BAB II PENDEKATAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
Pendekatan Historis Struktural

KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN. Slamet Widodo

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas

Sebuah Pendekatan dalam Mempelajari Pembangunan di Negara Berkembang. By Dewi Triwahyuni

Teori Ketergantungan

Teori Ketergantungan

Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Daru Retnowati, M.Si.

Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup:

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

PENDAHULUAN. Latar Belakang

DEPENDENCY THEORY (TEORI KETERGANTUNGAN)

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

Good Governance. Etika Bisnis

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

Teori ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

ALTERNATIF PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI ERA GLOBALISASI. Oleh: S U B I S U D A R T O ARTIKEL 22

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

RUANG KAJIAN PERUBAHAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN PENGARANG : SUWARSONO DAN ALVIN Y. SO. Oleh : Wahyu Ishardino Satries. Abstrak

MISI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS AIRLANGGA

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI

INDEPENDENSI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DI TENGAH KEPENTINGAN DONOR

Sosialisme Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

2. Teori modernisasi juga didasarkan pada faktor-faktor nonmaterial sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide dan atau alam pemikiran.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Teori juga membantu dalam memilih metode penelitian, menguji data, menarik kesimpulan, dan merumuskan tindak lanjut kebijaksanaan.

Teori Struktural. Marxist (1) Teori Struktural. Marxist (2) Raul Prebisch. Teori Dependensi: Pendahulunya (1)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang

Movement mudah diterima oleh masyarakat global, sehingga setiap individu diajak untuk berpikir kembali tentang kemampuannya dalam mempengaruhi

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Prinsip-Prinsip Aliran-Aliran Sosialisme

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia ini khususnya di negara berkembang. Sekitar 1,29 milyar penduduk dunia

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Awal abad ke-21 merupakan suatu kehidupan baru bagi bangsa. Indonesia, yaitu suatu masyarakat global yang dicirikan oleh perdagangan

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

Kesimpulan. Bab Sembilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEORI UTAMA PEMBANGUNAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

PEMBANGUNAN MASYARAKAT (D) R. Ahmad Romadhoni Surya Putra, S.Pt., M.Sc., Ph.D. Laboratorium Komunikasi dan Pembangunan Masyarakat

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Kelas Menengah *

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

POVERTY ALLEVIATION THROUGH RURAL-URBAN LINKAGES: POLICY IMPLICATIONS

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik.

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

Bahan MK Pembangunan Partisipatif

Teori Ketergantungan Digantung

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

Konflik Politik Karl Marx

Transkripsi:

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 LSM sebagai Wujud Konkret Organisasi Gerakan Sosial Dinamika penguatan potensi ranah sipil, pada hakikatnya adalah proses menuju menuju masyarakat sipil yang berdaya. Untuk mencapai keberhasilan menggalang potensi sipil, organisasi gerakan sosial adalah agen potensial dalam mewujudkannya (Fakih 2000). Wood dan Jackson dikutip oleh Fakih (2000) memberikan deskripsi tentang organisasi gerakan sosial sebagai berikut: Kelompok tak konvensional yang memiliki beragam derajat organisasi formal dan yang berusaha untuk menghasilkan atau mencegah bentuk perubahan radikal ataupun reformis. Dalam pendapat ini terdapat penekanan pada aspek pengorganisasian, dimana Stzompka (1993) dan Martell (1994) mempunyai gagasan yang sebaliknya. Dalam perkembangannya, gerakan sosial membutuhkan pengorganisasian yang dapat menjamin keberhasilan, kontinuitas, dan efisiensi pencapaian tujuan. Masuknya aspek organisasi dalam proses gerakan sosial, politik dan ekonomi membawa akibat pada formalisasi gerakan. Pada saat itulah, publik mengenal apa yang kemudian dikenal sebagai social movement organization, dimana LSM menjadi salah satu bagiannya (Jenkins, 1983). LSM adalah wujud konkret organisasi gerakan sosial, LSM adalah lembaga yang bukan bagian dari organisasi pemerintah serta didirikan bukan sebagai hasil dari persetujuan antar permerintah. LSM difahami sebagai organisasi gerakan sosial yang menjadi pelopor terciptanya sebuah gerakan sosial untuk perubahan sosial. 19

Sedangkan organisasi gerakan sosial sebagaimana dijelaskan oleh Zald dan McCarhty dalam Fakih (2000) adalah sebagai berikut: Kelompok yang memiliki kesadaran diri yang bertindak inconcerto untuk mengungkapkan apa yang dilihatnya sebagai klaim-klaim penentang dengan menentang kelompok elit, penguasa, atau kelompok elit, penguasa, atau kelompok lain dengan klaim-klaim tersebut. " Lahirnya LSM dilatarbelakangi kondisi dimana pemerintah tidak dapat menjangkau seeara keseluruhan kebutuhan-kebutuhan rakyat. Sehingga perlu adanya pihak yang mengatasi masalah tadi. Tetapi tidak cukup sampai pada kondisi tersebut, kehadiran LSM juga dipandang sebagai bentuk penyeimbang dari pemerintah atas kekuatan rakyat. Dengan batasan di atas LSM merupakan organisasi non pemerintah yang bergerak untuk menciptakan perubahan sosial (Budiman, 1988). Di Indonesia, istilah LSM baru muncul pada tahun 1978. Sebelumnya konsep LSM, lebih dikenal dengan nama Non Govermental Organization (NGO) atau ORNOP (Organisasi Non Pemerintah). Dalam perkembangannya, istilah non pemerintah dianggap kurang pas dengan situasi yang ada, kata "non" berlawanan dengan kata "ko", dimana kata "non" berkonotasi tidak mau bekerjasama dengan pemerintah (Ismawan, 2002). Dalam situasi yang demikian, kemudian dicari suatu istilah yang tepat untuk menggantikan ORNOP. Merujuk pada Kementrian Kerjasama pembangunan Jerman Barat, maka istilah yang dipakai oleh lembaga ini adalah Self Help Promoting Institute (SHPI) dan Self Help Organization (SHO). Pada tahun 1978, Sayogyo kemudian memperkenalkan istilah Lembaga Pengembangan Swadaya 20

Masyarakat (LPSM) sebagai pengganti SHPI dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pengganti SHO (Ismawan. 1999). Sugiyanto (2002) melihat setidaknya ada tiga latar belakang lahirnya lembagalembaga non pemerintah di Indonesia. Pemerintah Orde Baru melandaskan strategi pembangunannya pada: 1. Pendekatan teknokratis dengan birokrasi dominan. 2. Sangat menekankan pendekatan top down. 3. Keterbatasan memberikan peluang partisipasi masyarakat. Ketiga hal inilah menurut Sugiyanto (2002), sebagai penyebab adanya keinginan masyarakat untuk mencari altematif lembaga sosial yang mampu memberikan kontribusi terhadap kemajuan kesejahteraan. Aspirasi ini yang kemudian mewujud dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Istilah LSM didefinisikan lebih tegas lagi dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 8/1990 (dikutip dari, Ismawan, 2002) yang disebutkan sebagai: LSM merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan sesuai dengan bidang kegiatan, profesi, dan fungsi yang diminati oleh lembaga yang bersangkutan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih berdayaguna agar LSM, sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan, dapat meningkatkan dan memperluas partisipasi masyarakat tersebut melalui pendayagunaan dan peningkatan partisipasi masyarakat tersebut, melalui pendayagunaan dan peningkatan partisipasinya demi tercapai sasaran pembangunan nasional baik di pusat maupun daerah. Hyden seperti dikutip oleh Siregar (1988) menyimpulkan lima kepentingan LSM: 1. NGOs are much closer than the government to the poorer section of society. 2. NGOs staff are normally highly motivated and altruistic in their behaviour 21

NGOs operate economically 3. NGOs is their flexibility, a quality that stems from smallsize and the decentralized nature of decission making structurals. 4. NGOs independent from the government which gives an opportunity to develop demands for public sevices and resources and thus facilitate to work or individual government departements in rural areas. Williams seperti dikutip oleh Hannam (1988) mengajukan tiga karakteristik LSM sebagai berikut: 1. Organisasi dibentuk bukan atas inisiatif pemerintah dan berorientasi non profit. 2. Bebas dari pemerintah dan organisasi lainnya dalan menyusun prioritas kegiatannya. 3. Membatasi kegiatannya terutama pada kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan dan pembangunan kemasyarakatan. Budiman (1988) berpendapat bahwa LSM merupakan bentuk lembaga yang menjadi wahana bagi masyarakat kelas menengah untuk mengembangkan masyarakat pedesaan dan membawa perubahan sosial di dalamnya. Perkembangan LSM menurut Budiman (1988) telah memberikan efek positif terhadap perkembangan politik pedesaan, membuka daerah-daerah terisolasi dari kemajuan peradaban. Penjelasan tentang LSM, Hannam (1988) memberikan gambaran tentang pendekatan pengembangan masyarakat. LSM mempunyai metode yang lebih partisipatif dalam mengembangkan masyarakat di tingkat grass root. Menurut Hannam (1988), Budiman (1988), Sugiyanto (2002) fenomena LSM adalah 22

cermin dari kekecewaan atas pendekatan top down yang selama ini dilakukan. Sehingga Hannam (1988), Budiman (1988), Sugiyanto (2002) memahami LSM. Sebagai organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan pembangunan ditingkat grass root. Hal ini biasa diejawantahkan dalam bentuk penciptaan dan dukungan terhadap kelompok-kelompok swadaya lokal. Budiman (1988) menjelaskan tujuan yang ingin dicapai oleh LSM adalah menjadikan kelompok-kelompok lokal mempunyai kemandirian. Seperti dikutip oleh Hannam (1988), Ralston menjelaskan lima peranan penting LSM dalam mengembangkan masyarakat. Kelima hal tersebut adalah: 1. Mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal dan taktik-taktik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 2. Melakukan mobilisasi dan agitasi untuk usaha aktif mengejar kebutuhankebutuhan yang telah diidentifikasi sebelumnya. 3. Merumuskan kegiatan jangka panjang untuk mengejar sasaran-sasaran pembangunan lebih umum. 4. Menghasilkan dan memobilisasi sumber daya lokal dan ekstemal untuk kegiatan-kegiatan pembangunan pedesaan. 5. Pengaturan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Beberapa konsep pemahaman tentang LSM diatas, secara umum dapat dipahami sebagai konsep yang seragam dan saling melengkapi. Konsep tentang LSM mengacu pada bentuk lembaga non profit yang berkiprah di akar rumput (grass root) untuk mengembangkan masyarakat dengan pendekatan bottom up. Menurut Budiman (1988) pendekatan pengembangan masyarakat dengan pendekatan 23

bottom up akan melahirkan kemandirian dan keberlanjutan. Masyarakat lebih merasakan dan merasa memiliki program, dibandingkan dengan pendekatan top down yang cenderung memaksa, dan tidak sesuai dengan kebutuhan lokal (Hannam, 1988). 2.2 Teori Ketergantungan kaitannya dengan LSM Perspektif ketergantungan memberikan arahan untuk memperbanyak hubungan alternatif untuk mengatasi ketergantungan. Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi. Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah. Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia. Ada 6 (enam) inti pembahasan teori ketergantungan: 1. Pendekatan keseluruhan melalui pendekatan kasus. Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini. 24

2. Pakar eksternal melawan internal. Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto. 3. Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik. Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran. 4. Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas. Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso. 5. Keterbelakangan melawan pembangunan. Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan. 6. Voluntarisme melawan determinisme. Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada 25

sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik. Asumsi dasar teori ketergantungan ini menganggap ketergantungan sebagai gejala yang sangat umum ditemui pada negara-negara dunia ketiga, disebabkan faktor eksternal, lebih sebagai masalah ekonomi dan polarisasi regional ekonomi global (Barat dan Non Barat, atau industri dan negara ketiga), dan kondisi ketergantungan adalah anti pembangunan atau tak akan pernah melahirkan pembangunan. Terbelakang adalah label untuk negara dengan kondisi teknologi dan ekonomi yang rendah diukur dari sistem kapitalis. Terdapat beberapa asumsi dasar dalam perspektif dependensi yang disampaikan oleh beberapa ahli. Frank (1973) menyatakan bahwa pemahaman terhadap sejarah ekonomi, sosial dan politik menjadi suatu hal yang penting dalam menentukan kebijakan pembangunan pada suatu negara. Karakteristik suatu negara yang khas dapat dikaji dari perspektif historis. Pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh negara terbelakang saat ini sebenarnya merupakan hasil pengalaman sejarah negara maju yang kapitalis seperti negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Terdapat perbedaan sejarah yang sangat mendasar antara negara maju dan negara bekas koloni atau daerah jajahan sehingga menyebabkan struktur sosial masyarakatnya berbeda. Frank juga menganggap adanya kegagalan penelitian sejarah dalam menganalisis hubungan ekonomi yang terjadi antara negara 26

penjajah dan negara jajahannya selama masa perdagangan dan imperialisme. Pembangunan ekonomi merupakan sebuah perjalanan menuju sistem ekonomi kapitalisme yang terdiri dari beberapa tahap. Saat ini negara terbelakang masih berada pada awal tahapan tersebut. Frank (1973) menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu : 1. Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya, pembangunan pada negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut. 2. Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan industri kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara pusat sedang melemah. Pendapat ini merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia ketiga hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju. Tesis ini dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu isolasi temporer yang disebabkan oleh krisis perang atau melemahnya ekonomi dan politik negara pusat. Frank megajukan bukti empirik untuk mendukung tesisnya ini yaitu pada saat Spanyol mengalami kemunduran ekonomi pada abad 17, perang Napoleon, perang dunia pertama, kemunduran ekonomi pada tahun 1930 dan perang dunia kedua telah menyebabkan pembangunan industri yang pesat di Argentina, Meksiko, Brasil dan Chili. Pengertian isolasi yang kedua adalah isolasi secara geografis dan ekonomi yang menyebabkan ikatan antara pusat-satelit menjadi melemah dan kurang dapat menyatukan diri pada sistem perdagangan dan ekonomi kapitalis. 3. Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki kedekatan ikatan dengan negara pusat pada masa lalu. Frank menjelaskan bahwa pada negara satelit yang memiliki hubungan sangat erat telah menjadi sapi perah bagi negara pusat. Negara satelit tersebut hanya sebatas sebagai penghasil produk primer yang sangat dibutuhkan sebagai modal dalam sebuah industri kapitalis di negara pusat. 27

4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat. Perkebunan yang dirintis oleh negara pusat ini menjadi cikal bakal munculnya industri kapitalis yang sangat besar yang berdampak pada eksploitasi lahan, sumberdaya alam dan tenaga kerja negara satelit. 5. Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya kemampuan berproduksi pertanian di negara satelit. Ciri pertanian subsisten pada negara terbelakang menjadi hilang dan diganti menjadi pertanian yang kapitalis. Santos mengamsusikan bahwa bentuk dasar ekonomi dunia memiliki aturanaturan perkembangannya sendiri, tipe hubungan ekonomi yang dominan di negara pusat adalah kapitalisme sehingga menyebabkan timbulnya saha melakukan ekspansi keluar dan tipe hubungan ekonomi pada negara periferi merupakan bentuk ketergantungan yang dihasilkan oleh ekspansi kapitalisme oleh negara pusat. Santos menjelaskan bagaimana timbulnya kapitalisme yang dapat menguasai sistem ekonomi dunia. Keterbatasan sumber daya pada negara maju mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran pada negara miskin. Pola yang dilakukan memberikan dampak negatif berupa adanya ketergantungan yang dialami oleh negara miskin. Negara miskin akan selalu menjadi negara yang terbelakang dalam pembangunan karena tidak dapat mandiri serta selalu tergantung dengan negara maju. Negara maju identik menjadi negara pusat, sedangkan negara miskin menjadi satelitnya. Konsep ini lebih dikenal dengan istilah pusat - periferi. 28

Tesis yang diajukan oleh santos adalah pembagian ketergantungan menjadi tiga jenis yaitu ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri. Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang dialami oleh negara jajahan. Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang paling awal dan hingga kini telah dihapuskan. Pada ketergantungan kolonial, negara dominan, yang bekerja sama dengan elit negara tergantung, memonopoli pemilikan tanah, pertambangan, tenaga kerja, serta ekspor barang galian dan hasil bumi dari negara jajahan. Sementara itu, jenis ketergantungan industri keuangan yang lahir pada akhir abad 19, maka ekonomi negara tergantung lebih terpusat pada ekspor bahan mentah dan produk pertanian. Ekspor bahan mentah menyebabkan terkurasnya sumber daya negara, sementara nilai tambah yang diperoleh kecil. Sumbangan pemikiran Santos terhadap teori dependensi sebenarnya berada pada bentuk ketergantungan teknologi industri. Dampak dari ketergantungan ini terhadap dunia ketiga adalah ketimpangan pembangunan, ketimpangan kekayaan, eksploitasi tenaga kerja, serta terbatasnya perkembangan pasar domestik negara dunia ketiga itu sendiri. Struktur ketergantungan secara bertingkat mulai dari negara pusat sampai periferi disampaikan oleh Galtung (1980). Imprealisme ditandai satu jalur kuat antara pusat di pusat dengan pusat di periferi (CC-CP). Ditambahkan Frank, bahwa daerah desa yang terbelakang akan menjadi penghalang untuk maju bagi negara bersangkutan. Struktur kapitalisme juga dapat dikaitkan dengan Cardoso (1982) 29

tentang dependensi ekonomi. Ketergantungan ekonomi terjadi melalui perbedaan produk dan kebijakan hutang yang menyebabkan eksploitasi finansial. Dalam pendekatan gerakan sosial, perspektif ketergantungan melihat hubunganhubungan yang dominan dan eksplotatif perlu untuk direkonstruksi secara struktural. Dalam konsteks Indonesia, mulai masa orde baru terjadi pendekatan yang dominan oleh negara. Praktik pendekatan pembangunan seperti ini nyatanyata telah gagal mengantarkan bangsa Indonesia menuju kesejahteraan dan menimbulkan ketergantungan dalam pembangunan. LSM adalah agen pembangunan alternatif yang secara struktural memberikan alternatif hubungan yang lebih memperkuat posisi masyarakat sipil. Dengan munculnya agen pembangunan alternatif, masyarakat sipil dimungkinkan untuk bisa melakukan proses pembangunan sendiri tanpa ada ketergantungan dengan negara. Masyarakat sipil bisa melakukan proses tersebut dengan inisiatif, pelaksanaan dan evaluasi secara mandiri. 2.3 LSM dan Model Pengembangan Alternatif Dalam konteks situasi, kondisi dan hasil pembanguan perdesaan yang lebih menekankan pendekatan top down eksistensi LSM memiliki relevansi dan urgensi yang cukup mendasar untuk melakukan pengembangan alternatif, sebab berbeda dengan pemeintah dalam: proses, metode, program dan gerakan dalam: 1. Mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal dan taktik-taktik untuk memenuhi kebutuhan hasil identifikasi. 2. Melakukan mobilisasi dan persuasi untuk usaha aktif mengejar kebutuhan- 30

kebutuhan kelompok yang telah diidentifikasi. 3. Merumuskan kegiatan jangka panjang untuk mengejar sasaran-sasaran pembangunan perdesaan yang lebih esensial. 4. Menghasilkan dan memobilisasi sumberdaya lokal atau eksternal untuk kegiatan pembangunan perdesaan. 5. Pengaturan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan desa. Peranan LSM dalam melakukan proses, metode. Program dan gerakan tersebut menekankan persepsi: 1. Bahwa masyarakat perdesaan bukan hanya sekadar sebagai sumber energi, tetapi juga merupakan sumber informasi. Informasi yang dimiliki masyarakat berupa aset mendesak bagi keberhasilan program pengembangan perdesaan, terlebih pada tahap perencanaan. Persepsi ini dilandaskan pada fakta bahwa hanya masyarakatlah yang paling mengetahui dan kebutuhannya sendiri. 2. Bahwa pengembangan perdesaan tidak hanya berarti mengatur saja, tetapi juga berarti membantu masyarakat untuk memecahkan problema-problema pengembangan perdesaan yang tidak dapat mereka pecahkan sendiri. 3. Bahwa masyarakat perdesaan pada hakekatnya bukanlah sifat statis, apatis dan fatalistis, yang mewujud dalam sistem panutan (paternalisme). Sebab kepaternalismean masyarakat perdesaan muncul karena mereka tidak diberi ruang dan peluang untuk secara otonom dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Dengan kata lain, sikap manut adalah akibat keterbelakangan dan kemiskinan struktural yang diciptakan. 4. Bahwa masyarakat perdesaan di Indonesia adalah heterogen, baik dilihat dari segi ekologis, sosiologis maupun dari segi kultural. Dengan demikian; pola, metode dan strategi pengembangan perdesaan yang seragam (uniform) pada akhimya akan mematikan dinamika, kreativitas dan oleh karena itu daya-daya 31

inovatif masyarakat perdesaan itu sendiri. Uniformitas ini akan mencekik partisipasi dan keswadayaan mereka. 5. Sudah terbukti berdasarkan pengalaman selama ini bahwa persistensi eksistensi masyarakat desa menunjukan adanya satu kemampuan yang tinggi untuk mempertahankan diri dalam menghadapi dan mengatasi problemaproblema mereka sendiri. Oleh karena itu persepsi bahwa masyarakat perdesaan tidak produktif karena miskin materi adalah tidak benar sama sekali. 6. Bahwa sifat hubungan antara LSM dengan masyarakat perdesaan (kelompok mitra kerja) adalah dialogis dan rembug strategis. Artinya, antara pihak-pihak yang berhubungan terdapat kesamaan derajat. LSM yang datang ke perdesaan bukanlah atasan atau pimpinan masyarakat perdesaan (kelompok mitra kerja), demikian pula sebaliknya. Hubungan dialogis dan rembug strategis ini tidak dapat disederhanakan menjadi sekedar tindakan LSM untuk "menabungkan" gagasan-gagasannya kepada masyarakat perdesaan, atau sekedar sebagai sebuah pertukaran gagasan untuk "dikonsumsikan" oleh masyarakat perdesaan atau LSM. Sebagai satu hubungan horizontal, maka dialog harus pula didasarkan kepada adanya keyakinan pada fitrahnya untuk menjadi manusia seutuhnya (yang bukan hak istimewa kelompok elit, tetapi hak kelahiran semua insan manusia). 2.4 Perubahan Berencana; Narasi Negara dan Sipil Kebanyakan dari batasan-batasan selalu ditemukan dalam Negara-negara berkembang dan sangat membatasi percobaan dengan Participation in Development Planing and Management (PPM) (Garcia, 1985): 1. Sebuah sistem politik terpusat yang memandang inisitif lokal dengan beberapa kecurigaan. 2. Sebuah mekanisme yang teliti dalam pengawasan yang ketat terhadap 32

perencanaan nasional yang terkait utnuk pengalokasian sumberdaya yang langka, dimana prioritas politik berperan penting. 3. Birokrasi nasional cenderung mengesampingkan metode partisipatif sebagai sebuah hambatan/rintangan ekonomi dalam skala yang diinginkan. 4. Kecenderungan yang belum teruji dari PPM sebagai fasilitator pembangunan. Birokrasi telah sungguh-sungguh meragukan sebuah aktivitas kerja dengan baik dalam sebuah kampung/desa kecil dapat menjadi sama efektifnya sebagai bagian dari program seluruh negeri. 5. Tidak adanya koordinasi pada tingkat nasional dimana pemerintah tidak segera mampu untuk merumuskan strategi pembangunan terpadu. 6. Tidak adanya koordinasi pada level nasional dimana tidak ada mekanisme formal untuk agen pembangunan untuk diskusi antara masukan teknik dan fisik yang ada dengan program mereka, berdampak pada program-program untuk aktivitas lain masing-masing atau beberapa urutan dari aktivitas yang dapat membuat tugasnya lebih mudah. 7. Pada akhirnya terdapat pemisah antaran pemerintahan nasional dan pemerintahan lokal. Pada negera-negara berkembang, banyak sumberdaya pemerintahan terkonsentrasi pada ibukota Negara. Pada umumnya terdapat kekurangan/kelangkaan tenaga kerja, bahkan dengan pelatihan pekerja dengan baik, dalam wilayah Negara lainnya. Jurang pemisah antara pemerintahan nasional dan lokal ini dalam Negara berkembang secara konstan meluas sebab tidak adanya jaringan komunikasi modern. 2.5 Kerangka Pemikiran Konstelasi kekuasaan dalam proses pembangunan menurut Bebbington dikutip oleh Dharmawan (2002) mengenal tiga ranah yang saling mempengaruhi. Masyarakat sipil akan terwujud apabila ranah sipil mempunyai kekuatan.untuk menggeser hegemoni negara dan hegemoni pasar. Usaha memperkuat posisi ruang 33

sipil masyarakat dapat dilakukan dengan pendekatan pembangunan berparadigma baru (Shepherd, 1998). Paradigma ini meniscayakan usaha secara sengaja untuk menegembangkan potensi sosial-ekonomi dan sosial budaya lokal. Perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia sejak tahun 1970 sangatlah mengesankan bila ditinjau dari jumlah, keragaman, dan letak geografinya (Fakih, 2000). Sebagai kekuatan yang bekerja di akar rumput, LSM mempunyai fungsi strategis sebagai pelopor yang melayani perubahan sosial dalam penguatan ranah sipil. LSM dengan isu lingkungan hidup mengalami perkembangan yang sangat cepat. Di Indonesia, pertumbuhan jumlah LSM, tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan diskursus pembangunan. Sehingga pembahasan tentang LSM juga tidak dapat dipisahkan dengan wacana yang terkait dengan struktur negara (Eldrigde, 1999). Keberadaan LSM sebagai bagian dari ranah sipil (Civil Sphere) akan berkaitan pengaruh dengan ranah negara (State Sphere) dan ranah pasar (Market Sphere) seperti yang dijelaskan oleh Bebbington dalam Dharmawan (2002). Pada kenyataanya, pelaksanaan program-program LSM tidak selalu sesuai dengan idealisme yang didengungkannya. Angka kemiskinan di Indonesia berdasarkan laporan BPS menunjukkan bahwa kondisinya relatif tetap (lihat kembali Gambar. 1). Pertanyaan kritis yang muncul adalah mengapa tren perkembangan LSM yang demikian cepat tidak diiringi dengan hasil pengentasan kemiskinan, padahal menurut Fakih (2000), Korten (1987), Budiman (1988) LSM di Indonesia paling banyak bergerak dalam isu pengentasan kemiskinan dan pada kurun waktu awal 34

1980 hingga saat ini usaha tersebut dilakukan dengan sangat intensif dengan pendanaan yang sangat besar (Billah, 2000). Kondisi ini menunjukkan kemungkinan adanya kesalahan baik secara struktural (hubungan-hubungan yang terjadi antara LSM dengan stakeholder-nya) dan kondisi internal LSM. Ufford dan Giri (2002) menganggap ada keterkaitan antara program-program LSM dengan sumber dana. Faktor dana merupakan bidang kajian yang menarik untuk ditelaah, karena bidang ini berhubungan langsung dengan pihak yang berhungan dengan LSM. Dimungkinkan terdapat temuan yang dapat menjelaskan fakta kesenjangan kinerja LSM di atas. Belum banyak penelitian atas hal ini, dari sumber literatur penulis menemukan hasil kajian yang dilakukan oleh SMERU tahun 2002 mengenai akuntabilitas LSM dan kajian yang dilakukan oleh Yayasan TIFA tahun 2005 mengenai ukuran-ukuran akuntabiltas. Tetapi kedua kajian ini baru menjelaskan bagaimana kontrol publik atas kinerja LSM dan belum menjelaskan bagaimana Independensi LSM dalam aksinya. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengetahui apakah donor memberi pengaruh pada independensi LSM (merujuk pada platform berdirinya LSM) dan 2. Mengetahui apakah perubahan donor mempengaruhi independensi LSM. 35

donor Pop Komersia - Non Ori pentingan ke uasi Eva Pela Inis Aksi Indep dipengaruhi oleh Hipotesis Pengarah: Mo Pen Sum Fina Independensi LSM Donor penting Ke Gambar 2. Kerangka Pemikiran 36

2.6 Hipotesis Pengarah Untuk memberikan arahan penelitian, peneliti mengajukan hipotesis pengarah sebagai berikut: Independensi LSM, ditentukan oleh (a) kekuatan kepentingan donor (b) kekuatan militansi ideologi, kemapanan dana, dan kinerja LSM. Hipotesis ini akan bermanfaat untuk mengkonfirmasi kesimpulan penelitian dengan rumusan masalah penelitian dan tujuan penelitian. 37