Laporan Study EHRA Kota Lhokseumawe Utara

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

Profil Kota Lhokseumawe

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1986 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF LHOKSEUMAWE PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

RENCANA UMUM PELELANGAN DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN ANGGARAN 2012

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

Profil Kota Lhokseumawe

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

Buku Putih Sanitasi 2013

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP.

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WONOSOBO

LAPORAN AKHIR KOTA LHOKSEUMAWE. Lhoksumawe. PIDIE Bireun. Aceh Tengah. Aceh Barat Daya

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan)

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL KABUPATEN ROTE NDAO

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

5.1. Area Beresiko Sanitasi

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan)

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN

Realisasi (Rp) Realisasi (Rp)

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2012 Kota Yogyakarta. Sumber: Laporan Studi EHRA Kota Yogyakarta, 2012

BAB V Area Beresiko Sanitasi

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi

Profil Sanitasi Wilayah

BAB 5. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Labuhanbatu Utara, 2014

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

EHRA. Laporan. Studi. Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Environmental Health Risk Assessment Study. Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang

KATA PENGANTAR. Buru, April 2014 Pokja Sanitasi Kabupaten Buru Ketua, A. A. SOULISSA, SE, MMK.

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan. Laporan EHRA Kota Tangerang Selatan. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun


LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

LAPORAN STUDI EHRA ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT

BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH SURVEI EHRA Penentuan Target Area Survei... 4

LAPORAN STUDI EHRA. Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Environmental Health Risk Assessment Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

LAPORAN PELAKSANAAN STUDI EHRA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2016

Lampiran Surat No. : DAFTAR PANJANG (LONGLIST) KELURAHAN-KELURAHAN POTENSIAL MENGIKUTI PROSES SELEKSI LOKASI PLP-BK TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN STUDY EHRA KOTA GORONTALO. BULAN MEI 06-May-2013 KOTA GORONTALO ENVIROMENTAL HEALTH RISK ASSISMENT

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Kelompok Kerja (POKJA) Percepatan Pembangunan Sanitas Permukiman (PPSP) Kabupaten OKU TIMUR

Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

LAPORAN AKHIR PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMANT (EHRA) KABUPATEN SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

1.1 Latar Belakang Tujuan dan Manfaat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang; 4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan. 5. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan masyarakat di tingkat desa/kelurahan untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders kelurahan/desa 6. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal 4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota Lhokseumawe Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Lhokseumawe. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Lhokseumawe dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 1

BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH PELAKSANAAN STUDI EHRA EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara ( interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih oleh tim Pokja Kota Lhokseumawe. Sebelum turun ke lapangan, para supervisor dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut -turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah Gampong. Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total Gampong di setiap Kecamatan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel sampel per Gampong adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 10-30 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Bappeda Kota Lhokseumawe. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 2

Penentuan Target Area Survey Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah Probability Sampling dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kota Lhokseumawe mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kota Lhokseumawe menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kota Lhokseumawe. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 3

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Klaster Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko. Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko Klastering wilayah di Kota Lhokseumawe menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Tabel 2. Hasil Klastering Kecamatan dan Gampong di Kota Lhokseumawe No. I KECAMATAN/GAMPONG Kec. Blang Mangat PADAT PENDU DUK KRITERIA KLASTER MASYAR AKAT MISKIN BANJIR TERLEW ATI ALIRAN SUNGAI KLAS TER JUMLAH KK PER GAMPO NG 1 Jambo Timu 0 0 0 V 1 252 2 Jeulikat 0 0 0 V 1 502 3 Alue Lim 0 0 0 V 1 408 4 Blang Buloh 0 0 V V 2 282 5 Mane Kareung 0 V V V 2 185 6 Asan Kareung 0 0 V V 2 190 7 Rayeuk Kareung 0 0 V V 2 216 8 Kumbang Punteuet 0 0 V V 2 152 9 Blang Punteuet 0 0 V V 2 310 10 Ulee Blang Mane 0 0 V V 2 294 11 Keude Punteuet V 0 0 V 2 94 BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 4

12 Mesjid Punteuet V 0 0 V 2 824 13 Tunong 0 0 V V 2 215 14 Baloy V 0 0 V 2 164 15 Teungoh V 0 0 V 2 125 16 Blang Teue V 0 0 V 2 94 17 Mesjid Meuraksa V 0 0 V 2 189 18 Blang Cut 0 0 V V 2 290 19 Kuala Meuraksa 0 0 0 V 1 246 20 Blang Weu Panjo 0 0 0 V 1 247 21 Blang Weu Baroh 0 0 0 V 1 354 22 Seuneubok 0 0 0 V 1 141 II Kec. Muara Dua 1 Meunasah Mesjid V 0 0 0 1 1870 2 Alue Awe V 0 0 0 1 649 3 Panggoi V 0 0 0 1 994 4 Blang Crum 0 0 0 V 1 756 5 Cut Mamplam 0 0 0 V 1 493 6 Meunasah Mee V 0 0 V 2 661 7 Cot Girek Kandang 0 0 0 V 1 636 8 Meunasah Manyang 0 0 0 V 1 359 9 Meunasah Blang 0 0 0 V 1 524 10 Keude Cunda V 0 0 V 2 489 11 Meunasah Uteunkot V 0 V V 3 1771 12 Blang Poroh 0 0 0 V 1 263 13 Lhok Mon Puteh 0 0 0 V 1 211 14 Paya Punteuet 0 0 0 V 1 652 15 Meunasah Alue 0 0 0 V 1 614 16 Meunasah Paya Bili 0 0 0 V 1 141 17 Paloh Batee 0 0 0 V 1 221 III Kec. Muara Satu 1 Blang Pulo V 0 0 0 1 1241 2 Cot Trieng 0 0 V V 2 195 3 Paloh Punti 0 0 V V 2 448 4 Meunasah Dayah 0 0 V V 2 304 5 Blang Panyang 0 0 0 V 1 515 6 Meuria Paloh 0 0 V V 2 850 7 Batuphat Timur V 0 0 V 2 1481 8 Padang Sakti 0 0 0 V 1 633 9 Ujung Pacu 0 0 V V 2 324 BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 5

10 Blang Naleung Mameh 0 0 V V 2 684 11 Batuphat Barat V 0 0 V 2 1659 IV Kec. Banda Sakti 1 Mon Geudong V 0 0 V 2 1347 2 Pusong Lama V 0 0 V 2 1215 3 Simpang Empat V 0 V 0 2 1165 4 Teumpok Teungoh V 0 V V 3 2218 5 Kuta Blang V 0 V V 3 1149 6 Uteun Bayi V 0 V V 3 1215 7 Keude Aceh V 0 V V 3 631 8 Pusong Baru V 0 0 V 2 936 9 Lancang Garam V 0 V 0 2 460 10 Gampong Jawa Baru V 0 V V 3 778 11 Gampong Jawa Lama V 0 V V 3 2037 12 Kota Lhokseumawe V 0 V V 3 495 13 Hagu Selatan V 0 V V 3 1237 14 Hagu Teungoh V 0 V 0 2 1224 15 Banda Masen 0 0 V V 2 725 16 Ulee Jalan 0 V 0 V 2 662 17 Hagu Barat Laut 0 V 0 V 2 937 18 Ujong Blang 0 V 0 V 2 1136 Hasil klastering wilayah gampong di Kota Lhokseumawe yang terdiri atas 68 Gampong dari 4 Kecamatan yang di survey menghasilkan distribusi sebegai berikut: Tabel 3. Klastering Gampong Kota Lhokseumawe No. Klaster Jumlah Gampong Gampong yang di Survey Proporsi Kuisioner 1 3 9 4 160 2 2 35 4 160 3 1 24 6 240 68 14 560 BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 6

Penentuan Jumlah / Besar Responden Untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di tingkat Kota Lhokseumawe, dengan presisi tertentu, tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai ribuan rumah tangga. Maka jumlah sampel untuk tiap Gampong diambil sebesar 40 responden. Tabel 4. Jumlah Sampel di Kota Lhokseumawe NO KECAMATAN DESA TERPILIH JUMLAH KK JUMLAH SAMPEL 1 Blang Mangat Jambo Timu 252 40 Jeulikat 502 40 2. Muara Dua Meunasah Mesjid 1.870 40 Alue Awe 649 40 Panggoi 994 40 3 Muara Satu Blang Pulo 1.241 40 Batuphat Barat 1.659 40 4 Banda Sakti Mon Geudong 1.347 40 Pusong Lama 1.215 40 Simpang Empat 1.165 40 Teumpok Teungoh 2.218 40 Kuta Blang 1.149 40 Uteun Bayi 1.215 40 Kampung Jawa Lama 2.037 40 Berdasarkan tabel di atas, maka kebutuhan sample adalah sebesar 560 sample untuk seluruh Kota Lhokseumawe, namun karena ketersediaan yang memadai untuk melakukan survey di 4 Kecamatan di Kota Lhokseumawe, maka sample yang diambil adalah sebanyak 560 responden yang terdapat pada 14 Gampong di 4 Kecamatan Kota Lhokseumawe. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei Dengan melihat tabel di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 14 Gampong secara random. Hasil pemilihan ke-14 Gampong tersebut disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut: BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 7

Tabel 5. Kecamatan Dan Desa Terpilih Untuk Survei EHRA Kota Lhokseumawe No. KECAMATAN KLASTER No NAMA DESA Jumlah Responden 1 Blang Mangat 1 1 Jambo Timu 40 1 2 Jeulikat 40 2 Muara Dua 1 3 Meunasah Mesjid 40 1 4 Alue Awe 40 1 5 Panggoi 40 3 Muara Satu 1 6 Blang Pulo 40 2 7 Batuphat Barat 40 3 Banda Sakti 2 8 Mon Geudong 40 2 9 Pusong Lama 40 2 10 Simpang Empat 40 3 11 Teumpok Teungoh 40 3 12 Kuta Blang 40 3 13 Uteun Bayi 40 3 14 Kampung Lama 40 Penentuan Gampong Dan Responden Di Lokasi Survei Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak ( random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb. Pergi ke Gampong terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung. Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5 Ambil/kocok angka secara random antara 1 AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2 Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 8

BAB III HASIL STUDI EHRA DI KOTA LHOKSEUMAWE Grafik 3.1. Cara Pengelolaan Sampah Rumah Tangga PENGELOLAAN SAMPAH 43,8 39,3,4 4,9 3,6 4,7,9 2,5 Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Dibakar Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah Dibuang ke sungai/kali/laut/danau Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk Lain-lain Berdasarkan hasil survey pada 14 Gampong yang ada di Kota Lhokseumawe mengenai penanganan sampah maka didapat hasil bahwa sampah yang dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sebesar 0,4 %, dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 43,8 %, dibakar 39,3 %, dibuang kedalam lubang dan ditutup dengan tanah 4,9 %, dibuang kedalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah 3,6 %, dibuang ke sungai/kali/laut/danau 4,7 %, dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk 0,9 %, dan lainnya 2,5 %. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 9

Grafik 3.2. Waktu Pengangkutan Sampah Waktu Pengangkutan Sampah 50,0 25,0 25,0 Tiap hari Beberapa kali dalam sebulan Tidak pernah Berdasarkan hasil survey pada 14 Gampong yang ada di Kota Lhokseumawe mengenai waktu pengangkutan sampah tiap hari sebesar 25 %. Beberapa kali dalam sebulan 50 % dan tidak pernah di angkut sebesar 25 %. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWEE Page 10

Grafik 3.3. Tempat Penyaluran Akhir Tinja TEMPAT PENYALURAN AKHIR TINJA 87,7,4 1,8 1,4,4 8,4 Tangki septik Pipa sewer Cubluk/lobang tanah Langsung ke drainase Kolam/sawah Tidak tahu Dari Grafik 3.3 di atas dapat kita lihat bahwa sebanyak 87,7 % tinja akhir dibuang ke tangki septik, pipa sawer 0.4 %, Cubluk /lobang tanah 1.8 %, langsung ke drainase 1.4 %, langsung ke kolam/ awah 0.4 % dan yang tidak tahu 8,4 %. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 11

Grafik 3.4. Kepemilikan Jamban Pribadi KEPEMILIKAN JAMBAN PRIBADI 92,8 7,2 Kloset jongkok leher angsa Kloset duduk siram leher angsa Grafik kepemilikan jamban pribadi yang memiliki kloset jongkok leher angsa 92,8 % sedangkan yang menggunakan kloset duduk siram leher angsa 7,2 %. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWEE Page 12

Grafik 3.5. Pengosongan Tangki Septik WAKTU PENGOSONGAN TANGKI SEPTIK 34,5 26,5 21,0 6,7 8,2 3,1 0-12 bulan yang lalu 1-5 tahun yang lalu Lebih dari 5-10 tahun yang lalu Lebih dari 10 tahun Tidak pernah Tidak tahu Dari grafik 3.5 di atas dapat kita lihat bahwa waktu pengosongan tangki septic 0-12 bulan yang lalu sebesar 6,7 %, 1-5 tahun yang lalu 26,5 %, lebih dari 5-10 tahun yang lalu 3,1 %, tidak pernah dikosongkan 34,5 % sedangkan tidak tahu 21 %. Grafik 3.6. Sarana Pengolahann Air Limbah Selain Tinja KEPEMILIKAN SPAL SELAIN TINJA 83,3 16,7 Ya Tidak ada Dari grafik 3.6 di atas dapat kita lihat bahwa sebanyak 83,3 % memiliki spal selain tinja dan 16,7 tidak memiliki spal. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWEE Page 13

Grafik 3.7. Pencemaran Karena Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) PENCEMARAN KARENA SPAL Ya, aman 71,9 Tidak aman 28,1 Dari grafik 3.7 di atas dapat kita lihat bahwa 71,9 % responden menjawab aman dan 28,1 % tidak aman. Grafik 3.8. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga AIR MINUM ISI ULANG Ya 71,7 Tidak 28,3 Dari grafik 3.8 di atas 71, 7 % responden menggunakan air minum isi ulang dan yang tidan menggunakan air minum isi ulang sebesar 28,3 %. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWEE Page 14

Grafik 3.9. Perilaku Higiene CUCI TANGAN PAKAI SABUN 100,0 50,0 99,8,0,2 Ya Tidak Dari grafik 3.9. diatas sebanyak 98,8 % responden memakai sabun memakai sabun. dan 0,2 % tidak Grafik 3.10. Genangan Air GENANGAN AIR Tidak ada genangann air 67,6 Ada genangan air (banjir) 32,4 Dari grafik 3.10. diatas sebanyak 32,4% terjadinya genangan air (banjir) dan 67,6 % tidak terjadi banjir. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWEE Page 15

Grafik 3.11. Kejadian Penyakit Diare Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare WAKTU PALING DEKAT ANGGOTA KELUARGA KENA DIARE 83,4,7,7,7,9 2,1 3,4 8,1 Hari ini Kemarin Dari grafik 3.11. diatas sebanyak 83,4 % responden mengatakan tidak pernah anggota keluarganya terkena diare dan 8,1 % lebih dari 6 bulan yang lalu terkena diare. Grafik 3.12. Yang terkena diare 34,4 9,7 balita non balita remaja laki-laki remaja perempuan dewasa laki-laki dewasa perempuan 1 minggu terakhir 1 bulan terakhir 3 bulan terakhir 6 bulan yang lalu Lebih dari 6 bulan yang lalu Tidak pernah TERKENA DIARE 30,1 5,4 10,8 11,8 Dari grafik 3.12. diatas sebanyak balita yang terkena diare sebesar 34,,4 %, non balita 9,7 %, remaja laki-laki 5,4 %, remaja perempuan 10,8 %, dewasa laki-laki 11,,8 % dan dewasa perempuan 30,1 %. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWEE Page 16

Grafik 3.13. Perilaku BABS PERILAKI BABS Tidak 29,7 Ya, BABS 70,3 Dari grafik 3.13. diatas 70,3 % keluarga responden masih berperilaku BABS dan 29,7 % responden tidak berperilaku BABS. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWEE Page 17

BAB IV PENUTUP Pelaksanaan studi EHRA sangat bermanfaat untuk mengetahui langsung kondisi real di daerah/desa, pelaksanaan studi EHRA ini juga sebagai promosi kesehatan dalam melakukan PHBS pada tatanan rumah tangga. Hasil yang telah dilakukan dalam laporan ini akan digunakan untuk dasar dalam melakukan pembangunan sanitasi di Kota Lhokseumawe dan juga sebagai sarana advokasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hasil yang didapatkan dari studi EHRA ini akan digunakan untuk menentukan area beresiko yang terdapat dalam Buku Putih Sanitasi sebagai area prioritas dalam melaksanakan program sanitasi dan akan menjadi acuan tempat akan dijalankannya program sanitasi yang merupakan bagian dari Strategi Sanitasi Kota. Dalam masa pemerintahan kota selama lima tahun, maka studi EHRA ini akan dilaksanakan pada awal tahun penyusunan RPIJM dan RPJMD kemudian pada pertengahan tahun yaitu tahun ketiga, untuk melihat konidisi real dilapangan dan membuat rencana tindak lanjut pada tahun selanjutnya. BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE Page 18