II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

RECOVERY MINYAK SAWIT DARI LIMBAH BAHAN PEMUCAT DENGAN METODE EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT ORGANIK

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

Bab II Tinjauan Pustaka

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES BLEACHING MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN BENTONIT ASAL MUARA LEMBU

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Adsorben

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

A. Sifat Fisik Kimia Produk

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Sumber:

I. TINJAUAN PUSTAKA. nabati berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak dan minyak (trigliserida) yang

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

PEMANFAATAN BENTONIT SEBAGAI ADSORBEN PADA PROSES BLEACHING MINYAK SAWIT

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PROSES BLEACHING CPO DENGAN BENTONIT DIAKTIVASI SECARA FISIKA DAN KIMIA

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

4 Pembahasan Degumming

BENTONIT SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMUCATAN CINCAU HIJAU SERTA KARAKTERISASINYA

MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

I. PENDAHULUAN. umumnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Minyak goreng

Addres: Fb: Khayasar ALKANA. Rumus umum alkana: C n H 2n + 2. R (alkil) = C n H 2n + 1

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

Bab II. Tinjauan Pustaka

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

TINJAUAN PUSTAKA A. BIODIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

Kromatografi tambahan. Imam S

OPTIMASI UKURAN PARTIKEL, MASSA DAN WAKTU KONTAK KARBON AKTIF BERDASARKAN EFEKTIVITAS ADSORPSI β-karoten PADA CPO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS. Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tropis seperti di pesisir pantai dan dataran tinggi seperti lereng gunung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari mesocarp tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Minyak kelapa sawit kasar mengandung komponen utama trigliserida sebesar 94%, asam lemak bebas sebesar 3-5% dan komponen minor bukan minyak yang merupakan bahan yang tidak tersabunkan sebesar 1%. Sifat fisikokimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism. Selain itu, beberapa parameter yang dapat juga digunakan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak sawit adalah titik didih, tititk pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren, 1986). Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit Sifat Nilai Bobot Jenis (25 o C) 0,900 Indeks Bias (D 40 o C) 1,4565-1,4585 Bilangan Penyabunan (mg KOH/ g minyak) 196-205 Bilangan Iod 48-56 Sumber : Krischenbauer (1960) dalam Ketaren (1986) CPO mengandung lebih kurang 1% komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol-sterol, fosfolipida dan glikolipida, terpen dan gugus hidrokarbon alifatik. Komponen karotenoid larut dalam pelarut non polar seperti heksana dan petroleum eter sedangkan kelompok xantofil larut dalam pelarut polar seperti alkohol (Gross, 1991). Sifat fisika dan kimia karotenoid adalah larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzena, karbon disulfida dan petroleum eter, tidak larut dalam etanol dan 3

metanol dingin (Meyer, 1966). Komponen minor dari minyak sawit kasar (CPO) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komponen minor dari minyak sawit kasar (CPO) Komponen Minor Kandungan (ppm) Karotenoid 500-700 Tokoferol dan Tokotrienol 600-1000 Sterol 326-527 Fosfolipida 5-130 Triterpen alkohol 40-80 Metil sterol 40-80 Squalen 200-500 Alkohol alifatik 100-200 Hidrokarbon alifatik 50 Sumber : Choo et al. (1989). Unsur yang menyebabkan lemak dan minyak berwarna masih belum diketahui secara keseluruhan. Salah satu pigmen yang telah diketahui adalah karotenoid, yang menyebabkan warna kuning dan merah pada minyak. Karotenoid merupakan poliisoprena hidrokarbon dan sangat tidak jenuh. Rentang warna mulai dari kuning dan merah tergantung pada strukturnya. Sekitar 75 jenis karotenoid diketahui seperti α-, β-, and γ-karoten, likopen, dan lutein (xantofil) yang mengandung dua grup hidroksil (Wiley, 1979). Komposisi karotenoid dalam minyak sawit disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi karotenoid dalam minyak sawit Karotenoid Jumlah (%) α- karoten 36,2 β- karoten 54,4 γ- karoten 3,3 Likopen 3,8 Lutein 2,2 Sumber : Loncin et al. (1970) dalam Yuliarti (2007). 4

Komponen terbesar dari karotenoid adalah β-karoten dan α-karoten yang mencapai lebih dari 90% dari total karotenoid (Ong et al., 1990). Struktur β- karoten dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur β- karoten (Anonim, 2009) Bagian tengah struktur kimia β- karoten berupa rantai alifatik simetris yang terdiri dari 18 atom karbon dan memiliki ikatan rangkap secara terus-menerus, sehingga β- karoten digolongkan senyawa non polar. Pada kedua sisi rantai karbon alifatik, β- karoten memiliki dua struktur cincin yang sama, yaitu berupa cincin β- ionon (Andarwulan dan Koswara, 1992). B. BLEACHING Dalam proses pemurnian minyak sawit kasar (CPO) memiliki beberapa tahapan proses antara lain degumming, netralisasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi. Degumming merupakan proses menghilangkan gum pada minyak; Netralisasi dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas; Bleaching bertujuan untuk memucatkan warna minyak; Deodorisasi untuk menghilangkan bau serta fraksinasi untuk memisahkan fasa olein dan stearin (Patterson, 1992). Pemucatan (bleaching) ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Proses pemucatan warna (bleaching) dapat dilakukan dengan berbagai macam bleaching agent seperti bleaching clay dan arang aktif. Bleaching clay atau bleaching earth merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO 2, Al 2 O 3, air terikat serta ion Ca 2+, magnesium oksida dan besi oksida. Daya pemucat bleaching earth disebabkan oleh ion Al 3+ pada permukaan partikel penjerap sehingga dapat mengadsorbsi zat warna dan tergantung perbandingan Al 2 O 3 dan SiO 2 dalam bleaching earth (Ketaren, 1986). 5

Salunkhe et al. (1991) menambahkan bahwa bleaching earth memiliki permukaan yang luas dan mempunyai afinitas spesifik terhadap molekul bertipe pigmen. Activated carbon (karbon aktif) juga memiliki luas permukaan adsorbsi yang besar, tetapi harganya lebih mahal. Bleaching atau purifikasi dengan proses adsorpsi menyebabkan pigmen atau komponen lain tertahan pada pori-pori permukaan (Patterson, 1992). 1. Adsorpsi Adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara dua benda (gaya Van der Walls), sehingga akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Adsorpsi merupakan suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh reaksi kimia antara bahan pengadsorp (adsorben) dengan zat yang diadsorp (adsorbat) (Cheremisionoff dan Moressi, 1978). Adsorban merupakan bahan padat dengan luas permukaan yang sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut (Bernasconi et al., 1995). Adsorpsi berbeda dengan absorpsi, karena absorpsi merupakan penarikan molekul atau partikel ke dalam suatu zat, seolah-olah menjadi bagian dari zat tersebut (Bungah, 2000). Daya adsorpsi disebabkan karena adsorben memiliki pori dalam jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi karena ada perbedaan energi potensial antara adsorben dengan zat yang akan diserap (Ketaren, 1986). Menurut Cookson (1978), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah sebagai berikut. 1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, ukuran poripori, dan komposisi kimia. 2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, ukuran molekul, polaritas molekul, dan komposisi kimia. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair. 4. Sifat fasa cair seperti ph dan temperature. 5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung 6

Menurut Djatmiko et al. (1981), efisiensi adsorpsi dipengaruhi oleh perbedaan muatan listrik antara adsorben dan adsorbat. Bahan dengan muatan elektro positif akan diserap dalam larutan alkali lebih efektif sedangkan bahan dengan muatan elektro negatif akan diserap dengan baik dalam larutan asam. Konsentrasi zat berkurang setara dengan pengurangan zat yang dilarutkan (yang diambil oleh adsorben). Oleh karena itu, ph dapat mempengaruhi adsorpsi karena ph mempengaruhi kelarutan suatu zat. Molekul adsorpsi bebas bergerak di sekitar permukaan adsorben. Adsorpsi secara fisik umumnya bersifat reversible. Adsorpsi secara kimiawi dihasilkan oleh gaya yang cukup kuat, dalam keadaan normal senyawa yang diadsorpsi membentuk lapisan di atas permukaan adsorben pada ketebalan tertentu. Sifat molekul yang diadsorpsi tidak dapat bergerak bebas dari satu sisi ke sisi yang lain pada permukaan adsorben, bila permukaan adsorben diselubungi oleh lapisan molekul sejenis, maka kapasitas adsorben telah mencapai jenuh. Adsorpsi kimiawi seperti ini jarang bersifat reversible (Henning dan Degel, 1990). 2. Bentonit Bentonit adalah bahan tambang yang merupakan batuan dengan mineral liat montmorillonit yang tinggi yaitu lebih dari 85% (Anonim, 1987). Mineral ini memiliki rumus molekul umum Al 2 O 3.4SiO 2.xH 2 O. Montmorillonit yang terdapat dalam bentonit merupakan mineral liat yang dapat mengembang dan mengerut yang tergolong ke dalam kelompok smektit serta mempunyai komposisi kimia yang beragam. Nama montmorillonit dikhususkan untuk anggota smektit dengan substitusi terutama pada lembar oktahedral. Montmorillonit mempunyai Mg dan ion Fe 2+ dalam posisi oktahedral (Tan, 1993). Struktur montmorillonit disajikan pada Gambar 2. 7

Gambar 2. Struktur Montmorillonit (Anonim, 2009) Bentonit mempunyai karakterisik yang khas, yaitu mampu mengembang sampai beberapa kali lebih besar dari ukuran semulanya apabila dimasukkan ke dalam air. Bentonit dapat membentuk struktur tixotropic gel dengan air meskipun komposisi jumlah gel yang terdapat dalam bentonit sangat sedikit (Grim, 1968). Luas permukaan Ca-bentonit adalah 115 m 2 /g (Theng, 1979). Bentonit mempunyai ciri-ciri umumnya bertekstur lunak, plastis, berwarna pucat dengan penampakan berwarna putih, hijau muda, abu-abu dan merah muda dalam keadaan segar, serta menjadi krem apabila dalam keadaan lapuk yang kemudian berubah menjadi kuning, merah, coklat atau hitam. Terdapat dua macam jenis bentonit, yaitu Na-bentonit dan Ca-bentonit. Nabentonit mempunyai sifat yang mampu mengembang apabila dicampurkan dengan air, biasanya digunakan dalam industri penambangan lumpur bor, gas bumi dan minyak sebagai lumpur pembilas. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai bahan pemucat pada industri minyak goreng atau minyak pelumas, sebagai katalis, bahan penyerap, bahan pengisi dan lain sebagainya. Ca-bentonit dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan bleaching earth, fulleri s earth, bleaching clay, taylorite atau soapy clay (Anonim, 2004). Bentonit alami pada umumnya hanya mampu menyerap ion-ion bermuatan positif, baik ion organik maupun non organik. Hal ini terjadi karena mineral liat 8

montmorillonit yang terdapat dalam bentonit mempunyai lapisan silika yang bermuatan negatif dengan lingkungan permukaan mineral yang bersifat hidrofilik (Tan, 1993). Untuk meningkatkan kemampuan bentonit dalam menjerap senyawasenyawa organik terutama yang bersifat non polar, seperti senyawa-senyawa hidrokarbon aromatik, maka bentonit tersebut perlu diaktivasi terlebih dahulu. Aktivasi ini dimaksudkan untuk mengubah sebagian struktur lapisan silikat, sifat muatan lapisan silikat atau mengubah lingkungan permukaan mineral dari hidrofilik menjadi hidrofobik. Menurut Ketaren (1986), daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al 3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO 2 dan Al 2 O 3 dalam bleaching clay. Adnan (1997) menambahkan bahwa silika mampu menyerap hampir semua zat, magnesium mempunyai aktivitas yang lemah di dalam menyerap komponen karotenoid dan tokoferol. C. EKSTRAKSI DAN DESORPSI Ektraksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk setiap proses dimana komponen-komponen (zat) dalam suatu bahan berpindah ke dalam cairan lain (pelarut). Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950). Metode yang digunakan untuk mengeluarkan satu komponen campuran dari zat padat atau cair dengan bantuan zat cair pelarut dapat digolongkan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah leaching atau ekstraksi zat padat (solid extraction), dan digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut. Kategori kedua adalah ekstraksi zat cair (liquid extraction), yang digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur (McCabe dan Smith, 1974). Desorpsi adalah peristiwa pelepasan kembali bahan yang telah diserap oleh adsorben (Kirk dan Othmer, 1963). Fenomena terlepasnya solute dari adsorben oleh pelarut karena tendensi kelarutannya disebut elusi (non protonic solvent), selain itu terjadi juga fenomena displacement (penggeseran tempat), karena 9

adanya kompetisi adsorben solut dan pelarut terhadap adsorben (protonic solvent, seperti alkohol) (Adnan, 1997). D. PELARUT Pelarut yang biasa digunakan untuk mengekstrak lemak adalah golongan alkohol (metanol, etanol, isopropanol, n-butanol), aseton, asetonitril, eter (dietil eter, isopropil eter, dioksan, tetrahidrofuran), halokarbon (kloroform, diklorometana), hidrokarbon (heksana, benzena, sikloheksana) atau campuran dari pelarut-pelarut tersebut (Shahidi dan Wanasundara, 2002). Pelarut yang mempunyai gugus hidroksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk pelarut polar sedangkan senyawa hidrokarbon termasuk ke dalam pelarut non polar. Urutan tingkat kepolaran berdasarkan Gritter et al. (1991) adalah sebagai berikut. Hidrokarbon (heksana, eter) Toluen Kloroform Aseton Isopropanol Etanol Air Polaritas semakin meningkat Tingkat kepolaran juga dapat ditentukan dari nilai konstanta dielektriknya. Pelarut non polar memiliki konstanta dielektrik yang rendah, sebaliknya pelarut polar memiliki konstanta dielektrik yang tinggi. Heksana termasuk pelarut non polar memiliki konstanta dielektrik 1,89. Etanol dan metanol termasuk pelarut polar dengan konstanta 24,30 dan 32,63 sedangkan aseton dan isopropanol termasuk pelarut semi polar dengan konstanta dielektrik 20,7 dan 18,3 (Weast dan Astle, 1982). Jenis kepolaran pelarut ditunjukkan dengan nilai konstanta dielektrik yang dimiliki pelarut. Konstanta dielektrik dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 4. 10

Tabel 4. Konstanta dielektrik setiap pelarut Konstanta dielektrik Nama zat pelarut 1,890 Petroleum ringan (petroleum eter, heksana, heptana) 2,023 Sikloheksana 2,238 Kabon tetraklorida, Trikloroetilen, Toluen 2,284 Benzena, Diklorometana 4,806 Kloroform 4,340 Etil eter 6,020 Etil asetat 20,700 Aseton, n.propanol 24,300 Etanol 33,620 Metanol 80,370 Air Sumber : Adnan (1997). Pemilihan pelarut juga harus mempertimbangkan titik didihnya, dimana pelarut bertitik didih rendah menyebabkan kehilangan (loss) banyak pelarut ketika pengambilan pelarut kembali dan pelarut dengan titik didih tinggi akan lebih sulit dipisahkan dan kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan minyak pada saat pemasakan (Kirk dan Othmer, 1954). Jenis pelarut dan titik didihnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis pelarut dan titik didihnya Jenis Pelarut Titik Didih ( o C) Aseton 56,20 56,50 Ethilen dikhlorida 83,50 Etil alkohol (etanol) 78,30 78,40 Heksan 68,64 69,00 Isopropil alkohol 82,30 Metanol 64,70 65,00 Sumber : (Perry et al., 1984) 11

Pelarut (eluen) mempunyai peranan penting dalam elusi, yang dapat menentukan baik buruknya pemisahan. Pelarut yang mampu menjalankan elusi terlalu cepat tidak akan mampu melakukan pemisahan yang sempurna (Adnan, 1997). 1. N-heksana N-heksana digunakan dalam mengekstraksi minyak nabati dari safflower, kedelai daln lain-lain. N-heksana juga digunakan sebagai alcohol denaturant, sebagai cleaning agent pada industri tekstil, furniture dan industri kulit (HSDB, 1995). N-heksana biasa digunakan sebagai bahan pengekstrak karotenoid dari minyak sawit kasar didasarkan atas sifat kelarutan karotenoid. Karotenoid bersifat non polar dan hanya larut dalam pelarut non polar (Mappiratu, 1990). N- heksana merupakan pelarut non polar dan efektif sebagai pelarut lemak dan minyak sehingga cocok untuk melarutkan karotenoid. Karakteristik fisik dan kimia n-heksana yaitu berupa cairan jernih, dengan rumus molekul C 6 H 14, berat molekul 86,10 dengan densitas sebesar 0,660 g/cm3 pada suhu 20 C, titik didih 68,95 C, titik cair -95,3 C, vapor pressure sebesar 150 torr pada suhu 25 C, tidak larut dalam air namun larut dalam bahan organik, sangat larut pada alkohol, faktor konversi 1 ppm = 3,52 mg/m3 pada suhu 25 C (HSDB, 1995). Menurut Chanrai et al. (2003) minyak hasil recovery dari spent bleaching earth menggunakan n-heksana memiliki kualitas terbaik dibandingkan dengan minyak hasil recovery menggunakan pelarut lain. 2. Isopropanol Isopropanol (juga isopropil alkohol) adalah nama biasa bagi 2-propanol, sejenis senyawa kimia yang tidak berwarna, mudah terbakar, dan mempunyai bau yang kuat. Ia mempunyai formula kimia CH 3 CHOHCH 3, dan merupakan contoh paling mudah bagi alkohol sekunder, yaitu karbon dalam alkohol terikat pada dua karbon lain dan merupakan isomer bagi propanol. Rumus molekulnya yaitu C 3 H 8 O, 2-propanol merupakan senyawa alkohol yang mudah terbakar dan biasanya digunakan sebagai disinfektan. Isopropanol memiliki titik lebur 89-90 12

0 C, titik didih 82-83 0 C dalam 1 atm, dan mempunyai sifat larut sempurna dalam air (HSDB, 1995). Isopropanol memiliki kelarutan yang baik dalam air, etanol, eter, toluen dan aseton (Rose dan Arthur, 1975). Isopropanol memiliki daya larut yang cukup baik terhadap minyak sawit kasar dan larutan hampir mencapai homogen pada suhu 50 o C (Chu et al., 2004). Dalam proses ekstraksi minyak pada spent bleaching earth, isopropanol menghasilkan rendemen minyak yang tertinggi dibandingkan pelarut lain yang nilainya mencapai 44,2% (Lee et al.,2000). C. DISTILASI Distilasi merupakan suatu unit operasi yang bertujuan untuk mengubah suatu cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan (Purwanto, 1995). Unit operasi ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam larutan atau campuran yang tergantung pada distribusi titik didih dari komponen-komponen tersebut (Geankopolis, 1983). Distilasi dilakukan melalui tiga tahapan utama yaitu: evaporasi, pemisahan uap-cairan di dalam kolom, dan kondensasi dari uap. Evaporasi bertujuan untuk memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan, pemisahan uap-cairan di dalam kolom bertujuan untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil, sedangkan kondensasi dari uap bertujuan untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil (Nainggolan, 2002). Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen larutan dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komponen cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya yang cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983). 13