I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

dokumen-dokumen yang mirip
Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang artinya sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani (Suprihono, 2003).

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGENALAN TEKNIK USAHATANI TERPADU DI KAWASAN EKONOMI MASYARAKAT DESA PUDAK

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rendah namun masih dapat dimanfaatkan. Salah satu lahan marjinal yang ada dan

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENELITIAN PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat menjadi suatu koreksi akan strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Krisis tersebut ternyata telah menyadarkan kita akan pentingnya peranan sektor pertanian. Isu kerawanan pangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai dampak dari krisis yang terjadi merupakan isu yang secara langsung berkaitan dengan sektor pertanian. Argumen untuk hal ini tidak lain karena sektor pertanian merupakan sektor penyedia bahan pangan dan pada sektor ini pulalah sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya. Dengan demikian pemberdayaan ekonomi tampaknya dapat diwujudkan melalui pemberdayaan sektor pertanian. Pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pengembangan suatu sistem usahatani pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani. Hal ini sejalan dengan salah satu sasaran pembangunan nasional yaitu meningkatkan tarap hidup penduduk melalui peningkatan pendapatan. Namun, pada sisi lain usahatani yang dikelola oleh para petani seringkali menghadapi berbagai kendala pengembangan. Keterbatasan sumberdaya yang dikuasai merupakan karakteristik yang seringkali melekat pada usahatani di negara-negera berkembang, termasuk di Indonesia. Keterbatasan dalam penguasaan lahan, modal, dan input produksi lainnya serta rendahnya kemampuan dalam aspek pengelolaan merupakan kondisi yang membawa implikasi pada pola pengusahaan yang tidak efisien.

Pembangunan pertanian di Indonesia juga terbentur pada masalah kepadatan penduduk, pertarnbahan penduduk relatif tinggi, tidak meratanya penyebaran penduduk serta tidak meratanya struktur umur (Jenahar, 1990). Kondisi tersebut berdampak pada semakin sempitnya lahan usahatani yang tersedia sebagai akibat dari pengkonversian lahan usahatani menjadi kawasan perurnahan atau pemanfaatan lainnya yang dinilai lebih memberikan "nilai guna". Data yang ada menunjukan bahwa di Pulau Jawa setiap tahun terjadi pengkonversian lahan sawah seluas 15 000-23 000 hektar. Disamping itu, penurunan kesuburan tanah dan adanya degradasi tanah menjadi faktor lain yang juga dihadapi dalam pembangunan bidang pertanian. Holden (2000) mengungkapkan bahwa degradasi lahan yang terus menerus merupakan ancaman dalam pembangun ekonomi terhadap potensi produksi pangan masa mendatang. Suatu upaya yang dapat dilakukan guna mempertahankan keberadaan usahatani dan menjagalmeningkatkan stabilitas pendapatan petani adalah dengan mengembangkan sistem usahatani terpadu (farming system). Farming system merupakan suatu konsep pengembangan pertanian yang memandang usahatani sebagai suatu sistem. Hal ini mengandung pengertian bahwa antara berbagai cabang usahatani yang dikelola oleh petani memiliki saling keterkaitan dan berinteraksi satu sama lain. Keterkaitan dan interaksi tersebut baik dalam ha1 penggunaan input maupun tingkat output yang dihasilkan. Dengan demikian petani dituntut mampu memadukan berbagai kombinasi cabang usahatani sehingga tercipta keterkaitan yang bersifat saling mendukung dengan interaksi positif.

Berbagai kajian yang telah dilakukan menunjukan bahwa dengan penerapan pola usahatani terpadu akan diperoleh berbagai keuntungan, antara lain: (1) dapat memperkecil resiko kegagalan produksi salah satu cabang usaha, (2) dapat menjamin distribusi tenaga kerja yang relatif merata sepanjang tahun, (3) dapat mempertahankan keseimbangan unsur hara tanah, dan (4) dapat mencegah terjadinya penyebaran serangan hama dan penyakit. Berkaitan dengan penerapan pola usahatani terpadu, sebagian petani di Kecamatan Sukahaji, Kabupatan Majalengka dalam usahataninya disamping mengembangkan berbagai jenis tanaman (padi, bawang merah, dan ubi jalar) dengan pola tanam tertentu pada setiap musim tanam juga memelihara ternak. Pengembangan usahatani yang terdiri atas berbagai cabang usaha tersebut (tanaman dan ternak) selain didasarkan atas kebiasaan serta pengalaman juga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut maka kombinasi cabang usaha yang dijalankan oleh petani harus dilakukan atas dasar pola pemanfaatan sumberdaya secara optimal. Untuk dapat melaksanakan pembangunan pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara optimal maka diperlukan suatu perencanaan yang sistematis, terarah dan berkelanjutan. Perencanaan dalam pembangunan pertanian dipandang perlu karena sektor pertanian menjadi tumpuan hidup sebagian besar rakyat dan harus mampu menjadi landasan yang kuat bagi kemandirian ekonomi karena negara kita adalah negara agraris. Kondisi krisis yang terjadi merupakan pembenaran akan argumen tersebut.

1.2. Perurnusan Masalah Sejak Repelita 111, perencanaan pembangunan pertanian diarahkan pada pola pengembangan yang bersifat terpadu melalui Kebijaksanaan Trimatra Pembangunan Pertanian. Keterpaduan yang dimaksud dalam trimatra tersebut meliputi: (1) kebijaksanaan usahatani terpadu, (2) kebijaksanaan komoditi terpadu, dan (3) kebijaksanaan wilayah terpadu. Pendekatan kebijaksanaan tersebut dilakukan dalam rangka mendayagunakan dan menggerakan potensi surnberdaya alam, manusia, teknologi, dan modal secara optimal. Pada kenyataannya, perencanaan yang disusun dalam pembangunan pertanian perlu disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan sosio-budaya masyarakat setempat. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa setiap daerah memiliki daya dukung serta keunggulan komparatif yang berbeda bagi pengembangan suatu sistem usahatani. Demikian pula dengan sosio-budaya masyarakat pada setiap daerah juga berbeda-beda. Schickele (1966) mengemukakan bahwa dalam mengarnbil keputusan untuk suatu perencanaan pembangunan pertanian, yang diarnati bukan hanya masalah-masalah yang menyangkut individu petani dengan usahataninya tetapi juga perlu dipelajari masalah-masalah diluar usahatani serta lingkungan yang dapat menghambat petani dalam memodernisir usahataninya untuk meningkatkan produksi pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian, pada dasarnya ditujukan untuk mencari alternatif pengembangan sistem usahatani baik pada tingkat petani maupun wilayah. Kindelberger dan Herrick (1984) mengemukakan bahwa mencari alternatif sistem usahatani merupakan masalah alokasi sumberdaya yang cukup komplek.

Berkaitan dengan pengalokasian sumberdaya, lahan dan modal merupakan sumberdaya yang seringkali menjadi kendaldpembatas. Pemilikan lahan sawah di Jawa adalah kurang dari 0.25 hektar dan di luar Jawa 0.50 hektar, sedangkan pemilikan lahan kering di Jawa 0.50 hektar dan diluar Jawa 1.00 hektar. Pemecahan kendala tersebut antara lain diungkapkan oleh Cooke (1982) yang menyarankan dua cara, yaitu: (1) dengan meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang terbatas melalui kombinasi usahatani sehingga mampu membentuk modalnya sendiri, dan (2) melalui pemberian kredit usahatani, dengan harapan petani akan mampu meningkatkan penggunaan input yang lebih tinggi, sehingga produksi yang akan dicapai relatif lebih tinggi. Dalam hubungannya dengan penerapan sistem usahatani terpadu, petani di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka telah mengembangkan berbagai pola tanam yang dikombinasikan dengan usahaternak. Pengembangan usahatani tanaman dan ternak dalam batas-batas tertentu dapat memberikan kontribusi positif bagi usahatani secara keseluruhan. Sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan efektifitas penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian untuk makanan ternak serta meningkatkan pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk pertanian. Lebih lanjut pengembangan usahatani tanaman dan ternak ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dari usahatani yang dij alankannya. Narnun demikian, karena keterbatasan sumberdaya dan kemampuan dalam mengelola usahataninya sehingga pemilihan cabang usaha seringkali didasarkan atas pertimbangan faktor kebiasaan dan apa yang dapat dilakukan oleh pertani serta bukan

didasarkan atas pertimbangan efisiensi. Dengan kondisi demikian maka alokasi sumberdaya yang dikuasai oleh petani seringkali belum optimal dan pengelolaan usaha menjadi tidak efisien dengan tingkat produktivitas relatif rendah. Implikasi selanjutnya adalah tingkat pendapatan yang dicapai petani belum maksimal. Demikian pula dengan sumbangan sektor pertanian terhadap pendapatan daerah. Hal ini mengindikasikan perlunya dilakukan kajian menyeluruh terhadap usahatani terpadu (tanaman dan ternak) yang dijalankan oleh petani agar sumberdaya yang dimiliki dapat dialokasikan secara optimal. Dengan demikian permasalahan yang dikaji dalam penelitian adalah menyangkut pengembangan sistem usahatani secara optimal yang mampu memanfaatkan sumberdaya yang tersedia sehingga mendatangkan pendapatan maksimum baik bagi petani maupun bagi daerah yang bersangkutan. 1.3. Tujuan Dengan merujuk pada perurnusan masalah di atas maka tujuan studi ini adalah: 1. Menentukan pola usahatani optimal pada tingkat petani dan tingkat wilayah. 2. Mengetahui alokasi sumberdaya pada pola usahatani optimal tingkat petani dan tingkat wilayah. 3. Menganalisis kelayakan pola usahatani optimal tingkat wilayah.

1.4. Kegunaan Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi: 1. Pemerintah daerah setempat, khususnya dinas pertanian, sebagai bahan masukan dalam rangka penyusunan rencana pengembangan usahatani pada tingkat wilayah. 2. Petani di wilayah penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan cabang usahatani yang dijalankannya sesuai dengan sumberdaya yang dikuasai. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mencakup analisis alokasi penggunaan sumberdaya yang ada di wilayah kajian. Analisis alokasi dilakukan pada tingkat petani dan tingkat wilayah. Analisis alokasi sumberdaya dilakukan dengan pendekatan program linier. Disamping analisis alokasi sumberdaya, pada tingkat wilayah juga dilakukan analisis kelayakan terhadap pola optimal yang dicapai. Keterbatasan dari penelitian ini meliputi: (1) analisis usahatani yang dilakukan terhadap usahatani tanaman pangan dan ternak domba sedangkan untuk tanaman perkebunan, perikanan, dan jenis ternak lainnya tidak dimasukkan dalarn penelitian ini, (2) analisis usahatani yang dikaji adalah usahatani lahan sawah dan tidak memasukkan usahatani pada tipe lahan lainnya, dan (3) analisis kelayakan yang dilakukan merupakan kelayakan secara finansial, bukan kelayakan ekonomi.