PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA "PENYERAHAN PENGHARGAAN ASIA STAR AWARDS 2014" JAKARTA, 9 APRIL 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

oleokimia. Bahkan limbah sawit saat ini oleh industri-industri di negara maju sudah A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan terjadinya krisis ekonomi global yang melanda dunia bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul

BAB I PENDAHULUAN. PT. Sinar Mas Agro Resource and Technology (SMART) Tbk. adalah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan. Hal ini dikarenakan permintaan kelapa sawit baik dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Faktor yang memegang peranan penting dalam produk agroindustri adalah

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

PERMASALAHAN PERKEBUNAN

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Transkripsi:

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan bagi semua negara produsen. Sistem perdagangan bebas memungkinkan produk yang dihasilkan suatu negara dapat masuk ke negara lain, sehingga merupakan tantangan bagi semua negara agar produknya dapat memasuki pasar internasional. Di sisi lain, persaingan ketat antar negara diikuti oleh persaingan antar industri dalam menghasilkan produk yang bermutu. Era perdagangan bebas ditandai dengan adanya kesepakatan World Trade Organization (WTO) yang mengharuskan setiap negara anggotanya termasuk Indonesia bersaing dengan negara lain dalam merebut peluang pasar yang semakin terbuka lebar, diantaranya produk pangan. Dengan demikian, industri pangan harus mampu meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan unsurunsur daya saing, seperti mutu, efisiensi, produktivitas, layanan, harga dan informasi yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang baik. Untuk meningkatkan daya saing dan daya penerimaan di pasar global, industri pangan harus menghasilkan produk yang tidak hanya enak dan bergizi, tetapi juga aman untuk dikonsumsi. Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai kandungan gizi, tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan standar perdagangan yang berlaku. Masalah mutu dan keamanan pangan terjadi di berbagai negara dunia. Menurut laporan komisi Eropa yang dikutip dari www.europa.eu.int/comm/food/ fs/sfp/ras_index_en (18 Desember 2003), sepanjang tahun 2002 ditemukan sebanyak 1528 kasus kontaminasi di Eropa, yang terdiri dari cemaran kimia, fisik, mikroorganisme, residu pestisida, residu obat hewan, label, kemasan, radiasi dan tindakan adulterasi. Negara yang mendapat peringatan dari Eropa mengenai kasus 1

kontaminasi diatas adalah RRC (147 kasus), Thailand (143 kasus), Turki (141 kasus), dan Brasil (102 kasus). Indonesia sendiri berada pada urutan ke-13 dengan 39 kasus (Hermawan, 2005). Masalah keamanan pangan telah menyebabkan masalah sosial dan ekonomi dalam sistem kesehatan. Sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat kerugian akibat penyakit melalui makanan mencapai 37,1 miliar dolar Amerika per tahun, yang mencakup biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas. Pada tahun 1991, Peru mengalami kerugian akibat kontaminasi produk perikanan sebesar 700 juta dolar Amerika. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu untuk memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Minyak Goreng merupakan salah satu hasil industri pengolahan pangan yang sangat potensial, karena dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap hari. CPO (Crude Palm Oil) yang menjadi bahan baku minyak goreng juga memiliki potensi yang sangat besar dikarenakan produk hilir yang dihasilkannya cukup banyak, antara lain sabun, mentega, bahan-bahan pembersih, minyak makan, pakan ternak, dan lain-lain. Cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas, karena CPO yang dihasilkan juga diekspor ke negara lain seperti kawasan Eropa yaitu Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC, Bangladesh; dan kawasan Amerika. Oleh karena itu, aspek mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, seperti kasus CPO yang tercampur solar di Belawan, ditemukannya senyawa asing seperti pasir, tanah, dioxin, sudan red, dan lain-lain mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan, keamanan pangan, dan ketentuan-ketentuan perdagangan. Salah satu contohnya adalah European Food Safety Legislation yang menekankan tentang food safety control in the palm oil chain, yang mengharuskan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mengupayakan sistem jaminan keamanan pangan sehingga CPO yang dihasilkan diterima oleh negara-negara tujuan ekspor (Hiel, 2005). Selain itu, adanya penetapan ketentuan Notification 2

No. 120/2003-Customs oleh India yang membatasi bilangan asam menjadi 2 dan kandungan betacarotene pada CPO sebesar 500-2.500 mg per kilogram mengakibatkan Indonesia harus lebih memperhatikan mutu yang dikandung oleh CPO yang akan diekspor. Menurut MPOB (2005), saat ini banyak isu tentang keamanan pangan produk minyak sawit diantaranya sebagai berikut : (1) kandungan agrochemical pada bahan baku CPO yang mencemari produk akhir untuk pangan, (2) ketelusuran yang jelas mengenai bahan kimia yang digunakan selama penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit : jenis, frekuensi, dan dosis, (3) kontaminasi mikroorganisme selama proses di Pabrik kelapa sawit (PKS), (4) kontaminasi mineral oil pada CPO, (5) kandungan arsenic dalam Palm Kernel Expeller Cake, dan (6) adanya kandungan logam berat, Polyaromatic hidrocarbon (PAH), dan dioxins. Indonesia mengungguli Malaysia dalam mengekspor CPO ke India, namun pada kenyataannya para pembeli India seperti Pakistan dan beberapa negara Eropa menghargai CPO Indonesia lebih rendah dari CPO Malaysia. Penyebabnya antara lain: (1) kurang memadainya infrastruktur pelabuhan Indonesia yang mengakibatkan India harus dibebani ongkos tambahan karena kapal harus menunggu dua sampai tiga hari, bahkan enam hari. Keterbatasan tersebut mengakibatkan semakin tingginya biaya demorage (waktu tunggu), (2) promosi CPO Indonesia kurang memadai, sehingga sejumlah pembeli di India kurang diyakini terhadap mutu CPO Indonesia. Selain itu, CPO Indonesia terjerat isu bahwa dalam proses pemurnian CPO, banyak bahan kimia yang digunakan sehingga para importir membeli CPO Indonesia lebih murah dibandingkan Malaysia. Titik-titik kritis pada pengolahan pangan perlu diketahui untuk memberikan jaminan keamanan pangan yang memadai, karena pengawasan pangan yang hanya mengandalkan uji pada produk akhir tidak akan mampu memberikan jaminan keamanan terhadap keamanan produk pangan yang beredar di pasaran, oleh karena itu HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) sebagai satu-satunya sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi industri pangan di seluruh dunia perlu diterapkan. 3

TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk CPO dan minyak goreng yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di industri CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Sumatera Utara. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini tidak membandingan kedua industri, tetapi merupakan rangkaian dari produk hulu ke produk hilir. 2. Menganalisa faktor-faktor mutu CPO dan minyak goreng yang diinginkan konsumen. 3. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen mutu (SMM) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 4. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebuann. Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 5. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 6. Membuat formulasi strategi pengendalian mutu guna peningkatan mutu produk CPO dan Minyak Goreng. 4

KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai alat bantu dalam pengambilan kebijakan mutu bagi industri CPO di PT. Perkebunan Nusantara III dan Industri minyak goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. 2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan mutu dan keamanan mutu CPO dan minyak goreng. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam pengendalian mutu dan kebijakan perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM), Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi pengendalian mutu bagi produk CPO dan minyak goreng. 5