KONSEP AGAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RELIGI DI JEPANG. Dalam kehidupan manusia kegiatan religi akan selalu dilaksanakan. Ada

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau

Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis.

Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat Jepang. Sadō yang disebut juga Cha no yu adalah etika

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap

Bab 1. Pendahuluan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan.

Cat Steven, Masuk Islam Saat di Puncak Ketenaran

BAB I PENDAHULUAN. Jepang bangga akan kebudayaan yang mereka miliki. Permainan-permainan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh kuat dari Negara Cina baik dari segi pengetahuan, pemerintahan,

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Meskipun peradaban Jepang kuno sebagian dibangun diatas budayabudaya

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai

Bab 5. Ringkasan Skripsi. yang pesat dalam dunia industri, serta eksistensi agama Buddha menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dalam semua kebudayaan, manusia mempunyai kepercayaan atau

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

BAB 3 ANALISIS DATA. dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem religi tradisional yang

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 5. Ringkasan. Jepang dikenal sebagai negara yang kaya akan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Negara menjamin setiap warga untuk memeluk agama masing-masing dan

Meiji Jinggu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA JEPANG. Era Tokugawa ( ) Sampai Era Modern. Pada permulaan periode kepemimpinan Tokugawa ( ), sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

Nama : Charnan A/L Murliah COUSE CODE: MPU 2323.(G2) LECTURER S NAME: ENCIK AHMAD TARMIZI BIN ZAKARIA. SUBJECT: AGAMA-AGAMA DI MALAYSIA.

PERADABAN MACHUPICCHU

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

BAB III KONSEP PERANCANGAN INTERIOR

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

Pdt. Gerry CJ Takaria

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

Universitas Sumatera Utara

RINGKASAN SUSHI. dari luar Jepang maupun dari orang Jepang sendiri adalah sushi. Sushi adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

Kebangkitan: Paskah Easter? atau Buah Pertama?

MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA

Suatu Telaah Budaya: Agama dalam Kehidupan Orang Jepang

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

Transkripsi:

KONSEP AGAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG Budi Mulyadi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Email: budi_mulyadi09@yahoo.com Abstract This research entitled The Religion Concept in The Life of Japanese Cociety. The main goal of this reserach is to know about The Religion Concept in The Life of Japanese Cociety. This research is combination between field and liblary reserach. Main method are observation, interview, interpretation. The research show Shinto and Buddhism are the main religion in Japan. The Japanese society has unique the life of religion which diferent compared with many other country. For Japanese people religion is not important things. Religion is thougt as one of culture product so can be amended as they like. They mix one religion with the other religion in ritual or religion ceremony. Keywords: Budhism Japanese Society, Shinto, The Religion Concept, 1. PENDAHULUAN Secara umum dikatakan bahwa agama resmi di Jepang ada dua yaitu agama Shinto dan agama Budha. Namun demikian pada saat Tahun Baru orang-orang Jepang pergi ke kuil Shinto yang disebut dengan Jinja dan pada saat perayaan Obon mereka pergi kuil Budha yang disebut dengan Otera, lalu di rumah mereka terdapat tempat pemujaan agama Shinto yang disebut dengan kamidana dan tempat pemujaan agama Budha yang disebut dengan butsudan, hal itu menunjukkan adanya penyatuan konsep dua agama dalam kehidupan masyarakat Jepang ( Sasaki.1995:71). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Jepang merupakan salah satu negara di dunia yang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada masyarakatnya untuk menjalankan suatu kepercayaan tanpa harus terikat kepada salah satu agama atau kepercayaan tertentu. Hal ini menunjukkan keunikan serta ciri khas dari sistem kepercayaan di negara Jepang. Ada yang mengatakan Jepang merupakan negara yang penduduknya di

zaman sekarang ini sudah tidak begitu peduli dengan agama dan kepercayaan. Akhir-akhir ini banyak kalangan cendekiawan Jepang, terutama mereka yang banyak berhubungan dengan dunia Barat, mengatakan bahwa bangsa Jepang termasuk atheistik, materialistik dan tidak religius bahkan a- religius (Suryodiprojo. 1987:199). T etapi fakta sebenarnya menunjukkan bahwa masyarakat Jepang secara umum masih memiliki kegiatan-kegiatan rutin yang mereflesikan bahwa masyarakat Jepang tidak sesekuler yang dibayangkan orang-orang luar. Seperti misalnya pada saat perayaantahun Baru banyak orang Jepang yang berkunjung ke kuil untuk berdoa dan memohon kebaikan begitu pula pada perayaan keagamaan seperti Obon mereka menyelenggarakan ritual keagamaan bersama keluarga di kampung halaman mereka. Adapun hal yang paling membedakan kehidupan beragama antara masyarakat Jepang dengan masyarakat di negara lain adalah masyarakat Jepang lebih cenderung melaksanakan kegiatan beragama dengan mengacu kepada nilai budaya dan nilai lahiriah yang mereka anggap sebagai hal yang tidak berhubungan dengan konsep agama secara batiniah. Mereka melaksanakan kegiatan keagamaan hanya sekedar untuk bersenang-senang dan sebagai sarana untuk bersosialisasi. Dalam undangundang dasar Jepang pun pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan beragama. Terdapat larangan keras menggunakan anggaran negara untuk hal-hal yang berhubungan dengan aktifitas keagamaan. Semua lembaga agama tidak boleh diberi hak istimewa dari negara serta tidak diperkenankan melaksanakan kekuatan politik. Jepang sebagai negara yang menganggap agama sebagai urusan individu melarang pemerintah beserta instansiinstansi melakukan kegiatan keagamaan dan pendidikan agama tertentu. Dengan alasan demikian di Jepang kita tidak akan menemukan ruangan atau bangunan untuk melaksanakan ibadah atau sembahyang meskipun itu di instansi-instansi negara termasuk sekolah, Di Jepang tidak ada Departemen Agama yang mengurus masalah keagamaan dan tidak ada pula sekolah atau perguruan tinggi agama seperti UIN di Indonesia. Orang Jepang tidak peduli dengan agama yang dianut orang lain. Apabila mereka mempercayai agama tertentu, biasanya mereka tidak suka memamerkannya. Orang Jepang tidak suka ikut campur dengn masalah pribadi orang lain dan masalah agama dianggap sebagai urusan

pribadi setiap orang. Jepang merupakan negara sekuler yang menganggap agama adalah urusan individu dan tidak ada hubungannya sedikit pun dengan negara dan negara pun tidak punya hak untuk ikut campur dalam urusan agama yang dianut oleh masyarakatnya. Dalam setiap data pemerintahan atau surat resmi lainnya tentang identitas penduduk, identitas agama tidak dicantumkan dan tidak akan pernah ditanyakan. Bagi orang Jepang agama bukanlah hal yang penting. Mereka menganggap perilaku dan sopan santun jauh lebih penting dari ajaran agama. Hal ini dipengaruhi oleh ajaran Budha yang lebih mementingkan perbaikan perilaku dan pencarian jati diri dibandingkan dengan pencarian Tuhan atau agama. Sejauh ini telah banyak orang yang telah melakukan penelitian tentang agama agama di Jepang salah satunya adalah penelitian yang berjudul Agama dalam Kehidupan Orang Jepang yang ditulis oleh Sandra Herlina dalam jurnal Al Azhar Indonesia yang terbit pada bulan September 2011. Dalam makalahnya Sandra Herlina menulis tentang karakter agama-agama di Jepang dan fungsi agama dalam kehidupan masyarakat Jepang. Penelitian berikutnya yang berhubungan dengan agama di Jepang adalah makalah yang berjudul Eksistensi Agama Shinto dalam Pelaksanaan Matsuri di Jepang yang ditulis oleh Sri Dewi Adriani dalam Jurnal Lingua Cultura yang diterbitkan pada bulan November 2007. Dalam makalahnya Sri dewi Adriani menulis secara lengkap tentang hubungan antara pelaksanaan matsuri-matsuri di Jepang dengan konsep agama Shinto yang diterapkan dalam pelaksanaan matsuri tersebut. Berbeda dengan dua penelitian tersebut di atas penelitian berikut ini bertujuan untuk menjelaskan tentang konsep agama dalam kehidupan masyarakat Jepang dewasa ini. 2. PEMBAHASAN 2.1 Agama di Jepang Dari informasi yang diambil dari 平成 19 年度全国社寺教会等宗教団体教師信者数 Penganut agama di Jepang menurut Kementerian Pendidikan Jepang sejumlah 107 juta orang Jepang menganut agama Shinto, 89 juta orang menganut agama Budha, 3 juta orang menganut agama Kristen dan Katolik, serta penganut agama lain sekitar 10 juta dari total seluruh penganut agama 290 juta orang. Total penganut agama di Jepang hampir dua kali lipat dari total penduduk Jepang. Penganut agama Shinto dan Budha dalam berbagai sekte saja sudah mencapai

200 juta orang. Total penganut agama di Jepang melebihi jumlah penduduk disebabkan cara pengumpulan data dan tradisi beragama orang Jepang. Sebagian besar orang Jepang menganut lebih dari satu agama dan sepanjang tahunnya mengikuti ritual dan perayaan dalam berbagai agama. Di luar dua agama tradisional, saat ini banyak orang Jepang beralih ke berbagai gerakan keagamaan populer yang biasa dikelompokan dengan nama agama agama baru atau dalam bahasa Jepangnya disebut dengan shinshukyo. Agama-agama ini memiliki unsur-unsur Shinto, Budha dan takhayul lokal, dan sebagian telah berkembang untuk memenuhi kebutuhan sosial kelompok-kelompok masyarakat. Salah satu yang terkenal adalah sokka gakkai, suatu aliran Budha yang didirikan pada tahun 1930 dan memiliki moto kedamaian, budaya dan pendidikan. Agama-agama baru lainnya diantaranya adalah aum shinrikyou, gedatsu kai, kiriyama mikkyou, kofuku no kagaku dan lain-lain. Adapun kepercayaan asli orang Jepang sendiri adalah kepercayaan Shinto sebuah faham keagamaan yang muncul, hidup dan berkembang di Jepang. Berikut adalah penjelasan mengenai agama Shinto tersebut yang penulis ambil dari berbagai macam sumber. a. Pengertian Shintoisme (agama Shinto) Shinto adalah kata majemuk daripada Shin dan To. Arti kata Shin adalah roh dan To adalah jalan. Jadi Shinto mempunyai arti jalannya roh, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata To berdekatan dengan kata Tao dalam Taoisme yang berarti jalannya Dewa atau jalannya bumi dan langit. Sedang kata Shin atau Shen identik dengan kata Yin dalam Taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya. b. Awal Mula Agama Shinto Agama Shinto timbul pada zaman Prasejarah, namun siapa pembangunnya tidak dapat dikenal secara pasti. Penyebarannya ialah di Asia namun penyebaran yang terbanyak ialah di Jepang. Sekitar abad 6 Masehi agama Budha masuk ke Jepang dari Tiongkok dengan melalui Korea. Satu abad kemudian agama itu telah berkembang dengan pesat. Bahkan seiring berjalannya waktu agama Budha mampu mendesak agama Shinto. Akan tetapi karena agama Shinto mengajarkan penganutnya untuk memuja dan berbakti kepada raja, maka raja pun berusaha untuk melindungi agama Shinto tersebut. Sehingga pada tahun

1396 agama Shinto ditetapkan sebagai agama Negara. Pada perkembangan selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang (Shinto) yang akhirnya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka. Akibatnya agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya. Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama Shinto banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patung dewa yang semula tidak dikenal dalam agama Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama Shinto lambat laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-warni yang mencolok. c. Sistem Kepercayaan Agama Shinto 1. Kepercayaan kepada Kami Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (penganut Shinto), daya -daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan Kami. Istilah Kami dalam agama Shinto dapat diartikan dengan di atas atau unggul, sehingga apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata Kami dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan Dewa (Tuhan, God dan sebagainya). Tradisi Shinto mengenal beberapa nama Dewa yang bagi Shinto bisa juga berarti Tuhan yang dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah Kami atau Kamisama. Kamisama ini bersemayam atau hidup di berbagai ruang dan tempat, baik benda mati maupun benda hidup. Pohon, hutan, alam, sungai, batu besar, bunga sehingga wajib untuk dihormati. Penamaan Tuhan dalam kepercayaan Shinto bisa dibilang sangat sederhana yaitu kata Kami ditambah kata benda. Tuhan yang berdiam di gunung akan menjadi yama no kami, kemudian kawa no kami (Tuhan Sungai), hana no kami (Tuhan Bunga) dan Dewa/Tuhan tertingginya adalah

Dewa Matahari ( Ameterasu Omikami) yang semuanya harus dihormati dan dirayakan dengan perayaan tertentu. Jadi inti dari konsep Tuhan dalam kepercayaan Shinto adalah semua benda di dunia, baik yang bernyawa ataupun tidak, pada hakikatnya memiliki roh, spirit atu kekuatan jadi wajib dihormati. konsep ini memiliki pengaruh langsung didalam kehidupan masyarakat Jepang. 2. Hubungan antara Manusia dengan Tuhan (Dewa) Hubungan antara Kami dengan manusia menurut konsep Shinto juga cukup unik karena polanya cenderung tidak bersifat vertikal, namun lebih banyak bersifat horizontal. Kami hidup dan berada di bawah gunung, hutan, laut, atau di tengah perkampungan penduduk yang ditandai dengan berdirinya kuil penjaga desa. Jadi konsep Tuhan di atas atau langit dan manusia di bumi sepertinya kurang tepat untuk kepercayaan Shinto. Mikoshi atau Dashi sebagai perwujudan dari kereta bagi Kami, yang digotong beramai-ramai selama festival di kuil mungkin salah satu contoh menarik. Kereta Tuhan ini tidaklah diarak dengan hormat dan khidmat namun diguncang guncangkan, dibentur-benturkan. Dinaiki beramai-ramai bahkan tidak jarang diduduki pada bagian atapnya oleh beberarapa orang. 3. Peribadatan Agama Shinto Agama Shinto sangat mementingkan ritusritus dan memberikan nilai sangat tinggi terhadap ritus yang sangat mistis. Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih. Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae). Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae) senantiasa dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto. Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung Fuji. 4. Upacara Keagamaan dan pemujaan Pada setiapa hari kelahiran Kaisar, seluruh lembaga pendidikan di Jepang, atas perintah

resmi, melakukan uapacara yang kidmat dengan menundukan diri di depan gambar sang Kaisar. Kaisar itu dipandang suatu yang sangat sakral, Kaisar tidak menampakan diri di depan umum. Dalam upacara-upacara tertentu, pada saat kendaraan Kaisar melintas di jalan besar, seorang yang boleh memandang dari atas kepala Kaisar di bawah. Segala jendela pada setiap tingkatan atas itu mesti ditutup rapat. Akan tetapi sehabis Perang Dunia kedua, maka perubahan besar terjadi pada kekuasaan Kaisar yang absolut itu telah digantikan kekuasaan rakyat melalui sistem pemilihan umum, dan Kaisar sudah ditempatkan sebagai lambang atau simbol belaka, yang kini bukan lagi suatu yang sakral akan tetapi dipandang sebagai manusia biasa, yang saat ini sudah bisa bergaul dengan masyarakat umum, sebuah keyakinan azasi dalam agama Shinto itu telah menghilang tempat untuk berpijak. Selain itu juga ada beberapa perayaan yang biasanya diperingati oleh pemeluk agama Shinto dan perayaan itu diadakan untuk tujuan- tujuan yang berkenaan dengan pusaka leluhur, pengudusan, pengusiran roh jahat atau pertanian, puncak- puncak perayaan diadakan pada tahun baru, saat menanam padi pada musim semi dan pada saat panen pada musim gugur, musim semi dan musim gugur adalah saat untuk menghormati leluhur dan mengunjungi makamnya, selama perayaan kami sering diarak melewati jalan jalan dalam tempat pemujaan yang bisa dibawa bawa untuk membuat setiap orang yakin bahwa kami sedang mengunjungi masyarakat untuk memberikan perlindungan. 2.2 Konsep Agama dalam Kehidupan Masyarakat Jepang Jepang merupakan negara maju di dunia yang sebagian masyarakatnya mempunyai pola pikir modern dan menganggap agama bukan merupakan hal penting dan merupakan urusan pribadi dimana orang lain tidak berhak ikut campur dalam kehidupan beragama seseorang. Ada juga sebagian masyarakat Jepang yang memandang negatif terhadap segala aktifitas yang berbau agama. Bahkan ada juga sebagian kecil dari orang Jepang yang beranggapan bahwa agama hanya cocok dipelajari oleh orang yang memiliki kelainan mental atau sakit jiwa. Bagi kebanyakan orang Jepang agama adalah suatu kebebasan. Dengan beragama jiwa menjadi bebas. Mereka sama sekali tidak mau terikat dengan satu paham agama tertentu. Jadi bukan hal aneh jika masyarakat di negara Jepang menjalankan berbagai ritual

agama campur aduk tanpa ada yang mempermasalahkannya. Kebanyakan orang Jepang pada waktu tertentu akan berada di Jinja sebutan untuk kuil Shinto. Untuk hal-hal yang membahagiakan seperti kelahiran, pernikahan, upacara peresmian gedung biasanya mereka sering berdoanya di kuil Shinto tersebut. Adapun untuk ritual kematian biasanya mereka melaksanakan sesaui dengan ritual yang diajarkan agama Budha. Khusus untuk upacara pernikahan orang Jepang bisa memilih antara pernikahan ala Shinto atau pernikahan ala Kristen. Masyarakat Jepang tidak begitu memikirkan esensi agama. Agama bagi mereka tidak lebih dari sekedar faham yang bisa disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu. Ada empat hal yang bisa dianggap sebagai konsep beragama dalam kehidupan masyarakat Jepang. Empat hal tersebut adalah: 1. Pencampuran banyak agama dalam tubuh agama asli Jepang menyebabkan agama bagi bangsa Jepang menjadi makin kabur. 2. Beda antara agama dengan budaya dan rutinitas semakin tipis, sehingga bangsa Jepang mempunyai konsep berpikir tentang agama yang benar-benar berbeda dengan bangsa lain. 3. Agama di Jepang dapat dikatakan menjadi hal yang sangat aneh dan menempati tempat yang sangat terbelakang dalam hati bangsa Jepang. 4. Banyak prilaku kehidupan bangsa Jepang yang menunjukkan pencampuran agama yang sangat tidak jelas batas-batasnya Dari empat hal tersebut di atas kita bisa memahami bahwa bangasa Jepang bukan bangsa yang mementingkan agama. Negara pun tidak berhak ikut campur dalam kehidupan beragama seseorang. Dalam UU pasal 20 dijelaskan tentang konsep beragama di Jepang. Bunyi pasalnya sebagai berikut. Tidak satupun organisasi agama dapat menerima hak istimewa dari negara, dan tidak ada satupun yang dapat mempunyai wewenang politik apapun. Tidak seorang pun dapat dipaksa mengambil bagian dalam kegiatan, perayaan, upacara, atau praktek agama. Negara dan instansinya harus membatasi diri tidak melakukan pendidikan agama atau kegiatan agama apapun Pasal 20 UU tersebut menjadi dasar tentang kehidupan beragama di Jepang dimana negara tidak berhak untuk mengatur kehidupan beragama seseorang.

Bila di negara lain agama dijadikan sebagai pedoman hidup untuk kebahagiaan dunia dan akherat, di Jepang agama tidak lebih dari sekedar ritual-ritual duniawi semata, Orang Jepang banyak yang tidak percaya dengan kehidupan setelah mati yang diajarkan oleh hampir semua agama yang ada di dunia ini. Bangsa Jepang tidak pernah memikirkan kehidupan setelah mati, karena mereka tidak percaya akan hal tersebut. Mereka akan melakukan segala-galanya untuk hidup di dunia ini, dan hidup di dunia ini pada hakikatnya adalah bekerja. Jadi agama orang Jepang yang sebenarnya adalah pekerjaan yang mereka geluti sehari-hari. Tidak salah jika kemudian Jepang menjadi negara maju karena mereka sangat mencintai pekerjaan melebihi mencintai agama apapun di dunia ini. 3. PENUTUP Meskipun sistem kehidupan beragama di Jepang sangat berbeda dengan negara lain dan dianggap aneh dan rumit, bangsa Jepang dipandang sebagai bangsa yang damai, aman dan sejahtera jauh melebihi negara-negara yang memandang agama sebagai hal yang penting dalam kehidupan. Konsep beragama yang mencampuradukan antara ajaran agama satu dengan agama lainnya telah melahirkan sistem kehidupan beragama yang unik di negara Jepang. Di mata sebagian orang mungkin dianggap orang Jepang sebagai orang yang tidak konsisten dalam beragama, tetapi di mata mereka sendiri agama dipandang sebagai produk budaya yang bisa mereka inovasi seseuai dengan kebutuhan mereka. Konsep agama dalam kehidupan bangsa Jepang mencerminkan kepribadian bangsa Jepang yang tidak mau terikat oleh apapun bahkan oleh agama sekalipun. Bagi mereka kebebasan dalam berekpresi adalah segalanya begitu pula dalam hal beragama, tidaka boleh ada seorang pun bahkan negara yang mengatur kehidupan beragama seseprang karena beragama menjadi salah satu hak asasi manusia yang harus dihormati.

DAFTAR PUSTAKA Herlina, Sandra. 2011. Agama dalam Kehidupan Orang Jepang. Jakarta. Jurnal Al-Azhar Adriani, Dewi Sri. 2007. Eksistensi Agama Shinto dalam Pelaksanaan Matsuri di Jepang. Jakarta. Jurnal Lingua Cultura. Sasaki, Mizue. 1995. View of Today s Japan. Tokyo. Aruku. Suryohadiprojo, Sayidiman. 1987 Belajar Dari Jepang.Jakarta. UI Press Susilo, Taufik Adi. 2010. Spirit Jepang Jogjakarta. Ae-Ruz Media Grup Subarkah, Imam. 2013. Ilham-Ilham Dahsyat dari Kesuksesan Orang Jepang Jogjakarta : Flashbooks Sladelayer.info/slide/3057160/Diunduh pada tanggal 27 September 2015i ( 平成 19 年度全国社等教会等宗教団体 教師 信者数 ) Wahyufailasuf95.blockspot.co.id/2014/10/makalah-agama-shinto-oleh-m-agus.html / Diunduh pada tanggal 27 September 2015