IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (WATER LEVEL) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI WIRANTO

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

BAB III METODE PENELITIAN. Peralatan uji yang digunakan antara lain : volume akhir setelah terkompresi ( t = 0,173 m 0,170 m

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

ELEKTRONIKA DASAR. Oleh : ALFITH, S.Pd, M.Pd

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat

STUDI DISTRIBUSI TEGANGAN DAN ARUS BOCOR PADA ISOLATOR RANTAI DENGAN PEMBASAHAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Telah direalisasikan alat pendeteksi logam yang terbuat dari induktor

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

Metodologi penelitian disusun berdasarkan diagram alir penelitian seperti terlihat

1. Kompetensi : Menjelaskan karakteristik sensor level cairan dan aplikasinya.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pengukuran RESISTIVITAS batuan.

III. METODOLOGI. sumbu rotasi. Gambar 3. Momen inersia benda pejal. Gambar 4. Segitiga samasisi yang digunakan sebagai pattern

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

BAB I TEORI DASAR LISTRIK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Jalan Arif Rachman Hakim, Gg. Kya i Haji Ahmad. Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

1. Hasil pengukuran ketebalan plat logam dengan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 2,92 mm. Gambar dibawah ini yang menunjukkan hasil pengukuran

STUDI PERBANDINGAN TINGKAT PERLINDUNGAN KOROSI TERHADAP BEBERAPA JENIS MATERIAL COATING PADA ONSHORE PIPELINE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor ( September 2015)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

Dosen Pembimbing : Sutarsis,ST,M.Sc.Eng. Oleh : Sumantri Nur Rachman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum

BAB III PERANCANGAN SISTEM

I. Tujuan. Dasar Teori

ELEKTRONIKA. Bab 1. Pengantar

BAB III METODE PEMBAHASAN

Gambar 21 Pelampung dengan beberapa pilihan ukuran

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

Rancang Bangun Sistem Aeroponik Secara Otomatis Berbasis Mikrokontroler

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

DAN TEGANGAN LISTRIK

Pemanfaatan Bentonite sebagai Media Pembumian Elektroda Batang

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

Studi Pengaruh Diameter Kawat dan Susunan Kumparan Terhadap Voltase Bangkitan pada mekanisme Pemanen Energi Getaran

BAB IV PENGUKURAN & UJI COBA ALAT. Setelah melakukan perancangan dan pembuatan alat, maka langkah

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. jalan Kolam No. 1 / jalan Gedung PBSI Telp , Universitas Medan

IV. Arus Listrik. Sebelum tahun 1800: listrik buatan hanya berasal dari friksi (muatan statis) == tidak ada kegunaan praktis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

HUKUM OHM. 1. STANDAR KOMPETENSI. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan seharihari.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI

MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

BAB III METODE PENELITIAN

UN SMP 2013 Pre Fisika

yaitu, rangkaian pemancar ultrasonik, rangkaian detektor, dan rangkaian kendali

BAB II PENGUKURAN ALIRAN. Pengukuran adalah proses menetapkan standar untuk setiap besaran yang

Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version:

C20 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Hasil pengukuran diameter suatu benda menggunakan jangka sorong ditunjukkan oleh gambar berikut.

Optimasi Diameter dan Panjang Kawat Koil Sebagai Kandidat Sensor Suhu Semen Sapi Berbasis RTD-C

METODOLOGI PENELITIAN

Resistor. Gambar Resistor

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV CARA KERJA DAN PERANCANGAN SISTEM. Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem. bau gas yang akan mempengaruhi nilai hambatan internal pada sensor gas

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Universitas Pertamina ( , 2 jam)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

BAB II LANDASAN TEORI

SNMPTN 2011 FISIKA. Kode Soal Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini.

RANGKUMAN MATERI LISTRIK DINAMIS

Latihan soal-soal PENGHANTAR

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN ALAT

RINGKASAN MATERI TEGANGAN DAN TAHANAN LISTRIK

LATIHAN UJIAN NASIONAL

PRINSIP KERJA ALAT UKUR PRAKTIKUM FISIKA DASAR II

PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI INSTALASI LISTRIK. Lembar Informasi

BAB I PANDAHULUAN. Berbagai industri barang perhiasan, kerajinan, komponen sepeda. merupakan pelapisan logam pada benda padat yang mempunyai

BAB III Metodologi Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

CIRCUIT DASAR DAN PERHITUNGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

29

Training Center Tujuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kertas dan karton - Cara uji kekasaran Bagian 1: Metode Bendtsen

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air.

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sensor Resistance wire Sifat fisik sensor Resistance wire yaitu memiliki resistansi tinggi dan sukar teroksidasi. Sensor resistance wire tersebut dimaksudkan dapat memberikan informasi tinggi muka air dalam bentuk perubahan resistan. Nilai resistansi yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan, ukuran dan panjang resistance wire. Dilihat dari bahan, bentuk dan fungsinya terdapat banyak jenis resistance wire, namun untuk mendapatkannya mengalami kesulitan, hal tersebut merupakan alasan pemilihan sensor menggunakan resistance wire Fuji Japan jenis FCHW2 karena resistance wire jenis ini lebih mudah didapatkan. Gambar 27. Fuji Resistance Wire (FCHW2) Resistance wire Fuji Japan jenis FCHW2, terbuat dari bahan Cr AL BAL. Fe dengan unsur utama Besi (Fe) dan unsur pemadu Chrome (Cr) 21 % dan Almunium (Al) 3 %. Resistance wire jenis FCHW2 berbentuk kawat round wire (silinder) dengan ukuran.1 mm (+/-.2 mm) dengan nilai resistansi 157 ohm per meter (+/- 7 9 %) 4.2 Prinsip kerja Sensor Dua elektroda dengan nilai resistansi hampir sama yang merupakan kawat sensor (resistance wire) dililit sejajar pada media tegak (pipa PVC) dengan jarak yang sama, jika terendam air maka resistensi kawat sensor tersebut akan terhubungkan (short) dengan resistansi air. Resistansi air dapat diabaikan jika nilai resistansi sensor tinggi dan jarak antar kawat sensor sangat dekat sehingga nilai pada resistansi yang dihasilkan sensor adalah jumlah resistansi dari kedua sensor tersebut (rangkaian seri). Perubahan ketinggian air memberikan perubahan resistansi pengukuran sensor, pada muka air yang tinggi mengakibatkan semakin kecil nilai resistansi yang dihasilkan dan sebaliknya pada muka air yang rendah memberikan nilai resistansi yang tinggi. R Sensor 1 R Sensor 2 R Air Gambar 28. Proses Resistansi Sensor Nilai Resistansi yang dihasilkan dari sensor, dibangkitkan sehingga memperoleh nilai ketukan dan informasi yang digunakan adalah pada saat transient saja, yaitu pada saat lompatan tegangan rendah ke tinggi. Pada rangkaian IC 555 pengendalian pulsa dioptimumkan pada perubahan R circuit yang dihubungkan dengan R sensor secara seri. Pembangkit pulsa secara terus-menerus disebut multivibrator astable yang menggunakan tipe 555 (triple five) Rangkaian multivibrator astable berfungsi menentukan ketukan secara tundaan waktu. Fungsi yang diharapkan adalah perubahan resistansi hasil pengukuran sensor yang diikuti dengan perubahan frekuensi. Fungsi frekuensi dari IC 555 memberikan perubahan nilai tinggi muka air berbanding terbalik dengan nilai resistansi hasil pengukuran, sehingga pada penelitian ini nilai perubahan pada Tinggi Muka Air (TMA) berbanding terbalik dengan nilai resistansi sensor yang dihasilkan. 4.3 Ketahanan Korosi Pengujian Resistance wire FCHW2 dalam keadaan terhubung dengan oscillator terhadap air PDAM yang dilakukan selama 7 bulan yaitu sejak tanggal 12 Agustus 7 hingga Januari 8, dan pada air garam terdapat 2 perlakuan yaitu tereksitensi dan tidak tereksitensi yang dilakukan selama 5 bulan yaitu sejak tanggal 8 September 7 hingga Januari 8. Gambar 29. Uji KetahananKorosi 15

Hasil uji terhadap ketahanan korosi pada resistance wire jenis FCHW2 yaitu pada batas antar udara dan permukaan air terlihat perubahan warna gelap pada kawat tersebut. Ini dikarenakan pada bagian tersebut terjadi perubahan antara kering dan basah, daerah basah yang berdekatan dengan udara menerima oksigen lebih banyak dibandingkan pada daerah ditengah butiran air yang kurang kadar oksigennya. Gambar 3. Hasil Uji Ketahanan Korosi 4.4 Simulasi Sensor Semakin kecil ukuran resistace wire maka nilai resistansinya semakin tinggi. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan sensor maka semakin terabaikan nilai resistansi air. Diasumsikan nilai resistansi sensor yang dibutukan adalah 6k Ohm, resistansi air fresh ohm Gambar 31. Simulasi Pembuatan Sensor Diasumsikan ketinggian sungai pada umumnya 3 meter sehingga panjang pipa sensor yang dibutuhkan 3 meter. Metode yang digunakan adalah metode lilitan 2 kawat sensor dalam 1 pipa maka kawat sensor diameter.1 mm dengan R 157 per meter membutuhkan panjang 382.2 383 meter, jadi panjang masing-masing sensor 191.5 meter. Untuk jarak lilitan antar sensor.5 mm maka diameter pipa yang dibutuhkan adalah 2.4 cm atau.9 1 inchi. Metode lilitan digunakan dalam penelitian ini karena kawat resistance wire yang digunakan sangat panjang dan tidak sebanding dengan kebutuhan panjang sensor yang disesuaikan dengan rata-rata ketinggian sungai 3 meter. 4.5 Pembuatan Sensor Pipa PVC sebagai media yang dililit dan proses penggulungan secara manual. Permukaan pipa yang licin menyebabkan mudahnya perubahan posisi kawat dalam penggulungan, hal ini mengakibatkan jarak antara lilitan sensor tidak sama, agar letak lilitan kawat sensor tidak beruba-ubah maka digunakan perekat (lem) pada lapisan luar pipa. Kelemahan yang lain adalah ukuran sensor resistance wire yang kecil menyebabkan terjadinya putus pada sensor tersebut dalam proses penggulungan. Dalam penelitian ini, panjang pembuatan sensor hanya 1 meter. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengukuran terhadap TMA air. Sensor yang telah dibuat dengan panjang 1 meter merupakan panjang 1 meter pertama dari keseluruhan sensor yang disimulasikan. Untuk mendapatkan nilai yang sesuai dengan ketinggian sungai 3 meter maka nilai resistansi yang didapat dihubungkan secara seri dengan resitor 4k Ohm. Nilai tersebut adalah nilai resistansi sensor dengan panjang sensor sama dengan 2 meter. Pada tahap ini telah dilakukan 3 kali pembuatan sensor, metode pembuatan dengan menggulung kawat resistansi pada pipa yang telah ditentukan diameternya dan jarak antar lilitannya. Nilai resistansi pada sensor diukur dengan menggunakan konduktor dengan cara menghubungkan kedua kawat sensor pada ketinggian yang sama sehingga terjadi short. Nilai resistansi sensor yang terukur adalah nilai resistansi pada ketinggian tersebut, selang ketinggian untuk pengukuran resistansi ini adalah 1 cm. 4.5.1 Sensor Prototipe I Pada sensor prototipe 1 dengan menggunakan metode lilitan 2 kawat sensor dalam 1 pipa, dengan menggunakan perekat (lem) pada permukaan luar. Kedua kawat dililitkan pada pipa diameter 1 inchi jarak antar lilitan 1 mm dengan panjang pipa 138 cm menghasilkan resistansi 11.21 k ohm dengan masing-masing nilai resistansi pada kawat yaitu 5.67 k ohm dan 5.54 k ohm. Kesulitan dalam pembuatan sensor prototipe 16

I yaitu seringnya terjadi short antar kawat sensor dan perekat tersebut menghambat turunnya air sehingga untuk pengujian selanjutnya harus menunggu sensor kering terlebih dahulu. Gambar 32. Sensor Prototipe I Dengan mengukur nilai resistansi sensor per 1 cm maka dapat diketahui nilai masing-masing dalam skala 1 cm, nilai resistansi sensor per 1 cm tersebut tidak sama sehingga jarak lilitan kawat sensor juga tidak sama dan nilai resistansi sensor memiliki hubungan yang tidak linear dengan tinggi muka air. Gambar 33. Model Resistansi Sensor Prototipe I Dalam uji coba sensor prototipe I dengan memasukkan sensor pada air yang memiliki volume tetap, dan nilai resistansi pengukuran dihubungkan pada rangkaian oscilator dengan Ra 1k ohm dan Rb 1.36k ohm serta C 1µF yang menghasilkan perubahan frekuensi sbb. Perbandingan Frekuensi Pengamatan dengan frekuensi Teoritis pada Sensor I Uji I Uji II Uji III Frekuensi Teoritis 1 1 8 6 4 7 9 11 13 1 17 19 Frekuensi (Hz) Gambar 34 diatas menunjukkan perubahan nilai frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang dihitung secara teoritis. Frekuensi hasil pengamatan baik pada uji I, II maupun uji III menunjukkan ketidak sesuaian dengan nilai frekuensi yang dihasilkan pada nilai teoritis, hal ini disebabkan sensor menggunakan selongsong luar sebagai pengaman namun selongsong tersebut mengganggu proses naiknya air sehingga nilai resistan selalu lebih besar dari Gambar 34. Hasil Uji Coba Sensor Prototipe I resistan sebenarnya yang mengakibatkan nilai frekuensi lebih kecil. Hal ini terbukti pada saat pengukuran nilai frekuensi selalu bertambah pada ketinggian yang tetap namun tidak melebihi nilai frekuensi teoritis. 4.5.2 Sensor Prototipe II Sensor prototipe II, dengan menggunakan metode dan diameter pipa yang sama dengan sansor 1, selain itu menggunakan perekat (lem) dengan luasan 17

lebih kecil jika dibandingkan dengan sensor prototipe I serta menggunakan lapisan cat pada sisi luar pipa. Panjang pipa sensor prototipe II 17 cm didapatkan resistansi 23.6 k Ohm dengan masing-masing nilai resistansi pada kawat yaitu 11.92 k Ohm dan 11.68 k Ohm. Gambar 35. Sensor Prototipe II Dari hasil pengukuran resistansi per 1 cm maka diketahui keteraturan jarak antar kawat sensor dalam proses penggulungan sensor. Pada ketinggian -1 cm terdapat nilai resistansi sensor antara 1.3k ohm hingga 1.5k ohm ini menunjukkan dalam proses penggulangan sensor prototipe II jarak antar sensor lebih rapi jika dibandingkan dengan sensor prototipe I. Gambar 36. Model Resistansi Sensor Prototipe II Pada sensor prototipe II selain menggunakan perekat (lem) juga menggunakan cat namun dalam pengelupasan cat dengan menggunakan kertas gosok pada permukaan sensor menyebabkan lapisan Chrome (lapisan pemadu) terkelupas dan terjadi korosi pada kawat tersebut. Akibat dari korosi tersebut nilai resistasi pada sensor menjadi 14.29 k Ohm dengan masing-masing sensor 7.25 k Ohm dan 7.4 k Ohm dan panjang pipa 12 cm. Uji Coba Sensor II Uji Coba R sensor 1 9 8 7 6 TMA 4 3 1 4 6 8 1 1 14 16 R (Ohm) Dari hasil uji coba nilai resistansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan nilai resistansi sensor, namun terdapat perubahan nilai resistansi pengukuran disetiap perubahan ketinggian muka air. Semakin tinggi permukaan air, nilai resistansinya Gambar 37. Hasil Uji Coba Sensor Prototipe II setelah Korosi semakin rendah. Terdapat kesulitan dalam pembuatan sensor prototipe II, yaitu seringnya terjadi short pada sensor sehingga nilai resistansi hasil pengukuran tidak sesuai dengan perubahan TMA. 18

4.5.3 Sensor Prototipe III Gambar 38. Sensor Prototipe III Kesulitan penggulungan pada metode 2 kawat sensor dalam 1 pipa dan seringnya terjadi short pada sensor, maka pada sensor prototipe III menggunakan metode 1 kawat sensor dililit pada 1 pipa. Diameter pipa yang dibutuhkan adalah setengah nilai dari metode 2 kawat sensor dililit pada 1 pipa yaitu.5 inchi dan panjang pipa 1 meter. Metode ini memudahkan dalam sistem pembuatan sensor dan menghindari terjadinya short antar sensor. Batas jarak antar sensor menggunakan benang nilon dengan ukuran.5 mm. Pembuatan sensor prototipe III ini menggunakan perekat (lem) dengan luasan yang lebih kecil dari sensor prototipe I dan II dan penggunaan cat setelah penggulungan. Pengukuran nilai resistensi sensor per 1 cm dilakukan setelah uji coba resistansi selesai namun pada ketinggian 9 dan 1 salah satu kawat sensor tersebut putus sehingga yang tercantum pada data hanya pada ketinggian -8 cm. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut. 4.5.3.1 Pengujian perubahan nilai resistansi sensor Pengujian perubahan nilai resistansi berdasarkan ketinggian muka air dilakukan dalam 2 tahapan. Tahapan pertama pengujian secara kasar dengan mencelupkan sensor kedalam tabung air dengan volume yang tetap, dilakukan sebanyak 5 kali ulangan. Tahapan kedua dilakukan dengan menambahkan air pada tabung air sehingga sensor akan terendam air. Nilai resistansi yang dihasilkan sensor merupakan nilai ketinggian dari air tersebut. Pengujian dilakukan di Workshop Instrumentasi dan kolam depan Departemen Geofisika dan Meteorologi, berawal pada 7 Desember 7 Gambar 4. Uji Coba Sensor Prototipe III (Tahap I) a. Pengujian Tahap I Pengujian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui besarnya perubahan nilai resistansi dari air PDAM, air kandungan asam, air kandungan basa, air sungai, dan air garam dengan menggunakan pipa 2 inchi setinggi 15 cm sehingga volume air 2,1 liter, pengukuran dalam keadaan volume tetap. Untuk air kolam dengan volume kolam yang berada di depan Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Gambar 39. Model Resistansi Sensor PrototipeIII Nilai resistansi yang dihasilkan pada ketinggian - 9 cm pada sensor prototipe III memiliki nilai yang hampir sama, hal ini membuktikan pada jarak kawat antar sensor sedikit lebih rapi dibanding sensor prototipe I dan II. Gambar 41. Nilai Resistansi Pengukuran 19

Gambar 42. Proses Uji Coba Tahap I Nilai resistansi air merupakan nilai selisih dari resistansi hasil pengukuran dengan resistansi sensor saat tidak terendam air (kering) yang dihubungkan dengan logam. o Air PDAM Pada percobaan terhadap air PDAM yang diharapkan sebagai air bersih, ph netral dan tidak banyak mengandung unsurunsur elektrolit. Pada pengujian terhadap perubahan resistansi air PDAM selisih nilai resistansi rata-rata pada air PDAM 69.75 6 ohm. Pada uji coba 1 dan 3 terdapat nilai resistansi yang tidak sesuai, ini dikarenakan pada proses pengulangan keadaan sensor masih terdapat air sehingga terjadi short antar kawat sensor. 1 uji coba 1 uji coba 2 uji coba 3 uji coba 4 uji coba 5 R sensor Linear (R sensor) 9 8 7 6 4 3 1 1 1 Resistansi (ohm) Gambar 43. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air PDAM) o Air Asam Pada air asam dengan memanfaatkan asam cuka dapur yang tergolong asam asetat CH 3 COOH. Nilai resistansi rata-rata yang dihasilkan adalah, 311 3 ohm. Pada air asam pengukuran hanya dilakukan hingga ketinggian 8 cm, karena pada waktu pengukuran terjadi kebocoran pada pipa penampung sehingga ketinggian maksimum yang dihasilkan hanya 8 cm

uji coba 1 uji coba 2 uji coba 3 uji coba 4 uji coba 5 R sensor Linear (R sensor) 1 9 8 7 6 4 3 1 1 1 Resistansi (ohm) Gambar 44. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Asam) o Air Kolam Air kolam yang dimaksudkan adalah air kolam yang berada di depan jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB, Dramaga. Air dengan luasan dan volume yang tinggi dengan harapan dapat memberikan gambaran pengukuran pada area yang luas dan volume air yang tinggi. Nilai resistansi rata-rata dihasilkan pada air kolam berkisar 655.5 7 ohm Uji Coba 1 Uji Coba 2 Uji Coba 3 Uji Coba 4 Uji Coba 5 R sensor Linear (R sensor) 1 9 8 7 6 4 3 1 1 1 Resistansi (ohm) Gambar 45. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Kolam) o Air Garam Pada uji coba dengan air garam, dengan memanfaatkan garam dapur (KJO 3 ) 2g yang dicampur pada air dengan volume 2.1 liter. Untuk air garam yang memiliki sifat penghantar yang baik selisih nilai resistansi yang dihasilkan lebih kecil. Selisih nilai resistansi sensor dengan nilai resistansi pengukuran adalah 258 3 ohm. 21

Uji Coba 1 Uji Coba 2 Uji Coba 3 Uji Coba 4 Uji Coba 5 R sensor Linear (R sensor) 1 9 8 7 6 4 3 1 1 1 Resistansi (ohm) Gambar 46. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Garam) o Air Basa Pada uji coba dengan air basa, air yang ditambahkan kapur gamping (Ca(OH) 2 ), sebagai contoh pengukuran TMA pada kadar keasaman diatas ph 7. Untuk air basa nilai resistansi rata-rata yang didapat adalah 114 1 ohm. Uji Coba 1 Uji Coba 2 Uji Coba 3 Uji Coba 4 Uji Coba 5 R sensor Linear (R sensor) 1 9 8 7 6 4 3 1 1 1 Resistansi (ohm) Gambar 47. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Basa) o Air Sungai Pada air sungai yang menggambarkan kandungan air yang sesungguhnya didapatkan nilai resistansi rata-rata 624.5 6 ohm. 22

Uji Coba 1 Uji Coba 2 Uji Coba 3 Uji Coba 4 Uji Coba 5 R sensor Linear (R sensor) 1 9 8 7 6 4 3 1 1 1 Resistansi (ohm) Gambar 48. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap I terhadap Air Sungai) Perubahan nilai resistansi dari 1meter ketinggian air untuk sensor prototipe III, dengan volume dan jenis kandungan air berbeda menunjukkan bahwa nilai resistansi pengujian mengikuti slope resistansi sensor pada keadaan kering (tidak terendam air). Selisih nilai resistansi air dari hasil pengujian secara kasar yaitu antara 6-7 ohm dan untuk kandungan air elektrolit (garam, basa dan asam) semakin tinggi kandungannya maka nilai resistansinya semakin kecil. b. Pengujian Tahap II Pengujian pada tahap ini dilakukan pada ketinggian dan volume air tetap. Pencatatan nilai resistan air dilakukan 2 kali setiap awal dan akhir pengujian dalam selang 1 menitan, hal ini dimaksudkan untuk melihat respon time sensor terhadap perubahan tinggi muka air. Pada pengamatan ini kepekaan sensor terhadap nilai resistansi sangat tinggi, hal ini ditunjukkan pada menitan awal yaitu pada saat penambahan air pada tabung nilai resistansi yang dihasilkan sensor berkurang yaitu mengikuti perubahan tinggi muka air tersebut dan saat diakhir pengamatan pada ketinggian yang tetap, nilai resistan yang dihasilkan sensor relatif sama seperti diawal pengamatan. Gambar 49. Uji Coba Sensor III (Tahap II) 23

Nilai resistansi hasil pengamatan diakhir pengamatan dalam ketinggian yang sama (kondisi air tenang) terdapat nilai resistan yang berubah-ubah, sehingga nilai selisih tersebut merupakan nilai resistansi acak. Nilai tersebut adalah selisih nilai resistansi maksimum dengan nilai minimum yang dicapai pada ketinggian yang sama. 1 9 8 7 Terendah Tertinggi 6 4 3 1 1 1 R (ohm) Gambar. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air PDAM) Pada pengujian untuk air PDAM, selisih resistansi maksimum pada akhir 1 menit dari pengamatan adalah 4 Ohm yaitu pada Tinggi Muka Air cm dengan rata-rata selisih resistansi 145 1 Ohm. 1 9 8 7 Terendah Tertinggi 6 4 3 1 1 1 R (ohm) Gambar 51. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Asam) Untuk air asam pengujian yang dilakukan dari hingga 8 cm memiliki nilai selisih nilai resistansi maksimum pada tinggi muka air 8 cm dengan selisih resistansi 29 3 Ohm, sedangkan untuk rata-ratanya yaitu 181 Ohm. 24

1 9 8 7 Terendah Tertinggi 6 4 3 1 1 1 R (ohm) Gambar 52. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Kolam) Pada air kolam nilai rata-rata yang dihasilkan untuk selsisih resistansi sebesar 211 ohm dan nilai selisih maksimum 3 4 Ohm pada ketinggian air 1 cm 1 9 8 7 Terendah Tertinggi 6 4 3 1 1 1 R (ohm) Gambar 53. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Garam) Untuk air garam kondisinya tidak jauh berbeda dengan pengamatan pada air kolam yaitu memiliki selisih maksimum pada ketinggian 1 cm sebesar 3 4 Ohm dengan rata-rata 148 1 Ohm. 25

1 9 8 7 Terendah Tertinggi 6 4 3 1 1 1 R (ohm) Gambar 54 Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Basa) Pada air basa memiliki nilai selisih resistan maksimum terbesar diantara kelima kandungan air, yaitu ohm pada ketinggian air cm dan rata-rata 1 1 ohm 1 9 8 7 Terendah Tertinggi 6 4 3 1 1 1 R (ohm) Gambar 55. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (Uji Tahap II terhadap Air Sungai) Untuk air sungai nilai rata-rata yang didapat sebesar 1 1 ohm dengan nilai maksimum 18 ohm yaitu pada ketinggian air 1cm. Nilai resistansi acak berkisar ohm, ini berarti setiap pengukuran pada TMA nilai resistansi akan berubah-ubah sebesar ohm dari nilai sebenarnya. ketidakstabilan tersebut dipengaruhi oleh resistansi air dan dapat diabaikan jika nilai resistansi sensor jauh lebih besar dari nilai resistansi yang tidak stabil 4.5.3.2 Pengujian Resistansi Air terhadap Pengaruh Suhu Pada dasarnya perubahan suhu pada air sungai tidak begitu besar. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian bahwa suhu pada sensor resistansce wire tidak mempengaruhi nilai resistansi pengukuran yang dihasilkan. Pada tahap ini dilakukan 2 pengujian pada suhu dibawah 5 o C dan diatas 25 o C, untuk nilai suhu dibawah 25 o C atau pada kondisi normal telah dilakukan pada tahap I dan II yaitu pada suhu 23 o C 26

A Suhu < 5 o C Pengujian pada air sungai dengan suhu dibawah keadaan normal dari suhu air sungai pada umumnya, memberikan gambaran bahwa sensor dapat mengabaikan pengaruh suhu dibawah keadaan suhu normal karena nilai resistansi yang dihasilkan oleh sensor pada suhu < 5 o C dan pada keadaan normal suhu air sungai tidak jauh berbeda serta nilai resisitansi air pun masih dalam keadaan yang hampir sama 1 Resistansi Sensor Suhu Normal Uji II Uji I 9 8 7 6 4 3 1 1 1 Resistansi (ohm) Gambar 56. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (pada Suhu < 5 o C) B Suhu > 25 o C Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan resistansi yang dipengaruhi oleh suhu, yaitu suhu 25 o C hingga 45 o C. Pengukuran dilakukan pada 3 sampel ketinggian air yaitu pada ketinggian 23, 3 dan 4 cm. Nilai resistansi yang dihasilkan pada pengukuran ini relatif konstan jadi panas pada air tidak mempengaruhi besarnya nilai resistansi yang dihasilkan oleh sensor. TMA 23 TMA 3 TMA 4 45 4 Suhu (o C) 35 3 25 14 14 1 15 16 16 17 17 18 18 19 R Pengukuran (ohm) Gambar 57. Hasil Uji Coba Sensor prototipe III (pada Suhu > 25 o C) 4.6 Simulasi dan Pembuatan Rangkaian Elektronik Pada tahap ini yaitu simulasi dan pembuatan rangakaian elektronik adalah tahap lanjutan dari simulasi pembuatan sensor. Pada simulasi pembuatan sensor, resistansi sensor yang dihasilkan antara - 6k ohm, hal tersebut akan sama dengan perubahan nilai TMA hingga 3 meter. 27

Gambar 58. Diagram Elektronik Sensor Gambar 59. Elektronik Sensor Resistansi yang dihasilkan oleh sensor tersebut kemudian dibangkitkan menjadi pulsa oleh rangkaian oscillator IC 555, nilai resistansi sensor dihubungkan secara seri dengan Rb pada rangkaian oscillator tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan 2 variasi untuk mendapatkan nilai frekuensi sehingga dapat diketahui nilai yang tepat digunakan dalam pembuatan sensor, yaitu, Ra = 1k Ohm dan Rb = 1k Ohm atau Ra= 1k Ohm dan Rb = 1.36k Ohm. 1. RA = 1k Ohm dan R2 = 1k Ohm Sensor dihubungakan dengan Rb = 1k Ohm, untuk mendapatkan pengukuran tinggi muka air 3 meter yang setara dengan 6k Ohm, maka nilai Rb berselang antara 1k Ohm hingga 7k Ohm. Frekuensi yang dihasilkan adalah 1.21 Hz hingga 68.57 Hz 2. RA = 1k Ohm dan R2 = 1.36k Ohm Nilai Rb berselang antara 1.36k Ohm hingga 61.36k Ohm serta frekuensi yang dihasilkan adalah 11.64 Hz hingga 387.1 Hz Frekuensi yang dibutuhkan adalah frekuensi dengan range yang tinggi, karena pada selang yang tinggi perubahan nilai R yang kecil akan dapat terukur. Pada rangakaian oscilator dengan Ra 1k Ohm dan Rb 1.36k Ohm yang memiliki nilai range frekuensi lebih lebar jika dibanding Ra 1k Ohm dan Rb 1k Ohm, sehingga rangkaian yang cocok dalam untuk sensor ini adalah rangkaian Ra 1k ohm dan Rb 1.36k ohm. Nilai minimum yang dianjurkan untuk IC 555 adalah Ra 5k Ohm dan Rb 3k ohm, maka perlu pengujian fungsi persamaan frekuensi 555 (frekuensi teoritis) dengan frekuensi R variable (hasil pengukuran). Uji coba ini sebagai pembuktian terhadap fungsi persamaan 1.44 frekuensi 555, f = ( R a + ( 2R b ) x C) (frekuensi teoritis) dengan frekuensi R variabel. Besarnya frekuensi sangat ditentukan oleh nilai R dan C, dengan nilai R variable sebagai nilai resistansi sensor yang dihubungkan secara seri dengan nilai konstanta Rb pada oscillator, nilai Ra dan C adalah konstan. Frekuensi teoritis adalah nilai frekuensi yang dihasilkan berdasarkan persamaan frekuensi, sedangkan frekuensi R variable yaitu frekuensi yang dihasilkan dari pengukuran DVM dari nilai variable resistan. Besarnya nilai resistansi untuk kedua frekuensi tersebut adalah sama, maka didapat hubungan seperti gambar 6 dibawah ini. 28

4 3 y =.9916x -.421 R 2 = 1 Frekuensi Pengamatan (Hz) 3 2 1 1 y =.9846x -.3146 R 2 =.9997 Ra 1k ohm dan Rb 1.36k ohm Ra 1k ohm dan Rb 1k ohm Linear (Ra 1k ohm dan Rb 1k ohm) Linear (Ra 1k ohm dan Rb 1.36k ohm) 1 1 2 3 3 4 Frekuensi Teoritis (Hz) Gambar 6. Hubungan Frekuensi Teortis dengan Frekuensi Pengukuran Rangkaian astabel multivibrator, dengan Ra 1k ohm dan Rb 1.36k ohm akan menghasilkan nilai frekuensi yang diterapkan pada simulasi ketinggian TMA 3 meter. Terdapat 6 nilai frekuensi yang mengikuti perubahan nilai TMA dari -1 cm atau TMA kurang dari 1 meter. Nilai frekuensi yang dihasilkan dari keenam uji coba tersebut kurang dari nilai frekuensi resistansi sensor, perbedaan nilai tersebut dipengaruhi oleh nilai resistansi air antara 6-7 ohm. Namun pada gambar 61 terlihat selisih yang sama disetiap ketinggian, ini menunjukkan nilai tersebut mengikuti slope pada ketinggian 3 meter. 3 PDAM Asam Kolam Garam Basa Sungai Sensor dan Simulasi 2 1 1 1 1 2 3 3 4 Frekuensi (Hz) Nilai frekuensi tersebut merupakan nilai ketukan per satuan detik, semakin besar frekuensi maka semakin cepat ketukannya. Sehingga semakin tinggi TMA dengan nilai resistansi yang dihasilkan semakin rendah maka frekuensi semakin cepat dan sebaliknya. Hal ini berarti nilai resistansi Gambar 61. Frekuensi 1 meter dan frekuensi simulasi 3 meter sensor dengan frekuensi untuk IC 555 adalah berbanding terbalik yang menyebabkan variasi durasi waktu pengamatan, semakin tinggi permukaan air maka semakin cepat waktu pengamatan dan semakin rendah muka air maka semakin lama waktu pengamatan. 29

Sifat pengukuran yang semakin tinggi permukaan air maka semakin cepat selang waktu pengukuran yang dihasilkan, dan pada keadaan permukaan lebih rendah waktu yang dihasilkan lebih lama. Hal tersebut sesuai dengan perubahan permukaan air pada DAS dari permukaan rendah kepermukaan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih cepat dibanding perubahan nilai permukaan air DAS dari permukaan yang lebih tinggi kerendah. 4.7 Kestabilan Catu Daya terhadap Oscilator Kebutuhan catu daya pada rangkaian osilator adalah pada selang 4.5 volt hingga 15 volt, namun voltasi yang digunakan adalah 9 dan 12 volt karena mendapatkannya mudah dalam bentuk battery ataupun accu. Untuk jenis oscilator ini perubahan catu daya tidak begitu mempengaruhi besarnya frekuensi, perubahan nilai voltasi dari 4.3 volt hingga 1.5 volt menunjukkan nilai frekuensi yang relatif konstan, terlihat pada gambar 62 dibawah ini. Pengukuran terhadap Kesetabilan Catu Daya 8 7 6 Frekuenasi (Hz) 4 3 1 3 4 5 6 7 8 9 1 11 Catu Daya (volt) Gambar 62. Uji Oscilator terhadap Catu Daya 4.8 Uji Kestabilan Sensor untuk kestabilan elektronik dan kestabilan sistem pencatatan. Meskipun jauh dari Sensor dalam keadaan terendam air keadaan yang sesungguhnya namun tahap ini dengan ketinggian tetap dihubungkan mampu memberikan gambaran secara dengan astable multivibrator IC jenis 555. fungsional alat. Pada tahap ini merupakan tahap pengujian 48 46 44 Frekuensi (Hz) 42 4 38 36 34 32 Pengukuran TMA 4 cm Pengukuran TMA 35 cm oritis pada TMA 4 cm" Frekuensi Teoritis pada TMA 35 cm 3 2 4 6 8 1 12 14 16 18 Waktu (Jam) Gambar 63. Kestabilan Sensor pada TMA 35 dan 4 cm 3

Uji Coba pada ketinggian air 4 cm dengan rangkaian oscilator Ra 1k Ohm dan Rb 1.36k Ohm, dengan menggunakan DVM didapat resistansi sensor = 14.9k Ohm dan frekuensi 42 Hz, mendapatkan hasil pada gambar 63 diatas dengan frekuensi rata-rata 42.76 Hz dan frekuensi maksimum yang dicapai 42.89 Hz dan frekuensi minimum yang dihasilkan 42.72 Hz sehingga nilai frekuensi pengamatan selalu diatas nilai frekuensi teoritis Untuk gambar 63 diatas, dengan menggunakan Ra 1k Ohm dan Rb 1.36k Ohm, diukur dengan menggunakan DVM didapat resistansi sensor 15.9k Ohm dngan frekuensi 41 Hz pada ketinggian muka air 35 cm, menghasilkan frekuensi rata-rata pengamatan 4.8 Hz frekuensi maksimum pengamatan 4.88 Hz dan nilai frekuensi minimumnya 4.68 Hz maka nilai nilai frekuensi pengamatan selalu dibawah nilai frekuensi teoritis. Dari 2 uji coba tersebut perubahan nilai frekuensi tidak begitu besar, resistansi dan frekuensi yang dihasilkan sensor dengan memanfaatkan rangkaian astable multivibrator IC 555 tergolong cukup stabil. 31