PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI. Pembahasan. 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip,

dokumen-dokumen yang mirip
JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

KORELASI ANTARA SIFAT-SIFAT TANAH DENGAN KETERSEDIAAN K TANAH PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

IV. HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

MEKANISME PELEPASAN K TERFIKSASI MENJADI TERSEDIA BAGI PERTUMBUHAN TANAMAN PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI SMEKTIT

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pengaruh Kalium dan Varietas Jagung terhadap Eksudat Asam Organik dari Akar, Serapan N, P, dan K Tanaman dan Produksi Brangkasan Jagung (Zea mays L.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DEDI NURSYAMSI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi dan Karakteristik Tanah yang Mengandung Smektit

Dedi Nursyamsi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Jl. Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru 70712

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

DASAR-DASAR ILMU TANAH

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

DASAR-DASAR ILMU TANAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Kuantitas dan Intensitas Kalium dalam Tanah. Faktor kuantitas kalium menggambarkan jumlah K yang dijerap koloid

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA. organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineralmineral

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.

Transkripsi:

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI Pembahasan Uji korelasi menunjukkan bahwa kadar liat dan C-organik nyata sampai sangat nyata berkorelasi positip dengan KTK tanah pada Inceptisol (Tabel 6) dan Alfisol (Tabel 8). Sementara itu pada Vertisol hanya kadar liat yang sangat nyata berkorelasi positip, sedangkan kadar C-organik nyata berkorelasi negatif dengan KTK tanah (Tabel 6). Selanjutnya KTK tanah nyata berkorelasi positip dengan salah satu peubah ketersediaan K tanah (jerapan maksimum, konstanta energi ikatan, K l, atau K dd tanah). Tampak bahwa muatan negatif tanah yang dicirikan oleh besarnya KTK memegang peranan yang sangat penting dalam mengendalikan ketersediaan K tanah. Muatan negatif tanah dapat berasal dari sumber muatan permanen yang dapat diduga dari kadar dan jenis meneral liat yang dominan. Selain itu muatan negatif tanah juga dapat berasal dari sumber muatan variabel yang dapat diduga dari kadar C-organik tanah. Peranan Smektit dalam Mengendalikan Ketersediaan K Tanah Untuk mempelajari kontribusi dari mineral liat terhadap muatan negatif tanah, analisis kualitatif mineral fraksi liat dengan metode XRD telah dilakukan terhadap beberapa contoh tanah pewakil dari Inceptisol, Vertisol, dan Alfisol. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah Vertisol didominasi oleh mineral liat smektit sedangkan tanah Alfisol dan Inceptisol didominasi oleh smektit dan kaolinit. Kadar smektit tanah-tanah yang diteliti dari tinggi ke rendah adalah Vertisol > Alfisol > Inceptisol (Tabel 3). Hasil ini sejalan dengan penelitian Subagyo (1983) yang menyatakan bahwa fraksi liat Vertisol Ngawi didominasi oleh mineral liat smektit dan sedikit kaolinit (disordered kaolinite). 90

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa smektit yang merupakan sumber muatan permanen sangat berperan dalam mengendalikan ketersediaan K tanah. Hubungan antara kadar smektit dengan KTK yang positip nyata (R 2 = 0.5091) menunjukkan bahwa smektit berkontribusi signifikan terhadap jumlah muatan negatif tanah. Sebaliknya hubungan antara kadar C-organik dengan KTK tanah yang tidak nyata (R 2 = 0.0002) menunjukkan bahwa bahan organik tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap muatan negatif tanah (Gambar 15). Fenomena ini membuktikan bahwa pada tanah-tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit (Vertisol) maka sumber muatan permanen lebih penting daripada sumber muatan variabel dalam mengendalikan KTK tanah. Pada tanah yang didominasi oleh sumber muatan variabel seperti tanah Ultisol di daerah Sasamba, Kaltim (Prasetyo et al., 2001) dan Ultisol dari bahan volkan andesitik di daerah Ungaran, Jateng (Prasetyo et al., 2005) bahan organik memberikan kontribusi yang signifikan terhadap muatan negatif tanah. KTK (Cmol(+)/kg) 100 75 50 25 y = -0.3813x + 42.475 R 2 = 0.0002 KTK (Cmol(+)/kg) 100 75 50 25 y = 0.3838x + 4.4303 R 2 = 0.5091 0 0 2 4 6 8 C-organik (%) 0 0 25 50 75 100 Smektit (%) Gambar 15. Hubungan antara Kadar C-organik dan Smektit dengan KTK Tanah 91

Hubungan antara kadar smektit dengan daya sangga dan jerapan maksimum K tanah positip nyata dengan nilai koefisien determinan (R 2 ) masing-masing 0.4000 dan 0.5320 (Gambar 16). Hal ini menunjukkan bahwa mineral liat smektit selain berperan terhadap muatan negatif tanah juga dapat mengendalikan daya sangga dan jerapan maksimum K tanah. Dengan demikian maka smektit memegang peranan penting dalam penyediaan K untuk tanaman pada ketiga tanah yang diteliti. Jerapan maks (mg/kg) 6000 4500 3000 1500 y = 39.551x - 631.37 R 2 = 0.5320 Daya sangga 150 120 90 60 30 y = 0.4747x + 0.9469 R 2 = 0.4000 0 0 25 50 75 100 Smektit (%) 0 0 25 50 75 100-30 Smektit (%) Gambar 16. Hubungan antara Kadar Smektit dengan Jerapan Maksimum dan Daya Sangga K Tanah Peranan Asam Oksalat, Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ dalam Meningkatkan Ketersediaan K Tanah 1. Pemanfaatan Kalium Tanah Pengelolaan tanah secara umum adalah berbagai upaya agar K selalu tersedia bagi tanaman. Bila K tersedia itu dianggap sebagai bentuk K l dan K dd maka pengelolaan tanah identik dengan upaya untuk mempertahankan reaksi keseimbangan antara K l dan K dd, yaitu reaksi 4 desorpsi (desorption), 5 jerapan (adsorption), dan 6 serapan tanaman atau 92

pencucian (uptake/leaching) seperti yang tertera pada Gambar 17. Bila keseimbangan ini terganggu, misal laju reaksi 4 lebih rendah daripada reaksi 5+6 maka tanaman akan mengalami kekahatan K. Dengan demikian maka prinsip dari pengelolaan K tanah adalah meningkatkan reaksi 1, 2, dan 4 serta mengurangi reaksi 3, 5, dan pencucian sehingga K l dapat diserap oleh tanaman secara maksimal dan berkesinambungan. Gambar 17. Reaksi Keseimbangan K di dalam Tanah Pemberian pupuk K dapat meningkatkan K l tanah sehingga reaksi 5 dan 6 meningkat. Pemberian bahan organik dapat mengurangi kehilangan K karena tercuci, meningkatkan reaksi 5 dan reaksi 4 sehingga kemampuan tanah untuk selalu mensuplai K ke dalam pool K l (daya sangga) terjamin. Selanjutnya pemberian K dengan cara dibenam dalam larikan dekat akar atau diberikan secara bertahap menurut fase tumbuh tanaman juga dapat mengurangi kehilangan K oleh pencucian. Upaya-upaya tersebut selain ditujukan untuk meningkatkan K l juga untuk menekan kehilangan K karena pencucian sehingga efisiensi pupuk K meningkat. Salah satu aspek penting dalam pengelolaan K adalah pemanfaatan K yang terdapat dalam tanah. Cara ini cukup efektif terutama untuk tanah-tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit karena umumnya tanah ini mengandung K total tinggi tapi 93

tanaman masih tetap mengahadapi masalah kekahatan K. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa hanya sebagian kecil K tanah dapat tersedia untuk tanaman. Hal ini ditunjukkan dengan kadar K l dan K dd tanah sangat rendah dibandingkan dengan K t tanah baik pada Inceptisol, Vertisol, maupun Alfisol (Gambar 6-7). Pemanfaatan K tanah prinsipnya adalah berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan K tanah dengan memanfaatkan K yang memang sudah ada di dalam tanah. Dengan demikian maka pemanfaatan K tanah dapat dilakukan dengan mempercepat reaksi 1 hancuran dari mineral K (weathering), 2 pelepasan dari pool K tdd ke pool K dd (release), dan 4 desorpsi dari pool K dd ke pool K l (desorption). Asam oksalat (yang dapat dihasilkan dari eksudat akar tanaman) dapat meningkatkan reaksi 1, 2, dan 4 (Tabel 20-21). Pemanfaatan hara tanah, terutama P, dengan cara seperti ini sebenarnya sudah lazim dilakukan pada tanah-tanah masam, tapi untuk K belum banyak dilakukan. Penggunaan mikroba tanah seperti mikoriza dan bakteri pelarut P dapat meningkatkan ketersediaan P pada tanah masam. Mikoriza selain dapat memperluas permukaan serapan juga seperti halnya bakteri pelarut P dapat mengeksresikan asam-asam organik di sekitar rizosfer. Selanjutnya asam organik dapat melarutkan bentuk P terjerap (Al-P dan Fe-P) yang sebelumnya tidak tersedia menjadi larut sehingga tersedia bagi tanaman (Ness dan Vlek, 2000). 2. Peranan Asam Oksalat Asam oksalat merupakan bagian penting dan dominan dalam eksudat asam organik yang dikeluarkan oleh akar jagung (Tabel 13) sehingga penelitian ini lebih menitikberatkan perhatian terhadap asam oksalat dibandingkan asam organik lainnya. Selanjutnya asam oksalat mampu melepaskan sebagian K terfiksasi menjadi tersedia untuk pertumbuhan tanaman yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil tanaman. Asam oksalat nyata 94

meningkatkan pelepasan K terfiksasi di empat jenis tanah yang diuji (Tabel 17-18). Asam oksalat dapat mengubah K yang berada di pool K tdd menjadi K dd dan K l baik di Alfisol (Tabel 20) maupun Vertisol (Tabel 21). Selain itu asam oksalat juga dapat meningkatkan ketersediaan N dan P yang ditandai oleh peningkatan serapan N di tanah Alfisol (Tabel 24) dan P di tanah Vertisol (Tabel 25) sehingga bobot berangkasan kering tanaman juga meningkat (Tabel 26). Telah dikemukakan sebelumnya bahwa sebagian besar K di semua tanah yang diuji berada dalam bentuk tidak dapat dipertukarkan sehingga dalam jangka pendek tidak tersedia bagi tanaman (Gambar 6-7). Berdasarkan uraian di atas maka telah terbukti bahwa penggunaan asam oksalat dapat membuat tanaman mampu memanfaatkan K yang tadinya tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Kalium yang berada di posisi-i, c, w, e, dan s tidak bisa atau sulit melakukan pertukaran sehingga disebut sebagai K tdd sedangkan yang berada di posisi-p mudah melakukan pertukaran sehingga disebut sebagai K dd (Kirkman et al., 1994). Mengingat jumlah K yang dapat dilepaskan oleh asam oksalat tinggi (Tabel 18-19) maka sesungguhnya bukan hanya K yang berada di posisi-p saja yang lepas tapi sangat mungkin sebagian atau semua K yang berada di posisi-e, s, c, dan w juga lepas. Namun demikian K yang berada di posisi-i tidak lepas karena tidak ada peningkatan jarak basal smektit akibat pemberian asam oksalat (Gambar 11-12). Apabila pemberian asam oksalat dibarengi dengan penambahan NaOH hingga ph=7, maka selain K yang berada di posisi-e, s, c, dan w, K di posisi-i juga sebagian lepas. Hal ini disebabkan karena ada peningkatan jarak basal smektit akibat perlakuan (asam oksalat+naoh) ph=7 (Gambar 11-12) sehingga K di posisi-i berpeluang untuk melakukan pertukaran dan lepas. Pemberian asam oksalat dapat mempercepat reaksi 1, 2, dan 4 atau reaksi mengarah ke kanan dari reaksi keseimbangan K dalam tanah (Gambar 17). Asam oksalat bersifat masam sehingga dapat mempercepat proses hancuran (reaksi 1). Demikian pula asam 95

oksalat dapat melarutkan K yang berada di posisi-p dan sebagian posisi-e (reaksi 4). Selain itu pemberian asam oksalat yang dibarengi penambahan NaOH hingga ph=7 dapat meningkatkan jarak basal smektit sehingga reaksi 2 juga berlangsung. Jumlah asam oksalat yang dapat dikeluarkan oleh akar jagung tergantung varietas dan fase pertumbuhan tanaman. Varietas CIMMIT 3330 dapat mengeluarkan asam oksalat rata-rata selama 6 MST sekitar 5.93 mg/g BK akar, sedangkan Wisanggeni hanya 3.15 mg/g BK akar. Demikian pula saat umur tanaman 4 MST rata-rata akar jagung dapat mengeluarkan asam oksalat 5.76 mg/g BK akar, sedangkan saat 2 dan 6 MST berturutturut hanya 3.08 dan 2.56 mg/g BK akar (Tabel 13). Dengan demikian maka sesungguhnya laju pengeluaran eksudat akar juga tergantung varietas dan fase pertumbuhan tanaman. Laju pengeluaran eksudat akar selama pertumbuhan tidak diamati, namun demikian berdasarkan data yang tertera pada Tabel 13, maka laju pengeluaran dan jumlah eksudat akar beberapa varietas jagung di rizosfer dapat diduga dan hasilnya disajikan pada Tabel 27. Perhitungan tersebut menggunakan asumsi: (1) Hasil pengamatan eksudat (Tabel 13) merupakan akumulasi eksudat dari akar selama 1 hari, (2) Hasil biji jagung kering = 6 t/ha (Kasryno, 2003), (3) Umur tanaman jagung 90 hari (Subandi, 1988), (4) Proporsi biji : brangkasan = 1 : 1 (Sutoro et al., 1988) dan brangkasan : akar = 4 : 1 (Tabel 12), (5) Bobot tanah 1 ha kedalaman 20 cm = 2 X 10 6 kg *), dan (6) Proporsi masa tanah di rizosfer : bulk soil = 1 : 9 **). Tabel 27 menunjukkan bahwa laju pengeluaran eksudat asam oksalat berkisar antara 0.45 mg/g BK/hari (Wisanggeni) hingga 0.85 mg/g BK/hari (CIMMIT 3330). Sementara itu eksudat asam organik berkisar antara 1.27 mg/g BK/hari (Wisanggeni) hingga 2.13 mg/g BK/hari (CIMMIT 3330). *) Bulk density tanah = 1 g/cm 3 dan **) Jarak tanam jagung = 70 x 25 cm 2 dan rizosfer sekitar 1-2 mm di sekeliling akar (Marschner, 1997). 96

Nilai tersebut jauh melampaui laju pengeluaran asam oksalat varietas PM 95A umur 30 HST pada kultur air yang hanya 240 nmol/g BK/hari atau setara dengan 21.60 µg/g BK/hari (Nursyamsi et al., 2002). Tabel 27. Prediksi Laju Pengeluaran dan Jumlah Eksudat Akar Beberapa Varietas Jagung di Rizosfer Selama Satu Musim Tanam. Varietas Laju pengeluaran eksudat (mg/g BK/hari) Jumlah eksudat di rizosfer (mg/kg) Asam oksalat Asam organik Asam oksalat Asam organik Antasena 0.54 1.49 2545 7054 CIMMIT 3330 0.85 2.13 4003 10064 Wisanggeni 0.45 1.27 2126 6014 Lamuru 0.53 1.39 2484 6575 Pioneer 21 0.53 1.38 2491 6534 Jumlah eksudat asam oksalat di rizosfer berkisar antara 2126 mg/kg (Wisanggeni) hingga 4003 mg/kg (CIMMIT 3330), sedangkan asam organik sekitar 6014 10064 mg/kg berturut-turut untuk Wisanggeni dan CIMMIT 3330. Nilai tersebut merupakan akumulasi eksudat akar selama satu musim. Meskipun akumulasi eksudat tinggi tapi tanaman tidak keracunan karena eksudat asam oksalat keluar secara bertahap. Fenomena ini justru menguntungkan tanaman karena itu berarti pelepasan K dari bentuk tidak dapat dipertukarkan menjadi bentuk larut sedikit demi sedikit sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. Tabel 21, 25, dan 26 menunjukkan bahwa asam oksalat 1000 ppm dapat meningkatkan ketersediaan K, serapan N, P, dan K, serta hasil brangkasan kering jagung umur 4 MST pada tanah Vertisol. Apabila dosis tersebut dianggap sebagai batas kritis asam oksalat untuk jagung di tanah Vertisol maka semua varietas yang dicoba berpotensi dapat meningkatkan ketersediaan K. Diantara varietas jagung yang dicoba, ternyata CIMMIT 3330 paling berpeluang dapat meningkatkan efisiensi pupuk K. Selanjutnya apabila pengaruh eksudat asam organik lainnya terhadap ketersediaan K dianggap sama 97

dengan asam oksalat, maka potensi pelepasan K dari bentuk tidak dapat dipertukarkan menjadi larut semakin tinggi. 3. Peranan Kation Perlakuan Na +, NH + 4, dan Fe 3+ nyata melepaskan K terfiksasi di semua tanah yang diuji (Tabel 17-18). Semua kation tersebut juga nyata mengubah K yang berada di pool K tdd menjadi K dd dan K l di semua tanah yang diuji (Tabel 20-21). Selain itu ketiga kation tersebut nyata meningkatkan ketersediaan K di tanah Alfisol (Tabel 20) dan Vertisol (Tabel 21). Akhirnya kation tersebut mampu meningkatkan bobot tanaman jagung di semua tanah yang dicoba (Tabel 26). Selanjutnya Na + dan Fe 3+ juga nyata meningkatkan jarak basal smektit, sedangkan NH + 4 justru menurunkan jarak basal smektit (Gambar 11-12). Seperti halnya asam oksalat, Na +, NH + 4, dan Fe 3+ juga dapat membuat tanaman mampu memanfaatkan K yang tadinya tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Bahkan pengaruh kation lebih nyata dibandingkan asam oksalat terhadap hampir semua peubah yang diuji. Diantara ketiga kation tersebut, Fe 3+ paling berpengaruh terhadap hampir semua peubah yang diuji (Lampiran 7-9). Pemberian ketiga kation tersebut dapat melepaskan K yang berada di semua posisi, yaitu di posisi-p, e, s, c, w, dan i. Pemberian Na + dan Fe 3+ selain dapat melepaskan K yang berada di posisi-p, e, s, c, dan w juga K di posisi-i lepas karena jarak basal smektit + meningkat akibat pemberian kedua kation tersebut (Gambar 11-12). Demikian pula NH 4 dapat melepaskan K yang berada di semua posisi meskipun jarak basal smektit menurun. Hal ini disebabkan karena NH + 4 dan K + dapat saling menggantikan tempatnya di posisi-i mineral liat tipe 2:1 (Kilic et al., 1999; Evangelou dan Lumbanradja, 2002). 98

Berdasarkan uraian di atas maka pemberian Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ dapat mempercepat proses pelepasan (reaksi 2) dan desorpsi (reaksi 4) dari reaksi keseimbangan K di dalam tanah (Gambar 17). Semua reaksi yang terjadi merupakan reaksi pertukaran kation, dimana K + yang berada di komplek jerapan digantikan oleh Na +, NH + 4, atau Fe 3+. Ketiga kation tersebut selain berfungsi meningkatkan ketersediaan K tanah juga berfungsi sebagai unsur yang diperlukan tanaman, baik sebagai hara makro (N), hara mikro (Fe), maupun sebagai beneficial element (Na). Pada tanaman rumput-rumputan (misalnya tebu), Na dapat menggantikan sebagian kebutuhan K tanaman (Ismail, 1997). Mekanisme Pelepasan K Terfiksasi Menjadi Tersedia bagi Tanaman Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemberian asam oksalat, Na +, NH + 4, dan Fe 3+ dapat mempercepat reaksi 1 (hancuran), 2 (pelepasan), dan 4 (desorpsi) atau reaksi mengarah ke kanan dari reaksi keseimbangan K dalam tanah (Gambar 17). Reaksi 1 merupakan hancuran mineral primer yang banyak mengandung K menjadi mineral sekunder; reaksi 2 merupakan pelepasan K dari K terfiksasi menjadi K dd ; sedangkan reaksi 4 merupakan desorpsi K dari K dd menjadi K l. Tanah-tanah yang diteliti didominasi oleh mineral liat smektit (Tabel 3) yang merupakan mineral sekunder sehingga reaksi yang berpeluang tinggi untuk muncul adalah reaksi pelepasan dan desorpsi, sedangkan reaksi hancuran hampir tidak ada. Setelah reaksi pelepasan dan desorpsi berlangsung maka tanaman akan dengan mudah menyerap K (absorpsi) untuk kebutuhan hidupnya. 1. Desorpsi Asam oksalat yang dikeluarkan oleh akar tanaman di sekitar rizosfer akan mengalami disosiasi menghasilkan H + dan HOOCCOO -. Selanjutnya H + dapat mengusir K 99

yang berada di permukaan komplek jerapan (K dd ) atau K yang berada di posisi-p dan e sehingga K lepas ke dalam larutan (K l ). Proses tersebut dikenal sebagai proses pertukaran kation (cation exchange) seperti yang disajikan pada Gambar 18. Reaksi pertukaran ini mengakibatkan proses desorpsi terjadi. Proses pertukaran sangat mungkin terjadi karena sesuai dengan deret liotropik, jerapan koloid tanah terhadap H + > K + (Tan, 1998). Selain itu juga konsentrasi H + di rhizosfer lebih tinggi dibandingkan di bulk soil (Marschner, 1997) sehingga berpeluang membebaskan K yang berada pada permukaan komplek jerapan. Gambar 18. Reaksi Pertukaran K yang Terjerap di Permukaan Koloid dengan Kation Lain (M + ). Seperti halnya asam oksalat, ternyata Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ juga dapat mengusir K yang berada di permukaan komplek jerapan sehingga K lepas ke dalam larutan yang akhirnya proses desorpsi terjadi. Proses pertukaran K + oleh Fe 3+ juga dapat berlangsung karena berdasarkan deret liotropik, jerapan koloid tanah terhadap Fe 3+ > K + (Tan, 1998). Kation lainnya, yaitu Na + dan NH + 4 meskipun posisinya dalam deret liotropik masingmasing berada disebelah kanan dan sama dengan kation K + tetapi tetap berpeluang untuk mengusir K pada komplek jerapan asalkan konsentrasi kedua kation tersebut di dalam larutan tanah > K pada komplek jerapan. 100

2. Pelepasan Pelepasan K dari dalam ruang antar lapisan menuju ke permukaan koloid didahului oleh peningkatan jarak basal smektit (mengembang) sehingga K yang tadinya tertutup menjadi terbuka dan siap untuk melakukan pertukaran. Peningkatan jarak basal ini disebabkan oleh karena ion yang terselimuti molekul air melakukan penetrasi ke dalam ruang antar lapisan mineral smektit dimana besarnya peningkatan jarak basal seiring dengan besar radius hidrasi ion yang masuk (Gambar 19). Asam oksalat, Na +, dan Fe 3+ dapat meningkatkan jarak basal smektit (Gambar 11-12) sehingga K + menjadi terbuka. Meskipun NH + 4 tidak meningkatkan jarak basal (Gambar 11-12) tapi kation ini dapat berkompetisi dengan K + menempati posisi di ruang antar lapisan smektit sehingga K bisa terlepas (Evangelou dan Lumbanraja, 2002). Gambar 19. Proses Pengembangan Mineral Liat Smektit Akibat Penambahan Asam Oksalat dan Kation. Pada saat smektit mengembang maka H +, Na +, NH + 4, dan Fe 3+ masuk ke dalam ruang antar lapisan smektit. Selanjutnya K terfiksasi berpeluang untuk melakukan pertukaran dengan kation-kation tersebut. Pertukaran kation ini menyebabkan K yang tadinya terfiksasi menjadi lepas dan pindah ke permukaan (posisi-p dan e) atau K lepas ke dalam larutan. K yang berada di permukaan dan dalam larutan tanah ini merupakan K 101

segera tersedia bagi tanaman karena tanaman setiap saat bisa menyerapnya untuk proses metabolisme tubuhnya. Pelepasan K di dalam tanah sesungguhnya terjadi secara alamiah, antara lain disebabkan oleh adanya eksudat asam organik dari akar tanaman atau dari hasil pelapukan bahan organik (Song dan Huang, 1988). Selain itu pelepasan K juga dapat distimulir oleh adanya penurunan konsentrasi K + di dalam larutan tanah akibat K diserap oleh tanaman atau tercuci (Rahmatullah dan Mengel, 2000). Bila K diserap tanaman atau tercuci maka keseimbangan K tanah terganggu, yaitu reaksi mengarah ke kanan sehingga proses desorpsi dan pelepasan meningkat. 3. Absorpsi Proses absorpsi hara ke dalam akar tanaman terjadi melalui 2 tahapan, yaitu tahap pertama adalah pergerakan ion dari tanah ke permukaan akar tanaman dan tahap berikutnya adalah serapan ion (ion uptake). Tahap pertama mengikuti mekanisme difusi, aliran masa, dan intersepsi akar, sedangkan tahap kedua adalah proses serapan ion pasif dan aktif. Jumlah K + yang bergerak dari koloid tanah menuju permukaan akar melalui difusi sekitar 78%, aliran masa 20%, dan intersepsi akar 2% (Havlin et al., 1999). Difusi dan aliran masa merupakan pergerakan K yang diawali dari proses pelepasan dan desorpsi sehingga K + berada dalam larutan dan memungkinkan proses serapan hara berlangsung. Atau dengan kata lain tanaman menyerap K yang berada dalam larutan (K l ) dimana K l berasal dari K dd dan K terfiksasi. Sementara itu intersepsi akar adalah akar menyerap K yang berada di permukaan komplek jerapan (K dd ) secara langsung melalui proses getaran (oscillation) (Havlin et al., 1999) seperti yang disajikan pada Gambar 20. 102

Gambar 20. Mekanisme Pertukaran H + dari Akar dengan K + pada Permukaan Mineral Liat (Havlin et al., 1999). Peranan Asam Oksalat, Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ dalam Meningkatkan Produksi Jagung Data yang tertera pada Tabel 21, 25, dan 26 diringkas dan hasilnya disajikan pada Tabel 28 (Endoaquert Kromik) dan Tabel 29 (Endoaquert Tipik). Data pada Alfisol tidak dibahas karena pengaruh asam oksalat, Na +, NH + 4, dan Fe 3+ terhadap peubah yang diuji tidak nyata. Pada Endoaquert kromik, asam oksalat 1000 ppm meningkatkan K tersedia dari 155 menjadi 168 mg/kg sehingga kebutuhan pupuk K menurun. Selanjutnya perlakuan tersebut meningkatkan serapan N, P, dan K tanaman jagung. Demikian pula hasil biji kering jagung meningkat dari 4.81 menjadi 5.28 mg/pot (8.9%) akibat pemberian asam oksalat 1000 ppm (Tabel 28). Perlakuan Na + dan NH + 4 meningkatkan K tersedia sehingga kebutuhan pupuk K menurun pada Endoaquert Kromik. Selanjutnya Na + meningkatkan serapan K tanaman tapi tidak berpengaruh terhadap hasil biji kering jagung. Perlakuan Fe 3+ takaran 125 ppm tidak berpengaruh terhadap K tersedia tanah dan kebutuhan pupuk K tapi serapan N, P, dan K tanaman meningkat. Demikian pula produksi tanaman meningkat dari 10.44 menjadi 11.93 103

g/pot (14.3%) akibat pemberian Fe 3+ 125 ppm (Tabel 28). Sementara itu Fe 3+ takaran 5000 ppm meningkatkan K tersedia sehingga kebutuhan pupuk K menurun drastis. Namun demikian pemberian Fe 3+ dengan takaran tersebut menyebabkan tanaman mati keracunan (data tidak ditunjukkan). Tabel 28. Pengaruh Asam Oksalat, Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ terhadap Hasil Biji Jagung pada Endoaquert Kromik. Serapan hara Perlakuan K-tersedia N P K Biji kering mg/kg... mg/pot... Asam oksalat (ppm) 0 155 189 9.12 102 4.81 1000 168 234 12.44 135 5.28 Kation (50% jerapan mak) Kontrol 166 254 12.67 134 6.01 Na + 171 230 12.38 150 5.73 + NH 4 183 * * * * Besi (ppm) 0 166 442 29.30 227 10.44 125 167 494 39.67 297 11.93 * Perlakuan NH 4 tidak diuji karena confuse dengan pupuk dasar urea. Tabel 29. Pengaruh Asam Oksalat, Na +, NH 4 +, dan Fe 3+ terhadap Hasil Biji Jagung pada Endoaquert Tipik. Serapan hara Perlakuan K-tersedia N P K Biji kering mg/kg... mg/pot... Asam oksalat (ppm) 0 142 213 27.17 105 4.59 1000 145 237 34.76 105 5.10 Kation (50% jerapan mak) Kontrol 135 249 34.21 108 5.45 Na + 137 244 31.71 113 5.02 + NH 4 152 * * * * Besi (ppm) 0 135 197 21.80 82 4.40 125 135 209 22.40 118 5.03 * Perlakuan NH 4 tidak diuji karena confuse dengan pupuk dasar urea. Pada Endoaquert Tipik, asam oksalat 1000 ppm tidak meningkatkan K tersedia sehingga tidak berpengaruh terhadap kebutuhan pupuk K. Namun demikian perlakuan 104

tersebut meningkatkan serapan N dan P tanaman sehingga hasil biji kering jagung meningkat dari 4.59 menjadi 5.10 mg/pot atau meningkat sekitar 11.1% (Tabel 29). Perlakuan Na + tidak meningkatkan K tersedia sehingga tidak berpengaruh terhadap kebutuhan pupuk K, serapan N, P, dan K, serta hasil tanaman pada Endoaquert Tipik. Perlakuan NH 4 + Perlakuan Fe 3+ meningkatkan K tersedia sehingga kebutuhan pupuk K menurun. takaran 125 ppm tidak berpengaruh terhadap K tersedia tanah dan kebutuhan pupuk K tapi serapan N, P, dan K meningkat. Demikian pula produksi tanaman meningkat dari 4.40 menjadi 5.03 g/pot (14.3%) akibat pemberian Fe 3+ 125 ppm (Tabel 29). Sementara itu Fe 3+ takaran 5000 ppm meningkatkan K tersedia sehingga kebutuhan pupuk menurun drastis. Namun demikian pemberian Fe 3+ dengan takaran tersebut menyebabkan tanaman mati keracunan (data tidak ditunjukkan). Selain aspek ketersediaan K tanah, produksi tanaman jagung juga dipengaruhi oleh ketersediaan N dan P tanah di semua tanah yang diuji. Asam oksalat dan kation dapat berpengaruh terhadap salah satu atau semua peubah tersebut yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap hasil biji kering jagung. Dengan demikian maka peran utama asam oksalat terhadap pertumbuhan jagung adalah selain meningkatkan ketersediaan K tanah sehingga mengurangi kebutuhan K dari pupuk juga memperbaiki ketersediaan N, P, dan K tanah. Selain itu seperti halnya asam organik yang lainnya, asam oksalat juga dapat berperan sebagai zat perangsang tumbuh yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Bolton et al., 1993). Demikian pula Na +, NH + 4, dan Fe 3+ berperan dalam meningkatkan ketersediaan K tanah sehingga mengurangi kebutuhan pupuk K. Selain itu Fe 3+ takaran 125 ppm dapat meningkatkan serapan N, P, dan K tanaman sehingga produksi tanaman lebih baik. Demikian pula kation-kation tersebut dapat berperan sebagai hara makro (NH 4 ), mikro (Fe), dan beneficial nutrient (Na) (Marschner, 1997). 105

Uraian di atas menunjukkan bahwa asam oksalat (1000 ppm) dan Fe 3+ (125 ppm) dapat memperbaiki keseimbangan hara tanah dan meningkatkan hasil tanaman. Perlakuan Na + + tidak berpengaruh terhadap peubah tanah maupun tanaman. Perlakuan NH 4 meningkatkan K tersedia dan menurunkan kebutuhan pupuk K di kedua tanah yang diuji tapi responnya terhadap tanaman tidak diuji. Sementara itu Fe 3+ (5000 ppm) memang meningkatkan K tersedia dan mengurangi kebutuhan K tapi menyebabkan tanaman mati. Dengan demikian maka tampak bahwa perlakuan asam oksalat (1000 ppm) dan Fe 3+ (125 ppm) merupakan perlakuan yang terbaik. Aplikasi penggunaan asam oksalat untuk meningkatkan ketersediaan K dan hasil tanaman di lapangan sesungguhnya dapat diganti dengan penggunaan tanaman yang banyak menghasilkan eksudat asam organik. Tanaman jagung dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan di tanah-tanah yang didominasi smektit karena selain mempunyai nilai ekonomi tinggi juga akarnya dapat menghasilkan eksudat asam oksalat yang tinggi, yakni berkisar antara 3.15-5.93 mg/g BK akar (Tabel 13). Dengan demikian maka peningkatan produktivitas tanah-tanah yang didominasi smektit dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni perbaikan tanah dan penggunaan varietas tanaman yang tepat. Perbaikan tanah dilakukan melalui selain pengelolaan bahan organik dan N, P, dan K juga hara Fe. Sementara itu tanaman yang dapat menghasilkan eksudat asam organik dan bernilai ekonomi tinggi juga dapat diterapkan di tanah-tanah yang mengandung smektit. Kesimpulan 1. Sebagian besar K di dalam tanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit berada dalam bentuk tidak dapat dipertukarkan sehingga tidak segera tersedia bagi tanaman. Kadar liat, C-organik, smektit dan KTK tanah berpengaruh nyata terhadap ketersediaan 106

K tanah dimana semakin tinggi nilai keempat peubah tersebut semakin tinggi pula potensi ketersediaan K tanahnya. 2. Asam oksalat merupakan eksudat asam organik paling dominan yang dikeluarkan oleh akar tanaman jagung, yakni berkisar antara 3.15 mg/g BK akar (Wisanggeni) hingga 5.93 mg/g BK akar (CIMMIT 3330). 3. Daya sangga dan jerapan maksimum tanah terhadap kation dari tinggi ke rendah adalah Fe 3+ > NH + 4 = Na +, sedangkan urutan konstanta energi ikatan adalah Na + > Fe 3+ > NH + 4. Daya sangga dan jerapan maksimum terhadap kation tanah Vertisol > Alfisol. 4. Asam oksalat, Na +, NH + 4, dan Fe 3+ nyata melepaskan K terfiksasi liat, meningkatkan jarak basal smektit, dan meningkatkan K tersedia di semua tanah yang diuji. 5. Asam oksalat (1000 ppm) meningkatkan K tersedia dan menurunkan kebutuhan pupuk K serta meningkatkan produksi tanaman pada Endoaquert Kromik dan Endoaquert Tipik. Perlakuan Fe 3+ (125 ppm) meningkatkan serapan N, P, dan K serta produksi + tanaman pada kedua tanah tersebut. Sementara itu NH 4 (85-96 ppm) meningkatkan K tersedia dan menurunkan kebutuhan pupuk K di kedua tanah tersebut. Rekomendasi 1. Untuk meningkatkan efisiensi pupuk K, tanaman yang dapat mengeluarkan eksudat asam organik tinggi dapat diterapkan pada tanah-tanah yang didominasi smektit. 2. Untuk menduga jumlah asam oksalat yang dikeluarkan akar selama pertumbuhan jagung maka laju pengeluaran eksudat asam oksalat perlu ditetapkan pada setiap fase pertumbuhan tanaman. 107