaji untuk memenuhi 1
2 kompensasi beban tugas, tanggung jawab, kualifikasi, prestasi, periode waktu kerja serta tingkat biaya hidup. Namun, sistem gaji PNS saat ini belum menggunakan sistem merit yang mempertimbangkan prestasi kerja, akibatnya PNS yang rajin dan tekun maupun yang malas dalam melaksanakan tugasnya menerima gaji yang sama besarnya (Gie, 2003). Untuk itu, Kementerian Kesehatan pada tahun 2011, telah menyusun rencana aksi pelaksanaan program dan kegiatan reformasi birokrasi dalam bentuk dokumen usulan dan road map reformasi birokrasi Kementerian Kesehatan 2011-2014 yang telah disampaikan kepada tim reformasi birokrasi nasional c.q Kementerian PAN pada tanggal 27 Desember 2011 yang mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Per.Men.PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Road map refornasi birokrasi Kementerian Kesehatan 2011-2014 berisi program dan kegiatan di 8 area perubahan yang dalam pelaksanaannya melibatkan peran serta semua pimpinan, staf, dan unit kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan, yaitu prorakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih. Selanjutnya pada tanggal 31 Agustus 2012 telah melakukan verifikasi lapangan oleh UPRBN bersama tim independen mengenai kesiapan Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan didapatkan penilaian akhir dengan skor 66 yang berada pada level 3 dan diusulkan mendapatkan remunerasi dalam bentuk tunjangan kinerja awal 55% dari Kementerian Keuangan (Profil Reformasi Birokrasi Kemenkes RI, 2012-2014). Dengan mengacu pada pengertian dan tujuan reformasi tersebut di atas, Kementerian Kesehatan, khususnya Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Riau (Poltekkes Kemenkes Riau) adalah institusi pendidikan tinggi kesehatan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Badan PPSDM) Kesehatan. Visi Badan PPSDM Kesehatan adalah : Penggerak Terwujudnya Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Profesional agar Masyarakat Mandiri dalam Hidup Sehat. Poltekkes Kemenkes Riau dalam menentukan visi, misi dan kebijakan merujuk kepada Visi Badan PPSDM Kesehatan tersebut dan Undang-
3 Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengisyaratkan perubahan atau penataan pengelolaan institusi pendidikan di Indonesia termasuk pendidikan tinggi kesehatan di lingkungan Kementerian Kesehatan (Sumber : Renstra Poltekkes Kemenkes Riau, 2013). Salah satu isu yang paling penting dalam organisasi adalah untuk meningkatkan kinerja pegawai. Suatu keharusan untuk mengetahui tentang cara mendorong karyawan untuk berkontribusi pada perusahaan sesuai dengan kemampuan dan keterampilan maksimal yang mereka miliki untuk meningkatkan output berdasarkan kualitas produk atau jasa (Rehman & Ali, 2013). Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi. Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai seberapa baik karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dan yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Ini dilaksanakan dengan merujuk setiap aspek dari pekerjaan mereka (Rivai et al., 2011). Kinerja (performance) adalah penampilan hasil karya personel, baik kuantitas maupun kualitas, dalam suatu organisasi, yang dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel (Ilyas, 2002). Kinerja individu tentunya harus sejalan dengan kinerja yang hendak dicapai oleh instansinya (Per.Men.PAN dan RB No. 20 Tahun 2010). Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 dan Perka BKN Nomor 1 Tahun 2013, pemerintah telah mengatur penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil berdasarkan sasaran kerja pegawai (SKP) dengan bobot penilaian 60% dan perilaku kerja dengan bobot penilaian 40%. Sasaran kerja Pegawai (SKP) ini yang nantinya akan menjadi dasar dalam pemberian tunjangan kinerja PNS (www.ropeg.kemenkes, diakses tanggal 21/03/2015). Pemberian tunjangan kinerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi dan bagian komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean government and good governance. Menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, tunjangan kinerja diartikan sebagai fungsi dari keberhasilan
4 pelaksanaan reformasi atas dasar kinerja yang telah dicapai oleh seorang pegawai. Dengan kata lain, karena tunjangan merupakan bentuk penghargaan terhadap penyerahan serta pemberian segenap hasil kerja (performance) pegawai kepada organisasi, maka organisasi memberikan reward sebagai sumber nafkah bagi karyawan yang bersangkutan (Kadarisman, 2014). Oleh karena itu, Poltekkes Kemenkes Riau sebagai salah satu bentuk institusi pendidikan kesehatan diharapkan dapat mengelola sumber daya manusianya dengan lebih profesional serta mampu meningkatkan kinerja pegawai yang tinggi agar pelaksanaan reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik, karena para pegawai itulah yang sesungguhnya memegang peranan penting sebagai pelaku utama yang menjalankan program reformasi birokrasi (Boedianto, 2012). Pelaksanaan pemberian tunjangan kinerja perlu dibuat mekanisme agar pemberiannya disesuaikan dengan kinerja masing-masing pegawai. Pemberian tunjangan kinerja ini sudah berlaku di Poltekkes Kemenkes Riau semenjak Juli 2013. Kebijakan tentang tunjangan kinerja ini diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013. Selain itu, pemberian tunjangan kinerja juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Pemberian tunjangan kinerja dihitung berdasarkan kehadiran dan prestasi kerja sesuai dengan kelas jabatan dan ketentuan lain yang tertuang dalam Permenkes ini. Menurut Permenkes RI Nomor 83 Tahun 2013, kehadiran dihitung berdasarkan : a) hari dan jam kerja di dalam satuan organisasi; dan atau b) hari penugasan di luar satuan organisasi. Hari kerja ditentukan selama 5 hari dalam 1 minggu terhitung mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat. Jam kerja ditentukan selama 37,5 jam di luar waktu istirahat dalam 1 minggu terhitung : a) hari Senin sampai dengan hari Kamis : pukul 07.30 16.00, waktu istirahat : pukul 12.00 13.00; b) hari Jumat : pukul 07.30 16.30, waktu istirahat : pukul 11.30 13.00. Penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan secara sistematis yang penekanannya pada tingkat capaian sasaran kerja pegawai atau tingkat capaian
5 hasil kerja yang telah disusun dan disepakati bersama antara PNS dengan pejabat penilai. Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Ketentuan untuk prestasi kerja dihitung secara proporsional berdasarkan nilai capaian SKP dengan bobot nilai 60% dan perilaku kerja dengan bobot nilai 40%. Penilaian SKP meliputi aspek : kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya, sedangkan untuk penilaian perilaku kerja meliputi aspek : orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerja sama, dan kepemimpinan. Tunjangan kinerja dapat menjadi hal positif yang diharapkan bisa memacu semangat dan motivasi setiap pegawai agar dapat bekerja lebih efektif, dan giat lagi. Namun, berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan Direktur Poltekkes Kemenkes Riau pada tanggal 23 Januari 2015, didapatkan keluhan masalah kinerja pegawai, antara lain pegawai datang bekerja sekedar untuk absensi datang dan setelah itu mereka meninggalkan kantor dengan alasan yang tidak jelas karena berbagai macam urusan pribadi, dan setelah itu absen lagi pada jam pulang. Hal ini menyebabkan masih banyak pekerjaan yang tidak terselesaikan secara maksimal, contohnya pekerjaan yang harusnya dapat selesai tepat waktu, akan tetapi tidak dikerjakan sesuai dengan waktu yang ditentukan dikarenakan selalu menunda pekerjaan yang diberikan, duduk mengobrol di kantin pada jam kerja, menonton televisi pada jam kerja, pegawai kurang memiliki kreativitas dalam melakukan pekerjaan dan lain sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa pegawai belum mencapai kinerja yang lebih baik (better performance) dan belum berorientasi pada hasil (outcomes). Berdasarkan rekapitulasi data kepegawaian laporan absensi pegawai Poltekkes Kemenkes Riau tahun 2014, didapatkan data sebagai berikut :
6 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Terlambat datang (1-90 menit/tidak absen datang) Pulang sebelum waktunya (1-90 menit/tidak absen pulang) Tidak Hadir (hari) (Sumber : SIMKA Poltekkes Kemenkes Riau, 2014) Gambar 1. Tingkat kehadiran pegawai Poltekkes Kemenkes Riau tahun 2014 Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa persentase pegawai yang terlambat datang (1-90 menit/tidak absen datang) jumlahnya sekitar 24,20% - 38,90%, dan untuk persentase pegawai yang pulang sebelum waktunya (1-90 menit/tidak absen pulang) jumlahnya sekitar 5,50% - 11,90%, sedangkan persentase untuk pegawai yang tidak hadir jumlahnya sekitar 0,8% - 6,30%. Bila dikaitkan dengan kinerja individu, hal tersebut menunjukkan tingkat kedisiplinan yang cukup rendah. Kondisi di atas bisa berdampak pada meningkatnya beban kerja pegawai yang lain, sehingga menyebabkan menurunnya kinerja Poltekkes Kemenkes Riau dalam pencapaian keberhasilan visi dan misi organisasi. Melihat fenomena ini, diduga pemberian tunjangan kinerja kepada pegawai Poltekkes Kemenkes Riau saat ini belum sepenuhnya meningkatkan kinerja pegawai. Dibuktikan dengan masalah utama dari program tunjangan kinerja adalah pada penerapannya yang tidak efektif. Pemberian tunjangan kinerja saat ini belum sepenuhnya berdasarkan prestasi kerja tetapi hanya dilihat berdasarkan absensi atau kehadiran saja. Melihat hal ini, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor pemberian tunjangan kinerja yang memiliki hubungan dengan kinerja pegawai di Poltekkes Kemenkes Riau tahun 2015.
7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu Bagaimana hubungan antara tunjangan kinerja dengan kinerja pegawai di Poltekkes Kemenkes Riau?, sehingga pemberian tunjangan kinerja ini dapat menjembatani antara penghargaan yang diharapkan pegawai sesuai dengan prestasi kerjanya. C. Tujuan Penelitian Setelah memahami latar belakang penelitian dan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui gambaran kinerja pegawai di Poltekkes Kemenkes Riau. 2. Untuk mengetahui gambaran tunjangan kinerja pegawai di Poltekkes Kemenkes Riau. 3. Untuk melihat hubungan antara tunjangan kinerja dengan kinerja pegawai di Poltekkes Kemenkes Riau. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk sumber informasi dan wacana dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang manjemen sumber daya manusia, dalam menganalisis pemberian kompensasi dalam bentuk tunjangan kinerja yang sesuai dengan prestasi kerja. Secara khusus, dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam meninjau kembali mengenai pemberian tunjangan kinerja pegawai, sehingga dapat memberikan reward yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai. 2. Manfaat praktis a. Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai tunjangan kinerja yang berdasarkan penilaian prestasi kerja pegawai Poltekkes Kemenkes Riau.
8 b. Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi pimpinan dalam penyempurnaan pemberian tunjangan kinerja pegawai yang berdasarkan prestasi kerja dan kelas jabatan. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang relevan dalam melihat hubungan antara tunjangan kinerja dengan kinerja yang sudah pernah dilakukan sebelumnya antara lain adalah sebagai berikut : 1. Kwak (2009) dalam penelitian yang berjudul An Empirical Study of Fringe Benefits and Performance of the Korean Firms. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tambahan penghasilan atau insentif dan tunjangan tidak membuat karyawan termotivasi untuk kinerja yang lebih baik. 2. Rianto (2013) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Tunjangan Kinerja terhadap Etos Kerja Karyawan di Bagian Logistik dan Teknologi PT.POS Indonesia Kantor Pos 40000 Bandung. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif, berupa teknik pengumpulan data dengan cara penyebaran angket, wawancara, dan studi kepustakaan. Penelitian tersebut menggunakan populasi semua karyawan di lingkup bagian Logistik dan Teknologi PT. POS Indonesia Kantor POS 40000 Bandung. Angket yang digunakan adalah model skala Likert, teknik analisis yang digunakan adalah koefisien korelasi dan analisis regresi sederhana. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh tunjangan kinerja terhadap etos kerja karyawan di bagian Logistik dan Teknologi PT. POS Indonesia Kantor POS 40000 Bandung. 3. Arifin (2013) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Tunjangan Kinerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Anggota Polri di Polres Sintang Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif, yaitu dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil uji validitas dalam penelitian tersebut menggunakan instrumen tunjangan
9 kinerja, kepuasan kerja, dan kinerja pegawai. Dengan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, dan masa kerja. Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian tunjangan kinerja dan kepuasan kerja mempengaruhi kinerja anggota Polri yang bertugas di Polres Sintang Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. 4. Osibanjo et al. (2014) dalam penelitian yang berjudul Compensation packages: a strategic tool for employees performance and retention. Tujuan dari penelitian untuk menguji pengaruh paket kompensasi terhadap prestasi kerja dan retensi karyawan akademik dan non akademik di perguruan tinggi swasta di Ogun, Nigeria. Disain penelitian studi kasus kualitatif dan kuantitatif, teknik simple random sampling dari data yang dikumpulkan dari 111 orang dan dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan korelasi yang signifikan antara variabel dependen (kinerja karyawan) dan variabel independen paket kompensasi (gaji, bonus, insentif, dan tunjangan kinerja, promosi), dalam artian paket kompensasi yang diterima karyawan secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kepuasan dan niat karyawan untuk tetap bekerja di organisasinya. Persamaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian sebelumnya adalah menggunakan variabel bebas yang sama, yaitu tunjangan kinerja, sehingga memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan. Sementara itu, perbedaan penelitian pada metode penilaian kinerja pegawai dengan menggunakan hasil sasaran kerja pegawai (SKP) dan perilaku kerja. Penilaian perilaku kerja menggunakan teknik penilaian 360 derajat untuk mendapatkan penilaian kinerja yang lebih objektif. Perbedaan juga pada tempat populasi penelitian, yaitu Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Riau, dan subjek penelitian pegawai Poltekkes Kemenkes Riau.