1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara berkembang, khususnya di daerah tropis dan subtropis dan Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis. Sekitar 3,5 miliar penduduk dunia pernah terinfeksi, 450 juta di antaranya menjadi sakit dan sekitar 50.000 jiwa meninggal setiap harinya. Prevalensi infeksi protozoa usus terutama di daerah tropis adalah 50-60% dari populasi yang ada di dunia, dan sebagian besar menginfeksi anak-anak (Depary, 1985; Anonim, 1998). Protozoa usus biasanya ditularkan melalui makanan atau air minum yang tercemar oleh parasit yang terdapat pada tinja, sisa kotoran organik, maupun yang dibawa oleh binatang perantara seperti lalat, lipas, dan tikus. Cara penularan infeksi parasit ini sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan yang buruk serta sikap dan kebiasaan masyarakat yang kurang baik
2 pada tingkat sosial ekonomi yang rendah, dan air yang tidak aman (Brown & Neva, 1994; Bartram et al., 2010). Infeksi protozoa usus dapat terjadi pada semua golongan umur dan jenis kelamin. Selain karena sanitasi lingkungan yang buruk, infeksi parasit usus juga dipengaruhi oleh higienitas perseorangan dan kesadaran yang rendah akan tindakan pencegahan pada penularan parasit yang merupakan faktor paling penting dalam penularan infeksi protozoa (Marwoto et al., 1990). Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kontrol terhadap penyakit parasitik tidak mudah karena intensitas dan distribusi penyakit yang sangat dipengaruhi pada beberapa faktor. Penyebab tersering terjadinya infeksi parasit protozoa usus yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, faktor geografis, dan faktor iklim. Untuk faktor sosial dan ekonomi akan terjadi peningkatan angka kejadian infeksi parasit usus terutama pada anak-anak yang hidup dikeluarga miskin dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk sebagai penyebab yang relevan terhadap perkembangan sumber infeksi tersebut. Hidup parasit juga dipengaruhi oleh faktor geografis dan iklim, yang pada umumnya parasit cocok untuk hidup subur di daerah yang beriklim tropis
3 karena keadaan iklim dan suhu yang mendukung parasit untuk hidup secara optimal. Infeksi parasit merupakan masalah besar bagi kesehatan masyarakat di beberapa negara tropis. Indonesia terletak di daerah yang beriklim tropis, sehingga memiliki angka kejadian infeksi yang cukup tinggi (Tellez et al., 1997; Phiri et al., 2000). Protozoa usus yang sering ditemukan dan bersifat patogen adalah Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Balantidium coli. Sering kali infeksi terjadi secara asimptomatik dan dapat meneruskan penularan dari satu penderita ke individu lainnya. Infeksi parasit usus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting dan menjadi perhatian yang serius karena dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, pertumbuhan terhambat pada anak-anak, menurunkan kecerdasan anak dan masalah kesehatan fisik maupun mental. Penyebab morbiditas E.histolytica meliputi diare dan disentri pada anak-anak dan abses hati pada kasus yang berat. Kekurangan vitamin A, malabsorpsi vitamin B12 dan lemak serta kekurangan gizi pada anak-anak terkait dengan G.lamblia dan dapat menyebabkan kerusakan organ
4 yang serius (Garcia & David, 1996; Ali & Hill, 2003; Clark et al., 2008). Infeksi pada usus yang disebabkan oleh E.histolytica dan G.lamblia mengakibatkan morbiditas pencernaan yang cukup besar, malnutrisi dan kematian di seluruh dunia, khususnya di kalangan anak-anak di negara berkembang (Stanley, 2003; Feng & Xiao, 2011). Infeksi protozoa usus patogen yang umum pada anak-anak usia sekolah dasar di negara berkembang dengan sanitasi yang kurang bersih sering dikaitkan dengan sindrom malabsorpsi dan morbiditas gastrointestinal. Sekolah Dasar Negeri Cokrokusuman Yogyakarta dipilih menjadi tempat penelitian dalam melakukan studi untuk mengetahui tingkat kejadian infeksi protozoa usus di sekolah yang berada di tengah kota di antara kepadatan rumah penduduk dengan sanitasi lingkungan yang kurang bersih. Faktor lainnya meliputi halaman sekolah untuk bermain siswa yang sebagian besar masih berupa tanah dan pasir sehingga memiliki potensi untuk terinfeksi protozoa usus dan cacing tanah, kebiasaan siswa yang mengkonsumsi makanan di luar sekolah yang tidak jelas tingkat kebersihannya, dan tidak tersedianya keran cuci tangan
5 di lingkungan sekolah sehingga siswa tidak dapat mencuci tangan sebelum makan dan setelah bermain di tanah. I.2. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran infeksi protozoa usus pada siswa sekolah dasar di SD Negeri Cokrokusuman Yogyakarta? 2. Protozoa usus jenis apa yang banyak menginfeksi siswa SD Negeri Cokrokusuman Yogyakarta? I.3. Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran infeksi protozoa usus pada siswa SD Negeri Cokrokusuman Yogyakarta. I.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Deteksi gambaran protozoa usus yang menginfeksi siswa SD Negeri Cokrokusuman Yogyakarta.
6 2. Deteksi jenis protozoa usus yang banyak menginfeksi siswa SD Negeri Cokrokusuman Yogyakarta. I.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi jawaban tentang gambaran infeksi protozoa usus, dan jenis protozoa yang banyak menginfeksi siswa SD Negeri Cokrokusuman Yogyakarta. Memberikan pengobatan pada subjek penelitian yang positif terinfeksi protozoa usus. I.5. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terkait, yang sebelumnya pernah dilakukan antara lain: 1. Matthys et al., 2011. Prevalence and risk factors of helminths and intestinal protozoa infections among children from Primary Schools in western Tajikistan. Hasil penelitian yang didapat dari anak-anak yang terdaftar, 602 anak berpartisipasi dalam survei penelitian dan didapatkan prevalensi keseluruhan untuk infeksi cacing dan protozoa usus patogen adalah 32,0% dan 47,1%. Prevalensi protozoa usus patogen, yaitu G.lamblia dan
7 E.histolytica adalah 26,4% dan 25,9%. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional yang dilakukan pada awal 2009 dan semua anak yang menghadiri adalah kelas 2 dan 3 (usia: 7-11 tahun) dari 10 sekolah yang dipilih secara acak. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada lokasi pengambilan sampel yang berbeda yaitu di western Tajikistan dan metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. 2. Speich et al., 2013. Prevalence of intestinal protozoa infection among school-aged children on Pemba Island, Tanzania, and effect of single-dose albendazole, nitazoxanide and albendazolenitazoxanide. Penelitian ini menganalisis sampel berjumlah 550 yang didapat dari anak sekolah dasar yang berpartisipasi dalam uji coba terkontrol secara acak di Pemba Island. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2011 pada anak usia 7-15 tahun di dua sekolah yaitu sekolah Wawi dan sekolah Al-Sadik. Prevalensi dan intensitas infeksi protozoa usus berdasarkan analisis dari satu formalin-fixed sampel tinja per anak, 74,7% dari anak-anak memiliki setidaknya satu spesies protozoa usus. Sekitar setengah dari anak-anak
8 (48,7%) terinfeksi setidaknya satu dari tiga (berpotensi) protozoa usus patogen. Prevalensi E.histolytica dan G.intestinalis adalah 18,0% dan 16,4%, dan B.hominis 28,0%. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tidak melakukan uji coba terkontrol secara acak dalam pemberian obat untuk mengetahui efek dari dosis tunggal albendazole, nitazoxanide dan albendazolenitazoxanide. Perbedaan lainnya terletak pada lokasi pengambilan sampel yang berbeda yaitu di Pemba Island, Tanzania dan metode penelitian yang digunakan adalah randomized controlled trial.