BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Merita Diana SMPN 1 Tanjungraja, Lampung Utara. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dari penelitian tindakan kelas ini yang terdiri dari : Hasil Belajar, Belajar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

INKUIRI MERUPAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPA (FISIKA) SD/MI AMANAH DALAM KTSP. Disusun Oleh: Edi Istiyono, M.Si.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

materi yang ada dalam suatu pengajaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti tengah, perantara, atau pengantar atau dengan kata lain media

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI JENJANG PENDIDIKAN DASAR MATA PELAJARAN SAINS. 4 Pilar Pendidikan UNESCO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riyanti Dini Lestari, 2013

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetap juga merupakan suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Sementara itu, Powler (dalam Winataputra, 1999) mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan sistematis, yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk SD/MI dijelaskan mengenai pembelajaran IPA, yaitu (BNSP: 13): Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, 6

7 serta prospek pembangunan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat, sehingga dapat membantu peserta didik memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. 2.1.2. Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI Menurut Depdiknas (2003), pada prinsipnya, pembelajaran IPA harus dirancang dan dilaksanakan sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan/melakukan yang dapat membantu siswa memahami fenomena alam secara mendalam. Pada tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Berdasarkan fungsi yang demikian, maka menurut Depdiknas (2006) tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah sebagai berikut: 1. Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidpuan sehari-hari. 2. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA dan teknologi; 3. mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan; 4. Ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam; 5. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; dan 6. Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Selanjutnya menurut BNSP (2007), Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

8 berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya; 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD/MI Berdasarkan KTSP 2006, ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; 2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.4. Pengertian Hasil Belajar Menurut Suprijono (2009) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009) hasil belajar berupa: 1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. 2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan

9 mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. 3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam pemecahan masalah. 4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Menurut Bloom (Suprijono, 2009), hasil belajar adalah mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Lindgren (dalam Suprijono, 2009), hasil belajar meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Ketiga aspek yang disebut Bloom inilah yang menjadi ukuran dalam menilai hasil belajar siswa. Meskipun demikian, dalam penelitian ini, peneliti memilih menggunakan aspek kognitif sebagai ukuran dalam menilai hasil belajar siswa. Aspek ini digunakan atas pertimbangan bahwa, pada umumnya di sekolah, aspek ini yang paling sering digunakan guru dalam menilai hasil belajar siswa. Menurut W.J.S Purwadarrninto dalam Sunarto (2009) hasil belajar adalah hasil yang dicapai sebaik - baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal - hal yang dikerjakan atau dilakukan. Arif Gunarso dalam Setyowati (2006) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usahausaha belajar. Sedangkan Suryabrata (1988) menyatakan bahwa hasil belajar diwujudkan dengan nilai baik, dengan menggunakan lambang A, B, C, D, dan E untuk menunjukkan kelakuan, kerajinan, kerapian, dan kegiatan ekstrakurikuler. Untuk penilaian kemampuan atau hasil dalam mata pelajaran dengan menggunakan skala 0 sampai 10. Koster dalam Aryanto

10 (2009) berpendapat bahwa hasil belajar siswa merupakan pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mapel yang dimuat dalam raport sebagai buku laporan nilai atau laporan pendidikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang dimiliki dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan dari belajar dengan waktu tertentu, hasil belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian. 2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Nana Sudjana (1989) adalah sebagai berikut: a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, antara lain ialah kemampuan yang dimilikinya, minat, motivasi serta faktor-faktor lainnya. b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berada di luar individu diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Bloom dalam Arif Setiawan (2007) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu kemampuan kognitif, motifasi belajar, dan kualitas pembelajaran. Robinson dan Tanner (dalam Slameto, 2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu perilaku sosial, konsep diri akademik, strategi belajar siswa, motivasi, pola asuh dan status ekonomi. Sejalan dengan Sudjana, menurut Slameto (2003), ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu: a. Faktor internal, yang terdiri dari: 1) Faktor jasmaniah 2) Faktor psikologis b. Faktor eksternal, terdiri dari: 1) Faktor keluarga 2) Faktor sekolah 3) Faktor masyarakat

11 Sepemikiran dengan Sudjana dan Slameto, Dalyono (1997), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapain hasil belajar adalah sebagai berikut: a. Faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri sendiri), seperti: 1) Kesehatan 2) Intelegensi dan bakat 3) Minat dan motivasi 4) Cara belajar b. Faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri), seperti: 1) Keluarga 2) Sekolah 3) Masyarakat 4) Lingkungan sekitar. 2.1.6. Pengertian Model Pembelajaran CLIS Model CLIS (Children Learning In Science) yaitu model pembelajaran yang berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan. Model CLIS dikemukakan oleh Driver di Inggris. Children s Learning In Science (CLIS) berarti anak belajar dalam sains. Sciences dalam bahasa Indonesia ditulis sains atau Ilmu Pengetahuan Alam, didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Model pembelajaran CLIS ini dikembangkan oleh kelompok Children Learning In Science di Inggris yang di pimpin oleh Driver(1988). Adapun kelebihan dari penggunaan atau penerapan model pembelajaran CLIS adalah sebagai berikut: 1. Gagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat. 2. Reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar terbuka. 3. Partisipasi siswa menjadi lebih baik. 4. Memudahkan guru merencanakan pengajaran.

12 2.1.7. Langkah-langkah (Tahap-tahap) Pembelajaran CLIS Model ini terdiri atas 5 tahap menurut Driver(1988), yaitu: 1. Tahap orientasi (orientation) Tahap orientasi merupakan tahapan yang dilakukan guru dengan tujuan untuk memusatkan perhatian siswa. Orientasi dapat dilakukan dengan cara menunjukkan berbagai fenomena yang terjadi di alam, kejadian yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari atau demonstrasi. Selanjutnya menghubungkannya dengan topik yang akan dibahas. 2. Tahap pemunculan gagasan (elicitation of ideas). Kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh guru untuk memunculkan gagasan siswa tentang topik yang dibahas dalam pembelajaran. Cara yang dilakukan bisa dengan meminta siswa untuk menuliskan apa saja yang mereka ketahui tentang topik yang dibahas atau bisa dengan cara menjawab pertanyaan uraian terbuka yang diajukan oleh guru. Bagi guru tahapan ini merupakan upaya eksplorasi pengetahuan awal siswa. Oleh karena itu, tahapan ini dapat juga dilakukan melalui wawancara internal. 3. Tahap penyusunan ulang gagasan (restructuring of ideas). Tahap ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu: pengungkapan dan pertukaran gagasan (clarification and exchange), pembukaan pada situasi konflik (eksposure to conflict situation), serta konstruksi gagasan baru dan evaluasi (construction of new ideas and evaluation). Pengungkapan dan pertukaran gagasan merupakan upaya untuk memperjelas atau mengungkapkan gagasan awal siswa tentang suatu topik secara umum, misalnya dengan cara mendiskusikan jawaban siswa pada langkah kedua dalam kelompok kecil, kemudian salah satu anggota kelompok melaporkan hasil diskusi ke seluruh kelas. Dalam kegiatan ini guru tidak membenarkan atau menyalahkan gagasan siswa. Pada tahap pembukaan ke situasi konflik, siswa diberi kesempatan untuk mencari pengertian ilmiah yang sedang dipelajari di

13 dalam buku teks. Selanjutnya siswa mencari beberapa perbedaan antara konsep awal mereka dengan konsep ilmiah yang ada dalam buku teks. Tahap kontruksi gagasan baru dan evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mencocokkan gagasan yang sesuai dengan fenomena yang dipelajari guna mengkontruksi gagasan baru. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan percobaan atau observasi, kemudian mendiskusikannya dalam kelompok untuk menyusun gagasan baru. 4. Tahap penerapan gagasan (application of ideas). Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menerapkan gagasan baru yang dikembangkan melalui percobaan atau observasi ke dalam situasi baru. Gagasan baru yang sudah direkonstruksi dalam aplikasinya dapat digunakan untuk menganalisis isu-isu dan memecahkan masalah yang ada di lingkungan. 5. Tahap pemantapan gagasan (reviuw change in ideas). Konsepsi yang telah diperoleh siswa perlu diberi umpan balik oleh guru untuk memperkuat konsep ilmiah tersebut. Dengan demikian, siswa yang konsepsi awalnya tidak konsisten dengan konsep ilmiah akan dengan sadar mengubahnya menjadi konsep ilmiah. 2.2. Kajian Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan subtansi yang diteliti, Fungsinya untuk memposisikan peneliti yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Menurut penelitian, ada beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini diantaranya : Femmy Ludrian Afrinda (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Model CLIS untuk Meningkatkan Niat Pembelajaran IPA Siswa Kelas IV SDN Karangbesuki 4 Kota Malang Tahun Ajaran 2009/2010 terbukti bahwa penerapan model pembelajaran Children Learning In Sciences (CLIS) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.

14 Selanjutnya, Novi Rusma Noverta Gandhi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Studi Perbandingan Hasil Belajar IPA siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Children Learning In Sciences (CLIS) dan Metode Discovery pada siswa kelas VII Semester II SMP Karang Tengah 01 Kota Blitar Tahun Ajaran 2009/2010 terbukti bahwa hasil belajar yang diajar dengan menggunakan Model Pembelajaran Children Learning In Sciences (CLIS) lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode Discovery. Penelitian di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran CLIS terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, karena dalam pembelajaran CLIS diterapkan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, peneliti merasa perlu untuk mengembangkan penelitian supaya pemahaman konsep gaya pada siswa meningkat dan menjadikan pembelajaran lebih bemakna bagi siswa. Dalam pembelajaran CLIS yang mempunyai 5 tahap yaitu tahap orientasi, tahap pemunculan gagasan, tahap penyusunan ulang gagasan, tahap penerapan gagasan, dan tahap pemantapan gagasan membuat siswa pada saat pembelajaran dapat berfikir ke aras yang tinggi, karena semua indra yang dimiliki oleh siswa digunakan. Pada tahap orientasi siswa memperhatikan guru apa yang akan ditunjukkan dan mata dan telinga digunakan untuk memperhatikan sehingga siswa dapat mengamati dan mempraktekan sendiri apa yang telah diajarkan. Pada tahap pemunculan gagasan siswa diminta mengungkapkan pendapatnya masing-masing, tahap penyusunan gagasan siswa aktif melakukan diskusi dan melakukan percobaan sehingga siswa mengalami sendiri percobaan, dan tahap penerapan gagasan siswa dapat berpikir bagaimana menerapkan gagasannya dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dalam kehidupan sehari-hari siswa dapat menerapkannya. Karena pada saat pembelajaran siswa sudah mencapai taraf berpikir yang tinggi maka penggunaan CLIS dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penelitian diatas terdapat perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, diantaranya adalah perbedaan karakter siswa yaitu siswa yang diteliti sebelumnya ada yang siswa

15 kelas VII SMP dan sedangkan yang akan diteliti adalah siswa kelas IV SD dan juga materi yang dipakai juga berbeda, Jadi dalam penelitian ini penulis lebih menekankan peningkatan kemampuan belajar siswa kelas II SDN Kutowinangun 11 Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014. 2.3. Kerangka Pikir Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Model pembelajaran Children Learning In Sciences (CLIS) memberikan kesempatan siswa bekerja dalam kelompok dan siswa dapat mengungkapkan ide dan gagasan tentang topic yang dibahas. Model ini berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan. Dengan menggunakan model pembelajaran Children Learning In Sciences (CLIS), diharapkan gagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat, reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar terbuka, partisipasi siswa menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran. Dengan upaya-upaya dalam model pembelajaran Children Learning In Sciences (CLIS) diharapkan prestasi atau hasil belajar IPA siswa kelas II di SDN Kutowinangun 11 dapat meningkat. Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:

16 KONDISI AWAL Guru belum menerapkan model pembelajaran CLIS Kondisi Sebelum Tindakan Hasil belajar IPA siswa kelas 2 masih rendah dibawah KKM TINDAKAN Menerapkan model pembelajaran CLIS pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan 5 langkah/thap pembelajaran CLIS, yaitu: 1. Tahap Orientasi 2. Tahap Pemunculan gagasan 3. Tahap Penyusunan Ulang Gagasan. 4. Tahap penerapan Gagasan. 5. Tahap Pemantapan Gagasan. SIKLUS I Hasil belajar IPA Siswa menjadi lebih baik. SIKLUS II Hasil belajar IPA Siswa menjadi meningkat. KONDISI AKHIR 100% dari semua keseluruhan siswa nilainya tuntas dan memenuhi KKM (65) 2.4. Hipotesis Tindakan Berdasarkan keseluruhan pemaparan sebelumnya, maka hipotesis tindakan adalah penggunaan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas 2 SDN Kutowinangun 11 Salatiga semester II tahun ajaran 2013/2014.