BAB II KERANGKA TEORI. perusahaan manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan. Dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB III METODE PENELITIAN

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN. dagang maupun manufaktur. Bagi perusahaan manufaktur, persediaan menjadi. berpengaruh pada kegiatan produksi dan penjualan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen operasi (Operations managements) adalah serangkaian

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

BAB III LANDASAN TEORI. Desain Sistem Informasi menerangkan sistem adalah sekumpulan dari elemenelemen

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB I PENDAHULUAN. produk dapat berakibat terhentinya proses produksi dan suatu ketika bisa

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVENTORY. (Manajemen Persediaan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) PADA WAROENG JEANS CABANG P. ANTASARI SAMARINDA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN YULIATI,SE,MM

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN PENOLONG DENGAN METODE ECONOMICAL ORDER QUANTITY (EOQ) PADA PT. SUKOREJO INDAH TEXTILE BATANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

MENGENAL MODEL PERSEDIAAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ristono (2009) persediaan adalah barang-barang yang disimpan

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Manajemen Persediaan INVENTORY

BAB II LANDASAN TEORI

Pengelolaan Persediaan

INVENTORY. Bambang Shofari

(2004) dengan penelitian yang diiakukan oleh penulis adalah metode pemecahan

FUNGSI PENTING PERSEDIAAN UNTUK PERUSAHAAN TEKSTIL

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

ANALISIS EFISIENSI PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN SETENGAH JADI DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITIY

Persediaan. Ruang Lingkup. Definisi. Menetapkan Persediaan. Keuntungan & Kerugian Persediaan

SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Setiap perusahaan baik perusahaan jasa, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan. Dengan adanya persediaan maka perusahaan dapat menjalankan proses operasional perusahaannya. Jika terjadi masalah terhadap persediaan suatu perusahaan, tentu akan menganggu proses operasional yang sedang berlangsung dan hal ini tentu dapat mengakibatkan kerugian terhadap perusahaan. Untuk memperjelas pengertiaan persediaan, ada beberapa pendapat mengenai pengertian persediaan diantaranya adalah: 1. Menurut Rangkuti (2004:1) Pengertian mengenai persediaan dalam hal ini merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. 2. Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2014:4) Persediaan (Inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw material), produk jadi (finish product), komponen rakitan (component), bahan pembantu (substance material), dan barang sedang dalam proses pengerjaan (working in process inventory).

3. Menurut Assauri (2016:225) Persediaan (Inventory) adalah stok dari suatu item atau sumber daya yang digunakan dalam suatu organisasi perusahaan. 2.1.2 Jenis-Jenis Persediaan Menurut Rangkuti (2004:7), jenis-jenis persediaan menurut fungsinya adalah sebagai berikut: 1. Batch Stock Persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu. 2. Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. 3. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau permintaan yang meningkat. Menurut Handoko (2011:334), setiap jenis persediaan memiliki karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaannya yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas: 1. Persediaan bahan mentah (raw material) Persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponenkomponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para pemasok

dan/atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components) Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses (work in process) Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah dioleh menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods) Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. Sedangkan menurut Assauri (2016:227), untuk menjalankan fungsi inventory, perusahaan-perusahaan umumnya menjaga adanya empat jenis inventory, yaitu: 1. Inventory bahan baku Dibeli dalam keadaan belum diproses. Inventory ini digunakan secara terpisah pasokannya dari proses produksi. Dalam penanganan Inventory bahan baku, umumnya pendekatan yang lebih disukai adalah menghilangkan perbedaan

dari pemasoknya dalam kualitas, kuantitas, atau waktu deliverinya, sehingga tidak perlu dipisah-pisahkan. 2. Inventory barang dalam proses atau Work-in-Process (WIP) Adalah komponen-komponen atau bahan baku yang sedang dalam pengerjaan, tetapi belum selesai. WIP ada karena dari waktu yang telah digunakan dalam proses, yang berkaitan dengan produk dalam pembuatannya, disebut waktu siklus atau cycle time. Terjadinya pengurangan cycle time, maka akan terjadi pengurangan Inventory. Sering pelaksanaan tugas ini adalah tidak sulit. Selama waktu produk dibuat, pada kenyataannya ada waktu nganggur atau tidak jalan. Pada dasarnya waktu kerja atau run time adalah bagian kecil dari waktu aliran material. 3. Maintenance/Repair/Operating Supplies (MROs) Adalah mencurahkan untuk perlengkapan maintenance/repair/operating yang dibutuhkan, agar dapat terjaga mesin-mesin dan proses dapat produktif. MROs ini ada, karena terdapatnya kebutuhan dan waktu untuk perawatan dan perbaikan dari peralatan, adalah tidak dapat diketahui. Walaupun demikian permintaan untuk Inventory MROs adalah sering, dan merupakan fungsi dari scheduling perawatan atau pemeliharaan, sedangkan yang lainnya merupakan permintaan MROs yang tidak terjadwal, tetapi harus diantisipasi. 4. Inventory barang jadi Adalah produk yang sudah selesai diproses dan menunggu pengiriman. Barang jadi diinventorikan, karena permintaan dari para pelanggan pada masa depan adalah tidak dapat diketahui.

2.1.3 Fungsi Persediaan Fungsi-fungsi persediaan menurut Rangkuti (2004:15) adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Decoupling Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock. 2. Fungsi Economic Lot Sizing Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko, dan sebagainya). 3. Fungsi Antisipasi Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan

persediaan musiman (seasional inventories). Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memelukan persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock). Menurut Assauri (2016:226), Inventory dapat memberikan beberapa fungsi, yang akan menambah fleksibilitas operasi produksi suatu perusahaan. Sejumlah fungsi yang diberikan Inventory, diantaranya adalah: 1. Untuk dapat memenuhi antisipasi permintaan pelanggan, dimana inventori merupakan upaya antisipasi stok, karena diharapkan dapat menjaga terdapatnya kepuasan yang diharapkan pelanggan. 2. Untuk memisahkan berbagai parts atau komponen dari operasi produksi, sehingga dapat dihindari hambatan dari adanya fluktuasi, karena telah adanya inventori ekstra guna memisahkan proses operasi produksi dengan pemasok. 3. Untuk memisahkan operasi perusahaan dari fluktuasi permintaan, dan memberikan suatu stok barang yang akan memungkinkan dilakukannya penseleksian oleh pelanggan. Inventory itu merupakan jenis upaya membangun ritel. 4. Inventory berfungsi untuk memperlancar keperluan operasi produksi, dimana inventory dapat membangun kepercayaan dalam menghadapi terjadinya pola musiman, sehingga inventori ini disebut sebagai inventory musiman. 5. Untuk dapat memanfaatkan diskon kuantitas, karena dilakukannya pembelian dalam jumlah besar, sehingga mungkin dapat mengurangi biaya barang atau biaya deliverinya.

6. Untuk memisahkan operasi produksi dengan kejadian atau event, dimana inventori digunakan sebagai penyangga di antara keberhasilan operasi produksi. Dengan demikian, kontinuitas operasi produksi dapat terjaga, dan dapat dihindari terdapatnya kejadian kerusakan peralatan, yang menyebabkan operasi produksi terhenti secara temporer. 7. Untuk melindungi kekurangan stok yang dihadapi perusahaan, karena terlambatnya kedatangan delivery dan adanya peningkatan permintaan, sehingga kemungkinan terdapatnya risiko kekurangan pasokan. 8. Untuk memagari terhadap inflasi, dan meningkatnya perubahan harga. 9. Untuk memanfaatkan keuntungan dari siklus pesanan, dengan cara meminimalisasi pembelian, dan biaya persediaan, yang dilakukan dengan membeli dalam jumlah yang melebihi jumlah kebutuhan segera. 10. Untuk memungkinkan perusahaan beroperasi dengan penambahan barang segera, seperti menggunakan barang yang sedang dalam proses. Menurut Ginting (2007:124) lebih spesifik persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut: 1. Persediaan dalam Lot Size Persediaan muncul karena ada persyaratan ekonomis untuk penyediaan (replishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan kecepatan sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan produksi atau pembelian dan biaya transportasi.

2. Persediaan Cadangan Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian. Peramalan permintaan konsumen biasanya diprediksi peramalan. Waktu siklus produksi (lead time) mungkin lebih dalam dari yang diprediksi. Jumlah produksi yang ditolak (reject) hanya bisa diprediksi dalam proses. Persediaan cadangan mengamankan kegagalan mencapai permintaan konsumen atau memenuhi kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya. 3. Persediaan Antisipasi Persediaan dapat timbul mengantisipasi dapat terjadinya penurunan persediaan (supply) dan kenaikan permintaan (demand) atau kenaikan harga. Untuk menjaga kontinuitas pengiriman produk ke konsumen, suatu perusahaan dapat memelihara persediaan dalam rangka liburan tenaga kerja atau antisipasi terjadinya pemogokan tenaga kerja. 4. Persediaan Pipeline Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock point) dengan aliran di antara tempat persediaan tersebut. Pengendalian persediaan terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah persediaan akan terakumulasi ditempat persediaan. Jika aliran melibatkan perubahan fisik produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa komponen, persediaan dalam aliran tersebut persediaan setengah jadi (work in process). Jika suatu produk tidak dapat berubah secara fisik tetapi dipindahkan dari suatu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan lain, persediaan tersebut disebut persediaan transportasi. Jumlah dari persediaan setengah jadi dan persediaan

transportasi disebut juga persediaan pipeline. Persediaan pipeline merupakan total investasi perubahan dan harus dikendalikan. 5. Persediaan Lebih Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau kerusakan fisik yang terjadi. Selain fungsi-fungsi di atas, menurut Herjanto (1997:168) terdapat enam fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan antara lain: a. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan b. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan c. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi. d. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan sulit bila bahan tersebut tidak tersedia di pasaran. e. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas (quantity discount) f. Memberikan pelayanan yang baik kepada langganan dengan tersedianya barang yang diperlukan 2.1.4 Alasan Adanya Persediaan Menurut Assauri (2016:226), adapun maksud dari tersedianya inventory ialah: 1. untuk menjaga indenpendensi dari operasi, dimana pasokan material pada work center dimungkinkan untuk dapat fleksibel dalam operasi.

2. Untuk dapat memenuhi variasi dari permintaan produk, dimana permintaan produk tidak dapat diketahui secara tepat, sehingga terdapat kesulitan untuk menghasilkan produk secara tepat dalam memenuhi permintaan. 3. Untuk memungkinkan dapat dilakukannya fleksibilitas dalam scheduling produksi, dimana disediakannya stok dari inventory guna menghilangkan tekanan terhadap sistem operasi produksi. 4. Untuk memberikan usaha perlindungan atau penjagaan terhadap perbedaan waktu delivery bahan baku, dimana terdapatnya keterlambatan atas kedatangan material yang dipesan dari vendor. 5. Untuk memanfaatkan keuntungan ekonomis atas besarnya pesanan pembelian. 2.1.5 Biaya-Biaya Persediaan Biaya-biaya sebagai pengambilan keputusan pengendalian persediaan pada prinsipnya dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis menurut Ginting (2007:127), yaitu: 1. Biaya Pembelian (Purchasing Cost = c) Biaya pembelian (Purchasing Cost) dari suatu item adalah harga pembelian dari setiap unit item tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau pun biaya produksi per unit bila item tersebut berasal dari internal perusahaan atau diproduksi sendiri oleh perusahaan. 2. Biaya Pengadaan (Procurement cost) Procurement cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan yang terdiri atas:

a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost = k) Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini pada umumnya meliputi: 1) Pemerosesan pesanan 2) Biaya ekspedisi 3) Biaya telepon dan keperluan komunikasi lainnya 4) Pengeluaran surat menyurat, foto kopi dan perlengkapan administrasi lainnya 5) Biaya pengepakan dan penimbangan 6) Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan 7) Biaya pengiriman ke gudang, dan seterusnya. b. Biaya Pembuatan (Setup Cost) Ongkos pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan memproduksi barang. Ongkos ini biasanya yang timbul di dalam pabrik, yang meliputi ongkos menyetel mesin, ongkos mempersiapkan gambar benda kerja, dan sebagainya. Karena kedua ongkos tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan, maka di dalam sistem persediaan ongkos tersebut sering disebut ongkos pengadaan (procurement cost). 3. Biaya Penyimpanan (carrying cost = h) Biaya penyimpanan (carrying cost) merupakan biaya yang timbul akibat disimpannya suatu item. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah: a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)

b. Biaya Gudang c. Biaya Penyusutan dan Kerusakan d. Biaya Kedaluarsa (Absolence) e. Biaya Asuransi f. Biaya Administrasi dan Pemindahan 4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost = p) Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya kekurangan bahan (shortage cost) adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul apabila persediaan tidak mencukupi permintaan produk atau kebutuhan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan persediaan adalah sebagai berikut: a. Kehilangan penjualan, ketika perusahaan tidak mampu memenuhi suatu pesanan, maka ada nilai penjualan yang hilang bagi perusahaan. b. Kehilangan langganan, pelanggan yang merasa kebutuhannya tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan akan beralih ke perusahaan lain yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. c. Biaya pemesanan khusus, agar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan akan suatu item, perusahaan bisa melakukan pemesanan khusus agar item tersebut diterima tepat waktu. Pemesanan khusus biasanya mengakibatkan pertambahan biaya pada biaya ekspedisi dan harga item yang dibeli. d. Terganggunya proses produksi, jika kekurangan persediaan terjadi pada persediaan bahan, dan hal yang tidak diantisipasi sebelumnya, maka kegiatan produksi akan terganggu. e. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya.

Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari: 1) Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya pinalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan misalnya: Rupiah/Unit. 2) Waktu Pemenuhan Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses operasional terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan misalnya: Rupiah/Unit. 3) Biaya Pengadaan Darurat (Additional order) Supaya konsumen/pelanggan tidak kecewa, maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menetukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan misalnya : Rupiah/setiap kali kekurangan. Kadang-kadang biaya ini disebut juga biaya kesempatan (opportunity cost). 5. Biaya Sistematik Selain biaya-biaya disebut di atas yang biasanya besifat rutin, maka ada ongkos lain yang disebut Biaya Sistemik. Biaya ini meliputi biaya perencanaan, perencanaan sites persediaan serta ongkos-ongkos untuk mengadakan peralatan (misalnya komputer) serta melatih tenaga yang digunakan untuk

mengoperasikan sistem. Biaya sistematik ini dapat dianggap sebagai biaya investasi bagi pengadaan suatu sistem pengadaan. Biaya-biaya persediaan menurut Rangkuti (2004:16) yang harus dipertimbangkan untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan: 1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biayabiaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah: a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya) b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan c. Biaya keusangan d. Biaya perhitungan fisik e. Biaya asuransi persediaan f. Biaya pajak persediaan g. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan h. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya. 2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs). Biaya-biaya ini meliputi: a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi b. Upah

c. Biaya telepon d. Pengeluaran surat menyurat e. Biaya pengepakan dan penimbangan f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan g. Biaya pengiriman ke gudang h. Biaya utang lancar dan sebagainya. 3. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set-up costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari: a. Biaya mesin-mesin menganggur b. Biaya persiapan tenaga kerja langsung c. Biaya penjadwalan d. Biaya ekspedisi dan sebagainya. 4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biayabiaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut: a. Kehilangan penjualan b. Kehilangan pelanggann c. Biaya pemesanan khusus d. Biaya ekspedisi e. Selisih harga f. Terganggunya operasi g. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.

2.2 Pengendalian Persediaan 2.2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan Ristono (2009:4) berpendapat bahwa suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian persediaan yang dijalankan adalah untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan untuk persediaan tersebut. Hal inilah yang dianggap penting untuk dilakukan perhitungan persediaan sehingga dapat menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontinuitas produksi dengan pengorbanan atau pengeluaran biaya yang ekonomis. Dengan demikian yang dimaksud dengan pengelolaan persediaan adalah kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku/penolong) yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan. Persediaan yang merupakan komponen utama dalam perusahaan yang bergerak dibidang produksi dan distribusi tentu membutuhkan suatu sistem yang mengatur persediaan tersebut untuk menghindari terjadinya penumpukan maupun kekurangan persediaan. Sistem persediaan itu sendiri adalah sekumpulan kebijakan dan pengendalian, yang memonitor tingkat inventory, dan menentukan tingkat mana yang harus dijaga, bila stok harus diisi kembali dan berapa banyak yang harus dipesan (Assauri, 2016:225). Menurut Aditama (2003:129) dalam pengendalian persediaan terdapat dua jenis keseimbangan, yaitu keseimbangan total dan keseimbangan komposisi.

Keseimbangan total adalah keseimbangan antara seluruh persediaan dan seluruh permintaan, dengan kata lain antara seluruh pembelian dengan seluruh penjualan secara proporsional. 2.2.2 Tujuan Pengendalian Persediaan Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2014:5), pengadaan sediaan umumnya ditujukan untuk memenuhi hal-hal berikut: 1. Untuk memelihara indenpendensi operasi. Apabila sediaan manajerial yang ditahan pada pusat kegiatan pengerjaan, dan jika pengerjaan yang dilaksanakan oleh pusat produksi tersebut tidak membutuhkan material yang bersangkutan segera maka akan terjadi fleksibilitas pada pusat kegiatan produksi. Fleksibilitas tersebut terjadi karena sistem mempunyai sediaan yang cukup untuk menjamin keberlangsungan proses produksi. Akan tetapi, sepanjang diperlukannya penyetelan mesinmesin untuk tujuan menghasilkan produk yang baru, maka indenpendesi atas alat-alat produksi memungkinkan untuk mempertimbangkan jumlah produksi yang ekonomis. 2. Untuk memenuhi tingkat permintaan yang bervariasi Apabila volume permintaan dapat diketahui dengan pasti maka perusahaan memiliki peluang untuk menentukan volume produksi yang sama persis dengan volume permintaan tersebut. Sejalan dengan itu, perusahaan tidak perlu menyediakan persediaan cadangan (safety stock) yang diperlukan untuk menjawab fluktuasi permintaan. Akan tetapi didunia nyata, volume permintaan tidak dapat ditentukan dengan pasti. Volume permintaan dapat saja melebihi perkiraan karena keberhasilan dalam aktivitas promosi penjualan.

Sebaliknya, volume permintaan dapat pula kurang dari yang diramalkan karena adanya tekanan persaingan yang ketat, rendahnya daya beli masyarakat atau pengaruh faktor musiman. Sehubungan dengan itu, volume permintaan pasar yang dihadapi mempunyai gejala yang berfluktuasi. Untuk menjawab fluktuasi tersebut, perusahaan perlu mempersiapkan persediaan pengaman. 3. Untuk menerima manfaat ekonomi atas pemesanan bahan dalam jumlah tertentu. Apabila dilakukan pemesanan material dalam jumlah tertentu, biasanya perusahaan pemasok akan memberikan potongan harga (quantity discount). Disamping itu, frekuensi pemesanan juga akan berkurang. Dengan demikian, biaya pemesanan (ordering cost), termasuk biaya pengiriman sediaan, juga akan berkurang. 4. Untuk menyediakan suatu perlindungan terhadap variasi dalam waktu penyerahan bahan baku. Penyerahan bahan baku oleh pemasok kepada perusahaan memiliki kemungkinan untuk ditunda karena berbagai penyebab. Penyebabnya bisa berupa pemogokan pada perusahaan pemasok, pada perusahaan pengangkutan, atau oleh buruh pelabuhan. Mungkin pula terjadi permintaan jaminan yang disampaikan ditolak oleh pemasok karena berbagai alasan, kapasitas alat angkutan yang tersedia tidak cukup, dan sebagainya. Sehubungan dengan itu, untuk maksud memberikan perlindungan kepada sistem produksi, perusahaan perlu mempersiapkan sediaan pengaman (safety stock) yang cukup, guna mengantisipasi kekurangan sediaan karena faktor lead time dimaksud. 5. Untuk menunjang fleksibilitas penjadwalan produksi.

Sehubungan dengan adanya gejala fluktuatif atas permintaan pasar maka perusahaan perlu pula mengatur penjadwalan produksi yang bervariasi. Volume permintaan pasar yang berfluktuasi perlu diantisipasi dengan volume keluaran yang juga bervariasi. 2.2.3 Kebijakan dalam Pengendalian Persediaan Seto (2004:101) menyatakan bahwa pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran proses produksi (contoh industri farmasi) atau persediaan obat di apotek dan farmasi rumah sakit agar mencamin kelancaran pelayanan pasiennya, secara efektif dan efisien. Untuk pengaturan ini perlu ditetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkenaan dengan persediaan yang optimum. 1. Untuk pemesanan: perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, berapa jumlah yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan pemesanan dilakukan 2. Untuk penyimpanan: perlu ditentukan berapa besarnya persediaan pengaman yang merupakan persediaan minimum, besarnya persediaan pada waktu pemesanan kembali dilakukan dan berapa besarnya persediaan maksimum. 2.3 Metode Economic Order Quantity (EOQ) 2.3.1 Pengertian Economic Order Quantity (EOQ) Menurut Fahmi (2014:121), EOQ adalah suatu bentuk usaha dari pihak manajemen perusahaan khususnya bagian persediaan dan produksi untuk selalu menciptakan kondisi dan situasi yang seimbang dan selalu stabil dalam berbagai kondisi.

Sedangkan Menurut Handoko (2011:339), model EOQ adalah model yang digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Pengertian EOQ menurut Eko Indrajit dan Djokopranoto (2003:226), mendefinisikan EOQ adalah sebuah perhitungan dengan rumus mengenai beberapa jumlah, atau frekuensi pemesanan, atau nilai pesanan yang paling ekonomis. Dalam menentukan besarnya jumlah pembelian yang optimal ini kita hanya memperhatikan biaya variabel dari penyediaan persediaan tersebut, baik biaya variabel yang bersifat perubahannya searah dengan perubahan jumlah persediaan yang dibeli atau disimpan maupun biaya variabel yang bersifat perubahannya berlawanan dengan perubahan jumlah persediaan tersebut. Heizer dan Render (2005:68) berpendapat bahwa model kuantitas pesanan ekonomis (economic order quantity EOQ model) adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling tua dan paling dikenal secara luas. 2.3.2 Kebijakan-Kebijakan Economic Order Quantity (EOQ) Adapun asumsi-asumsi dalam penggunaan metode EOQ menurut Agus Sartono dalam Fahmi (2014:120) yaitu: 1. Tingkat penjualan yang dapat diperkirakan 2. Penggunaan bahan yang konstan 3. Pemesanan dapat dilakukan seketika 4. Pengiriman dapat dilakukan dengan cepat Sedangkan menurut Haming dan Nurnajamuddin (2014:11) asumsi yang digunakan dalam metode EOQ adalah:

1. Permintaan selama satu tahun (D) diketahui tetap dan tidak berubah 2. Harga sediaan (C) diketahui tetap dan tidak berubah 3. Sediaan dianggap selalu tersedia sehingga dapat diperoleh setiap dibutuhkan 4. Biaya sediaan diketahui tetap dan tidak berubah Heizer dan Render (2005:68) berpendapat bahwa metode EOQ ini didasarkan pada beberapa asumsi: 1. Permintaan diketahui, tetap, dan bebas 2. Lead time yaitu, waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan diketahui dan konstan. 3. Penerimaan bersifat seketika dan lengkap. Dengan kata lain, persediaan dari sebuah pesanan tiba dalam satu batch sekaligus. 4. Diskon (potongan harga) karena kuantitas tidak memungkinkan. 5. Biaya variabel yang ada hanyalah biaya pengaturan dan pemesanan (biaya setup) dan biaya menahan atau menyimpan persediaan dari waktu ke waktu (biaya penyimpanan atau penggudangan) 6. Kosongnya persediaan (kekurangan) dapat dihindari sepenuhnya jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat. Deitiana (2011:195) mengatakan bahwa untuk menghitung EOQ, ada empat langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1. Hitung set-up cost atau ordering cost (SS atau SO) 2. Hitung holding cost atau carrying cost (H) 3. Buatlah set-up cost dan ordering cost menjadi seimbang 4. Gunakan formula untuk menghitung EOQ

adalah: Pada Fahmi (2014:120), rumus yang digunakan untuk menghitung EOQ EOQ = 2(D)(OC) CC Keterangan: EOQ = Economic Order Quantity D OC CC = permintaan tahunan (demand) = biaya pemesanan (ordering cost) = biaya penyimpanan (carrying cost) 2.3.3 Safety Stock Menurut Fahmi (2014:121), safety stock merupakan kemampuan perusahaan untuk menciptakan kondisi persediaan yang selalu aman atau penuh pengamanan dengan harapan perusahaan tidak akan pernah mengalami kekurangan persediaan. Di sisi lain, jumlah kebutuhan inventory aktual dapat melebihi jumlah yang diperkirakan karena perubahan pola kebutuhan atau muncul sebuah kebutuhan mendadak. Untuk menjamin proses terus berjalan, lead time pengiriman bervariasi dan pengisian inventory belum terlaksana maka kekurangan inventory harus dibantu dengan sediaan (inventory) cadangan/pengaman/safety stock. Beberapa penyebab variasi lead time, yaitu keadaan alam, prosedur administrasi dan pabean, jadwal transportasi terbatas, dan barang langka di pasaran. Beberapa penyebab variasi kebutuhan, yaitu peramalan kurang tepat, perubahan pola konsumsi, bencana alam (meningkatkan kebutuhan obat-obatan) dan muncul produk pengganti/pesaing.

Haming dan Nurnajamuddin (2014:17) berpendapat bahwa safety stock atau sering pula disebut buffer stock. merupakan unit persediaan yang selalu harus ada dalam perusahaan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan. Menurut Kasmir dan Jakfar dalam Fahmi (2014:121), terdapat beberapa faktor penentu dalam menghitung besarnya safety stock yaitu antara lain: 1. Penggunaan bahan baku rata-rata 2. Faktor waktu 3. Biaya yang digunakan Sedangkan menurut Martono (2015:260), ada kalanya pengiriman inventory/barang kebutuhan dari pemasok terlambat sehingga perusahaan membutuhkan sediaan/inventory pengaman (safety stock). Hal ini untuk mencegah stock out (kehabisan inventory). Perusahaan harus mengelola inventory dengan cermat ketika pengiriman tiba lebih cepat karena ada kemungkinan pengiriman yang cepat ini harus disimpan sebelum digunakan. Hal ini dapat menimbulkan over stock (inventory yang berlebih dari yang dibutuhkan). Akibat stock out, konsumen kecewa, proses terganggu, kehilangan peluang meperoleh keuntungan dan konsumen bisa beralih membeli produk pesaing. Kerugian akibat over stock lainnya adalah tidak produktifnya modal akibat inventory tidak digunakan, meningkatkan biaya dan risiko penyimpanan (contoh: barang rusak, kadaluarsa), dan kebutuhan ruang penyimpanan meningkat.

Gambar 2.1 Kondisi Perlunya Safety Stock Sumber: Manajemen Logistik Terintegrasi (2015) Adapun beberapa metode yang biasa digunakan dalam melakukan safety stock menurut Martono (2015:262) adalah sebagai berikut: 1. Metode Konservatif Pemakaian rata-rata (U) Lead Time Rata-rata (L) Pemakaian terbesar (Umax) Lead Time Terlama (Lmax) = 12 unit/hari = 5 hari = 17 unit/hari = 8 hari Rumus umum jumlah pemesanan, yaitu: ROP ROP = (U x L) + SS = (Umax)x(Lmax) = 17 x 8 = 136 unit Safety Stock (SS) = ROP (U x L) = 136 (12 x 5) = 76 unit 2. Metode Persentase Persentase safety stock ditentukan sebesar 30% dari kebutuhan. Safety Stock = 30% x (U x L) = 30% x (12 x 5) = 18 unit ROP = (U x L) + Safety Stock = (12 x 5) + 18

= 78 unit Penentuan besaran persentase ini harus didukung pihak manajemen dengan pendekatan bahwa inventory harus tersedia untuk kelancaran proses dengan antisipasi kemungkinan internal dan eksternal perusahaan. 3. Service Level Service Level merupakan ukuran kinerja sebuah sistem, khususnya kinerja divisi atau bagian di perusahaan dalam rangka memenuhi keinginan customernya. Perlu ditegaskan lagi bahwa yang dimaksud customer adalah bagian lain yang membutuhkan pelayanan dari sebuah divisi atau bagian. Service Level secara praktis dapat diterjemahkan ke dalam definisi berikut: a. Service Level tipe 1 (SL-1) Yaitu menentukan tingkat safety stock inventori untuk mencapai service level yang dikehendaki. Metodenya berupa statistical safety stock. Tipe ini cocok untuk jenis independent demand dengan volume tinggi dan stabil dan jarang digunakan untuk dependent demand. Perhitungan ini menggunakan variabel penyesuaian (safety factor) sebagai berikut: Tabel 2.1 Tabel Service Level dan Service Factor Service Level Service Factor 50,00 0,00 75,00 0,67 80,00 0,84 84,13 1,00 85,00 1,04

89,44 1,25 90,00 1,28 91,00 1,34 93,32 1,50 94,52 1,60 95,00 1,65 96,00 1,75 97,00 1,88 97,72 2,00 98,00 2,05 98,61 2,20 99,00 2,33 99,18 2,40 99,38 2,50 99,60 2,65 99,70 2,75 99,80 2,88 99,86 3,00 99,90 3,09 99,93 3,20 99,99 4,00 Sumber: Manajemen Logistik Terintegrasi (2015) Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: SSSSSSSSSSSS ssssssssss = ssssssssssss ffffffffffff ssssssssssssssss dddddddddddddddddd

kebutuhan inventori Perusahaan bisa menentukan sendiri service level yang diinginkan, tergantung kebijakan perusahaan atau mengikuti standar industrinya. Sementara standard deviation dihitung sebagai berikut: ssssssssssssssss dddddddddddddddddd (kebutuhan rata rata kebutuhan)2 = jumlah periode 1 b. Service Level tipe 2 (SL-2) Yaitu tingkat frekuensi pemenuhan permintaan konsumen sesuai dengan jumlah yang diharapkan. SSSS 2 = Frekuensi pengiriman inventori sesuai jumlah yang diharapkan Frekuensi permintaan Jumlah permintaan yang tidak dikirim kepada konsumen disebut sebagai backorder. Bisa atau tidaknya backorder ini bisa dipenuhi pemasok pada periode berikutnya tergantung konsumen. Jika tidak, ada kemungkinan konsumen membeli kebutuhannya dari perusahaan lain sehingga perusahaan kehilangan pemasukan (lost sales). Menurut Ristono (2009:8), faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock, adalah sebagai berikut: 1. Risiko kehabisan persediaan, yang biasa ditentukan oleh: a. Kebiasaan pihak supplier dalam pengiriman barang yang dipesan, apakah tepat waktu atau sering kali terlambat dalam waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak pembelian. Apabila kebiasaan supplier dalam pengiriman

barang yang dipesan sering kali tepat waktu, maka perusahaan tidak perlu memiliki persediaan yang besar, dan sebaliknya bila kebiasaan supplier dalam pengiriman barang sering kali tidak tepat waktu sebagaimana yang telah disepakati, maka perusahaan sebaiknya atau perlu memiliki persediaan yang cukup besar. b. Dapat diduga atau tidaknya kebutuhan bahan baku/penolong untuk produksi. Apabila kebutuhan bahan baku/penolong untuk setiap kali proses produksi dapat diduga atau diperhitungkan secara tepat, maka perusahaan tidak perlu memilki persediaan yang besar dan sebaliknya bila kebutuhan bahan baku/penolong sering kali tidak dapat diduga atau perhitungan kebutuhan sering kali meleset, maka perusahaan sebaiknya atau perlu memiliki persediaan yang cukup besar. 2. Biaya simpan di gudang dan biaya ekstra bila kehabisan persediaan. Apabila dibandingkan, biaya penyimpanan di gudang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan seandainya melakukan pesanan ekstra bila persediaan habis, maka perusahaan tidak perlu memiliki persediaan yang besar. Sebaliknya bila biaya pesanan ektra lebih besar dari biaya penyimpanan di gudang, maka perusahaan sebaiknya atau perlu memiliki persediaan yang cukup besar. 3. Sifat persaingan. Persaingan yang terjadi antar perusahaan dapat ditentukan dari kecepatan pelayanan pemenuhan permintaan pelanggan/konsumen, maka perusahaan perlu memiliki persediaan yang besar. Namun bila yang menjadi sifat persaingan adalah hal lain (misalnya kualitas dan harga), maka tidak mendesak untuk memiliki persediaan besi yang besar. 2.3.4 Reorder Point

Menurut Fahmi (2014:122), reorder point adalah titik dimana suatu perusahaan atau institusi bisnis harus memesan barang atau bahan guna menciptakan kondisi persediaan yang terus terkendali. Rumus perhitungan reorder point pada Deitiana (2011:196) adalah: ROP = (d L) + bbbbbbbbbbbb ssssssssss D d = Jumlah hari kerja per tahun Keterangan: ROP = reorder point d = permintaan persediaan per hari L = lead time D = total kebutuhan selama 1 periode 2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini antara lain dapat dilihat pada tabel berikut ini: 1. Surnedi (2010) melakukan penelitian berjudul Analisis Manajemen Persediaan Dengan Metode EOQ Pada Optimalisasi Persediaan Bahan Baku Kain di PT. New Suburtex. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi pembelian bahan baku PT. New Suburtex bila menggunakan metode EOQ adalah 3 kali pembelian, biaya yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 7.876.464,1 dan total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan bila menggunakan metode EOQ adalah sebesar Rp 3.564.927,2, penghematan biaya bila menggunakan metode EOQ adalah Rp 4.311.536,9, persediaan pengaman (safety stock) sebesar 162.151,1 meter dan melakukan pemesanan kembali (reorder point) ketika persediaan bahan baku sebesar 26.535,6 meter.

2. Taufiq dan Achmad Slamet (2014) melakukan penelitian berjudul Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada Salsa Bakery Jepara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persediaan bahan baku tepung terigu yang optimal pada Salsa Bakery yaitu triwulan 4 tahun 2012 sebanyak 112 karung dengan total biaya sebesar Rp 2.308.133. Triwulan 1 tahun 2013 sebanyak 100 karung dengan total biaya Rp 2.499.363. Triwulan 2 tahun 2013 sebanyak 100 karung dengan total biaya Rp 2.533.428. Triwulan 3 tahun 2013 sebanyak 102 karung dengan total biaya Rp 2.562.375. Jumlah biaya persediaan optimal gula pasir triwulan 4 tahun 2012 sebanyak 25 karung dengan total biaya Rp 1.340.016. Triwulan 1 tahun 2013 sebanyak 23 karung dengan total biaya Rp 1.337.374. Triwulan 2 tahun 2013 sebanyak 24 karung dengan total biaya Rp 1.336.443. Triwulan 3 tahun 2013 sebanyak 25 karung dengan total biaya Rp 1.381.075. Dapat disimpulkan bahwa dengan metode EOQ untuk bahan baku tepung terigu dan gula pasir lebih efisien dibanding metode konvensional. 3. Indriani dan Achmad Slamet (2015) melakukan penelitian berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Metode Economic Order Quantity Pada PT. Enggal Subur Kertas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelian bahan baku afval box dengan metode EOQ dapat menghemat biaya sebesar 74,26%, bahan baku afval cones dengan metode EOQ dapat menghemat biaya sebesar 30,13% dan bahan baku afval marga dengan metode EOQ dapat menghemat biaya sebesar 40,01%. Pengendalian persediaan bahan baku berdasarkan metode EOQ lebih efisien dibandingkan dengan metode konvensional yang diterapkan perusahaan.

4. Montolalu, et al (2016) melakukan penelitian berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelapa Pada Industri Tepung Kelapa (Studi Kasus Pada PT. Royal Coconut). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelian bahan baku kelapa optimal setiap kali pemesanan menurut metode EOQ adalah 384.347.44 kg, total biaya persediaan optimal menurut metode EOQ adalah Rp 12.310.648 sedangkan menurut kebijakan perusahaan sebesar Rp 648.202.475, frekuensi pemesanan bahan baku menurut perusahaan sebesar 4.135 kali sedangkan menurut metode EOQ sebanyak 42 kali dengan periode waktu pemesanan ulang adalah 7 hari dan titik pemesanan ulang (reorder point) pada saat persediaan tinggal 164.720,33 kg. Pembelian melalui perhitungan metode EOQ lebih efisien. 5. Sampeallo, Yulius Gessong (2012) melakukan penelitian berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Pada UD. Bintang Furniture Sangasanga. Hasil penelitian ini adalah pembelian untuk memperoleh biaya minimum untuk furniture tahun 2010 sebesar 60 unit dengan menggunakan rumus EOQ terjadi pada frekuensi pemesanan 9 kali pesanan dengan jumlah pemesanan 7 unit furniture. safety stock sebesar 2 unit dan reorder point sebesar 2 unit. Dengan metode EOQ, perusahaan dapat memperolah biaya pembelian minimum. 2.5 Kerangka Pemikiran Pada awal penelitian, penulis akan mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk mencari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dari Toko Creative Interior. Data-data yang dibutuhkan untuk mengetahui biaya pemesanan dan biaya penyimpanan tersebut seperti biaya administrasi, biaya listrik, gaji karyawan dll. Tidak hanya itu, penulis juga akan melakukan wawancara untuk

menanyakan beberapa perihal mengenai data-data lain yang diperlukan dalam penelitian ini seperti lead time, data penjualan pada tahun 2016, data pemesanan persediaan pada tahun 2016, dll. Setelah mengumpulkan data-data tersebut, penulis akan mengolah data tersebut untuk mengetahui berapa biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang ada. Langkah selanjutnya adalah penulis melakukan perhitungan biaya pesan per permesanan dan juga biaya penyimpanan per m2. Penulis kemudia akan mencari total biaya persediaan berdasarkan kebijakan Toko Creative Interior dan juga menurut metode EOQ. Tidak hanya itu, berdasarkan metode EOQ dibutuhkan juga perhitungan akan jumlah safety stock dan reorder point. Setelah mengetahui hasil dari perhitungan tersebut, penulis akan melakukan perbandingan nilai yang didapat dan juga penghematan yang dapat dilakukan. Pada tahap akhir, penulis akan membuat kesimpulan dan memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkair dalam penelitian. Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber: Penulis (2016).