BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Desentralisasi merupakan suatu istilah yang mulai populer di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

I. PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan potensi dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan. Ketersediaan dana, menjadi salah satu factor yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Dalam pelaksanaan otonomi, dituntut kemampuan daerah dalam memanfaatkan semua potensi yang ada di daerah dalam rangka melaksanakan pemerintahannya. Salah satunya adalah penerimaan dari pendapatan asli daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah (Halim, 2004:67). Oleh karena itu, usaha meningkatkan penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah yang dimaksudkan agar daerah tidak terlalu mengandalkan harapan pada pemerintah tingkat atas tetapi harus mampu mandiri sesuai cita-cita otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Sesuai dengan Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai dasar penyelenggaraan otonomi daerah. Dari pendapatan ini diharapkan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan, dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Manfaat lainnya yaitu memperbaiki alokasi sumber daya yang produktif 1

2 melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi paling lengkap. Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2011), bahwa otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proposional. Adanya otonomi daerah dapat membuat pemerintah daerah akan lebih leluasa membelanjakan penerimaannya sesuai dengan prioritas pembangunan yang sedang dilaksanakan didaerahnya. Jadi, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk memanfaatkan sumber daya yang ada didaerahnya secara bijak untuk kepentingan masyarakatnya. Manfaat yang dapat diperoleh jelas mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan dan mengembangkan penerimaan daerahnya dengan mencari sumber-sumber keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai belanja daerah sehingga akan dapat meningkatkan pembangunan daerah itu sendiri. Pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 6 ayat 1 tentang Pemerintahan Daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Berkaitan dengan hal tersebut, Pengukuran kinerja diperlukan untuk proses evaluasi. Mahmudi (2005) mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan

3 dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Berikut Target dan Realisasi Pajak Parkir kabupaten sumedang pada tahun 2010 sampai dengan 2014 adalah : Tabel 1.1 Target dan Realisasi Pajak Parkir Kabupaten Sumedang Tahun Anggaran 2010-2014 (Dalam Rupiah) Rasio Tahun Target Realisasi Pertumbuhan (%) 2009 77.446.600 79.926.400 Tahun Dasar 2010 84.685.200 98.651.300 23,42 2011 105.400.000 138.568.375 40,46 2012 150.000.000 215.949.375 55,84 2013 230.000.000 289.475.900 34.05 2014 255.000.000 299.399.050 3,42 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Sumedang

4 Dari Tabel 1.1 berisikan pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 penerimaan pajak parkir kabupaten sumedang selalu terealisasi. Dilihat dari rasio pertumbuhan pada tahun 2010 sampai dengan 2012 bertambah baik yaitu tahun 2010 sebesar 23,42%, tahun 2011 sebesar 40,46%, tahun 2012 sebesar 55,84% tetapi, pada tahun 2013 sampai 2014 rasio pertumbuhan semakin menurun yaitu tahun 2013 sebesar 34,05% dan tahun 2014 sebesar 3,42% yang mengindikasikan terjadinya ketidak efektifan pengelolaan keuangan daerah. Perparkiran menjadi objek retribusi paling buruk dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Tahun 2013. Objek retribusi parkir tak pernah sembuh dari penyakitnya yaitu pengelolaan yang buruk sehingga tak pernah mencapai target. Seharusnya retribusi parkir naik setiap tahunnya karena potensi parkir terus bertambah. Tapi pencapaiannya hanya 60 persen dari target. Bahkan setiap tahun, target retribusi parkir selalu menurun, terang Ketua Pansus LKPj DPRD Sumedang Atang Setiawan, di sela-sela persiapannya membuat laporan hasil pembahasan LKPJ di ruang kerjanya, Kamis (8/5/2014). Pada 2011, DPRD pernah memberikan catatan dalam hasil pembahasan LKPJ Bupati Tahun 2011, bahwa retribusi parkir adalah benang kusut. Pasalnya, pemasukan retribusi sangat tidak sebanding dengan kenyataan. Sementara, hampir di setiap sudut di wilayah kota, digunakan sebagai lahan parkir. Tapi ternyata persoalan itu tak kunjung selesai hingga 2013. Masalahnya tambah runyam dan kusut. Dinas pun angkat tangan dengan objek retribusi parkir, ucap Atang.

5 (Sumber:http://kabarsumedang.com/parkir-objek-retribusi-terburuk-disumedang/). Berikut ini Target dan realisasi Retribusi Parkir Kabupaten Sumedang Tahun 2010 sampai dengan 2014, yaitu : Tabel 1.2 Target dan Realisasi Retribusi Parkir Kabupaten Sumedang Tahun Anggaran 2010-2014 (Dalam Rupiah) Rasio Tahun Target Realisasi Pertumbuhan (%) 2009 400.000.000 227.474.500 Tahun Dasar 2010 464.736.000 265.836.000 16,86 2011 366.458.500 231.708.000-12,83 2012 366.458.500 256.381.500 10,65 2013 329.812.650 237.428.500-7,39 2014 172.532.000 176.546.500-25,64 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Sumedang Dari tabel 1.2 dijelaskan bahwa target pada tahun 2010 sampai dengan 2014 terjadi penurunan kecuali pada tahun 2011 sampai 2012 target dengan jumlah yang sama sebesar 366.458.500 yang berpengaruh terhadap realisasi setiap tahunnya. Jika dilihat dari rasio pertumbuhan, mengalami perubahan yang drastis.

6 Pada tahun 2010 sebesar 16,86%, tahun 2011 sebesar -12,83%, tahun 2012 sebesar 10,65%, tahun 2013 sebesar -7,39% dan pada tahun 2014 sebesar - 25,64%. Dari data tersebut sudah bisa dilihat bahwa diindikasikan ketidak efektifannya pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan fenomena-fenomena diatas, peneliti menyimpulkan bahwa secara umum di Indonesia masih belum menunjukan maksimalnya kinerja aparatur pemerintahannya. Sedangkan secara khusus gambaran tentang target dan realisasi pendapatan asli daerah Kabupaten Sumedang pada tahun 2010 dan tahun 2011 tidak memenuhi target anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dan pada tahun 2012 sampai dengan 2014 memenuhi target yang telah ditetapkan pemerintah. Tetapi pada rasio pertumbuhannya mengalami penurunan di tahun 2013. Pada target dan realisasi penerimaan retrbusi pakir Kabupaten Sumedang, terlihat bahwa setiap tahun target menurun dan realisasi tidak selalu tercapai kecuali pada tahun 2014. Dan dilihat dari rasio pertumbuhannnya pun mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2012 sebesar 10,65% yang menurun pada tahun 2013 sebesar -7,39% dan semakin menurun di tahun 2014 sebesar -25,64%. Dilihat dari gambaran target dan realisasi penerimaan pajak parkir kabupaten Sumedang, terlihat bahwa setiap tahunnya sumber penerimaan pajak parkir tersebut selalu mengalami peningkatan, namun jika dilihat dari rasio pertumbuhan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 34,05% dan 2014 sebesar 3,42%.

7 Hal tersebut tentunya menunjuan bahwa aparatur pemerintahan Kabupaten Sumedang belum mampu memaksimalkan kinerjanya dalam mengoptimalkan sumber penerimaan tersebut. Pada penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh Junaidi (2014) bahwa PAD dan DAU secara simultan dan parsial dapat meningkatkan belanja langsung dan belanja tidak langsung sementara jumlah penduduk mengurangi peningkatan belanja langsung. Hal ini berbeda dengan belanja tidak langsung yang memiliki efek positif karena pertumbuhan penduduk di kabupaten/kota di Jambi dapat meningkatkan alokasi belanja pegawai sedangkan untuk belanja langsung terutama untuk belanja modal tidak efisien. Cherrya (2012) menyimulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara simultan memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan, namun, secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan, sedangkan pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan dan kekayaan daerah tidak dominan mempengaruhi kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan. Ang (2011) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Kediri terhadap Belanja Daerah Kota Kediri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Kediri memiliki hubungan yang sangat erat dengan Belanja Daerah Kota Kediri. Selama rentang waktu tahun 2005 2009, unsur terbesar dari perolehan Pendapatan Daerah Kota Kediri bukan berasal dari PAD, tetapi mayoritas dari Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat.

8 Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Target dan Realisasi Pajak Parkir dan Retribusi Parkir Terhadap Kinerja Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA). 1.2 Identifikasi Masalah Bedasarkan fenomena/masalah yang terjadi, maka perumusan masalahnya dapat ditetapkan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh target dan realisasi pajak parkir terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang? 2. Bagaimana pengaruh target dan realisasi retribusi parkir terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang? 3. Bagaimana pengaruh target dan realisasi pajak parkir dan Retribusi Parkir terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi tentang pengaruh target dan realisasi pajak parkir dan Retribusi Parkir terhadap Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang sesuai data yang didapatkan secara benar adanya. Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh target dan realisasi pajak parkir terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang 2. Untuk mengetahui pengaruh target dan realisasi retribusi parkir terhadap kinerja Dinas pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang.

9 3. Untuk mengetahui pengaruh target dan realisasi pajak parkir dan retribusi parkir terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat berguna dan memiliki manfaat, antara lain: 1. Bagi Penulis Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana ekonomi program studi akuntansi pada fakultas ekonomi Universitas Widyatama. Dapat memberikan tambahan wawasan bagi penulis mengenai pengaruh target dan realisasi pajak parkir dan Retribusi Parkir terhadap Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang dan bisa menjadi referensi jika akan melakukan penelitian lain yang saling bersangkutan. 2. Bagi Pembaca Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan informasi pendukung bagi pembaca untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh target dan realisasi pajak parkir dan Retribusi Parkir terhadap Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sumedang. 3. Instansi Terkait Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan atas pemungutan pajak parkir dan retribusi pakir Kabupaten Sumedang.

10 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam mendapatkan data dan informasi sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan penelitian ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada Dinas Pendapatan (DISPENDA) Kabupaten Sumedang di Jalan Prabu Gajah Agung No.9, Sumedang Utara, Sumedang, Jawa Barat 45621 Telepon:(0261) 201354. Waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober 2015 sampai dengan November 2015.