PEMBELAJARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS Oleh: Drs. R. Zulkifli Sidiq, M.Pd

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persoalan baru untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS. Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tahapan dalam memperoleh informasi dan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting bagi kehidupan umat manusia. berkualitas yang akan mampu menghadapi tantangan kehidupan yang

KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

NASKAH PUBLIKASI. SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. No. Daftar 1 : 185/S/PGSD-Reg/8/Agustus/2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

Bagaimana? Apa? Mengapa?

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan interaksi antara keduanya, serta didukung oleh berbagai unsurunsur

BAB I PENDAHULUAN. dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KONSEP PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran di sekolah melibatkan interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?,

I. PENDAHULUAN. mampu berkompetensi baik secara akademik maupun non akademik. Memenuhi kebutuhan pendidikan yang mampu mengembangkan akademik

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin/95: 5). 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Judul. Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Ciputat Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diukur dengan test dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti perkembangan tersebut. Berdasarkan perkembangan tersebut, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangPenelitian Valentino Rizky Pamuji,2014

BAB I PENDAHULUAN. yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

KEGIATAN BERMAIN KEYBOARD ANAK SLOW LEARNER DI SEKOLAH INKLUSIF SD 1 TRIRENGGO BANTUL TAHUN AJARAN 2014/2015

Transkripsi:

PEMBELAJARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS Oleh: Drs. R. Zulkifli Sidiq, M.Pd A. PEMBELAJARAN BAGI ABK B. PERTIMBANGAN PEMBELAJARAN KEBUTUHAN KHUSUS C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KEBUTUHAN KHUSUS A. Pembelajaran bagi ABK Di kalangan ahli psikologi terdapat berbagai keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Namun, secara aksplisit maupun secara implisit terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa belajar menunjukkan kepada sesuatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Menurut Di Vesta Tompson (1979:111) dalam buku Educational Psychology: Instruction and Behavior Change, pada prinsipnya dapat digambarkan sebagai berikut: Perilaku sebelum belajar (pre learning) X = 0 Y = 1 Z = 1 Pengalaman, praktik, latihan (learning experience) Perilaku sesudah belajar (post learning) X 0 = (X + 1) = 1 Y 1 = (Y + 1) = 2 Z 1 = (Z 1) = 0 Ciri perubahan perilaku belajar: 1. Intensional, dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan dengan kebetulan. 2. Positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan (normative) atau criteria keberhasilan (criteria of success). 3. Efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi siswa itu relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksi dan dipergunakan.

Kegiatan belajar yang diciptakan guru harus mengacu kepada konsep developmental appropriateness (Bredekamp. 1987) yang menunjukkan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada perkembangan anak, dimana perkembangan anak mempunyai dua dimensi pemahaman. Pertama dimensi umur (age appropriate) yang kedua dimensi individual (individually appropriate). Dengan memahami dimensi umur (peserta didik), guru dalam menyelenggarakan pembelajarannya tidak akan pernah bisa mengabaikan aspek perkembangan peserta didik. Misalnya bahwa hasil pendidikan mengenai perkembangan manusia itu memperlihatkan hal yang berlaku umum (universal), yakni adanya perkembangan yang dapat diramalkan mengenai urutan perkembangan (growth) dan perubahan (change) yang terjadi. Perubahan yang dapat diramalkan itu menyangkut aspek-aspek perkembangan fisik, emosional, sosial dan perkembangan kognitif. Pemahaman tentang keunikan perkembangan peserta didik dalam waktu (umur) tertentu selayaknya menjadi acuan atau dasar filosofis setiap pelayanan program pengajaran yang disediakan guru. Guru sepatutnya mampu mempersiapkan dan menyediakan lingkungan belajar dan pengalaman belajar yang benar-benar appropriate (layak, pantas, cocok, padan atau tepat) dengan perkembangan anak. Dengan memahami dimensi individual (si-anak) guru dalam menyelenggarakan pembelajaran tidak akan pernah bisa mengabaikan keunikan peserta didik. Mereka bersifat khas (unique) atau utuh (individed) baik dari segi pola ataupun waktu perkembangannya, khas dalam kepribadiannya, gaya belajarnya, latar belakang keluarganya dll. Keunikan sebenarnya memperlihatkan eksistensi perbedaan sekaligus akan menolak perlakuan yang mempersamakan atau menyamaratakan. Kegiatan belajar yang diciptakan guru sebagaimana tuntutan developmental appropriateness sepatutnya didasarkan atas pemahaman bagaimana anak berkebutuhan khusus itu belajar, dan paham bagaimana ABK belajar dapat ditinjau dari teori belajar konstruktivistik. Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakiran struktur kognitifnya. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik yang terbentuk dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memperoleh gagasan, buka semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya. Peranan siswa. Pembentukan pengetahuan harus dilakukan oleh siswa dengan cara aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Karena paradigma konstruktivitik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelumnya mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun

kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran. Peranan guru. Berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak boleh mengklaim bahwa satu-satunya cara yang paling tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya. B. Pertimbangan Pembelajaran Kebutuhan Khusus Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kebutuhan khusus: 1. Memahami setiap ABK sebagai individu yang memiliki keunikan. 2. Orientasi pembelajaran bertitik tolak pada anak (child centre learning) 3. Pembelajaran yang aktif, kooperatif, kreatif, dan efektif 4. Pemberian pengalaman belajar yang beragam 1. Setiap ABK memiliki keunikan. Setiap ABK mulai dari: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita: (a.l. Down Syndrome), Tunadaksa, Tunalaras (Dysruptive), Tunawicara, Tunaganda, Gifted (Potensi kecerdasan istimewa IQ > 125), Talented: Potensi bakat istimewa (Multiple Inteligence: linguistic intellegence, Logical mathematical, Spatial intellegence, Bodily kinesthetic intelligence, Musical intelligence, interpersonal intelligence, intrapersonal intelligence), Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, AD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dusgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/Motorik), Lambat Belajar (IQ = 70 90), Autis. Memiliki karakteristik kognitif, fisik, emosi, sosial, dan kepribadian yang berbeda, selain itu pula setiap sub jenis ABK memiliki karakteristik berbeda pula (kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar). 2. Pembelajaran bertitik tolak pada anak (child center learning) Karena siswa memiliki perbedaan satu sama lain, maka kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai dengan keunikan siswa. KBM perlu menempatkan siswa sebagai subyek belajar, artinya KBM memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Permasalahan yang dihadapi adalah karakteristik anak dibanding dengan karakteristik kurikulum benar-benar nampak controversial, dimana kurikulum itu bersifat statis dan abstrak dalam bentuk bahan pelajaran yang diberikan guru. Persoalannya adalah bagaimana kurikulum yang bersifat pasif dan abstrak tersebut menjadi sesuatu yang benar-benar menarik bagi anak sehingga

keterlibatan anak dalam pembelajaran menjadi benar-benar aktif, serta bagaimana membuat (memanipulasi) kurikulum tersebut sebagai sesuatu yang dapat diterima anak secara psikologis. 3. Pembelajaran yang aktif, kooperatif, kreatif, dan efektif Pembelajaran aktif. Pada hakekatnya belajar adalah wujud keaktifan siswa walaupun derajatnya tidak sama antara siswa yang satu dengan yang lain dalam suatu PBM di kelas. Sementara kata aktif sendiri dapat dalam bermacam-macam bentuk seperti: mendengarkan, menulis, membuat sesuatu, mendiskusikan. Tetapi banyak keaktifan yang tidak dapat dilihat dengan mata atau tidak dapat diamati, misalnya menggunakan khasanah ilmu pengetahuannya untuk memecahkan masalah. Kesemuanya itu sangat tergantung pada keterlibatan intelektualemosional. Jadi yang dimaksud pembelajaran aktif adalah pembelajaran dengan melibatkan keaktifan mental (intelektual-emosional) dan fisik secara optimal. Tujuh dimensi keaktifan siswa: a. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan pembelajaran b. Tekanan pada afektif dalam pembelajaran c. Partiusipasi siswa dalam pembelajaran, terutama berinteraksi antar siswa. d. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan kontribusi siswa yang kurang relevan bahkan salah sama sekali. e. Kekohesifan kelas sebagai kelompok f. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusankeputusan penting dalam kehidupan sekolah. g. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik yang berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan mata pelajaran. Pembelajaran Kooperatif, Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Pendidikan mengantarkan siswa agar dapat menjadi manusia seutuhnya mampu menjadi makhluk yang secara individu bertanggung jawab pada dirinya, keluarganya, bangsanya dengan memiliki pengetahuan, keterampilan, moral ketaqwaan, dan memiliki komitmen kecintaan kepada bangsa dan negaranya, sekaligus menjadi makhluk sosial yang demokratis, toleran, dapat menyesuaikan diri dalam lingkungannya untuk berbuat yang positif. Untuk itu dalam proses pendidikan perlu adanya kesempatan untuk berlatih belajar bagaimana hidup dalam kelompok. Wujud nyata dalam PBM adalah keterlibatan siswa di dalam tugas-tugas klasikal atau kelompok. Tugas guru adalah mengakomodasi dan memfasilitasi agar kegiatan klasikal dapat berlangsung secara produktif dan dinamis. Prinsip pembelajaran kooperatif: a. Siswa harus memiliki kejelasan tujuan, masalah, dan rencana yang jelas serta berarti baginya. b. Setiap siswa harus memberi kontribusi untuk menyelesaikan tugas.

c. Setiap siswa harus bertanggung jawab kepada kelompok. d. Setiap siswa harus berpartisipasi aktif dalam kelompok. e. Prosedur pemecahan masalah harus dilakukan secara demokratis. f. Pemimpin kelompok perlu menciptakan suasana yang dinamis dan menanggapi pendapat secara proaktif. Pembelajaran Kreatif. Pembelajaran keatif adalah pembelajaran yang dapat menumbuhkan banyak ide, banyak gagasan, banyak akal, dan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kemampuan menggabungkan sesuatu yang belum pernah tergabung sebelumnya serta pembelajaran yang dapat menumbuhkan kemampuan untuk menemukan hal/ide dan pemecahan baru. Dimensi kreativitas RHODES (Munandar, 1999) kreativitas dapat ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang digolongkan menjadi 4 dimensi yang disebut sebagai four p s of creativity, (Person, Process, Product, Press) Asumsi Tentang Kreativitas Terdapat enam asumsi tentang kreativitas, yaitu: a. Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbedabeda, tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas. b. Kreativitas dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif, baik berupa benda maupun gagasan (creative ideas) c. Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktorfaktor psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal) d. Dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat menunjang atau menghambat perkembangan kreativitas. e. Kreativitas seseorang tidak berlangsung dalam kevakuman, melainkan didahului oleh, dan merupakan perkembangan dari hasil-hasil kreativitas orang-orang yang berkarya sebelumnya (kretaivitas merupakan kemampuan seseorang dalam menciptakan kombinsi-kombinasi bari dari nilai-nilai yang telah ada sehingga melahirkan sesuatu yang baru) Pembelajaran Efektif, Pembelajaran yang efektif adalah meliputi pengelolaan tempat belajar, pengelolaan siswa, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan isi pembelajaran, pengelolaan sumber belajar. a. Pengelolaan tempat belajar meliputi: pengelolaan beberapa benda/objek yang ada dalam ruangan belajar seperti meja-kursi, pajangan sebagai hasil karya siswa, perabot sekolah, atau sumber belajar yang ada di kelas. b. Pengelolaan siswa dilakukan dalam bentuk individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal dengan pertimbangan tujuan kegiatan, keterlibatan siswa waktu belajar, dan ketersediaan sarana dan prasarana. c. Pengelolaan kegiatan pembelajaran meliputi: merencanakan tugas belajar yang menantang, pemberian umpan balik, dan penyediaan program penilaian yang memungkinkan siswa mampu untuk mendemonstrasikan kinerja. d. Pengelolaan isi pembelajaran meliputi: menyiapkan rencana operasional KBM dalam bentuk silabus dan rencana pembelajaran

e. Pengelolaan sumber belajar meliputi: memperhatikan sumber daya yang ada di sekolah dan melibatkan orang-orang yang ada di dalam system sekolah tersebut. 4. Pemberian pengalaman belajar yang beragam