BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

HANS PUTRA KELANA F

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SARI BUAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SAUS CABE

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

HYGIENE DAN SANITASI KERJA. HACCP & Work Safety and Health on Food Industry

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

BAB III BAHAN DAN METODE

A. Latar Belakang Masalah

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata I (S1) Disusun Oleh :

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

Analisa Mikroorganisme

MANAJEMEN JAMINAN MUTU PELAYANAN GIZI INSTITUSI

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI KECAP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

SISTEM PENGAWASAN MUTU dan KEAMANAN PANGAN

Nama : Gema Mahardhika NIM : Kelas : A PDCA. a) Pengertian

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

STANDAR MUTU PRODUK OLAHAN BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI DIY

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI CHICKEN NUGGET

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan Industri makanan dan minuman di Indonesia pada saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

CAPAIAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA (UB)

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. digoreng menggunakan minyak hingga buah pisang berubah warna dan teksturnya

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PAPER PERUNDANG-UNDANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebutuhan Standar International Dengan adanya standar standar yang belum diharmonisasikan terhadap teknologi yang sama dari beberapa Negara atau wilayah yang berbeda kiranya dapat berakibat timbulnya semacam Technical barriers to trade (TBT) atau Hambatan Teknis Perdagangan. Industri industry pengekspor telah lama merasakan perlunya persetujuan terhadap standar dunia yang dapat membantu mengatasi hambatan hambatan tersebut dalam proses perdagangan international. Dari timbulnya permasalahan inilah awalnya organisasi ISO didirikan. Standarisasi dibentuk untuk berbagai teknologi yang mencakup berbagai bidang, antara lain bidang informasi dan telekomunikasi, tekstil, pengemasan, distribusi barang, pembangkit energy dan pemanfaatannya, pembuatan kapal, perbankan dan jasa keuangan serta masih banyak lagi. Hal ini akan terus berkembang untuk kepentingan berbagai sector kegiatan industry pada masa-masa yang akan datang. Perkembangan diperkirakan semakin pesat antara lain dikarenakan hal-hal sebagai berikut : Kemajuan perdagangan bebas diseluruh dunia. Penetrasi teknologi antar sector. 7

8 Sistem komunikasi diseluruh dunia. Standar global untuk pengembangan teknologi. Pembangunan di negara-negara berkembang. 2.2 International Standard (ISO) Kata iso bukanlah singkatan atau akronim. Dalam bahasa Yunani, iso berarti sama atau equal (Newslow, 2001). ISO adalah International Organization for Standardization atau organisasi standar internasional yang secara sukarela berperan dalam pengembangan standar internasional. Organisasi ini dididirikan tahun 1946 dan berpusat digenewa, Swiss. ISO memiliki anggota sebanyak 146 negara dan 110 negara diantaranya adalah negara berkembang. Tujuan ISO adalah memberikan kesempatan bagi negara berkembang untuk mempelajari dan menerapkan berbagai teknologi yang sudah diterapkan oleh negara maju, sehingga industri dapat bersaing dalam perdagangan global (ISO, 2004). Misi dari ISO adalah untuk mendukung pengembangan standarisasi dan kegiatan kegiatan terkait lainnya dengan harapan untuk membantu perdagangan international, dan juga untuk membantu pengembangan kerjasama secara global di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kegiatan ekonomi. Kegiatan pokok ISO adalah menghasilkan kesempakatan kesepakatan international yang kemudian dipublikasikan sebagai standar international. 2.3 International Standard (ISO) 22000 Pengertian dari ISO 22000 adalah standar internasional yang dikeluarkan oleh komite teknis organisasi standar international (ISO). Standar ini merupakan standar penunjuk yang menggambarkan

9 persyaratan sebuah sistem manajemen keamanan pangan. Standar ISO 22000 ini bertujuan : 1. Mengharmoniskan persyaratan sistem manajemen keamanan pangan untuk usaha yang terkait dalam rantai pangan. 2. Memudahkan kerja Memastikan standar dapat diperoleh dengan mudah di seluruh dunia, tanpa adanya monopoli oleh satu badan sertifikasi khusus. 3. badan usaha karena hanya menggunakan satu standar, sekaligus memudahkan tugas badan sertifikasi. Komitmen yang terjalin dari pihak industri dan lembaga atau asosiasi terkait diharapkan dapat membuat ISO 22000 menggantikan standar BRC dan International Food Standar (IFS) dalam kurun waktu lima tahun. Saat ini, standar BRC dan IFS sangat berpengaruh terhadap perdagangan di negara Prancis, Denmark dan Inggris (Dietz, 2006). Industri perlu melakukan langkah awal yang baik sehingga nantinya siap menghadapi perdagangan bebas, lebih awal dibandingkan industri lainnya. Industri pangan di negara-negara berkembang memiliki banyak kesempatan untuk mengimplementasikan standar ini karena : 1. Industri dapat membuat sebuah sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan Good Manufacturing Practices yang telah diterapkan sebelumnya. 2. Tidak membutuhkan banyak perubahan mendasar, sehingga tidak membutuhkan banyak biaya. Keuntungan penerapan ISO 22000 bagi perdagangan dunia adalah :

10 a. Semua organisasi yang telah memenuhi ISO 22000 memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing satu sama lain di kancah perdagangan bebas maupun perdagangan regional. b. Adanya standar nasional maupun regional yang beragam dapat menciptakan batasan teknis terhadap perdagangan, meskipun selalu ada persetujuan politik untuk menangani kuota import. c. Standar internasional memiliki arti teknis yang penting dimana persetujuan perdagangan politis dapat dipraktikkan. Keuntungan penerapan ISO 22000 secara keseluruhan: a. Berlaku di dunia internasional b. Harmonisasi standar nasional c. Menyediakan referensi bagi keseluruhan rantai pangan d. Menjadi standar yang dapat diaudit dan memiliki persyaratan yang jelas e. Mengisi senggang yang timbul antara penerapan ISO 9001 dan HACCP f. Berkontribusi akan pemahaman yang lebih baik dan perkembangan HACCP menurut Codex g. Organisasi pangan dapat mengindentifikasi dan mengendalikan bahaya keamanan pangan h. Pengendalian bahaya keamanan pangan menjadi lebih efisien dan dinamis i. Manajemen program kelayakan dasar yang sistematis j. Menggunakan dasar ilmiah sebagai pertimbangan pengambilan keputusan

11 k. Fokus pengendalian terhadap hal yang diperlukan l. Menghemat sumberdaya industri dengan mengurangi sistem audit berganda m. Optimasi sumberdaya n. Memperbaiki dan mengembangkan sistem dokumentasi o. Perencanaan yang lebih baik dan tindakan verifikasi proses yang lebih p. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan q. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi r. Menjamin sistem perbaikan yang berkesinambungan s. Sebagai media untuk pengambilan keputusan yang factual t. Meningkatkan hubungan saling menguntungkan dengan pemasok. 2.4 Good Manufacturing Practices (GMP) Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP- Good Manufacturing Practices). Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi

12 persyaratan persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997). 2.5 Sejarah HACCP Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil (bite size) yang dilapisi dengan pelapis edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman. Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut.

13 Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut. Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah. Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir. Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF), maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

14 2.6 HACCP (Hazards Analysis Critical Control Point) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif. Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor. Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah

15 diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif, dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste. 2.7 Pengawasan Mutu Pangan Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan (Soekarto, 1990). Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan /industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji). Masalah jaminan mutu merupakan kunci penting dalam keberhasilan usaha. Menurut Hubeis (1997), jaminan mutu merupakan sikap pencegahan terhadap terjadinya kesalahan dengan bertindak

16 tepat sedini mungkin oleh setiap orang yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri) dan empathy (keramahtamahan). Dalam konteks pangan, jaminan mutu merupakan suatu program menyeluruh yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi penanganan, pengolahan, pengemasan, distribusi dan penyimpanan produk untuk menghasilkan produk dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dengan produksi yang baik, sehingga jaminan mutu secara keseluruhan mencakup perencanaan sampai diperoleh produk akhir. Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi ( tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).

17 2.8 Sejarah Mikrobiologi Pangan Mikrobiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu mikros = sangat kecil, bios = makhluk hidup, dan logos = ilmu. Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil dengan diameter kurang dari 1 mm yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Makhluk hidup yang sangat kecil tersebut disebut dengan mikrobia, mikroba, mikroorganisme, protista atau jasad renik, yang meliputi protozoa, algae, fungi, bakteri dan virus. Mikrobiologi pangan (food microbiology) adalah salah satu cabang dari mikrobiologi yang mempelajari peranan mikrobia, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, pada rantai produksi makanan sejak dari pemanenan/penangkapan/pemotongan, penanganan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, pemasaran, penghidangan sampai siap dikonsumsi. Sejarah mikrobiologi pangan sebenarnya bersamaan dengan kehadiran manusia di muka bumi namun sangat sulit ditentukan titik mulanya secara pasti. Sejak manusia dapat memproduksi makanan sebenarnya juga mulai dipelajari kerusakan makanan dan timbulnya keracunan makanan. Berikut ini merupakan sejarah mulai dipelajarinya peranan mikrobia pada bahan pangan yang terlibat pada kerusakan dan keracunan makanan. 2.9 Faktor faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba pada Pangan Sumber bahan pangan berasal dari tanaman dan hewan yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda dalam menentukan keberadaan dan pertumbuhan mikrobia. Bahan pangan merupakan tempat tumbuhnya mikrobia namun tidak semua mikrobia mampu tumbuh pada semua bahan pangan. Setiap jenis dan spesies

18 mikrobia membutuhkan kondisi tertentu agar dapat tumbuh dengan optimal. Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Secara ilustrasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. Gambar 2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba 2.9.1 Faktor Intrinsik 2.9.1.1 ph Tingkat keasaman (ph) menunjukkan banyaknya ion hidrogen pada suatu bahan. Setiap bahan pangan mempunyai ph yang berbedabeda. Tingkat keasaman bahan pangan sangat mempengaruhi kehidupan mikrobia dalam bahan tersebut baik selama pengolahan, penyimpanan maupun distribusinya. Pertumbuhan mikrobia membutuhkan ph tertentu berkaitan dengan permeabilitas membran sitoplasma dan metabolisme mikrobia. Setiap mikrobia mempunyai permeabilitas membran sitoplasma yang tidak sama sehingga mempengaruhi toleransi mikrobia terhadap ph lingkungan.

19 Berdasarkan ph, mikrobia dikelompokkan menjadi golongan asidofil (mikrobia yang tumbuh dengan baik pada ph asam), netral (mikrobia yang tumbuh dengan baik pada ph netral) dan alkalifil (mikrobia yang tumbuh dengan baik pada ph basa). Kisaran ph untuk pertumbuhan setiap kelompok mikrobia sangat bervariasi. Beberapa mikrobia mampu tumbuh pada kisaran ph yang lebar. Pada umumnya pertumbuhan optimum mikrobia terjadi pada ph 7 dan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran ph 5 8. Ada interaksi antara ph dengan faktor lingkungan. Peningkatan suhu dapat menyebabkan ph substrat menjadi lebih asam. Sementara itu peningkatan konsentrasi garam dapat menyebabkan kisaran ph pertumbuhan menjadi lebih sempit. ph lingkungan yang tidak sesuai menyebabkan sel mikrobia menjadi lebih sensitive terhadap senyawa toksik, dan sel muda menjadi lebih peka terhadap perubahan ph daripada sel tua. Bila mikrobia ditumbuhkan di luar ph optimum, maka dapat meningkatkan fase lag sehingga mikrobia dapat beradaptasi dengan lingkungan. 2.9.1.2 Aktivitas Air (a w ) Aktivitas air (aw) adalah banyaknya air yang tersedia dalam bahan makanan yang menentukan proses-proses kerusakan bahan makanan seperti proses kimiawi, enzimatis, mikrobiologis atau entomologis. Dengan kata lain aw ditentukan oleh banyaknya air bebas dalam bahan makanan, sedangkan air dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut. Oleh karenanya kadar air bukan merupakan parameter absolut dalam menentukan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Pertumbuhan dan metabolisme mikrobia sangat tergantung adanya air. Berlangsungnya metabolisme dalam sel karena adanya enzim. Enzim tersebut dapat melakukan aktivitas metabolisme karena adanya substrat. Air dibutuhkan oleh enzim dalam jumlah relatif sedikit untuk

20 mempertahankan struktur tiga dimensi protein enzim sehingga dapat menunjukkan aktivitas katalitiknya secara penuh. 2.9.2 Faktor Ekstrinsik 2.9.2.1 Suhu Penyimpanan Mikroba mampu tumbuh pada kisaran suhu yang sangat lebar. Semua proses pertumbuhan mikrobia tergantung pada reaksi kimiawi dan reaksi enzimatis selama proses metabolisme. Kecepatan reaksi tersebut dipengaruhi oleh suhu, sehingga pola pertumbuhan mikroba dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan jumlah total mikroba. Keragaman suhu juga dapat mengubah proses-proses metabolisme dan morfologi sel. Suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat (12 sampai dengan 24 jam) disebut suhu pertumbuhan optimum. Suhu terendah pertumbuhan mikroba adalah - 34 C dan suhu tertinggi lebih dari 90 C. 2.9.2.2 Kelembaban Relative RH (Revalive Humidity) Lingkungan Kelembaban relatif lingkungan penyimpanan bahan pangan merupakan hal yang sangat penting dari segi aw bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia pada permukaan bahan pangan. Bila bahan pangan dengan aw rendah disimpan pada lingkungan dengan RH tinggi, maka bahan pangan tersebut akan menyerap uap air yang terdapat pada lingkungan sehingga tercapai kesetimbangan. Demikian juga bila bahan pangan dengan aw tinggi disimpan pada lingkungan dengan RH rendah. Ada hubungan antara RH dan suhu, yaitu semakin tinggi suhu, maka RH semakin rendah, dan sebaliknya, semakin rendah suhu, RH semakin tinggi.

21 2.9.3 Sumber sumber Kontaminasi Pangan Sumber bahan pangan bagi manusia berasal dari tanaman dan hewan. Mikrobia dapat tumbuh pada bahan pangan baik disengaja maupun tidak disengaja. Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Mikrobia yang tumbuh pada bahan pangan dapat merupakan flora normal dan flora tidak normal. Dikatakan flora normal bila mikrobia tersebut berada pada bahan pangan secara alami, sedangkan flora tidak normal bila keberadaan mikrobia tersebut tidak secara alami atau dengan kata lain mikrobia berasal dari lingkungan dan mengkontaminasi bahan pangan. Sumber-sumber mikroba yang dapat kontaminasi pangan : 2.9.3.1 Peralatan Pengolahan Makanan Genera mikrobia yang terdapat pada peralatan pengolahan makanan dipengaruhi oleh tipe makanan, perawatan, penyimpanan dan faktor lain. Peralatan yang disimpan pada tempat yang terbuka dapat terkena debu sehingga akan terkontaminasi mikrobia yang berasal dari udara. 2.9.3.2 Penjamah Makanan Mikroflora pada tangan dan pakaian penjamah makanan mencerminkan kebiasaan seseorang. Mikroflora tersebut terdiri dari mikrobia yang secara normal ditemukan di berbagai benda yang dijamah dan berasal dari debu, air, tanah, dan lainlain. Beberapa genera bakteri beraosiasi secara spesifik dengan tangan, hidung dan mulut, misalnya Micrococcus dan Staphylococcus. Keberadaan kedua bakteri tersebut pada makanan dan peralatan disebabkan oleh penjamah makanan yang tidak memperhatikan sanitasi dan hygiene.

22 Sebagian kecil jamur dan yeast yang ditemukan di tangan dan pakaian penjamah makanan dipengaruhi oleh sejarah individu. 2.9.3.3 Udara dan Debu Udara dan debu merupakan sumber utama beberapa mikrobia. Genera bakteri yang sering ditemukan di udara dan debu adalah Bacillus dan Micrococcus spp, sedangkan bakteri yang jarang ditemukan di udara adalah Staphylococcus dan Salmonella. Beberapa jamur juga ditemukan di udara dan debu. Genera yeast yang ditemukan di udara dan debu adalah Torulopsis. Pada umumnya, jumlah dan tipe mikroba yang terdapat pada produk dipengaruhi oleh faktor intrinsik & ekstrinsik, lingkungan sekitar bahan pangan, kualitas mikrobiologi dari bahan pangan dalam masa proses, kondisi sanitasi pada masa pengolahan dan penanganan dan kondisi penyimpanan dan pengemasan produk. 2.10 Pengertian PDCA Pola PDCA ini dikenal sebagai siklus Shewhart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis PDCA lebih sering disebut siklus Deming. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apa pun itu disebut, PDCA adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus tanpa berhenti. Perusahaan memerlukan cara menilai sistem manajemen secara keseluruhan, dalam arti bagaimana sistem tersebut mempengaruhi setiap proses dan setiap karyawan serta diperluas pada setiap produk dan pelayanan.

23 Konsep PDCA tersebut merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi. Pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya, perusahaan harus menetapkan standar pelayanan. Tahapan dalam penjagaan sebuah kualitas agar tetap berada pada standar yang telah ditetapkan, menjadi sebuah penekanan terpenting dalam keberlangsungan hidup sebuah organisasi/ perusahaan. Tahapan tersebut diantaranya adalah : perencanaan dimana diperlukan sebuah prosedur perencanaan kualitas, tahap pelaksanaan diperlukan sebuah jaminan kualitas, tahap evaluasi diperlukan sebuah pengontrolan terhadap kualitas, dan tahap penjagaan serta pengembangan mutu. Untuk menciptakan sebuah produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan konsumen, tidak harus mengeluarkan biaya yang lebih besar. Maka dari itu, diperlukan sebuah program peningkatan kualitas yang baik, yaitu misalnya dengan menerapkan program PDCA (Plan, Do, Check, Act).

Gambar 2.2. Siklus PDCA 24