ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

dokumen-dokumen yang mirip
VI HASIL DAN PEMBAHASAN


VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS TATANIAGA BERAS

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

: Saluran, Pemasaran, Buah, Duku, Kabupaten Ciamis

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

I. PENDAHULUAN. beraneka jenis ikan hidup di perairan tersebut. Hal ini menjadi potensi alam yang

7. KINERJA RANTAI PASOK

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas %

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

Lampiran 1.Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Bandeng di Kelompok Pembudidaya Ikan Mina Lestari Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal No. Resp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

TATA NIAGA HASIL BUDIDAYA IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT. Edward Danakusumah 1, M.

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

Manajemen Pemasaran Produk Perikanan (Benih Ikan dan Ikan Konsumsi) TIM PPM Universitas Negeri Yogyakarta

ANALISIS PEMASARAN BENIH PADI SAWAH (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG (Suatu Kasus di Desa Sindangasih Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis)

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOPRA (Studi Kasus di Desa Sindangsari Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

Transkripsi:

1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan patin yang dilakukan oleh pedagang ikan patin di Pasar Induk Ramayana Bogor baik pedagang besar penerima maupun pedagang besar penyebar yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Khususnya pada pedagang besar penerima, baik per pengiriman maupun per ton terdapat ratarata keuntungan yang sama karena pengamatan yang dilakukan hanya memfokuskan pada daerah sentra produksi Bogor. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk membongsorkan tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini. Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia. Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen, penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.

2 Walaupun permintaan di tingkalt pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Apabila pasaran lokal ikan patin mengalami kelesuan, maka akan sangat berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan patin boleh dikatakan hampir tak ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah. Ikan patin yang dibawa oleh pedagang dari daerah sentra produksi di Jawa Barat umumnya dipasarkan dengan harga rata-rata Rp. 8.050,-/kg. Ikan patin dari Jawa Barat tersebut berasal dari daerah sentra produksi Bogor, Sukabumi, dan Purwakarta, sehingga biaya yang dikeluarkan juga berbeda. Biaya-biaya tersebut antara lain untuk membeli ikan patin dari petani dan tengkulak, tenaga kerja, transportasi, retribusi, dan biaya lainnya. Menurut Dasipah (2004), besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan akan berpengaruh terhadap keuntungan yang akan diterima, sehingga semakin besar biaya yang dikeluarkan dalam tataniaga ikan patin akan semakin sedikit keuntungan yang diterima oleh pedagang besar penerima. 1.2. Identifikasi Masalah Dalam kegiatan ekonomi, tujuan tataniaga ikan patin yang dilakukan oleh pedagang ikan patin di Pasar Induk Ramayana Bogor baik pedagang besar penerima maupun pedagang besar penyebar yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Khususnya pada pedagang besar penerima, mereka tak jarang harus menjual produknya pada tingkat harga yang setelah dihitung mereka justru mengalami kerugian. Hal ini terjadi terutama pada saat musim panen yang biasanya antara daerah sentra produksi satu dan yang lainnya hampir bersamaan waktu panennya seperti yang terjadi pada daerah sentra produksi di Jawa Barat. Posisi pedagang besar penerima di Pasar Induk Ramayana Bogor lemah sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak untuk mempertahankan harga yang diinginkan dan mendapat keuntungan. Dari beberapa pedagang jika keadaan ini terjadi mereka lebih memilih rugi dari pada harus membawa kembali ikan patin

3 yang akan dijual, sebab hal tersebut akan menambah biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan ikan patin agar kondisinya tetap baik sampai harga membaik dan mereka tidak mempunyai fasilitas seperti kolam penampungan yang cukup memadai. Keuntungan yang akan diterima oleh pedagang besar penerima khususnya dari daerah sentra produksi wilayah Bogor tentunya akan berbeda tergantung dari besarnya biaya yang dikeluarkan dan penerimaannya. Perbedaaan biaya dan penerimaan disebabkan perbedaan kuantitas atau volume penjualan ikan patin dan harga jual ikan patin tersebut. Dari latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah hubungan biaya yang dikeluarkan dalam tataniaga ikan patin dengan keuntungan yang diterima oleh pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi di Bogor? 2. Apakah ada perbedaan keuntungan pada tataniaga ikan patin yang diterima oleh pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi di Bogor? II. PEMBAHASAN Kegiatan Tataniaga Kegiatan tataniaga ikan patin dilakukan dari pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00, sedangkan pemasukan ikan patin dari daerah sentra produksi ke Pasar Induk Ramayana dilakukan selama 24 jam. Ikan patin yang masuk ke Pasar Induk Ramayana Bogor paling banyak pada malam hari dan keluar setelah ikan patin terjual. Setiap harinya perputaran ikan patin masuk dan keluar mencapai 50 ton. Sebagian besar ikan patin yang di pasok ke Pasar Induk Ramayana Bogor berasal dari daerah sentra produksi Bogor. Intensitas pedagang besar penerima menjual ikan patinnya ke Pasar Induk Ramayana Bogor berbeda-beda. Umumnya pada musim panen penjualan ikan patin pedagang besar penerima ke Pasar Induk Ramayana Bogor intensitasnya tinggi. Pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi bogor, pada musim panen hampir setiap hari dalam sebulan melakukan penjualan ikan patinnya di Pasar Induk.

4 2.1.1. Lembaga Tataniaga Dalam tataniaga terlibat beberapa badan atau perorangan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen. Karena terdapat kesenjangan (informasi, ruang, waktu pemilikan, bentuk dan seterusnya) antara produsen dan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya untuk menjembatani kesenjangan-kesenjangan antara titik produksi dan titik konsumsi tersebut. Badan-badan atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang kegiatan tataniaga yang dapat memperlancar arus komoditas dari produsen sampai konsumen melalui berbagai kegiatan atau fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penunjang disebut sebagai perantara (middlemen, atau intermediary). Badan-badan ini dapat berbentuk perorangan, perserikatan atau perseroan. Lembaga tataniaga yang terlibat di Pasar Induk Ramayana Bogor antara lain pedagang besar pengumpul, pedagang besar penyalur, dan calo. 1. Pedagang besar penerima atau wholesaler receive Yaitu pedagang yang membeli ikan patin dari petani dan pedagang pengumpul atau tengkulak dalam jumlah yang besar dan menjualnya kembali ke pedagang besar lainnya yang berada di Pasar Induk Ramayana Bogor dan tidak menjual ke pedagang pengecer dan konsumen akhir. Dari pedagang besar penerima, 80 % pedagang besar penerima hanya menjual produknya ke Pasar Induk Ramayana Bogor dan lebihnya yaitu 20 % menjual produknya ke Pasar Induk Ramayana Bogor dan ketempat lain seperti ke Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok seperti tertera pada tabel 1. Tabel 1. Tempat Penjualan Ikan Patin oleh Pedagang Besar Penerima dari Daerah Sentra Produksi Bogor, Tahun 2006. Tempat Penjualan Jumlah Persen (%) Pasar Induk Ramayana Bogor (PIRB) 12 80 PIRB dan Tempat Lainnya 3 20 Total 15 100

5 Dari tabel tersebut di atas, terlihat bahwa alasan responden menjual produknya ke Pasar Induk Ramayana Bogor antara lain karena tempatnya dekat dan mudah terjangkau, merupakan sentral di wilayahnya, cepat terjual, dan harga sesuai dengan harga yang berlaku saat itu. 2. Pedagang Besar Penyebar Yaitu pedagang besar yang membeli ikan patinnya dari pedagang besar pengumpul dalam jumlah besar dan dijual kembali kepada pedagang pengecer dan konsumen akhir secara eceran. 3. Calo atau Perantara Yaitu orang yang menghubungkan antara penjual dan pembeli, dan memperoleh keuntungan dari selisih harga ikan patin yang ditawarkan oleh pedagang besar pengumpul dan harga ikan patin yang mereka tawarkan ke pedagang besar penyebar. Calo tersebut biasanya merupakan kelompok yang terdiri dua sampai enam orang yang masing-masing mempunyai tugas yaitu mencari pembeli dan menawarkan ikan patin dari pedagang besar pengumpul, mencarikan tempat parkir agar tidak terlalu jauh dengan toko yang sudah menjadi langganannya, dan menjaga truk agar ikan patinnya tidak dibongkar oleh calo yang lainnya. Dari hasil penjualan ikan patin milik pedagang ikan patin pengumpul tersebut, pendapatan masih harus dikurangi untuk membayar kuli bongkar muat yang ditanggung oleh calo dan pedagang ikan patin yang membeli ikan patin tersebut, baru kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan diantara anggotanya. Lembaga perantara selain calo yang hampir sama tugasnya dengan calo, oleh pedagang di Pasar Induk Ramayana Bogor disebut pengurus. Tugas pengurus menjual ikan patin sesuai dengan harga yang ditentukan oleh pedegang besar penerima dan mereka memperoleh komisi sebesar Rp. 11.500,- /ton untuk ikan patin dari daerah sentra produksi Bogor. Kelompok pengurus biasanya terdiri dari dua sampai lima orang.

6 2.1.2. Saluran Tataniaga Seperti diketahui bahwa pergerakan barang dari produsen ke konsumen merupakan jasa daripada lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat didalamnya. Dengan demikian lembaga-lembaga tatniaga itu yang merupakan badan-badan perantara (middlemen) adalah merupakan saluran-saluran arus pergerakan dari barang-barang yang diperdagangkan. Jika ada lembaga tataniaga yang bekerja secara tidak efisien dan efektif maka sudah pasti ada saluaran yang akan tersumbat atau merupakan hambatan dari pengaliran barang. Perbedaan kondisi alam dari suatu daerah dengan daerah lain mengakibatkan timbulnya perbedaan saluran tataniaga dari daerah yang bersangkutan. Ikan patin yang berada di Pasar Induk Ramayana Bogor melalui saluran tataniaga seperti pada Gambar 1. berikut ini : 1. Petani Pedagang besar penerima Pedagang besar penyebar Pedagang pengecer Konsumen 2. Petani Pengumpul/tengkulak Pedagang besar penerima Pedagang besar penyebar Pedagang pengecer konsumen Gambar 1. Tipe saluran tataniaga ikan patin yang terdapat di Pasar Induk Ramayana Bogor Pada gambar 1. ada dua tipe saluran tataniaga ikan patin yang ada di Pasar Induk Ramayana Bogor. Pada tipe saluran tataniaga ikan patin nomor 2. tampak bahwa ikan patin yang dibeli oleh pedagang besar penerima berasal dari petani dan pedagang pengumpul atau tengkulak. 2.2. Analisis Tataniaga Ikan Patin di Tingkat Pedagang Besar Penerima dari Daerah Sentra Produksi Bogor ke Pasar Induk Ramayana Bogor. 2.2.1. Biaya Tataniaga Ikan Patin

7 Biaya tataniaga ikan patin di tingkat pedagang besar pengumpul terdiri dari biaya ikan patin, tenaga kerja, transportasi, retribusi pasar, dan biaya lainnya. 1. Biaya ikan patin Biaya ikan patin terdiri dari biaya untuk pembelian ikan patin dan biaya kemasan ikan patin. Berdasarkan harga dasar ikan patin di tingkat petani dan tengkulak yaitu dari harga Rp. 8.050,- sampai Rp. 8.395,-. Berdasarkan hasil penelitian biaya pembelian ikan patin merupakan biaya terbesar dalam tataniaga ikan patin di tingkat pedagang besar penerima yaitu sebesar 95,96 % dari seluruh biaya tataniaga ikan patin. Biaya ikan patin yang terakhir yaitu kemasan, umumnya kemasan yang digunakan daerah sentra produksi Bogor adalah plastik dengan kapasitas 25 kg. Harga rata-rata plastik tersebut Rp. 575,- / kantung. 2. Biaya Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan pedagang besar penerima rata-rata delapan orang dengan upah rata-rata Rp. 17.250,-/ hari. Pekerjaan mereka antara lain mengumpulkan ikan patin dari petani dan pedagang pengumpul. Biaya tenaga kerja besarnya 1,20 % dari seluruh biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam tataniaga ikan patin yang dilakukan oleh pedagang besar penerima satu kali penjualan ikan patin ke Pasar Induk Ramayana Bogor. 3. Biaya Transportasi Biaya transportasi yang besarnya 1,87 % dari seluruh biaya tataniaga terdiri biaya sewa kendaraan, ongkos supir dan kenek, bahan bakar, dan uang tol. Sewa kendaraan dihitung per kuintal untuk pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi Bogor. Biaya sewa kendaraan tergantung pada jarak dan kondisi jalan dari daerah produksi ke Pasar Induk Ramayana Bogor. Rata-rata biaya transportasi keseluruhan yang dikeluarkan dari daerah sentra produksi Bogor sampai ke Pasar Induk Ramayana Bogor adalah Rp. 287.500,- untuk truk dengan kapasitas 2 ton. 4. Biaya Lain-lain Baya lain-lain yang besarnya 0,97 % antara lain untuk retribusi pasar, calo, konsumsi selama perjalanan dari daerah sentra produksi ke Pasar Induk

8 Ramayana Bogor, pak ogah, dan preman yang ada di Pasar Induk Ramayana Bogor. Untuk lebih jelasnya komposisi biaya tataniaga ikan patin yang dikeluarkan oleh pedagang responden dalam satu kali penjualan ikan patin ke Pasar Induk Ramayana Bogor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Biaya Tataniaga Ikan Patin di Tingkat Pedagang Besar Penerima dari Daerah Sentra Produksi Bogor ke Pasar Induk Ramayana Bogor, Februari, 2006. Daerah Sentra Produksi Biaya Ikan Patin Tenaga Kerja Transport Lain-lain Total Biaya Biaya (Rp/ton) Bogor 161.460.000 2.021.250 3.139.500 1.633.805 168.251.555 8.412.578 Persen (%) 95,96 1,20 1.87 0.97 100 Dari Tabel 2. terlihat bahwa total biaya dan biaya per ton pada tataniaga ikan patin yang dikeluarkan oleh pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi Bogor adalah sebesar Rp168.251.555,- dan Rp.8.412.578,-. 2.2.2. Penerimaan Tataniaga Ikan Patin Penerimaan pedagang besar penerima diperoleh dari hasil penjualan ikan patin. Besarnya penerimaan merupakan perkalian antara harga jual ikan patin dengan volume ikan patin yang dijual, oleh karena itu besar kecilnya penerimaan pedagang besar penerima di Pasar Induk Ramayana Bogor sangat dipengaruhi oleh volume penjualan ikan patin oleh pedagang besar penerima. Rata-rata penerimaan per ton yang diterima oleh pedagang besar dari daerah sentra produksi Bogor sebesar Rp8.912.500,-. Rata-rata penerimaan tataniaga ikan patin dalam satu kali penjualan dan per ton yang diterima pedagang besar dari daerah sentra produksi Bogor, dapat dilihat pada Tabel 3.

9 Tabel 3. Rata-rata Penerimaan Tataniaga Ikan Patin di Tingkat Pedagang Besar penerima dari Daerah Sentra Produksi Bogor ke Pasar Induk Ramayana Bogor, Februari, 2006. Daerah Sentra Produksi Harga Jual (Rp/Kg) Volume (Kg) Penerimaan Penerimaan (Rp/Ton) Bogor 8.912,5 23.000 178.250.000 8.912.500 Dari Tabel 3. terlihat bahwa harga jual pedagang dari daerah sentra produksi Bogor umumnya adalah Rp.8.912,5,- dengan total penerimaan per tonnya adalah Rp8.912.500,-. 2.2.3. Keuntungan Tataniaga Ikan Patin Keuntungan tataniaga diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan, demikian pula pada yang terjadi pada tataniaga ikan patin. Keuntungan tataniaga ikan patin yang diterima oleh pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi Bogor merupakan selisih dari penerimaan dan biaya yang dikeluarkan pedagang besar penerima. Keuntungan pada tiap pedagang besar penerima tidak sama besarnya tergantung pada biaya yang dikeluarkan, harga jual ikan patin, dan volume ikan patin yang dijual. Biaya dan harga jual ikan patin dipengaruhi kondisi ikan patin dan ukuran ikan patin rata-rata yang akan dijual. Semakin baik kondisi ikan patin akan meningkatkan harga jual, sedangkan ukuran ikan patin yang semakin besar mempengaruhi naiknya harga jual ikan patin. Rata-rata keuntungan tataniaga ikan patin yang diterima pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi Bogor dalam sekali penjualan ikan patin ke Pasar Induk Ramayana Bogor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata Keuntungan Tataniaga Ikan Patin Dalam Sekali Penjualan Ikan Patin di Tingkat Pedagang Besar Penerima dari Daerah Sentra Produksi Bogor ke Pasar Induk Ramayana Bogor, September 2001. Daerah Sentra Produksi Total Biaya Total Penerimaan Total Keuntungan Keuntungan (Rp/ton)

10 Bogor 168.251.555 178.250.000 9.998.445 499.922,25 Dari Tabel 4. terlihat bahwa keuntungan per penjualan yang diterima oleh pedagang dari daerah sentra produksi Bogor sebesar Rp.9.998.445,- dan keuntungan per ton yang diterima pedagang dari daerah sentra produksi Bogor adalah sebesar Rp499.922,25,-. 2.2.4. Marjin Tataniaga Ikan Patin Marjin tataniaga ikan patin terjadi karena adanya lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga ikan patin di Pasar Induk Ramayana Bogor. Marjin tataniaga ikan patin yaitu selisih harga beli dan harga jual ikan patin. Pada ikan patin di Pasar Induk Ramayana Bogor lembaga tataniaga yang terlibat yaitu calo atau perantara. Adanya calo di Pasar Induk Ramayana Bogor sangat membantu karena calo mempercepat proses jual beli dari pedagang besar penerima ke pedagang besar penyebar. Tetapi di sisi lain keberadaan calo menyebabkan penyusutan volume ikan patin yang akan dijual pedagang besar penerima ke pedagang besar penyebar dan hal ini akan mempengaruhi besarnya marjin tataniaga ikan patin yang akan diterima oleh pedagang besar penerima. Penyusutan terjadi karena kegiatan calo dalam memasarkan ikan patin menggunakan sampel yang diambil ikan patin yang dibawa oleh pedagang besar penerima. Selain penyusutan faktor waktu juga dapat mempengaruhi marjin tataniaga ikan patin di Pasar Induk Ramayana Bogor. Tetapi hal ini jarang terjadi dan dialami oleh pedagang besar penerima kecuali pada saat panen raya. Faktor waktu ini akan mempengaruhi harga Rp. 115,-/Kg. Marjin tataniaga ikan patin di tingkat pedagang besar penerima dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Marjin Tataniaga Ikan Patin di Tingkat Pedagang Besar Penerima dari Daerah Sentra Produksi Bogor, September 2001. Daerah Sentra Produksi Beli (Rp/Kg) Jual (Rp/Kg) Marjin (Rp/Kg) Marjin Total Setelah Susut Bogor 8.050 8.912,5 862,5 17.250.000 17.041.850

11 Dari Tabel 5. terlihat bahwa marjin tataniaga dan marjin total yang diterima oleh pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi Bogor adalah sebesar Rp.862,5,- untuk marjin tataniaga ikan patin dan sebesar Rp17.250.000,- untuk marjin total ikan patin yang diterima pedagang besar penerima dari daerah sentra produksi Bogor. III. KESIMPULAN Biaya tataniaga ikan patin per pengiriman yang dikeluarkan oleh pedagang besar penerima terhadap keuntungan tataniaga ikan patin, secara keseluruhan untuk biaya ikan patin, tenaga kerja, dan transportasi berpengaruh positif terhadap keuntungan atau akan menambah keuntungan, sedangkan biaya-biaya lain berpengaruh negatif atau akan mengurangi keuntungan. Pada tataniaga ikan patin baik per pengiriman maupun per ton terdapat rata-rata keuntungan yang sama karena pengamatan yang dilakukan hanya memfokuskan pada daerah sentra produksi Bogor dengan mengabaikan daerah sentra produksi lainnya atau variabel lainnya (ceteris paribus). DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal. (1987). Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius) Dengan Rangsangan Hormon, Buletin Penelitian Perikanan Darat. 6 (1), 1987: 42-47. Dasipah, Euis. 2005. Tataniaga Pertanian. Diktat. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unisma Bekasi. Bekasi. Martin, dkk. 1999. Ikan Patin (Pangasius pangasius). Website. www. google.co.id. materi isian komoditas perikanan. Bogor Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya, 1999