BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep dasar pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkannya tradisi belajar yang dilandasi oleh semangat dan nilai. keragaman pendapat dan keterbukaan.

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undangSistem

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

kehidupan. Di Indonesia semua orang tanpa terkecuali berhak untuk yang menegaskan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran yang Ramah M.SUGIARMIN

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi. Hak dan kewajiban manusia sering

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I. melalui proses pendidikan akan memunculkan manusia-manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

DIFFERENTIATED INSTRUCTION : SOLUSI PEMBELAJARAN DALAM KEBERAGAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SLTP ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH KALIBENING SALATIGA

2016 PELAKSANAAN AKOMODASI KURIKULUM BAHASA INDONESIA BAGI PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA OLEH GURU DI SD NEGERI CIBAREGBEG KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH B2-2

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah proses yang memegang peranan penting dalam

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

PENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak semua anak, terbuka untuk semuatanpa memandang latar belakang setiap individudikarenakan mereka tumbuh dari lingkungan dan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi geografis tempat tinggalmereka. Pendidikan seharusnya bisa memenuhi dan memberikan kebutuhan-kebutuhan dari setiap keberagaman tersebut. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih menyamaratakan dari keberagaman murid dan kurang bisa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari setiap individu anak tersebut. Sebenarnya pendidikan nasional harus berupaya dan menciptakan keseimbangan antara pemerataan kesempatan dan berkeadilan. Pemerataan kesempatan artinya membuka kesempatan yang seluas-luasnya terhadap semua anak dari berbagai latar belakang untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pendidikan adalah hak dari semua warga, pemerintah bertanggung jawab atas biaya juga menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. (DEPDIKBUD, 2003:12) Merujuk dari pernyataan tersebut di atas, setiap warga juga berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan dari setiap peserta didiknya. Berpuluh-puluh tahun lamanya sampai dengan saat ini, sebagian praktek pelaksanaanpendidikan di Indonesia masih belum banyak perubahan, masih menerapkan sistem pembelajaran lama yang menganggap semua anak adalah sama dan pelaksanaanpembelajaran lebih berpusat pada guru, tanpa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam belajar. Siswa hanya duduk diam mendengarkan guru. Guru seolah-olah hanya mengajar satu orang murid saja di dalam satu kelas, sedangkan ada kurang lebih 30-40 siswa

2 yang mempunyai keunikan, kemampuan dan keberagaman pengalaman belajar yang berbeda. Proses pembelajaran yang terjadi hanya sekedar transfer pengetahuan dari guru ke murid, sehingga gurulah yang menjadi pusat perhatian dan menghambat kebebasan dalam mempelajari suatu hal yang lebih luas. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Zukhrofi dalam Freire, yang mengungkapkan bahwa: Pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa pun dalam banyak bentuk hanya menjadi wahana transfer of knowledge belaka. (http://www.mediapembelajaransekolah.com/2013/06/pendidikan-kaumtertindas-dan-realita.html) Sistem pendidikan lama ini seharusnya sudah harus bergeser untuk lebih memperhatikan setiap peserta didiknya.selain dari sistem pendidikan yang belum mengalami perubahan, tuntutan kurikulum yang masih kaku dan menyamaratakan semua peserta didik juga menjadi tambahan permasalahan dalam memberikan pendidikan yang berkualitas. Setiap peserta didik mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda. Sehingga seharusnya sistem sekolah yang bersifat fleksibel untuk bisa beradaptasi dari setiap kemampuan dan kebutuhan peserta didiknya terus dikembangkan. Tidak jarang anak-anak merasa frustasi dan akhirnya tidak memiliki motivasi untuk belajar, karena tuntutan yang terlalu tinggi melebihi kemampuan mereka. Seharusnya setiap murid datang ke sekolah untuk belajar dan mengalami pengalaman-pengalaman yang menyenangkan tetapi dengan adanya sistem yang tidak dilakukan pembahuruan dari masa ke masa akan menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya kualitas generasi muda yang akan datang ini. Pendidikan haruslah sadar bahwa, setiap anak adalah unik dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak yang lainnya. Pendidikan, seharusnya bisa mengakomodasi dari semua perbedaan ini, terbuka untuk semua dan memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang sama. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Setiap warga negara berhak mendapatkan

3 pendidikan dan pemerintah wajib untuk menyediakan saranan dan prasarana pendidikan yang menunjang keberlangsungan pendidikan. (DEPDIKBUD, 2003:13). Pernyataan tersebut di atas sekaligus harus memperhatikan keberagaman dari setiap individu murid, karena setiap murid tumbuh di lingkungan dan budaya yang berbeda sesuai dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka.tidak menutup kemungkinan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus di mana memiliki keterbatasan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa maupun keterbatasan lainnya juga harus mendapatkan hak yang sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada Konvensi PBB yang diadakan pada tahun 1989, yang mendeklarasikan bahwa semua anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Deklarasi tersebut dilanjutkan dengan Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang memberikan kewajiban bagi sekolah untuk mengakomodasi semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Adanya pernyataan tersebut, berkembanglah pemikiran pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan hak yang sama bagi semua anak dalam mendapatkan pendidikan. (Deklarasi International tentang Hak Asasi Manusia, 1948 dan Konvensi International tentang Hak Anak, 1989). Sehingga pemerataan pendidikan dan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai harus terus dikembangkan. Sarana dan Prasarana yang menunjang serta kualitas pendidikan perlu terus ditingkatkan sehingga bisa benar-benar memberikan pendidikan yang berkualitas bagi generasi muda penerus bangsa. Selanjutkan Konvensi dilanjutkan dengan pernyataan resmi UNESCO tentang pendidikan untuk semua (Education for All/EFA) yang dideklarasikan di Jomtien Thailand tahun 1990. Kemudian di Dakar Senegal tahun 2000, dinyatakan bahwa pendidikan untuk semua harus mempertimbangkan kebutuhan mereka yang miskin dan tidak beruntung, termasuk yang berkebutuhan khusus (UNESCO,2000).

4 Pernyataan dan deklarasi tersebut telah mendorong untuk implementasi pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan hak yang sama bagi semua dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu. Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dengan keragaman budaya, bahasa, agama, suku dan tingkat ekonomi yang sangat heterogen maka pendidikan di satu daerah dengan daerah lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing daerah tersebut. Masih banyak pendidikan yang belum mempunyai kualitas yang sesuai untuk mengakomodasi semua perbedaan dari anak didiknya. Terlebih dengan bertambahnya tingkat anak berkebutuhan khusus yang terus meningkat dari tahun ke tahun, menambah permasalahan yang harus dipikirkan dan dilakukan jalan keluar secepatnya. Hal tersebut menjadi perhatian kita semua dalam meningkatkan efisien dan keefektifan dari pendidikan di Indonesia sehingga bisa mengakomodasi dari semua perbedaan yang ada ini. Hadirnya sistem pendidikan inklusif ini akan sangat bermakna dalam menampung semua peserta didik yang beragam dan dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda termasuk anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama belajar dalam satu kelas yang sama dan menjadi bagian dari kelas tersebut. Sekolah inklusif akan memberikan dan menyediakan program pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didiknya. Dengan demikian dituntut kerjasama antara guru regular dan guru khusus sebagaimana yang dinyatakan Johnsen H. dan Skjorten (2003:288) bahwa : Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun guru pendidikan khusus. Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang samakepada semua peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap peserta didik sesuai dengan kebutuhan individualnya. Korelasi yang harus dilaksanakan adalah bahwa semua sistem di sekolah baik kurikulum dan pembelajaran harus dirancang dan dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu sekolah inklusif Jakarta Timur, diperoleh fakta bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah tersebut yang mengatasnamakan menjadi sekolah

5 inklusif masih belum sesuai dalam proses aplikasi di lapangannya. Penunjukan yang dinilai asal menunjuk sekolah tanpa diberikan bekal dan juga persiapan yang matang sangat terkesan terburu-buru. Sehingga berdampak besar pada murid dan juga guru. Internal sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru dan juga semua staf kalangan sekolah belum diberikan bekal yang kuat akan informasi dan juga pemahaman yang baik mengenai apa itu sekolah inklusif beserta pelaksanaannya sehingga mereka lebih merasa keberatan dan juga beberapa menolak dengan sistem pendidikan inklusifyang diberlakukan tersebut. Kurangnya pemahaman bahwa dalam sekolah inklusif harus bisa menerima berbagai keberagaman murid sekaligus anak berkebutuhan khusus tanpa terkecuali dan bagaimana penanganan dari setiap karakteristik anak berkebutuhan khusus dengan keberagaman mereka tersebut berdampak pada proses pembelajaran serta cara mengajar guru di kelas. Guru masih menerapkan sistem lama yang menganggap semua murid sama serta belum bisa memberikan kebutuhan dari masing-masing murid sesuai dengan keberagaman dan kebutuhannya.ketidaktahuan guru dan juga kompetensi yang tidak terus dibangun mengakibatkan ketidaksesuaian dengan harapan untuk menciptakankelas inklusif. Kenyataan ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan implementasi pendidikan inklusif, menunjukkan bahwa pendidikan inklusif masih dipahami secara beragam dan umumnya disamakan dengan pendidikan integrasi (Sunanto, dkk, 2008:24). Dalam kelas inklusif tersebut (jenjang kelas 3) terdapat lebih dari 40 siswa dengan keberagaman kemampuan yang berbeda-beda. Dari informasi guru, terdapat lebih dari 5 murid yang belum mampu membaca dan menulis, serta 2 anak berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik dan hambatan visual. Sedangkan target kurikulum yang harus dicapai dari semua anak masih disama ratakan. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru juga masih memberikan materi yang sama kepada semua siswa, termasuk beberapa murid yang belum memiliki kesiapan dalam pemahaman maupun ketrampilan membaca

6 dan menulis, begitu pula pada anak berkebutuhan khusus. Sehingga beberapa siswa di kelas belum mampu mencapai target yang diharapkan dikarenakan kemampuan dasar yang belum mereka kuasai. Anak berkebutuhan khusus yang ada dalam kelas tersebut juga hanya diam tanpa mengerjakan tugas apapun. Sehingga terkesan kurang diperhatikan dan tanpa dilakukan pendekatan ataupun tindakan apapun. Selama mengajar guru juga tidak pernah melakukan tindakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan murid-muridnya atau melakukan identifikasi dan juga asesmen pada peserta didiknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang konsep, kebijakan dan praktek inklusif di sekolah yang menunjukkan bahwa: hampir semua sekolah tidak melakukan identifikasi dan asesmen sebagai dasar untuk pembelajaran di kelas inklusif (Dyah, S. 2007: 56). Dalam proses belajar mengajar,guru juga hanya menggunakan satu sumber pembelajaran yang ia dapatkan dari lembar kerja siswa yang telah ditetapkan di sekolah tersebut. Metode yang digunakan selama mengajar lebih menggunakan metode ceramah yang terbilang efektif menurut guru diterapkan dalam menyampaikan materi. Metode tersebut terkesan lebih praktis dan tidak membutuhkan material yang banyak sehingga kelas akan tetap rapi dan teratur. Metode lain seperti parktek dan diskusi terkesan akan mempersulit guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan membuat kelas menjadi gaduh serta berantakan. Sistem yang seharusnya sudah ditinggalkan masih dipakai terus menerus dan turun menurun sampai sekarang ini. Hal ini sesuai yang diungkapkan dalam Arends (2008:109) bahwa faktanya guru-guru masa kini masih diharapkan mengikuti kurikulum yang telah dipreskripsikan dalam batas-batas pembagian umur dan tingkat kelas tradisional dan pengelompokkan kemampuan, dalam bentuk apapun masih menjadi praktek standar di banyak sekolah. Pembelajaran di kelas idealnya memberikan peluang bagi semua siswa untuk dapat mengembangkan potensi dirinya serta mengembangkan kemampuan interaksi sosial antar siswa di kelas, di mana setiap siswa bisa saling berinteraksi dan membantu satu dengan yang lainnya. Siswa yang memiliki pemahaman yang baik akan membantu teman lain yang belum memahami materi yang dipelajari. Vaughn dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa...student are powerful

7 teachers of each other (Smith, 1998: 335), yaitu bahwa seorang peserta didik adalah guru yang hebat bagi peserta didik lainnya. Pada umumnya guru-guru masih menganggap bahwa dalam satu kelas memiliki karakteristik yang homogen, sehingga menganggap murid-murid sama. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari pendidik memahami karakteristik keberagaman diantara peserta didik mereka. Serta bagaimana mengakomodasi keberagaman peserta didik, sehingga semua peserta didik akan mendapatkan pembelajaran dan bisa belajar sesuai dengan kemampuan juga kebutuhannya. Di dalam kelas inklusif, guru harus sadar bahwa di kelas tersebut memiliki keberagaman dan pendidik bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Mau tidak mau guru harus bisa menciptakan kelas yang inklusif, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Arends (2008:45) bahwa differential treatment refers to differences in educational experiences of the majority race, class, culture or gender to those of minorities. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keberagaman mengacu pada perbedaan latar belakang termasuk pada mereka yang minoritas atau yang memiliki kebutuhan khusus. Dari uraian tersebut di atas, maka diperlukan suatu penelitian yang membahas bagaimana cara pemecahan masalah yang berhubungan dengan keragaman siswa di kelas dengan menerapkan salah satu modeldifferentiated instructionyang dapat mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut. Dalam kelas yang berdiferensiasi, guru harus berusaha memulai pengajaran dengan berdasarkan minat, kebutuhan serta kesiapan (pada tingkat mana posisi siswa) dan kemudian menggunakan banyak model mengajar dan penataan instruksional untuk memastikan bahwa siswa bisa meraih potensinya. Dalam Arends (2008:123) menjelaskan bahwa Di kebanyakan kelas reguler, guru kemungkinan besar akan menemukan rentang sejauh tiga sampai lima tahun dalam hal perbedaan kemampuan serta perbedaan berbagai tipe intelegensi dan gaya belajar. Untuk memenuhi kebutuhan dan keberagaman siswa di kelas inklusif tersebut, perlu dilakukan asesmen. Dalam differentiated instruction harus terus melakukan asesmen. Dengan asesmen tersebut guru akan mendapatkan

8 informasi dari hari ke hari tentang apa yang sudah dipelajari siswa dan pengetahuan tentang kapan peserta didik akan mempelajari hal yang baru.diharapkan dengan menerapkan model tersebut maka perbedaan dan keberagaman setiap individu di kelasdilihatdaritingkatkesiapan, ketertarikandangayabelajar akan bisa terakomodasi sehingga berdampak adanya peningkatan terhadap inklusifitas, partisipasi/interaksi siswa, motivasi dalam belajar dan tingkatpemahaman siswa di kelas. B. Fokusdan Rumusan Masalah Penelitian 1. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi focus permasalahan adalah keberagaman siswa dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar yang masih belum terakomodasi dalam proses pembelajaran di kelas. Sehingga perlu dilakukan penerapan salah satu model pembelajaran yang bisa mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah Differentiated Instruction yang akan diterapkan dalam penelitian ini. Masalah penting yang terjadi dalam pelaksanaan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah pembelajaran yang belum bisa mengakomodasi semua peserta didik yang ada di dalamnya terutama siswa yang berkebutuhan khusus. Sistem pembelajaran yang dilakukan secara tradisional dan lebih menggunakan metode ceramah sangat berdampak kurang efektif bagi anak-anak yang belum memiliki kesiapan terlebih bagi anak berkebutuhan khusus. Mereka akan cenderung pasif dan tidak memiliki pemahaman apapun mengenai materi yang diajarkan. Dalam penelitian ini, differentiated instructionyang diterapkan dikatakan berhasil mengakomodasi keberagaman siswa dan efektif, jika menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa, motivasi belajar dan juga interaksi siswa di kelas inklusif.

9 2.Rumusan Permasalahan Berdasarkanfokus penelitian di atas, makarumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah penerapandifferentiated Instruction dapat mengakomodasi keberagaman siswa-siswa di kelas sehingga akan mempengaruhi Inklusivitas pada partisipasi/interaksi antar siswa, motivasi belajar, dan tingkat pemahaman dalam memahami topik di kelas?. C. PertanyaanPenelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kondisi tingkat pemahaman, ketertarikan (interest) dan learning profile siswa di kelas inklusif? 2. Apakah model pembelajaran berdiferensiasi dapat mengakomodasi keberagaman siswa di kelas, bukan hanya pada perbedaan tingkat kemampuan yang tinggi melainkan pada rentang kemampuan yang jauh di bawah kemampuan rata-rata anak di kelas? 3. Apakah ada perubahan akibat dari pelaksanaan model pembelajaran berdiferensiasi padapelaksanaan inklusifitas terutama pada partisipasi/interaksi, motivasi dan tingkat pemahaman siswa di kelas setelah menerapkan model pembelajaran berdiferensiasi? 4. Bagaimana dampak dari penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap inklusifitas di kelas inklusif? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan dalam pembelajaran di kelas pada siswa yang beragam dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan (interest) dan juga gaya belajar siswa di kelas dengan menerapkan model differentiated instruction. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dampak penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam mengakomodasi keberagaman siswa di kelas inklusif dilihat dari tingkat pemahaman (kesiapan siswa), ketertarikan dan gaya belajar.

10 2. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap peningkatan kemampuan partisipasi/interaksi siswa di kelas. 3. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap peningkatan motivasi siswa di kelas. 4. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap tingkat pemahaman siswa di kelas. 5. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap inklusifitas dalam pelaksanaan di kelas inklusif. E. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan dan pengetahuan baru kepada berbagai kalangan khususnya kalangan akademisi dan semua pihak dalam menerapkan pendidikan yang bisa mengakomodasi keberagaman dari setiap individu muridnya. 2. Secara praktis dapat memberikan pemahaman kepada guru dalam memenuhi kebutuhan dari masing-masing peserta didiknya, sehingga akan menciptakan pendidikan yang bermutu. Bermutu dalam hal bisa memenuhi kebutuhan serta sesuai dengan kemampuan peserta didik. F. Definisi Operasional Dalam memahami hal-hal yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka beberapa penjelasan akan diuraikan secara singkat, antara lain : 1. Model Differentiated Instruction yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah guru melakukan pembelajaran berdasar kepada keberagaman siswa di kelas. Langkah-langkah dalam menerapkan model ini, terlebih dahulu guru melakukan asesmen pada keberagaman murid dalam hal kesiapan/pemahaman,

11 ketertarikan, dan profile belajar (gaya belajar dan kecerdasan majemuk). Dari kemampuan yang berbeda tersebut, guru akan melakukan analisa kurikulum untuk dilakukan modifikasi. Setelah itu guru merencanakan penyampaian konten materi dengan membuat perencanaan-perencanaan aktivitas yang disesuaikan berdasarkan informasi, apakah melalui kegiatan belajar kelompok ataupun belajar individual. Sehingga setiap anak akan mendapatkan kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu ide dan meningkatkan hasil belajar untuk bisa lebih belajar dengan efektif. 2. Akomodasi yang dimaksudkan adalah memenuhi kebutuhan belajar siswa sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap siswa di kelas berdasarkan keberagaman yang telah disebutkan. 3. Inklusifitas yang dimaksudkan adalah kondisi suasana kelas yang bisa melibatkan semua peserta didik untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, termotivasi dalam belajar untuk memperoleh kesempatan yang sama di kelas sesuai dengan kemampuannya, sehingga akan tercipta kelas yang ramah. Ramah dalam hal menyesuaikan kemampuan, memberikan kesempatan belajar sesuai dengan ketertarikan dan gaya belajar siswa. Dalam memberikan pembelajaran yang ramah, sesuai dengan pernyataan sebagai berikut : Pembelajaran inklusif merupakan pembelajaran dimana guru dan peserta didik belajar bersama sebagai suatu komunitas, guru menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran, guru mendorong partisipasi aktif peserta didik agar belajar, dan guru memiliki minat untuk memberikan layanan pembelajaran yang terbaik (UNESCO, 2004:4) 4. Partisipasi antar siswa di dalam kelas yang dimaksudkan adalah bahwa setiap murid harusnya memiliki keterlibatan dalam diskusi, rasa saling berbagi, bekerjasama, saling menghargai dan saling tolong menolong antar teman yang satu dengan teman lainnya.

12 5. Motivasi Belajar yang dimaksudkan adalah kemampuan dan kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas dengan tekun dimana siswa memperlihatkan ketahanan duduk dalam mengerjakan tugas dan memperlihatkan usaha mengerjakan tugas yang optimal dengan menyelesaikannya tepat waktu. Selain itu siwa terlihat mengikuti pembelajaran di kelas dengan memperlihatkan sikapsikap seperti selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dengan baik, memiliki semangat dalam mempelajari topik dengan memperlihatkan sikap ingin tahu dan tidak ada sikap mengindari tugas yang diberikan tetapi justru terus mengembangkan sikap selalu bekerja dan mampu mempertahankan perhatiannya dalam proses pembelajaran di kelas. 6. Tingkat pemahaman terhadap topik pembelajaran yang dimaksudkan adalah setiap anak memiliki tingkat kemampuan pemahaman dan pengalaman belajar yang berbeda dalam memahami suatu hal. Bahwa menurut proses kognitif dari Bloom ada beberapa kategori tingkat pemahaman siswa dimulai dari tingkat mengetahui atau mendefinisikan, pemahaman dengan menjelaskan suatu topik tertentu, aplikasi dengan mengilustrasikan/mengaplikasikan, analisis yaitu memecahkan masalah, evaluasi yaitu mampu merekomendasikan dan yang terakhir sintesis dimana siswa mampu menciptakan atau mengubah sesuatu menjadi hal yang bermanfaat.